Anda di halaman 1dari 83

- PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN YANG MENGALAMI


STROKE NON HEMORAGIK DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN
DIRI DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS GRAJAGAN KABUPATEN
BANYUWANGI

2020

Oleh :

REVI ARINTA
(2018.01.014)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BANYUWANGI 2020
- PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN YANG MENGALAMI


STROKE NON HEMORAGIK DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN
DIRI DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS GRAJAGAN KABUPATEN
BANYUWANGI

2020

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd. Kep)

STIKES Banyuwangi

Oleh :

REVI ARINTA
(2018.01.014)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BANYUWANGI 2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji hanyalah bagi ALLAH S.W.T


Rabb semesta alam, yang maha tunggal. Puji syukur penulis haturkan kehadirat
ALLAH S.W.T atas kesempatan dan kekuatan yang diberikan sehingga saya dapat
menyelesikan tugas akhir dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK PADA KLIEN YANG MENGALAMI STROKE NON
HEMORAGIK DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI” Tepat
pada waktunya.

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis susun sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan di Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatab Banyuwangi.

Dalam penyusunan, penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan

dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucap

kan terima kasih kepada yang terhormat :

1. DR. H. Soekardjo, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Banyuwangi.

2. Atik Pramesti W, S.Kep.Ns, M,Kep selaku Ketua Program Studi

Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi.

3. Ns. Masroni, S.Kep.,M.S.I (in Nursing) selaku pembimbing 1 yang

banyak memberikan pengarahan kepada saya.

4. Ns. Ali Syahbana, S.Kep.,M.Kes selaku pembimbing 2 yang banyak

memberi pengarahan kepada saya.

5. Kedua orang tua saya Pairin dan Dwi Widiyartini yang selalu

mendoakan saya tanpa terputus dan memberikan dukungan

materi.
ii
6. Untuk sahabat – sahabat saya yang selalu memberikan doa

dukungan dan semangat.

7. Kepala Puskesmas desa Grajagan yang telah memberikan izin

untuk penelitian kepada saya.

8. Seluruh dosen dan staf Stikes Banyuwangi yang telah

memberikan dukungan kepada kami.

9. Semua teman – teman jurusan D3 Keperawatan angkatan 2018

yang selalu mendukung kami dalam menyelesaikan Proposal

Penelian ini.

Saya berusaha untuk dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan

sebaik – baiknya, namun saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, saya mengharap kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan

Proposal Penelitian ini.

Banyuwangi, januari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul Dalam............................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii-iii
Daftar Isi..............................................................................................................iv-v

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................1
1.2 Batasan Masalah......................................................................... 4
1.3 Rumusan Masalah.......................................................................4
1.4 Tujuan.........................................................................................5
1.4.1 Tujuan Umum................................................................. 5
1.4.2 Tujuan Khusus................................................................ 5
1.5 Manfaat.......................................................................................6
1.5.1 Bagi Institusi Pendidikan................................................6
1.5.2 Bagi Penelitian Keperawatan..........................................6
1.5.3 Bagi Pelayanan Kesehatan..............................................6
1.5.4 Bagi Peneliti....................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Lansia.............................................................................7
2.1.1 Definisi Lansia................................................................7
2.1.2 Klasifikasi Lansia............................................................7
2.1.3 Proses Penuaaan..............................................................8
2.1.4 Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia............12
2.2 Konsep Dasar Stroke................................................................. 15
2.2.1 Anatomi Fisiologi Otak..................................................15
2.2.2 Definisi Stroke...............................................................22
2.2.3 Klasifikasi Stroke...........................................................23
2.2.4 Etiologi...........................................................................24
2.2.5 Manifestasi Klinis.......................................................... 26
2.2.6 Patofisiologi................................................................... 29
2.2.7 WOC.............................................................................. 31
2.2.8 Komplikasi.....................................................................32
2.2.9 Pemeriksaan Penunjang................................................. 32
2.2.10 Penatalaksanaan............................................................. 34

2.3 Konsep Defisit Perawatan Diri..................................................35


2.3.1 Definisi Defisit Perawatan Diri......................................35
2.3.2 Tanda dan Gejala........................................................... 35
2.3.3 Etiologi...........................................................................35
2.3.4 Kondisi klinis Terkait....................................................37
2.3.5 Klasifikasi......................................................................37
2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi...........................................38
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Stroke pada Lansia....................39
2.4.1 Pengkajian Keperawatan................................................39
2.4.2 Diagnosa Keperawatan..................................................50
2.4.3 Intervensi Keperawatan................................................. 51
2.4.4 Implementasi..................................................................53
2.4.5 Evaluasi..........................................................................54
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian....................................................................... 55
3.2 Batasan Istilah............................................................................55
3.3 Partisipan....................................................................................56
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................... 56
3.5 Pengumpulan Data.....................................................................57
3.6 Uji Keabsahan Data................................................................... 59
3.7 Analisis Data..............................................................................59
3.8 Etika Penelitian.......................................................................... 60
3.9 Keterbatasan Penelitian..............................................................64
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius karena

angka kematian dan kesakitannya yang tinggi serta dampaknya yang dapat

menimbulkan kecacatan yang berlangsung kronis dan bukan hanya terjadi pada

orang lanjut usia, melainkan juga pada usia muda. Stroke adalah penyakit pada

otak berupa gangguan fungsi syaraf local atau global, munculnya mendadak,

progresif dan cepat (Kemenkes, 2015).

