Anda di halaman 1dari 24

BAB I

Sesak Napas dan Patah Tulang


Datang ke IGD seorang laki-laki 25 tahun dengan diantar oleh tetangganya dengan
keluhan sesak napas yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri di pundak kiri dan dada
kanannya. Dari pengakuannya, pasien tersebut dipukul dengan linggis saat cekcok dengan
tetangganya di pundak kiri dan dada kanannya.
Dari hasil primary dan secondary survey, kesadaran GCS E4V5M6. Napas cepat dan
dangkal, tidak didapatkan gurgling atau snoring. Tanda vital: nadi 120 kali/menit, tekanan darah
90/70 mmHg, suhu 37°C, RR 36 kali.menit.
Terdapat jejas pada hemitoraks kanan, pergerakan dada kanan tertinggal, perkusi
hipersonor, auskultasi vesikuler menurun, dan emfisema sub kutis (+). Region bahu kiri terdapat
jejas (+), perdarahan aktif (-), oedem (+), deformitas (+), nyeri tekan (+), dan krepitasi (+).
Dokter melakukan pemeriksaan klinis, penanganan kegawatan dan imobilisasi disertai
permintaan informed consent.
Jump II
1. Mengapa pasien mengeluhkan sesak napas dan nyeri di pundak kiri?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya trauma?
3. Apakah yang dilakukan dokter saat primary dan secondary survey?
4. Bagaimana mekanisme dan manajemen triage?
5. Apa saja macam-macam trauma?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
7. Mengapa dokter melakukan imobilisasi?
8. Bagaimana patofisiologi trauma pada toraks dan komplikasinya?
9. Bagaimana prinsip penanganan awal kasus trauma?
10. Bagaimana aspek medikolegal dari kasus kegawatdaruratan?
11. Apa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan?
12. Mengapa terjadi takikardia dan penurunan tekanan darah?
13. Apa saja indicator penurunan kesadaran selain GCS?
14. Bagaimana interpretasi dari GCS?
15. Bagaimana gejala dan tanda dari fraktur? Apa bedanya fraktur terbuka dan tertutup?
16. Apa tujuan dokter memeriksa adanya gurgling dan snoring?
Jump III
1. Penyebab sesak nafas:
1. Masalah masuknya Oksigen
- Ketinggian (tempat)
- Obstruksi jalan nafas
2. Pertukaran Oksigen Terganggu
- Sirkulasi Paru
- Masalah Hb
3. Masalah Neuromuscular
- Hiperventilasi
- Peningkatan tekanan Intratorakal
Munculnya manifestasi klinis:
Pneumothorax (terdapat udara pada rongga pleura yang normalnya bertekanan negatif)
akan menimbulkan tekanan pada jaringan paru megakibatkan terhambatnya aliran vena
sehingga terjadi penurunan cardiac output akibat penurunan preload. Penurunan preload
akan menimbulkan mekanisme kompensasi yaitu dengan peningkatan frekuensi denyut nadi,
yang pada skenario adalah 120x per menit. Penurunan tekanan darah (dalam skenario: 90/70
mmHg) dapat disebabkan akibat penurunan preload.

