Anda di halaman 1dari 48

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA KRONIS AS

Disusun oleh:

Septhia Imelda, S.Ked 04084821719210


Ratu Rizki Ana, S.Ked 04084821719211
Jessica Esmeranda Charani, S.Ked 04084821719212

Pembimbing:

dr. Adelien, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA KRONIS AS

Oleh:

Septhia Imelda, S.Ked 04084821719210


Ratu Rizki Ana, S.Ked 04084821719211
Jessica Esmeranda Charani, S.Ked 04084821719212

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/


Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang periode 17 September 2018-
22 Oktober 2018

Palembang, September 2018

dr. Adelien, Sp.THT-KL

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
ini dengan judul ”Otitis Media Kronis AS”. Pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Adelien, Sp.THT-
KL selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari sepenuhnya
bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan, baik dari isi maupun teknik
penulisan.Sehingga apabila ada kritik dan saran dari semua pihak untuk
kesempurnaan laporan kasus, penulis ucapkan banyak terimakasih.
Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga dapat berguna bagi kita
semua.

Palembang, September 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL..........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................5
BAB I STATUS PASIEN...................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................23
BAB III ANALISIS KASUS.............................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................47

4
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis Media Kronis (OMK) merupakan peradangan kronis dari telinga


tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor
yang menyebabkan OMA menjadi OMK ialah terapi yang terlambat diberikan,
terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien
rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.2
Studi epidemiologi mengatakan bahwa OMK termasuk kejadian yang
umumnya terjadi pada negara berkembang. Survei prevalensi di seluruh dunia,
menunjukkan beban dunia akibat OMK melibatkan 65 dari 330 juta penduduk,
60% diantaranya (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang
signifikan. Diperkirakan 28.000 mengalami kematian dan <2 juta mengalami
kecacatan.2 Di Indonesia, angka kejadian OMK berdasarkan survei adalah sekitar
3,1% dari jumlah penduduk.
OMK dibagi menjadi dua jenis, yaitu OMK tipe aman (benigna) dan
OMK tipe bahaya (tipe maligna). Proses peradangan pada OMK tipe aman
terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Umumnya OMK
tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya, lain halnya dengan
OMK tipe maligna yang ditandai dengan adanya kolesteatoma, sehingga diagnosis
dini perlu ditegakkan dan dilanjutkan dengan terapi yang sesuai dan efisien untuk
dapat mengatasinya agar tidak menimbulkan komplikasi. 1,2 Namun, terapi untuk
OMK terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama dan harus berulang-ulang,
karena sekret yang keluar biasanya tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi.
Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya perforasi
membran timpani yang permanen.

5
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
Nama : Nn. OA
Usia : 5 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : TK
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Plaju

II. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 24 September 2018, pukul 14.00


WIB)
Keluhan Utama : Keluar cairan berbau dari telinga kiri
Keluhan Tambahan : Nyeri telinga kiri
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 2,5 tahun yang lalu penderita mengeluhkan nyeri pada telinga kiri,
keluar cairan lengket warna putih tapi tidak disertai darah, telinga berdenging
(+), penurunan pendengaran (-), demam (+), batuk (+), pilek (+). Penderita
kemudian berobat ke RS Muhammadiyah dan diberikan obat minum dan obat
tetes telinga, keluhan membaik dan cairan tidak keluar lagi.
± 5 bulan yang lalu penderita mengeluhkan adanya cairan yang kembali
keluar dari telinga kiri. Cairan keluar terus-menerus, warna putih kekuningan,
encer, berbau busuk (+), darah (-), pus (-). Penderita juga mengeluh nyeri telinga
yang hilang timbul, telinga berdenging (+), penurunan pendengaran (+) di
telinga kiri, riwayat mengorek telinga (-), demam (-), batuk (+), pilek (+), sakit
gigi (-), sakit kepala (-), rasa berputar (-). Pasien kemudian berobat ke RS.
Hermina Jakabaring kemudian dirujuk ke RS Muhammad Hoesin Palembang.