Stroke atau Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO), merupakan suatu

sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan aliran darah pada salah satu

bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional otak berupa defisit

neurologic atau kelumpuhan saraf (Abshire et al, 2017). Kurangnya aliran darah

dalam otak menyebabkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusakan atau

mematikan sel-sel saraf otak. Aliran darah yang berhenti membuat suplai oksigen

dan zat makanan ke otak berhenti, sehingga sebagian otak tidak bisa berfungsi

sebagaimana mestinya, sehingga akan membatasi aktivitas kehidupan sehari-hari

seperti mandi, berpakaian, makan dan eliminasi (Nabyl, 2016).

Organisation (WHO) tahun menyatakan bahwa 7,3 juta jiwa meninggal

akibat ischemic heart disease dan 6,2 juta jiwa diantaranya adalah disebabkan

oleh stroke dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Stroke merupakan penyebab

kematian keenam pada negara-negara berpendapatan rendah dan merupakan

penyebab kematian kedua pada negara-negara berpendapatan menengah dan

tinggi (WHO, 2020).

1
2

Penyakit stroke mengakibatkan angka morbiditas dan mortalitas yang

tinggi. Menurut American Heart Assosiation (AHA), di Amerika Serikat dari

100.000 penderita stroke, 50-100 penderita meninggal tiap tahunnya. Stroke

merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia dan penyakit

terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Menurut laporan Yayasan

Stroke Indonesia tahun 2012 angka kejadian stroke di Indonesia per tahun adalah

200 dari 100.000 penduduk, sekitar 2,5 % meninggal dan sisanya cacat ringan

maupun berat.

Data World Stroke Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada

13,7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat stroke. Di

Indonesia pravalensi stroke pada tahun 2018 berdasar diagnosa dokter mencapai

10,9 % atau diperkirakan sekitar 2.120.362 orang dan di Jawa Timur mencapai

12,4 atau sekitar 46.268 orang ( Riskesdas, 2018 ). Di Banyuwangi pada tahun

2020 mencapai 1.914 orang ( Dinkes, 2020 ).

Stroke dapat menyerang siapa saja terutama penderita penyakit kronis,

seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus dan obesitas.

Hipertensi diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang

melebihi batas tekanan darah normal. Hipertensi merupakan faktor resiko yang

potensial pada kejadian stroke karena hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya

pembuluh darah otak atau menyebabkan penyempitan pembuluh darah otak.

Pecahnya pembuluh darah otak akan mengakibatkan perdarahan otak, sedangkan

jika terjadi penyempitan pembuluh darah otak akan mengganggu aliran darah ke

otak yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel-sel otak (Cintya, 2017).
3

Gangguan akibat stroke menimbulkan gejala sisa yang dapat menjadi kecacatan

menetap yang selanjutnya membatasi fungsi seseorang dalam aktifitas kehidupan

sehari-hari seperti mandi dan berpakaian (Mertha, 2016).

Keterbatasan kebersihan diri biasanya diakibatkan karena stressor yang

cukup berat dan sulit ditangani oleh klien, sehingga dirinya tidak mau mengurus

merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, dan berhias.

Keterbatasan tersebut akan terus berlanjut dalam pemenuhan kebutuhan dasar lain

nya. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam, namun pada hakikatnya

setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Salah satunya yang

mengalami defisit perawatan diri adalah pasien yang terkena penyakit Stroke

memiliki keterbatan pergerakan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar:

mandi (Asmadi,2008). Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat

dengan Klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan

dan kemandirian Klien dalam merawat dirinya (UU 38 th 2014).

Peran perawat dalam upaya untuk memberikan penyuluhan tentang

perawatan diri mandi, berpakaian, makan dan eliminasi yaitu dengan cara

mempertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan

diri, pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri,

menyediakan artikel pribadi yang diinginkan seperti sikat gigi, sabun mandi,

shampoo, handuk, memfasilitasi gigi pasien menyikat dengan sesuai,

memfasilitasi diri pasien untuk mandi yang sesuai, bantu pasien memilih pakaian

yang mudah dipakai dan dilepas, sediakan pakaian pasien pada tempat yang

mudah dijangkau, fasilitasi pasien untuk menyisir rambut, dukung kemandirian

dalam berpakaian atau


4

berhias, pertahankan privasi saat pasien berpakaian, bantu pasien untuk

menaikkan, mengancingkan dan merisleting pakaian, memonitor pasien

kemampuan untuk menelan, identifikasi diet yang diresepkan, ciptakan lingkungan

yang menyenangkan, menyediakan makanan pada suhu yang paling selera,

membantu pasien ke toilet, menyediakan privasi selama eliminasi (Nanda, 2016).