2. Mekanisme trauma
3. Primary dan secondary survey
4. Manajemen triage
5. Macam-macam trauma
Trauma terjadi akibat adanya perpindahan energi yang berlebihan dari suatu benda ke
tubuh manusia, oleh karena itu trauma bisa disebabkan oleh semua energi yang berlebihan.
Berikut ini adalah macam-macam trauma :
a. Trauma tumpul
Suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh
benda-benda tumpul.Hal ini disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai
permukaan tumpul, seperti, batu, kayu, martil, bola, ditinju, jatuh dari tempat tinggi,
kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya.Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga
macam luka yaitu luka memar (contusio), luka lecet (abrasio), dan luka robek
(vulnus laceratum).
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu lintas. Pada
suatu kecelakaan lalu lintas, misalnya tabrakan mobil, maka penderita yang berada
didalam mobil akan mengalami beberapa benturan (collision) berturut-turut sebagai
berikut :
1) Primary Collision
Terjadi pada saat mobil baru menabrak, dan penderita masih berada pada
posisi masing-masing. Tabrakan dapat terjadi dengan cara: tabrakan depan
(frontal), tabrakan samping (t-bone), tabrakan dari belakang dan terbalik (roll
over).
2) Secondary Collision
Setelah terjadi tabrakan penderita menabrak bagian dalam mobil (atau sabuk
pengaman). Perlukaan yang mungkin timbul akibat benturan akan sangat
tergantung dari arah tabrakan.
3) Tertiary Collision
Setelah penderita menabrak bagian dalam mobil, organ yang berada dalam
rongga tubuh akan melaju kearah depan dan mungkin akan mengalami
perlukaan langsung ataupun terlepas (robek) dari alat pengikatnya dalam
rongga tubuh tersebut.
4) Subsidary Collision
Kejadian berikutnya adalah kemungkinan penumpang mobil yang mengalami
tabrakan terpental kedepan atau keluar dari mobil. Selain itu barang-barang
yang berada dalam mobil turut terpentan dan menambah cedera pada
penderita.
Adapun jenis luka yang diakibatkan trauma tumpul :
1) Luka memar
Memar adalah cedera yang disebabkan benturan dengan benda tumpul yang
mengakibatkan pembengkakan pada baian tubuh tertentu karena keluarnya
darah dari kapiler yang rusak ke jaringan sekitarnya tanpa ada kerusakan kulit.
Tanda-tanda luka memar adalah:
a) Kulit kelihatan merah kebiru-biruan dan lama kelamaan kehijauan
kemudian coklat dan akhirnya kuning lalu hilang setelah sembuh.
b) Proses penyembuhan 1-4 minggu
2) Luka Lecet (Abrasio)
Luka lecet adalah luka pada kulit yang superficial dimana epidermis
bersentuhan dengan benda yang kasar permukaannya.
Tanda-tanda dari luka lecet adalah:
a) Kerusakan hanya sebatas epidermis
b) Warna coklat kemerahan
c) Permukaan tidak rata
d) Sebagian atau seluruh epidermis hilang
Sesuai dengan mekanisme terjadinya luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai:
 Luka Lecet Gores
Luka jenis ini diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan
permukaan kulit yang menyebabkan lapisan tersebut terangkatsehingga
dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi
 Luka Lecet Serut
Merupakan variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan
permukaan kulit lebih lebar
 Luka Lecet Tekan
Luka yang disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit
3) Luka robek
Luka robek merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang
menyebabkan kulit teregang kesatu arah dan bila batas elastisitas kulit
terlampaui, maka akan terjadi robekan pada kulit.
4) Patah tulang
Pada trauma tumpul yang kaut dapat terjadi patah tulang. Pecahnya tulang dapat
menunjukkan arah trauma. Patah tulang dapat menimbulkan perdarahan luar
dan perdarahan dalam. Yang paling bahaya adalah trauma tumpul pada tulang
kepala, karena dapat terjadi perdarahan epidural, subdural, subarachnoid, dan
intraserebral. Akibat yang ditimbulkan oleh patah tulang:
 Menimbulkan rasa nyeri dan gangguan fungsi
 Emboli pulmonal atau emboli otak oleh karena sel-sel lemak memasuki
sirkulsi darah, biasanya terjadi pada fraktur tulang-tulang panjang
 Perdarahan ekstradural terjadi karena robeknya arteri meningea media
yang berada pada bagian dalam tempurung kepala