6
Penyakit yang pernah diderita:
 Riwayat kejang sebelumnya disangkal
 Riwayat penurunan kesadaran disangkal.
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat pengobatan: (+) ke RS Muhammadiyah 2,5 tahun yang lalu,
diberikan obat minum dan obat tetes telinga.

Riwayat penyakit dalam keluarga:


 Riwayat sakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat kebiasaan:
 Riwayat merokok disangkal.
 Riwayat mengonsumsi alkohol disangkal
 Riwayat sering berenang sejak kecil
 Kebiasaan mengorek telinga hanya jika saat telinga terasa gatal

III.Pemeriksaan Fisik (di Poliklinik RSMH, 24 September 2018, pukul 14.00


WIB)
a. Status Generalikus
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : - mmHg
Nadi :89 kali/menit
Pernafasan :20 kali/menit
Suhu : 36,6o C

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop(-).

7
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris kanan dan kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibia (-), deformitas (-)

b. Status Lokalis
Telinga

I. Telinga Luar Kanan Kiri


Regio Retroaurikula
-Abses - -
-Sikatrik - -
-Pembengkakan - -
-Fistula - -
-Jaringan granulasi - -

Regio Zigomatikus - -
-Kista Brankial Klep - -
-Fistula - -
-Lobulus Aksesorius

Aurikula - -
-Mikrotia - -
-Efusi perikondrium - -
-Keloid - -

8
-Nyeri tarik aurikula - -
-Nyeri tekan tragus - -

Meatus Akustikus Eksternus


-Lapang/sempit Lapang Lapang
-Oedema - -
-Hiperemis - -
-Pembengkakan - -
-Erosi - -
-Krusta - -
-Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus) - (+)
Mukopurulen
-Perdarahan - -
-Bekuan darah - -
-Cerumen plug - -
-Epithelial plug - -
-Jaringan granulasi - -
-Debris - -
-Banda asing - -
-Sagging - -
-Exostosis - -

II. Membran Timpani


-Warna (putih/suram/hiperemis/hematoma) Putih Putih
-Bentuk (oval/bulat) oval oval
-Pembuluh darah - -
-Refleks cahaya + -
-Retraksi - -
-Bulging - -
-Bulla - -
-Ruptur - -
-Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic) - Sentral
(kecil/besar/ subtotal/ total) Subtotal
-Pulsasi - -
-Sekret (serous/ seromukus/ mukopus/ pus) - -
-Tulang pendengaran Normal Sulit dinilai
-Kolesteatoma - +

9
-Polip - -
-Jaringan granulasi - +

10
Gambar Membran Timpani
Perforasi
sentral
subtotal

III. Tes Khusus Kanan Kiri


1. Tes Garpu Tala
- Tes Rinne + -
- Tes Weber Tidak ada Lateralisasi ke
lateralisasi kiri
- Tes Scwabach Normal Memanjang

2. Tes Audiometri Belum dilakukan


3. Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri
- Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Toynbee Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4. Tes Kalori Kanan Kiri


- Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
- Tes aliran udara Normal Normal
- Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi
Tembakau

11
II. Hidung Luar Kanan Kiri
-Dorsum nasi Normal Normal
-Akar hidung Normal Normal
-Puncak Hidung Normal Normal
-Sisi hidung Normal Normal
-Ala nasi Normal Normal
-Deformitas - -
-Hematoma - -
-Pembengkakan - -
-Krepitasi - -
-Hiperemis - -
-Erosikulit - -
-Vulnus - -
-Ulkus - -
-Tumor - -
-Duktus nasolakrimalis - -
(tersumbat/tidak
tersumbat)

III. Hidung Dalam Kanan Kiri


1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik - -
-Stenosis - -
-Atresia - -
-Furunkel - -
-Krusta - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/muko
pus/pus)
b.Kolumela
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
-Sikatrik - -
-Ulkus - -
c. Kavumnasi
-Luasnya Lapang Lapang
(lapang/cukup/sempit) - -
-Sekret - -
(serous/seromukus/muko - -
pus/pus) - -
-Krusta - -