Berdasarkan fenomena tersebut, penyakit Stroke memiliki masalah yang

beragam salah satunya defisit keperawatan diri. Pasien dengan gejala Stroke perlu

menjaga personal hygiene karena masalah hemiplegi kanan atau hemiplegi kiri

dan hemiparasi yang terjadi menimbulkan kelemahan fisik. Sehingga penulis

tertarik untuk melakukan pengelolaan kasus dalam penulisan membuat karya tulis

ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Yang Mengalami

Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Defisit Perawatan Diri diwilayah Kerja

Puskesmas Grajagan 2020”

1.2 BATASAN MASALAH

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan gerontik

pada klien yang mengalami stroke non hemoragik dengan masalah defisit

perawatan diri diwilayah kerja puskesmas grajagan 2020.


5

1.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas dapat di rumuskan masalah

“Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Yang Mengalami

Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Defisit Perawatan Diri diwilayah

Kerja Puskesmas Grajagan 2020”

1.4 TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 Tujuan umum

Melaksanakan asuhan keperawatan gerontik pada klien yang mengalami

Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Defisit Perawatan Diri di

wilayah Kerja Puskesmas Grajagan 2020

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan gerontik pada klien yang

mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Defisit Perawatan Diri

di wilayah Kerja Puskesmas Grajagan 2020.

2. Menetapkan diagnosis asuhan keperawatan gerontik pada klien yang

mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Defisit Perawatan Diri

di wilayah Kerja Puskesmas Grajagan 2020.

3. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan gerontik pada klien yang

mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Defisit Perawatan Diri

di wilayah Kerja Puskesmas Grajagan 2020.

4. Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan gerontik pada klien yang

mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Defisit Perawatan Diri

di wilayah Kerja Puskesmas Grajagan 2020.


6

5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan gerontik pada klien yang

mengalami Stroke Non Hemoragik dengan Masalah Defisit Perawatan Diri

di wilayah Kerja Puskesmas Grajagan 2020.

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian

lebih lanjut tentang defisit keperawatan diri pada penderita stroke dan

juga sebagai informasi dan referensi untuk penelitian ilmiah

selanjutnya.

1.5.2 Bagi Peneliti Keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan

sehingga dapat menambah wawasan pengetahuan yang terdiri dari

fakta, konsep, generalisasi, dan teori bagi penelitian berikutnya yang

terkait dengan gambaran dari pengalaman keluarga selama merawat

pasien stroke.

1.5.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai info rmasi

tambahan bagi perawat di Puskesmas sebagai dasar asuhan keperawatan

sehingga akan didapatkan intervensi yang tepat dalam penanganannya.

1.5.4 Bagi Peneliti

Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

referensi, tambahan informasi, bahan klarifikasi bagi mahasiswa lain

yang mengambil penelitian yang serupa.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP LANSIA

2.1.1 Definisi Lansia

Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau

sama dengan 55 tahun (WHO 2013). Lansia dapat juga diartikan

sebagai menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).

Seseorang dikatakan lanjut usia (lansi) apabila usianya 65 tahun ke

atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari

suatu proses kehidupan yang ditandai dengan prnurunan kemampuan

tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah

keadaan yang ditandai oleh kegagalan orang untuk mempertahankan

keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologi. Kegagalan ini berkaitan

dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan

kepekaan secara individual (Efendi, 2010).

2.1.2 Klasifikasi lansia

WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :

1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.

2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

4) Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

7
8

5) Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90

tahun.

2.1.3 Proses Penuaan

Proses menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak

pemulaan kehidupan, menjadi tua merupaka proses alamiah, yang

berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan , yaitu anak,

dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun

psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran ,

misalnya kemunduran fisik yang di tandai dengan kulit yang

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang

jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh

yang tidak proposional.

Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau

berkelanjutan secara alamiah yang umumnya dialami oleh semua

makhluk hidup. Misalanya, dengan kejadian hilangnya jaringan pada

otot susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh “mati” sedikit demi

sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak

akan sama. Adalakalahnya seseorang belum tergolong lanjut usia atau

masih mudah, tetapi telah menunjukan kekurangan yang mencolok

(deskriminasi). Ada pula orang yang tergolong lanjut usia,

penampilannya masih sehat, segar bugar, dan badan tegap. Walaupun

demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering di


9

alami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan

daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak

distorsi meteoritik dan struktural yang disebut sebagai penyakit

degeneratif, (misalnya hipertensi, arteriosklerosis, diabetes militus, dan

kanker) yang akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan episode

terminal yang dramatis, misalnya stroke , infark miokard, koma

asidotik, kanker metastasis dan sebagainya (Nugroho, 2011).

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori

biologi, teori psikologis, teori sosial dan teori konsekuensi personal.

1) Teori biologi

a. Teori Jam Genetik

Teori genetik menyebutkan bahwa manusia secara genetik sudah

terprogram bahwa material didalam inti sel di katakan bagaikan memiliki

jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini di dasarkan pada

kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup

(lifespan) yang tertentu. Manusia memiliki rentang kehidupan maksimal

sekitar 110 tahun, sel- sel di perkirakan hanya mampu membela sekitar 50

kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi (Padila, 2013)

b. Wear and Tear Theory

Teori wear and tear disebutkan bahwa proses menua terjadi akibat

kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan sel tubuh menjadi lelah dan

tidak mampu meremajakan fungsinya (Padila, 2013).