b. Trauma tajam
Suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh benda-
benda tajam.Trauma tajam dikenal dalam tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka sayat
(vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum), dan luka bacok (vulnus caesum).
1) Luka iris (inciseal wound)
Luka iris adalah luka yang diakibatkan karena alat untuk memotong dengan
mata tajam dengan cara menekan dan menggeser pada permukaan kulit, tenaga
menggeser lebih besar daripada tenaga menekan.
Ciri-ciri luka iris yaitu:
- Panjang luka lebih besar daripada dalamnya luka
- Tepi luka tajam dan rata, pada lipatan kulit tepi luka tajam dan berliku-
liku
- Ujing luka runcing
- Rambut ikut teriris
- Tidak ada jembatan jaringan
Luka sayat tidak begitu berbahaya, kecuali luka sayat mengenai pembuluh
darah yang dekat ke permukaan seperti dileher, siku bagian dalam, pergelangan
tangan dan lipat paha.
2) Luka tusuk (puncture wound)
Luka tusuk adalah luka yang disebabkan oleh karena alat dengan ujung-ujung
runcing, mata tajam atau tumpul atau alat dengan ujung runcing dengan
penampang bulat, segitiga dengan cara menusukkan sehingga masuk ke dalam
jaringan tubuh.
Luka tusuk ada 2 jenis yaitu :
 Penetrasi
Pada luka ini benda menyebabkan penetrasi yang merobek kulit dan
jaringan yang lebih dalam, lalu masuk ke rongga tubuh, seperti pada
rongga thorax, abdomen,dll. Dengan denikian bahwa luka hanya
merupakan tempat masuk
 Perforasi
Jika luka merobek jaringan tubuh manusia sampai menembus dari satu
sisi ke sisi yang lainnya.
Ciri-ciri luka tusuk:
- Kedalaman luka lebih besar dibandingkan panjang antara lebarnya
- Tepi luka tajam atau rata
- Rambut terpotong pada sisi tajam
- Sekitar luka terkadang ada luka memar (contussion), ekimosis karena
tusukan sampai mengenai tangkai pisau
- Sudut luka tajam namun kurang jtajam pada sisi tumpul
3) Luka bacok (chopped wound)
Luka bacok adalah luka yang diakibatkan senjata tajam yang berat dan
diayunkan dengan tenaga akan menimbulkan luka menganga. bentuknya
hampirsama dengan luka sayat tetapi dengan derajat luka yang lebih berat
dalam. Luka terlihat terbuka lebar atau ternganga pedarahan sangat banyak
dansering mematikan.
Ciri-ciri luka bacok:
- Ukuran luka bacok baiasanya besar
- Tapi luka bacok tergantung pada mata senjatanya
- Sudut luka bacok tergantung pada mata senjata
- Hampir selalu mengakibatkan kerusakan pada tulang
- Kadang-kadang memutuskan tubuh yang terkena bacokan
- Disekitar luka dapat ditemukan luka memar (contusio) atau luka lecet
(abrasio)
Perbedaan antara trauma tumpul dan trauma tajam:
Trauma Tumpul Tajam
Bentuk luka Tidak teratur Teratur
Tepi luka Tidak rata Rata
Jembatan jaringan Ada Tidak ada
Rambut Tidak ikut terpotong Ikut terpotong
Dasar luka Tidak teratur Berupa garis / titik
Sekitar luka Ada luka lecet atau memar Tak ada luka lain
(Satyo, 2006)

c. Trauma tembus (penetrating injury)


1) Senjata dengan energi rendah (low energy)
Contoh senjata dengan energi rendah adalah pisau dan alat pemecah es. Alat
ini menyebabkan kerusakan hanya karena ujung tajamnya. Karena energi
rendah, biasanya hanya sedikit menyebabkan cidera sekunder.
2) Senjata dengan energi menengah dan tinggi (medium and high energy)
Senjata dengan energi menengah contohnya adalah pistol, sedangkan senjata
dengan energi tinggi seperti senjata militer dan senjata untuk berburu.
Kerusakan jaringan tidak hanya daerah yang dilalui peluru tetapi juga pada
daerah disekitar alurnya akibat tekanan dan regangan jaringanyang dilalui
peluru.

d. Trauma ledakan (Blast Injury)


Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu bahan
dengan volume yang relatif kecil, baik padat, cairan atau gas, menjadi produk-
produk gas.
Trauma ledakan dapat diklasifikasikan dalam 3 mekanisme kejadian trauma yaitu
primer, sekunder dan tersier.
1) Trauma ledak primer
Merupakan hasil dari efek langsung gelombang tekanan dan paling peka
terhadap organ–organ yang berisi gas.
2) Trauma ledak sekunder
Merupakan hasil dari objek-objek yang melayang dan kemudian menmbentur
orang disekitarnya
3) Trauma ledak tersier
Terjadi bila orang disekitar ledakan terlempar dan kemudian membentur
suatu objek atau tanah. Trauma ledak sekuder dan tertier dapat
mengakibatkan trauma baik tembus maupun tumpul secara bersamaan.