12
-Bekuan darah - -
-Perdarahan - -
-Benda asing -
-Rinolit
-Polip
-Tumor
d. Konka Inferior
-Mukosa (erutopi/ Eutrofi Eutropi
hipertropi/atropi)
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
-Warna (merah Merah muda Merah muda
muda/hiperemis/pucat/liv
ide)
-Tumor - -

e. Konka media
-Mukosa (erutopi/ Sulit dinilai Sulit dinilai
hipertropi/atropi)
(basah/kering)
(licin/taklicin)

-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/liv
ide)
-Tumor

f.Konka superior
-Mukosa (erutopi/
hipertropi/atropi)
(basah/kering) Sulit dinilai Sulit dinilai
(licin/taklicin)
-Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/liv
ide)
-Tumor
g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit
-Sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
(serous/seromukus/muko

13
pus/pus)
-Polip
-Tumor

h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit
-Sekret Sulit dinilai Sulit dinilai
(serous/seromukus/muko
pus/pus)
-Polip
-Tumor

i. Septum Nasi
-Mukosa(basah/kering) Eutrofi Eutrofi
(licin/taklicin) Basah Basah
Licin Licin
- Warna Merah muda Hiperemis
-Tumor - -
-Deviasi - -
-Krista - -
-Spina - -
-Abses - -
-Hematoma - -
-Perforasi - -
-Erosi septum anterior - -

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

14
2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri
-Postnasal drip - -
-Mukosa (licin/taklicin) Licin Licin
(merah muda/hiperemis) Merah muda Merah muda
-Adenoid - -
-Tumor - -
-Koana (sempit/lapang) Lapang Lapang
-Fossa Russenmullery (tumor/tidak) - -
-Torus tobarius (licin/taklicin) Licin Licin
-Muara tuba (tertutup/terbuka) Terbuka Terbuka
(sekret/tidak) - -

Gambar Hidung Bagian Posterior

IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


-Nyeri tekan/ketok
-infraorbitalis Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
-frontalis
-kantus medialis
-Pembengkakan

15
-Transiluminasi
-regio infraorbitalis
-regio palatum durum

Tenggorok
I. Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus) Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem) Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
-Palatum durum (utuh/terbelah/fistel) Utuh Utuh
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula)
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Normal Normal
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II. Faring Kanan Kiri


-Palatum molle (hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Normal Normal
-Uvula (udem/asimetris/bifida/elongating) Ditengah Ditengah
-Pilar anterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus)
-Dinding belakang faring (hiperemis/udem) Normal Normal
(granuler/ulkus)
(secret/membran)
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran) T1 T1
(permukaan rata/tidak) Rata Rata
(konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
(lekat/tidak) - -
(kripta lebar/tidak) Tidak lebar Tidak lebar
(dentritus/membran) Detritus (-) Detritus (-)

16
(hiperemis/udem) - -
(ulkus/tumor) - -

Gambar rongga mulut dan faring

Rumus gigi-geligi

III. Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirect)
-Dasar lidah (tumor/kista) - -
-Tonsila lingualis (eutropi/hipertropi) Eutrofi Eutrofi
-Valekula (benda asing/tumor) - -
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) - -
-Epiglotis (hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Aritenoid (hiperemis/udem/ulkus/membran) Normal Normal
-Pita suara (hiperemis/udem/menebal) Normal Normal
(nodus/polip/tumor)
(gerak simetris/asimetris)
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Normal Normal
-Rima glottis (lapang/sempit) Normal Normal
-Trakea Normal Normal

17
2. Laringoskopi langsung (direct) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Gambar laring (laringoskopi tidak langsung)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium : (20 Desember2017)


Jenis Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.7 g/dL
Eritrosit 5,48 x 106 /mm3
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
8.6 x 103 /mm3
46 %
258 x 103/µL
R
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0%
Eosinofil 6%
Netrofil 56%
Limfosit 29%
Monosit 7%

KIMIA KLINIK
Hati
AST/SGOT 13 U/L
ALT/SGPT 8 U/L
Protein total 8.2 g/dl
Albumin 5.1 g/dl
Globulin 3.1 g/dl

Ginjal
Ureum 25 mg/dl
Kreatinin 0.90 mg/dl

18
ELEKTROLIT
Natrium 142 mg/dL
Kalium 4.1 mg/dL

Pemeriksaan Radiologik :
CT Scan mastoid tanpa kontras (27 November 2017)

Kesan: Chronic mastoiditis kiri disertai otitis media dan kolesteatom yang
mendestruksi tulang-tulang pendengaran  menyokong klinis OMK
Menyokong granuloma di canalis auricularis eksterna kiri.