10

c. Teori Stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel – sel yang biasa digunakan tubuh.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan

internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel- sel tubuh telah

terpakai (Padila, 2013).

d. Slow Immunology Theory

Sistem imun menjadi kurang efektif dalam mempertahankan diri,

regulasi dan responbilitas. Didalam proses metabolisme tubuh, suatu saat

diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat

bertahan sehingga zat tersebut menjadi jaringan lemah (Padila, 2013).

e. Teori Radikal Bebas

Radikal bebas terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas

mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat

dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan

regenerasi (Padila, 2013).

f. Teori Rantai Silang

Kolagen yang merupakan unsur penyusun tulang diantara susunan

molecular, lama kelamaan akan meningkat kekakuanya(tidak elastis), hal

ini disebabkan oleh karena sel- sel yang sudah tua dan reaksi kimianya

menyebabkan jaringan yang sangat kuat (Padila, 2013).

g. Teori Mutasi Somatik

Terjadi kesalahan dalam proses transkrip DNA dan RNA dan dalam

proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus


11

sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungi organ atau perubahan sel

normal menjadi sel kanker atau penyakit (Sofia, 2014).

h. Teori Nutrisi

Nutrisi yang baik pada setiap perkembangan akan membantu

meningkatkan makanan bergizi dalam rentang hidupnya, maka ia akan

lebih lama sehat. (Sofia, 2014).

2) Teori Psikologis

Usia lanjut atau proses penuaan terjadi secara ilmiah seiring dengan

penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula

dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif termasuk

pemenuhan kebutuhan dasar dan tugas perkembangan.

Teori yang merupakan psikososial adalah sebagi berikut :

a. Teori integritas Ego

Teori perkembangan yang mengidentifikasi tugas- tugas yang harus di

capai dalam tahap perkembangannya. Tugas perkembangan terkahir

merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaianya.

b. Teori integritas personal

Merupakan suatu bentuk kepribadian seseorang pada masa kanak-

kanak dan tetap bertahan secara stabil.perubahan yang radikal pada usia

tua bisa menjadi mengindikasi penyakit otak (Padila, 2013)


12

3) Teori Sosial

Interaksi sosial pada lansia terjadi penurunan kekuasaan, kehilangan peran,

hambatan kontak sosial dan berkurangnya komitmen sehingga interaksi sosial

mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan

mereka mengikuti perintah (Padila, 2013).

4) Teori konsekuensi fungsional

Teori konsekuensi fungsional lanjut usia berhubungan dengan perubahan-

perubahan karena usia dan faktor resiko tambahan (Padila, 2013).

2.1.4 Perubahan- Perubahan yang terjadi pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,

sosial, dan psikologis.

1) Perubahan Fisik

a. Perubahan sel dan ekstrasel pada lansia mengakibatkan penurunan

tampilan dan fungsi fisik. lansia menjadi lebih pendek akibat adanya

pengurangan lebar bahu dan pelebaran lingkar dada dan perut, dan

diameter pelvis. Kulit menjadi tipis dan keriput, masa tubuh

berkurang dan masa lemak bertambah.

b. Perubahan kardiovaskular yaitu pada katup jantung terjadi adanya

penebalan dan kaku, terjadi penurunan kemampuan memompa darah

(kontraksi dan volume) elastisistas pembuluh darah menurun serta

meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan

darah meningkat.
13

c. Perubahan sistem pernapasan yang berhubungan dengan usia yang

mempengaruhi kapasitas fungsi paru yaitu penurunan elastisitas paru,

otot- otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, kapasitas

residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli melebar

dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun dan terjadinya

penyempitan pada bronkus.

d. Perubahan integumen terjadi dengan bertambahnya usia

mempengaruhi fungsi dan penampilan kulit, dimana epidermis dan

dermis menjadi lebih tipis, jumlah serat elastis berkurang dan keriput

serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam hidung dan

telinga menebal, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban),

kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku kaki

tumbuh seperti tanduk.

e.Perubahan sistem persyarafan terjadi perubahan struktur dan fungsi

sistem saraf. Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsi menurun

serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang

berhubungan dengan stress, berkurangnya atau hilangnya lapisan

mielin akson sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik

dan refleks.

f. Perubahan musculoskeletal sering terjadi pada wanita pasca

monopause yang dapat mengalami kehilangan densitas tulang yang

masif dapat mengakibatkan osteoporosis, terjadi bungkuk (kifosis),

persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor,

tendon mengerut dan mengalami sklerosis.