Berdasarkan jenis jaringan yang mengalami trauma, macam trauma dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. CEDERA JARINGAN LUNAK
a. Istilah sehari-hari: Luka. Luka adalah terputusnya keutuhan jaringan lunak baik di luar
maupun di dalam tubuh.
b. Klasifikasi luka:
Luka terbuka Luka Tertutup
Luka lecet Memar
Luka robek Hematoma
Luka sayat/ iris
Luka tusuk
Luka Sobek
Amputasi
2. CEDERA ANGGOTA GERAK
a. Fraktur/ Patah tulang
 Fraktur adalah terputusnya atau diskontinuitas jaringan tulang
 Penyebab:
 Gaya langsung: Cedera terjadi pada bagian yang mengalami kontak dengan gaya
yang diterima.
 Gaya tidak langsung: Gaya yang diterima bagian tubuh tertentu diteruskan
sehingga bagian yang tidak mengalami gaya akan ikut rusak.
 Gaya puntir: terjadi akibat upaya tubuh atau posisi anatomis sedemikian rupa,
sehingga pada saat benturan seolah terkunci, sehingga gaya berubah menjadi
momen puntiran
 Gejala dan tanda:
 Deformitas
 Nyeri
 Memar
 Pembengkakan
 Krepitasi
 Ujung tulang terlihat pada patah tulang terbuka
 Macam:
 Fraktur tertutup: tidak ada hubungan antara yang patah dengan lingkungan.
 Fraktur terbuka: ada hubungan antara yang patah dengan lingkungan luar.
 Penatalaksanaan:
 Pembidaian
1) Tujuan pemasangan bidai:
o Mempertahankan posisi bagian patah agar tidak bergerak
o Mengurangi rasa nyeri
o Mencegah terjadinya komplikasi
o Memudahkan dalam transportasi korban
2) Prinsip pemasangan bidai:
 Panjang bidai mencakup 2 sendi
 Bahan yang digunakan sebagai bidai tidak mudah patah dan juga tidak
terlalu lentur
 Apabila terdapat perdarahan, atasi terlebih dahulu
 Ikatan pada bidai mantap tapi tidak terlalu kuat
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan bidai:
• Sensorik, yaitu dengan memberi rangsangan
• Motorik, yaitu dengan menggerakkan
• Refiling kapiler, yaitu dengan kembali kapiler yang telah dihambat

b. Dislokasi Sendi
Terlepasnya atau keluarnya bonggol sendi dari mangkoknya
1) Dislokasi Sendi Rahang
Terjadi karena menguap atau tertawa terlalu lebar, terkena pukulan keras ketika
rahang sedang terbuka.
Penatalakasanaan :
o Rahang ditekan kebawah dengan mempergunakan ibu jari yang sudah dilindungi
balutan
o Ibu jari tersebut diletakkan pada geraham paling belakang
o Tekanan tersebut harus mantap tetapi pelan-pelan bersamaan dengan penekanan
jari-jari yang lain mengangkat dagu penderita keatas
o Tindakan dikatakan berhasil bila rahang tersebut menutup dengan cepat dan keras
o Untuk beberapa saat penderita tidak boleh membuka mulut lebar
2) Dislokasi Sendi Bahu
Tanda-tanda korban yang mengalami Dislokasi sendi bahu yaitu:
o Sendi bahu tidak dapat digerakakkan
o Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain
o Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan
o Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya
Penatalaksanaan:
a). Teknik Hennipen
Secara perlahan dielevasikan sehingga bongkol sendi masuk kedalam
mangkok sendi. Pasien duduk atau tidur dengan posisi 450 , siku pasien ditahan
oleh tangan kanan penolong dan tangan kiri penolong melakukan rotasi arah keluar
(eksterna) sampai 900 dengan lembut dan perlahan, jika korban merasa nyeri, rotasi
eksterna sementara dihentikan sampai terjadi relaksasi otot, kemudian dilanjutkan.
Sesudah relaksasi eksterna mencapai 900 maka reposisi akan terjadi, jika reposisi
tidak terjadi, maka
b). Teknik Stimson
Pasien tidur tengkurap, kemudian tangan yang dislokasi digantung tempat
tidur diberi beban 10-15 pound selama 30 menit biasanya akan terjadi reposisi jika
tidak berhasil dapat ditolong dengan pergerakan rotasi dan kemudian interna
3) Dislokasi Sendi Panggul
Tanda-tanda klinis terjadinya dislokasi panggul:
o Kaki pendek dibandingkan dengan kaki yang tidak mengalami dislokasi
o Kaput femur dapat diraba pada tanggul
o Setiap usaha menggerakkan pinggul akan mendatangkan rasa nyeri
Penatalaksanaan :
Usahakan perbaikan hanya dapat dilakukan di Rumah Sakit. Oleh karena itu kirim
korban ke rumah sakit dengan diberi bantalan dibawah lutut dan kaki untuk
membatasi gerakan-gerakan selama diperjalanan.