Teleskopi (24 September 2018)


Telinga Kiri Telinga Kanan

19
Kesan:
 Telinga Kiri: Tampak perforasi sentral subtotal pada membran timpani
telinga kiri, terdapat jaringan granulasi.
 Telinga Kanan: Membran timpani telinga kanan intak

V. Diagnosa Kerja

20
 Otitis Media Kronik Auris Sinistra dengan jaringan granulasi auris sinistra

VI. Tatalaksana

Non Medikamentosa:

1) Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan telinga guna mencegah komplikasi penyakit
menjadi lebih parah
2) Edukasi pasien untuk tidak sering mengorek telinga.
3) Edukasi pasien untuk melakukan proteksi terhadap telinga dengan menghindari air
masuk ke dalam telinga seperti menggunakan ear plug atau cotton wad ketika mandi
agar air tidak masuk ke dalam telinga
4) Edukasi pasien untuk minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.

Medikamentosa
a. Lokal
- Tetes telinga: Ofloxacin eardrop 2x gtt V AS
- Irigasi: H2O2 3% 2 x gtt V AS
b. Sistemik
- Kausatif
 Antibiotik : Cefixime tablet 2 x 100 mg
- Simptomatis
 Analgetika : Paracetamol tablet 3 x 500 mg

VII. Pemeriksaan Anjuran


Swab telinga (pemeriksaan kultur dan resistensi)
CT Scan Mastoid dengan kontras
Audiometri

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

21
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

Resep yang diberikan

Rumah Sakit Umum Pusat


Jalan Jenderal Sudirman Km 3,5Telpon 354088
Palembang 30126

Instalasi THT
Dokter Adelien, SpTHT-KL
Residen/Ko-ass Palembang, 24-09-2018

R/ Cefixime tab 100 mg no. X


S 2 dd 1 tab pc

R/ Ofloxacin eardrop fls no I


S 2 dd gtt V auric sinistra

R/ H202 3% 5cc
S2dd gtt V auric sinistra

R/ Paracetamol tab 500 mg no. XV


S 3 dd 1 tab pc

Pro : Olivia Azzahra


Usia : 5 tahun
Alamat: Jl. Pandjaitan Lr. Lama

22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga


Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:
3.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang
diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
(meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga
bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam
rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi
oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat
yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar
apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat
berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen
berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.

23
Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga
3.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
 Batas luar : Membran timpani
 Batas depan : Tuba eustachius
 Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
 Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
 Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
 Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval
window),tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars
flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu

24
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.
D idalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun
dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam
telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada
membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada
lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan.
Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes
yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh
epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik.
Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah
yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

25
Gambar 2. Membran timpani1,2,3
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran
eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan
antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut
menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras,
membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran
tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan
masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan
yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
3.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s

26
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada
membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga
Dalam 1,2,3,5
Koklea

27
bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang
mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari
pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh
dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea.
Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea.
Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian
atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung
koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra
ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan
antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang
dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk
saluran yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane
yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum
spiralis.disini, terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar 2.4 :Koklea 2,3


Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf.Pada
membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti.Lebarnya
membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis

28
ossea berkurang.Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis
koklea.Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

GAMBAR 2.5 : Organ korti 2,3


Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane
tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan
alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang,
sel-sel persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat
ruangan (saluran) yang berisi kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus
reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium.
Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga
berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale)
yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot
plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian
membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus
berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang
bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari
duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini
dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.

29
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.
Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak
lurus satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran
yang terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan
dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis
semisirkularis horizontalis (lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania
media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia
arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi
sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis
semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum
sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis
semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf.
Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat
melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini
dinamakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada
Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari
sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous
yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.