14

g. Perubahan gastroinstestinal terjadi pelebaran esofagus, terjadi

penurunan asam lambung, peristaltik menurun sehingga daya

absorpsi juga ikut menurun, ukuran lambung mengecil serta fungsi

organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan berkurangnya

produksi hormon dan enzim pencernaan.

h. Perubahan genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, pada aliran darah

ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun dan fungsi

tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasikan urine

ikut menurun.

i. Perubahan pada vesika urinaria terjadi pada wanita yang dapat

menyebabkan otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan terjadi

retensi urine.

j. Perubahan pada pendengaran yaitu terjadi membran timpani atrofi

yang dapat menyebabkan ganguan pendengaran dan tulang-tulang

pendengaran mengalami kekakuan.

k. Perubahan pada penglihatan terjadi pada respon mata yang menurun

terhadap sinar, adaptasi terhadap menurun, akomodasi menurun,

lapang pandang menurun, dan katarak (Siti dkk, 2015)

2) Perubahan Psikologis

Pada lansia dapat dilihat dari kemampuanya beradaptasi terhadap

kehilangan fisik, sosial, emosional serta mencapai kebahagiaan, kedamaian

dan kepuasan hidup.ketakutan menjadi tua dan tidak mampu produktif lagi

memunculkan gambaran yang negatif tentang proses menua. Banyak kultur

dan budaya yang ikut menumbuhkan angapan negatif


15

tersebut, dimana lansia dipandang sebagai individu yang tidak mempunyai

sumbangan apapun terhadap masyarakat dan memboroskan sumber daya

ekonomi (Fatimah, 2010)

3) Perubahan Kognitif

Pada lansia dapat terjadi karena mulai melambatnya proses berfikir, mudah

lupa, bingung dan pikun. Pada lansia kehilangan jangak pendek dan baru

merrupakan hal yang sering terjadi (Fatimah, 2010).

4) Perubahan Sosial , Post power syndrome, single woman,single parent,

kesendirian, kehampaan, ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul

perasaan kapan meninggal (Siti dkk, 2008).

2.2 Konsep Dasar Stroke

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak

Sistem syaraf manusia merupakan jalin-jalin syaraf yang saling

berhubungan, sangant khusus dan kompleks. Sistem syaraf ini

mengkoordinasikan, mengatur dan mengendalikan interaksi antara

individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini

juga mengatur aktivitas sebagian besar sistem tubuh lainya. Tubuh

mampu berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis karena

pengatursn hubungan syaraf di antara berbagai sistem. Fenomena

menegnai kesadaran, daya fikir, daya fikir, daya ingat, bahasa, sensasi,

dan gerakan semuanya berasal dari sistem ini (Nurse & Price, 2016)
16

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Syaifuddin, 2010)

1. Anatomi otak

a) Otak besar (serebrum)

Serebrum atau otak besar merupakan bagian otak yang terbesar dan

paling menonjol. Disini terletak pusat-pusat syaraf yang mengatur

semua kegiatan sensorik dan motorik, juga memproses penalaran,

ingatan, dan intelegensi. Otak besar dibagi menjadi hemisper kanan dan

kiri pleh suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fisura

longitudinalis. bagian luar hemisferium serebri terdiri dari substansia

alba yang merupakan bagian dalam inti yang dinamakan pusat medula.

Kedua hemisfer saling dihbungkan oleh suatu pita yang disebut dengan

korpus kolosum. Di dalam substansia alba tertanam masa substansi

griseria yang disebut ganglia basalis (Price & Wilson,2017).

b) Otak kecil (serebelum)

Serebelum terletak didalam fosa krani posterior dan ditutupi oleh


17

durameter yang menyerupai atap renda, yaitu tentorium yang

memisahkan dari bagian posterior serebelum. Serebelum terdiri dari

bagian tengah (vermis) dan dua hemisfer lateral. Serebelum

disambungkan dengan batang otak oleh tiga serabut yang dinamakan

pedunkulus (Price & Wilson, 2017).

Gambar 2.2 Anatomi Otak Kecil (syaifuddin, 2017)

c) Batang otak

Diensefalon, ialah bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di

antara ke-dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara

diensefalon dan mesencephalon, batang otak membengkok hampir

sembilah puluh derajat kearah ventral. Kumpulan dari sel saraf yang

terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna

dengan sudut menghadap kesamping. Batang otak terdiri dari empat

bagian yaitu diensefalon, pons, mesensefalon, dan medula oblongata

(Syaifuddin, 2012).
18

Gambar 2.3 Anatomi Batang Otak (Syaifuddin, 2012)

Table 2.1
12 pasang syaraf kranial

Urutan Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf


saraf untuk dan fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat
Penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk
Penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak
mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan
penggerak bola mata

V Nervus trigeminus Motorik dan sensorik -

N. Oftalmikus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak


mata atas
N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan
19

hidung
N. Mandibularis Motorik dan sensorik Rahang bawah dan lidah
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi
Mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Sensorik Otot lidah,
menggerakkan lidah dan
selaput lendir rongga
mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan
Pendengaran
IX Nervus Sensorik dan motoric Faring, tonsil, dan lidah,
Glosofaringeal rangsangan citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, laring, paru-paru
dan esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot
lidah

d) Struktural Otak secara keseluruhan

Di dalam sistem syaraf pusat, substansi abu-abu mengandung badan sel,

sedangakan substansi putih mengandung abson neuronal yang bermielin.