c. Sprain dan Strain


 Sprain(terkilir sendi): teregangnya atau robeknya ligamen (yaitu jaringan ikat yang
menghubungkan dua atau lebih tulang dalam sebuah sendi). Terjadi akibat gerakan
yang salah sehingga sendi teregang melampaui gerakan normal. Biasanya, sprain
terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh dengan bertumpu pada tangan,
mendarat dengan bagian luar dari kaki, atau mendatar keras di tanah sehingga
menyebabkan lutut terpelintir.
 Strain (terkilir otot): teregangnya otot dan tendon (jaringan ikat/penghubungan yg
kuat yg menghubungkan otot dengan tulang). Strain terjadi karena pembebanan
secara tiba-tiba pada otot tertentu. Terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara
mendadak, seperti pada pelari atau pelompat.
 Tandanya mirip antara strain dan sprain:
 Nyeri
 Spasme otot
 Lemas
 Sulit bergerak
 Bengkak
 Gerakan terbatas
 Penatalaksanaan:
 Rest: Mengistirahatkan wilayah yang cedera. Jangan menaruh beban pada tempat
yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch
(penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau besi) untuk mengurangi
beban pada tempat yang cedera. Aktivitas yang berlebih pada bagian tubuh yg
terkena akan memicu terjadinya komplikasi lebih lanjut.
 Ice: Kompres dingin dengan es. Kompres dingin atau es akan menghasilkan
vasokontriksi untuk mengurangi pembengkakan dengan meletakkan di bagian
yang terluka selama 2-3 menit tiga kali sehari dalam 24 jam pertama. kita harus
menempatkan kain di atas daerah yang cidera dengan kantong es untuk
menghindari luka akibat suhu rendah. Terapi dengan kompres dingin ini harus
dimulai dengan segera dan diteruskan sampai 24-36 jam setelah luka terjadi.
 Compress: Penekanan pada bagian yang cedera. Tindakan Compress artinya
menekan bagian yang mengalami cedera dengan menggunakan perban khusus
(ace bandage). Perban ini di harapkan juga dapat mengikatkan kantong es di
tempatnya dan tetap di lanjutkan setelah terapi dingin ingin menghindari serta
mengurangi pembengkakan. Meskipun balutan ini harus rapi, pastikan bahwa
perban ini tidak terlalu ketat karena dapat menimbulkan mati rasa, geli atau
bahkan menambah rasa sakit.
 Elevation: Bagian yang cedera ditinggikan dari jantung selama 24-36 jam. Pada
tindakan Elevation, sebisa mungkin harus mengangkat bagian cedera lebih tinggi
di atas jantung atau dada selama 24-36 jam pertama untuk memudahkan
kembalinya darah dan untuk mengurangi pembengkakan. Misalnya jika yang
cedera lutut, upayakan pasien dalam posisi tidur kemudian lutut diangkat atau
ditopang dengan alat supaya posisinya lebih tinggi dari jantung.

Metode RICE sebaiknya diterapkan pada saat keselo itu terjadi selama 48 hingga
42 jam pascacedera. sebaiknya menghidari pemijatan atau urut karena dapat
memperparah cedera.

6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?\


a. Nafas cepat dan dangkal
Nafas cepat (36x/ menit) dan dangkal pada skenario disebabkan oleh keadaan tension
pneumothorax yang mengakibatkan pasien kesulitan bernapas karena paru-paru yang
bersangkutan tidak bisa mengembang.
b. Gurgling (-)
Suara gurgling didapatkan bila terdapat sumbatan cairan pada jalan napas. Gurgling
(-) menandakan tidak adanya sumbatan cairan di jalan napas.

c. Snoring (-)
Suara snoring menandakan adanya sumbatan benda padat di jalan napas. Snoring (-)
menandakan tidak adanya sumbatan benda padat di jalan napas.

d. Vital sign
Pada skenario didapatkan tekanan darah 90/70 mmHg atau tergolong hipotensi.
Hal ini diduga karena pasien dalam skenario mengalami blood loss yang tak terlihat
atau perdarahan dalam yang belum diketahui. Bisa juga disebabkan oleh hipoksia
yang dikarenakan oleh keadaan pneumothoraks yang didapatkan pada pasien pasca
trauma. Karena terdapat tension pneumothorax, akibatnya adalah asupan oksigen
berkurang dan semakin lama terjadi penekanan yang semakin besar pada pembuluh-
pembuluh besar di rongga dada sehingga preload menurun. Kedua hal ini kemudian
bermanifestasi ke keadaan hipoksia sehingga cardiac output juga menurun. Sebagai
kompensasi, jantung meningkatkan heart rate nya agar curah jantung tetap terjaga.