2.1.4 Fisiologi pendengaran 1,7


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang
kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

30
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner
yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran7

Otitis Media Supuratif Kronis


3.2.1 Definisi
Otitis meida supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media
perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek.Yang disebut otitis media
supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungin encer atau kental, bening atau berupa nanah.4

31
3.2.2 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe mukosa
= tipe benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).4
1. Tipe aman/tipe mukosa/tipe benigna/tubotimpani
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder
dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid
sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai
perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang
telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang
luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang
berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.5
Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan
mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif
ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh
dalam telinga.

32
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani5:
1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi.
4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5. Otitis media supuratif akut yang berulang.

2. Tipe bahaya/tipe tulang/tipe maligna


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti
mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis.
Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 tipe yaitu, kongenital dan didapat/akuisital.
Kolesteatoma kongenital
Terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan
membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma
biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di
cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering
ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.4
Kolesteatoma akuisital
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari
membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di
telinga tengah akibat gangguan tuba.4
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari

33
liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena
iritasi infeksi yang berlangsung lama.4

Letak Perforasi
Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMSK.Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal,
atau atik.Oleh karena itu, disebut perforasi sentral, marginal atau atik. Pada
perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh tepi
perforasi masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi
perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum. Perforasi
atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida.4

3.2.3 Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa.Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrome.
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi
HIV) dapat bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis.5
Penyebab OMSK antara lain lingkungan, genetik, riwayat infeksi
sebelumnya, infeksi saluran napas atas, autoimun, alergi, dan gangguan fungsi
tuba Eustachius.Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum
jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang

34
lebih tinggi.Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan
secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik.Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media,
tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari
otitis media akut dan/atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor
apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi
keadaan kronis. Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah
hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa
metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai
adalah Gram-negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas.Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. Penderita
dengan penyakit autoimun juga akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi.Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba Eustachius sering tersumbat oleh
edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih
belum diketahui.Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak
mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK:

35
 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba Eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamosa dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif


menjadi kronis majemuk, antara lain :
 Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis atau berulang.
 Perforasi membran timpani yang menetap.
 Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
 Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini
dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan
granulasi atau timpanosklerosis.
 Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
 Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

3.2.4 Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) terjadi pada 65 dari 330 juta
penduduk didunia, dan lebih dari setengahnya memiliki gangguan pendengaran
yang signifikan. Di seluruh dunia, OMSK bertanggung jawab untuk sekitar
28.000 kematian setiap tahunnya, dan berhubungan dengan beban penyakit yang
melibatkan lebih dari 2 juta orang setiap hari.3

36
Banyak penelitian sebelumnya telah meneliti prevalensi dan faktor risiko dari
OMSK.Prevalensinya dilaporkan terjadi di Asia Tenggara, Afrika, dan negara-
negara Pasifik Barat sebesar 2-4%, dan di Amerika Utara dan negara-negara
Eropa <2%. Faktor risiko OMSKadalah status sosial ekonomi yang rendah, gizi
buruk, tingginya jumlah anak dalam rumah tangga, riwayat keluarga, dan paparan
pasif dari asap rokok.6

3.2.5 Patogenesis
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis
kolesteatoma, antara lain adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi,
dan teori implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan
definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan bahwa kolesteatoma
adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah, atau menurut pemahaman
penulis; kolesteatoma dapat terjadi oleh karena adanya epitel kulit yang
terperangkap.4
Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit (keratinizing
stratified squamous epithelium) pada tubuh kita berada pada lokasi yang
terbuka/terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan suatu
daerah Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang telinga dalam
waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada medial dari serumen tersebut
seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.4

3.2.6 Gejala Klinis5


Gejala klinis yang ditemukan pada OMSK antara lain telinga berair,
gangguan pendengaran, nyeri telinga, dan vertigo.
Telinga berair (otorrhea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan.Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid.Pada OMSK tipe jinak, cairan yang
keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.Keluarnya

37
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi
atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya.Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap.Pada OMSK tipe maligna unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatoma, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
dB ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 dB.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga
tengah.Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena
putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatoma bertindak
sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

38
Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius.Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus.Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak.Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder.Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya.Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistula
labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatoma. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita
yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan
vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan
temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah
dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo.Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.