Tiga daerah substansi abu-abu korteks cerebral, nukleus-nukleus cerebral,

dan cerebral sub kortikal.

Hemisfer cerebral kanan dan kiri di hubungkan oleh korpus kalosum dan

saluran komisural kecil. Korteks cerebral sendiri sangat berlipat-lipat

dengan penonjolan atau lekukan. Batang otak terdiri dari medulla

oblongata, pons dan mesensesalon.


20

2) Fisiologi Otak

a) Otak besar

Menurut Syaifuddin (2016), otak besar dibagi menjadi empat

bagian yaitu :

1) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang dipaling depan dari

otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat

alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian

masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perilaku seksual

dan kemampuan bahasa secara umum.

2) Lobus parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses

sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit

3) Lobus temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan

kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi, dan bahasa

dalam bentuk suara.

4) Lobus oksipital berada dibagian paling belakang, berhubungan

dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu

melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh

retina mata

b) Otak kecil

Syaifuddin (2016), otak kecil memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak

2) Memerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang

akan dikerjakan juga mengatur sisi tubuh.


21

c) Batang otak

Menurut Syaifuddin (2016), otak memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Mesencephalon berfungsi dalam hal respon penglihatan, respon

mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan

pendengaran.

2) Medulla Oblongata mengontrol fungsi otomatis otak, seperti

detak jantung, sirkulasi darah, pernapasa, dan pencernaan.

3) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke

pusat otak bersama dengan informasi reticular. Pons yang

menentukan apakah kita terjaga atau tertidur

4) Diensefalon berfungsi sebagai faso kontriktor, membantu kerja

jantung, dan mengontrol kegiatan refleks

3) Aliran darah arteria yanag mengalir ke otak

Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-

pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat dengan satu

dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat

untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteria, yaitu arteria

vetebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-cabangnya

beranastomasis membentuk sirkulus arterious serebri willisi (Price &

Wilson, 2017).

Umumnya arteria serebri mempunyai fungsi konduksi atau

penembus. Arteri konduksi (arteria carotis interna, media dan posterior,

arteria vertebro basilaris dan cabang-cabang selanjutny) membentuk

suatu jaringan pembuluh yang luas meliputi permukaan otak. Arteria


22

penembus merupakan pembuluh darah nutrisi yang berasal dari cabang-

cabang arteria konduksi. Masuk kedalam otak dan mengalorkan darah

kestruktur-struktur serebral bagian dalam. Seperti diensefalon,

gangsiabasalis, kapsulainterna, dan bagian otak tengah. Misalnya arteria

lentikulostriati merupakan cabang penembus dari arteri sereberi media

dan mengalirkan darah ke kapsula interna dan bagian-bagian

gangliabasalis. Arteri-arteri kecil ini sering kali terlihat dalam sindrom

stroke (Price & Wilson, 2017).

2.2.2 Definisi Stroke

Stroke merupakan gangguan peredaran darah di otak. Stroke juga

dikenal dengan cerebro-vascular accident dan Brain Attack. Stroke berarti

pukulan (to strike) yang tejadi secara mendadak dan menyerang otak.

Gangguan peredaran darah di otak dapat berupa iskemia yaitu aliran darah

berkurang atau terhenti pada sebagian daerah di otak. Sedangkan gangguan

peredaran darah lainnya adaalah terjadinya perdarahan di otak karena

dinding pembuluh darah robek ( Lumbantobing 2013).

Stroke adalah gangguan fungsional otak akut fokal maupun global

akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun

sumbatan, dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang

dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi,

2011).

Stroke adalah istilah yang menggambarkan perubahan neurologis

akibat gangguan aliran darah di otak. Stroke juga merupakan kondisi

emergency akibat iskemia serebral dengan penurunan aliran darah dan


23

oksigen ke jaringan otak atau disebabkan hemoragik serebral yang

menyebabkan kerusakan otak yang permanen (Pinto & Caple dalam

Ardi,2011).

2.2.3 Klasifikasi Stroke

Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:

2.2.3.1 Stroke hemoragik

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan

subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak

pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan

aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat.

Kesadaran pasien umumnya menurun.

Perdarahan otak dibagi dua yaitu:

a. Perdarahan intraserebral: pecahnya pembuluh darah

(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan

darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang

menekan jaringan otak dan mengakibatkan edema otak

b. Perdarahan subarachnoid: perdarahan ini berasal dari

pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah

ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-

cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.

2.2.3.2 Stroke non haemorhagik (CVA infark)

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,

biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau

di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang


24

menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder

(Arif Muttaqin, 2008).

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

a) TIA (Trans Iskemik Attack)

Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa

menit, beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan

spontan dan sempurna dalam waktu 24 jam.

b) Stroke involusi

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan

neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat

berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c) Stroke komplit

Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau

permanen. Sesuai dengan istilahnya, stroke komplit dapat diawali oleh

serangan TIA berulang (Andra & Yessie, 2013).