e. Jejas pada region bahu kiri


Hal ini terjadi karena pada skenario pasien mengalami benturan bahu kiri dengan
stang motor.

f. Edema
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di
dalam berbagai rongga tubuh. Keadaan ini sering dijumpai pada praktek klinik sehari-
hari yang terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol
perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik system kapiler yang
menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta perpindahannya air dari
intravaskular ke intestinum.
Edema yang bersifat lokal seperti terjadi hanya di dalam rongga perut
(hydroperitoneum atau ascites), rongga dada (hydrothorax), di bawah kulit (edema
subkutis atau hidops anasarca), pericardium jantung (hydropericardium) atau di dalam
paru-paru (edema pulmonum). Sedangkan edema yang ditandai dengan terjadinya
pengumpulan cairan edema di banyak tempat dinamakan edema umum (general
edema).
Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein
rendah, jernih tidak berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan cairan yang
encer atau mirip gelatin bila mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.

g. Perdarahan Aktif
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan
(robekan) pembuluh darah. Kehilangan darah bisa disebabkan perdarahan internal dan
eksternal. Perdarahan internal lebih sulit diidentifikasi. Jika pembuluh darah terluka
maka akan segera terjadi kontriksi dinding pembuluh darah sehingga hilangnya darah
dapat berkurang. Platelet mulai menempel pada tepi yang kasar sampai terbentuk
sumbatan.

h. Deformitas
Deformitas muskuloskeletal adalah kelainan dan trauma pada sistem muskuloskeletal
yang bermanifestasi dari bentuk yang abnormal dari ekstremitas atau batang tubuh.

i. Krepitasi
Krepitasi adalah suara-suara yang dihasilkan oleh gesekan-gesekan dari segmen-
segmen tulang. Krepitasi dapat dipakai untuk menentukan diagnosa suatu fraktura.

j. Nyeri Tekan
Nyeri yang timbul bila ditekan didaerah yang terjadi kerusakan jaringan

7. Mengapa dokter melakukan imobilisasi?


8. Bagaimana patofisiologi trauma pada toraks dan komplikasinya?
1. Emfisema sub kutis
1. Etiologi
Emfisema subkutis disebabkan oleh trauma tumpul maupun trauma tajam
pada dindingthorax. Ketika lapisan pleura berlubang akibat trauma tajam, udara dapat
berpindah dari paru-paru menuju otot dan jaringan subkutan pada dinding dada.
Ketikan terjadi ruptur pada alveoli,misalkan pada laserasi jaringan paru, udara dapat
berpindah sepanjang pleura visceralis menuju hilum paru-paru, kemudian menuju
trachea, leher dan dindingdada. Hal tersebut di atas bisa pula terjadi pada fraktur
costae yang melukai jaringan paru. Sebab fraktur costa dapat merobek pleura
parietalis yang bisa menyebabkan udara berpindah dari paru ke jaringan subkutis
dinding dada.

2. Patofisiologi
Terdapatnya udara di lemak subkutan dinamakan emfisema subkutan. Udara
dapat dari luar,dari paru menembus pleura visceralis dan parietalis masuk ke subkutis
atau udara dari paru ke mediastinum dan ke subkutis tanpa ada kerusakan pleura.
Harus diingat bahwa pnumothorax sering disertai emfisema subkutan, dan emfisema
seringkali disertai pneumothorax. Emfisema subkutan perlu tindakan bila emfisema
sifatnya progresif atau adanya tanda-tanda penekanan pembuluh darah balik dada ke
atas. Progresif biasanya karena adanya kerusakan bronchus atau trachea, suatu
keadaan yang memerlukan tindakan pembedahan segera untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi, oleh karena itu dicari penyebab bila progresif. Penekanan
pembuluh darah balik karena udara masuk ke rongga perikardium atau di sarung
pembuluh darah di leher sehingga menghambat darah yang kembali ke jantung, suatu
keadaan yang sama seperti pada tamponade jantung.