3.2.7 Diagnosis
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi.Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.Untuk mengetahui

39
jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri
nada murni, audiometri tutur dan pemeriksaan BERA bagi pasien/anak yang tidak
kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan penunjang
lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret
telinga.4

3.2.8 Penatalaksanaan
a. Tipe aman/benigna
Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan
medikamentosa.Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.Setelah sekret berkurang,
maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotika dan kortikosteroid.Secara oral diberikan antibiotika dari golongan
ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes
resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten
terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.4
b. Tipe bahaya/maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan.Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)

40
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.5

3.2.9 Komplikasi
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian.Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore.pemberian antibiotika telah menurunkan
insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang
efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi
didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau
suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun
dapat menyebabkan komplikasi.5
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatoma.
Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
a. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
b. Komplikasi di telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf (sensorineural)
c. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
d. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis

41
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Paparella dan Shumrick (1980) membagi dalam:
a. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
b. Komplikasi Intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Cara penyebaran infeksi ada 3 yaitu penyebaran hematogen, melalui erosi
tulang, dan melalui jalan yang sudah ada. Perjalanan komplikasi infeksi telinga
tengah ke intrakranial harus melewati 3 macam lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Penyebaran ke selaput otak dapat terjadi akibat dari beberapa faktor yaitu
melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian
tulangyang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan
masuknyainfeksi.Labirin juga dapat dianggap sebagai jalan penyebaran yang
sudah ada begitu telahterinfeksi, menyebabkan mudahnya infeksi ke fosa kranii
media. Jalan lainpenyebaran ialah melalui tromboflebitis vena emisaria menembus
dinding mastoid kedura dan sinus durameter. Tromboflebitis pada susunan kanal
haversian merupakanosteitis atau osteomielitis dan merupakan faktor utama
penyebaran menembussawar tulang daerah mastoid dan telinga tengah.
2. Menembus selaput otak
Penyebaran menembus selaput otak dimulai begitu penyakit mencapai
dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten terhadap penyebaran

42
infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ke tulang. Jaringan granulasi
terbentuk pada dura yang terbuka, dan ruang subdura yang berdekatan
terobliterasi.

3. Masuk kejaringan otak


Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikeldan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi
kejaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi
keruang Virchow Robin yang berakhir didaerah vaskular subkortek.

43
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berusia 5 tahun pada tanggal 24 September 2018 datang ke


poliklinik THT-KL RSMH dengan keluhan utama sejak ± 2,5 tahun yang lalu
penderita mengeluhkan nyeri pada telinga kiri, keluar cairan lengket warna putih
tapi tidak disertai darah, telinga berdenging (+), penurunan pendengaran (-),
demam (+), batuk (+), pilek (+). ± 5 bulan yang lalu penderita mengeluhkan
adanya cairan yang keluar dari telinga kiri. Cairan keluar terus-menerus, warna
putih kekuningan, encer, berbau busuk, nyeri telinga kiri masih ada dan hilang
timbul, telinga berdenging ada, penurunan pendengaran pada telinga kiri, batuk
dan pilek ada. Gejala klinis yang sering ditemukan pada OMK adalah otorrhea,
gangguan pendengaran, dan otalgia. Otitis media dikatakan kronis jika gejala telah
berlangsung selama lebih dari 2 bulan.
Gejala OMK yang penting lainnya adalah gangguan pendengaran, yang
biasanya konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Pada kasus, dari hasil
pemeriksaan garpu tala didapatkan gangguan pendengaran tipe konduktif pada
telinga kiri, namun perlu dilakukan pemeriksaan audiometri untuk dapat
mengkonfirmasi gangguan pendengaran ini. Gangguan pendengaran pada kasus
dapat terjadi akibat perforasi pada membran timpani sehingga hantaran bunyi
menjadi kurang efektif.
Sebagian besar OMK merupakan kelanjutan dari otitis media akut (OMA)
pada masa kanak-kanak dan sebagian kecil disebabkan oleh perforasi membran
timpani akibat trauma telinga.OMA sendiri dapat didahului oleh infeksi saluran
napas atas. Tuba Eustachius yang menghubungkan nasofaring dan telinga tengah
secara fisiologis memiliki fungsi pencegahan invasi kuman, namun secara
anatomis tuba Eustachius pada anak kecil lebih datar, lebar, dan pendek sehingga
invasi kuman dari nasofaring ke telinga tengah lebih mudah terjadi dan
mengakibatkan peradangan telinga tengah.

44
Pada kasus ini terdapat riwayat adanya keluhan yang sama 2,5 tahun yang
lalu diberikan obat minum dan obat tetes telinga, serta adanya riwayat batuk, pilek
berulang sehingga diduga OMK yang terjadi pada pasien ini merupakan
kelanjutan dari OMA yang dapat disebabkan oleh terapi yang tidak adekuat,
infeksi telinga berulang, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh rendah, atau
kebersihan buruk, selain itu pasien juga memiliki riwayat kebiasaan berenang saat
kecil dan memiliki hobi membersihkan telinga jika terasa gatal
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan vital sign dalam
batas normal. Dari pemeriksaan telinga didapatkan pada membran timpani telinga
kiri refleks cahaya tidak ada, terdapat sekret, perforasi sentral, dan jaringan
granulasi. Pemeriksaan garpu tala menunjukkan adanya gangguan pendengaran
konduktif pada telinga kiri. Hasil pemeriksaan penunjang berupa CT Scan
mastoid mendukung adanya jaringan granulasi pada telinga kiri.
Hasil CT Scan mastoid memperlihatkan gambaran mastoiditis kronis pada
telinga kiri.Telinga tengah berhubungan dengan mastoid, sehingga OMK sering
kali disertai mastoiditis kronik. Peradangan tersebut dianggap aktif jika terdapat
otorrhea akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan
granulasi.
Ditemukannya kolesteatoma pada telinga kiri pasien menandakan bahwa
OMK yang dialami pasien ini merupakan OMK tipe bahaya/maligna.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman terutama
Pseudomonas aeruginosa. Pembesaran kolesteatoma juga menjadi lebih cepat
apabila sudah disertai infeksi, kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak
organ disekitarnya serta menimbulkan nekrosis tulang yang diperberat dengan
pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses destruksi tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis, dan abses
otak, sehingga untuk mencegah komplikasi lebih lanjut harus segera dilakukan
tindakan operatif yaitu mastoidektomi.
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa merupakan terapi
sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila sekret keluar terus menerus,
maka diberikan obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.

45
Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes
telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Secara oral diberikan
antibiotik dari golongan ampisilin atau eritromisin (bila pasien alergi terhadap
penisilin). Pada pasien ini terapi yang diberikan berupa obat tetes telinga
Ofloxacin, irigasi telinga dengan H2O2 3% dan juga antibiotik oral (Cefixime).

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Anggraini D. Otitis Media Supuratif Kronis Dan Tonsilitis Kronis Serta


Karies Dentis Dan Perilaku Kuratif Ibu. Medula 2013;1(2).
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Upaya Kesehatan Telinga Dan
Pencegahan Gangguan Pendengaran Untuk Puskesmas. Jakarta 2003: Depkes
RI.
3. Acuin J. Chronic suppurative otitis media: burden of illness and management
options Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. World Health Organization, Geneva, Switzerland:
2004.
4. Soepardi EA, dkk. Kelainan Telinga Tengah, Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. 6th ed. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2007. Hal. 69-74.
5. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK Dan Kepekaan Terhadap
Beberapa Antibiotika Di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.
Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2003.
6. Lasisi AO, Olaniyan FA, Muibi SA, Azeez IA, Abdulwasiu KG, Lasisi TJ, et
al. Clinical and demographic risk factors associated with chronic suppurative
otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2007;71: 1549–1554. [PubMed]
7. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho,Gangguan pendengaran
Akibat Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga ,Hidung
,Tenggorok Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,jakarta 2007,halaman
9-15,53-56.

47
48

Anda mungkin juga menyukai