3. Tanda dan gejala


Gelembung udara di jaringan subkutan, berupa nodul yang mobile yang dapat
dengan mudah digerakkan. Terkadang disertai dengan pembekakan leher,nyeri dada,
kesulitan menelan, mengi, dan kesulitan bernafas. Dari foto toraks bisa diketahui
adanya udara di cavum mediastinum. Pada kasus-kasus tertentu, emfisema subkutan
dapat dideteksi dengan meraba kulit di daerah tersebut. Pada perabaan tersebut akan
terasa seperti kertas tisu. Saat diraba gelembung tersebut dapat berpindah dan
terkadang menimbulkan suara. Emfisema subkutan biasanya disertai pembengkakan
jaringan di sekitarnya. Begitu pula dengan wajah pasien.

4. Tata laksana
Emfisema subkutis tidak memerlukan terapi khusus. Tindakan dilakukan
apabila jumlah udara dalam jaringan subkutis sangat banyak dan mempengaruhi
pernafasan pasien. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memasang chest tube
dan memastikan chest tube tersebut berfungsi baik (bila penyebabnya dalah
pneumothorax). Pemasangan kateter atau insisi kecil pada kulit dapat membantu
mengeluarkan udara dari jaringan subkutan.

9. Bagaimana prinsip penanganan awal kasus trauma?


10. Bagaimana aspek medikolegal dari kasus kegawatdaruratan?
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik Pasal 1 ayat (1)
dijelaskan bahwa “Persetujuan tindakan medik kedokteran adalahpersetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Medik, pengaturan mengenai informed consent pada
kegawatdaruratan lebih tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4
ayat (1) dijelaskan bahwa “Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien
dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”.
Disahkannya Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008
sekaligus mengggugurkan Permenkes sebelumnya yaitu pada Permenkes No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989 masih terdapat beberapa kelemahan. Pada pasal 11 hanya
disebutkan bahwa yang mendapat pengecualian hanya pada pasien pingsan atau tidak
sadar. Beberapa pakar mengkritisi bagaimana jika pasien tersebut sadar namun dalam
keadaan darurat. Guwandi (2008) mencontoh pada kasus pasien yang mengalami
kecelakaan lalu-lintas dan terdapat perdarahan serta membahayakan jiwa di tubuhnya
tetapi masih dalam keadaan sadar. Contoh lain apabila seseorang digigit ular berbisa dan
racun yang sudah masuk harus segera dikeluarkan atau segera dinetralisir dengan anti-
venom ular.
Jika ditinjau dari hukum kedokteran yang dikaitkan dengan doktrin
informed consent, maka yang dimaksudkan dengan kegawatdaruratan adalah
suatu keadaan dimana:
1. Tidak ada kesempatan lagi untuk memintakan informed consent, baik 
2. Dari pasien atau anggota keluarga terdekat (next of kin)
3. Tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda
4. Suatu tindakan harus segera diambil
5. Untuk menyelamatkan jiwa pasien atau anggota tubuh.
Seperti yang telah dijelaskan pada Permenkes No 209/Menkes/Per/III/2008  pada
pasal 4 ayat (1) bahwa tidak diperlukan informed consent pada keadaan  gawat darurat.
Namun pada ayat (3) lebih di tekankan bahwa dokter wajib  memberikan penjelasan
setelah pasien sadar atau pada keluarga terdekat. 
Berikut pasal 4 ayat (3) “ Dalam hal dilakukannya tindakan
kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi
wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau
kepada keluarga terdekat”. Hal ini berarti, apabila sudah dilakukan tindakan untuk
penyelamatan pada keadaan gawat darurat, maka dokter berkewajiban sesudahnya untuk
memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.
Selain ketentuan yang telah diatur pada UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 209/Menkes/Per/III/2008, apabila
pasien dalam keadaan gawat darurat sehingga dokter tidak mungkin mengajukan
informed consent, maka KUH Perdata Pasal 1354 juga mengatur tentang pengurusan
kepentingan orang lain. Tindakan ini dinamakan zaakwaarneming atau perwalian
sukarela yaitu:  “Apabila seseorang secara sukarela tanpa disuruh setelah mengurusi
urusan orang lain, baik dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu, maka secara diam-
diam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan mengurusi urusan itu sehingga orang
tersebut sudah mampu mengurusinya sendiri”. Dalam keadaan yang demikian perikatan
yang timbul tidak berdasarkan suatu persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu
perbuatan menurut hukum yaitu dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien
dengan sebaik-baiknya. 
Maka dokter berkewajiban memberikan informasi mengenai tindakan medis yang
telah dilakukannya dan mengenai segala kemungkinan yang timbul dari tindakan
itu.Tindakan dalam kegawatdaruratan medik di perbolehkan tanpa
melakukan persetujuan atau informed consent terlebih dahulu. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
dan diperjelas oleh KUH Perdata pasal 1354.

11. Apa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan?


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dalam skenario antara
lain:
1. Foto rontgen: untuk melihat keadaan bahu pasien apakah terdapat
fraktur atau trauma lainnya, juga untuk menilai keadaan paru-paru, jantung, dan organ
dalam toraks pasien.
2. Analisis gas darah: untuk menilai keadaan perfusi jaringan pasien,
mengingat pasien mengalami distres respiratori.

12. Mengapa terjadi takikardia dan penurunan tekanan darah?


Pada kasus tension pneumothorax, udara berada di dalam cavitas pleura dalam
jumlah yang besar. Apabila volume udara yang ada melebihi kapasitas dari hemitoraks
yang berkaitan, maka pleura akan mendesak jaringan sekitar. jantung, vena cava superior,
dan vena cava inferior merupakan salah satu bangunan yang terdesak. Pendesakan pada
vena cava superior dan inferior akan menyebabkan preload jantung menurun, akibatnya
curah jantung menurun yang dapat menyebabkan hipoksia jaringan. Saat curah jantung
menurun, maka turun pula tekanan darah. Namun jantung masih memiliki mekanisme
kompensasi yaitu dengan meningkatkan kecepatan denyutnya sehingga curah jantung dan
tekanan darah tetap terjaga walaupun masih terkesan rendah.
13. Apa saja indikator penurunan kesadaran selain GCS?
14. Bagaimana interpretasi dari GCS?
Kesadaran GCS 15
Grading GCS menurut tingkat kesadaran antara lain meliputi:
1) Compos mentis, bila GCS = 14-15
2) Apatis, bila GCS = 12-13
3) Somnolen, bila GCS = 10-11
4) Delirium, bila GCS = 7-9
5) Soporo comatus/Stupor, bila GCS = 4-6
6) Coma, bila GCS ≤ 3

Sedangkan grading GCS menurut Head Injury Classification meliputi:


1) Severe head injury, bila GCS ≤ 8
2) Moderate head injury, bila GCS = 9-12
3) Mild head injury, bila GCS = 1-15

15. Bagaimana gejala dan tanda dari fraktur? Apa bedanya fraktur terbuka dan tertutup?
1. Jenis Fraktur
a. Definisi dan tanda-tanda fraktur
Trauma pada tulang menimbulkan fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang, rawan sendi serta epifise pada anak. Kerusakan tulang ini biasa disertai
kerusakan jaringan lunak dan pembuluh darah, ada kalanya menimbulkan lesi
saraf.

b. Manifestasi klinis
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas
dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3) Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5,5 cm
4) Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan
lainnya.
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6) Kurang / hilang sensasi.
7) Pergerakan abnormal.
(Smeltzer, Suzanne C. 2001)

c. Jenis-jenis fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan):
a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
 Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
 Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
 Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma:
a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

Berdasarkan jumlah garis patah:


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multipel: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
Berdasarkan pergeseran fragmen tulang:
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
Berdasarkan posisi fraktur:
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
Berdasarkan kontak dengan udara luar:
1) Fraktur terbuka (open/compound). Bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka
terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
Derajat I :
a) Luka <1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
c) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
d) Kontaminasi minimal
Derajat II:
a) Laserasi >1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
c) Fraktur kominutif sedang
d) Kontaminasi sedang
Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III
terbagi atas:
 Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
 Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
 Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.

Fraktur terbuka tergolong dalam kegawatan bedah sehingga memerlukan


operasi secepatnya untuk mengurangi risiko infeksi yang sebaiknya dilakukan
dalam 6-8 jam pertama. Dikatakan dalam 2 jam pertama sesudah terjadi cedera,
sistem pertahanan tubuh berusaha mengurangi pertumbuhan bakteri yang
berlangsung dalam jumlah besar. Dalam 4 jam berikutnya, jumlah bakteri relatif
konstan oleh karena jumlah pertumbuhan bakteri baru sama dengan jumlah
bakteri yang dimatikan oleh tubuh. Enam jam pertama ini disebut sebagai golden
period, dimana sesudah periode ini, dengan adanya jaringan nekrotik yang luas,
mikroorganisme akan bereplikasi sampai tercapai kondisi infeksi secara klinis.

2) Fraktur tertutup. Ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan


lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen (Iwan, 2012).

16. Apa tujuan dokter memeriksa adanya gurgling dan snoring?

Anda mungkin juga menyukai