2.2.4 Etiologi Stroke

Menurut Dwi Rahayu (2017) penyebab stroke ada 2 yaitu:

1) Trombosis serebral

Adanya koagulasi dalam pembuluh darah secara berlebihan atau bias

dikatakan bekuan dari darah. Pada thrombosis, darah di jaringan otak

mengental sehingga dapat membentuk sumbatan. Hal ini biasanya

terjadi karena aterosklerosis. Sumbatan yang terbentuk akan menutupi

arteri sehingga akan menyumbat aliran darah di otak. Selain

aterosklerosis, beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan


25

thrombosis otak adalah hierkoagulasi pada polisistemia (produksi sel

darah mearh ditubuh terlalu banyak) dan arteritis (radang pada arteri).

Mekanisme terjadinya kerusakan yaitu :

a. Penyempitan pada lumen arteri yang mengakibatkan

berkurangnya aliran darah

b. Oklusi yang mendadak oleh pembuluh darah akibat

adanya thrombosis.

c. Merupakan tempat terbentuknya thrombus yang kemudian

melepaskan kepingan thrombus (embolus)

d. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma

sehingga mudah robek dan mengakibatkan perdarahan.

2) Embolisme

merupakan suatu proses penyumbatan pada pembuluh darah yang

terjadi karena gumpalan darah atau zat lain seperti gelembung udara

maupun lemak. Endapan lemak (ateroma) juga bias terlepas dari dinding

pembuluh darah yang mengalir kemudian menyumbat pembuluh darah.

Apabila embolisme terjadi di pembuluh darah yang terlalu sempit untuk

dilewati, maka aliran darah akan terhenti dan mengakibatkan

terhentinya pasokan oksigen dan nutrisi.

Terjadinya aterosklerosis(trombosis), embolisme, hipertensi, dan

pecahnya pembuluh darah di otak akan mengakibatkan kerusakan aliran

darah di arteri otak yang menyebabkan berkurngnya pasokan oksigen

dan nutrisi ke otak yang menyebabkan :


26

a. Depolarisasi membrane sel neuron

depolarisasi akan memicu ion K+ masuk secara berlebihan ke dalam

tubuh. Masuknya ion k+ secara berlebihan bersamaan dengan

masuknya air memicu terjadinya udem/oedema. Udem sendiri

adalah keadaan saat terjadinya peningkatan volume cairan di dalam

ruang interstitial (celah diantara sel)/bengkak. Adanya udem dalam

otak akan memicu meningkatnya tekanan darah. Dan ketika proses

inflamasi tidak lagi dapat mengendalikan, akan terjadi kematian

jaringan atau bias disebut infark serebral. Infark serebral akan

mengakibatkan deficit neurologis kontralateral.

b. Jaringan otak kekurangan oksigen dan glukosa

jaringan yang kekurangan oksigen dannutrisi glukosa akan

mengakibatkan udem dan kongesti (penumpukan) pada area yang

mengelilingi infark. Infark merupakan kerusakan secara iskemik

pada suatu bagian di otak karn perubahan sirkulasi darah atau

berkurangnya pasokan oksigen. Karena ada udem dan kongesti,

tentunya akan memperparah terjadinya terjadinya infark. Selain

udem dan kongesti, kurangnya oksigen dn glukosa pada jaringan

otak akan mengakibatkan infark serebral pada area otak.

2.2.5 Manifestasi klinis

Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah

timbulnya defisit neurologis secara mendadak atau subakut, di dahului gejala

prodomal, terjadinya pada waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya

kesadaran tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar,


27

biasanya terjadi pada usia >50 tahun Menurut WHO dalam International

Statistical Dessification Of Disease And Realetet Health Problem revition,

stroke hemoragik dibagi atas :

1. Pendarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal

dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh

trauma.

Gambar 2.4 perdarahan intraserebral

2. Pendarahan Subarakniod (PSA) adalah keadaan terdapatnya atau

masuknya darah kedalam ruang subaraknoid baik dari tempat lain (PSA

sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga subaraknoid itu

sendiri (PSA primer).


28

Gambar 2.4 perdarahan subaranoid

Stroke akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri

kepala karena hipertensi, serangan sering kali siang hari, saat akifitas

atau emori atau marah, sifat nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan

muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis atau

hemiplagi bisa terjadi pada permulaan serangan, kesadaran biasanya

menurun dan cepat masuk koma (60% terjadi setelah 2 jam, 23% antara

setengah jam sampai dengan 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam,

sampai 19 hari.).

Pada pasien PSA gejala prodomal berupa nyeri kepala hebat dan

akut, kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, ada gejala atau

tanda rangsangan maningeal, oedem pupil dapat terjadi bila ada

subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior

atau arteri karitis interna. Gejala neurologis tergantung pada berat

ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.

Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa :

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis

yang timbul mendadak)


29

2. Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan

hemiparesis)

3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, kurang

dari 10 – 15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit

permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak

(Baticaca, 2008).

4. Afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami

ucapan)

5. Disartria (bicara pelo atau cedal)

6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler, atau diplopia)

7. Ataksia (trunkal atau anggota badan)

8. Vertigo, mual muntah, atau nyeri kepala (Margaret, 2012).

2.2.6 Patofisiologi

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak memiliki cadangan

oksigen. Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada

otak akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama

dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang

singkat.

Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada

metabolisme sel–sel neuron, dimana sel–sel neuron tidak mampu

menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari

gikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan

oksigen yang terdapat pada arteri – arteri yang menuju otak.


30

Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan kedalam ruang subaraknoid

atau kedalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya

penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya

arteri serebral sehingga perdarahan meneyebar dengan cepat dan menimbulkan

perubaan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.

Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin

trombosit oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorsi.

dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan

cairan serebrospinal (CSS), dan menyebaban gesekan otak (otak terbelah

sepanjang serabut). Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak

jaringan otak.

Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat

mengakibatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat.

Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati akan mengakibatkan

herniasi serebellum. Disamping itu juga terjadi bradikardi, hipertensi sistemik,

dan gangguan pernafasan.

Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah

dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan vasokatif

yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi

serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke 4 sampai ke

10 setelah terjadinya perdarahan dan mengakibatkan konstriksi arteri otak.

Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan

fokal neurologis, iskemik otak, dan infark (Fransisca,2008).


31

2.2.7 WOC

Stroke Hemorogi Stroke Non Hemorogi


Peningkatan tekanan Trombus /emboli di

Iskemik central

Aneurisma

Perdarahan arachnoid/

Ventrikel suplai darah kejaringan

Hematoma serebral Central tidak adekuat

PTIK/Herniasi cerebral Perfusi jaringan cerebral


tidk adekuat
Penurunan kesadaran penekanan vasospasme arteri cerebral/

Saluran saraf serebral hemisfer kiri

pernafasan iskemik/Infark hemiparase/plegi kanan

Pola nafas tidak efektif Defisit Neurologi Gangguan mobilitas fisik


31

Hemiparase/plegi Hemisfer kanan


kanan
Hemisfer plegi kiri

Koma
Area grocca
Kelemahan fisik umum

Defisit perawatan diri Resiko Kerusakan integritas kulit


ADL
Rusaknya fungsi N. VII dan N XII
Kerusakan komunikasi
verbal

Resiko
jatuh

5
56

2.2.8 Komplikasi

1. Berhubungan dengan imobilisasi

a. Infeksi pernafasan

b. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan

c. Konstipasi

d. Trombofibitis

2. Berhubungan dengan mobilitas

a. Nyeri pada daerah punggung

b. Dislokasi sendi

3. Berhubungan dengan kerusakan otak

a. Epilepsy

b. Sakit kepala

c. Kraniotomi

4. Hydrosefalus

(Andra & Yessi, 2013)

2.2.9 Pemeriksaan penunjang

Fransisca ( 2011), pemeriksaan penunjang stroke adalah:

a. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke

secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, oklusi atau rupture.

b. Elektro encefalography

Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau

mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

c. Sinar X tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang


57

berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada

trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada pendarahan

sub arachnoid.

d. Ultrasonography Doppler

Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis

atau aliran darah atau muncul plaque atau arterosklerosis.

e. CT_Scan

Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.

f. MRI

Menunjukkan adanya abnormal dan biasanya ada trombosisi, emboli

dan TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah

menunjukkan hemoragi sub arachnoids atau perdarahan intracranial.

g. Pemeriksaan foto thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah ada pembesaran

ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

pada penderita stroke, menggambarkan perubahan lempeng pineal

daerah berlawanan dari massa yang meluas (Andra & Yessie, 2013).

K. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah rutin

b. Gula darah

c. Urin rutin

d. Cairan serebrospinal

e. Analisa gah darah (AGD)

f. Biokimia darah
58

g. Elektrolit

2.2.10 Penatalaksanaan

Andra & Yessie (2013) yaitu:

a. Penatalaksanaan umum

1) Posisi kepala dan berat badan 20-30 derajat, posisi lateral

dekubitus bila disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi

terhadap bila hemodinamik stabil.

2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu

berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.

3) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.

4) Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.

5) Suhu tubuh harus diperhatikan.

6) Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi

menelan baik, bila terdapat gangguan menelan atau pasien

yang kesadaran menurun, dianjurkan pipi NGT

7) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontra indikasi

b. Penatalaksanaan medis

1) Trombolitik (streptokinase)

2) Anti platelet atau anti trombolitik (Asetosol, Ticlopidin,

cilostazol, dipiridamol)

3) Antikoagulan (heparin)

4) Hemorragea (pentoxyfilin)

5) Antagonis serotonin (Noftridrofuryl)

6) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)


59

c. Penatalaksanaan khusus atau komplikasi

1) Atasi kejang (Antikonvulsan)

2) Atasi tekanan intracranial yang meninggi 9 manitol, gliserol,

furosemid, intubasi, steroid)

3) Atasi dekompresi (Kraniotomi)

d. Untuk penatalaksanaan faktor resiko

1) Atasi hipertensi (anti hipertensi)

2) Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)

3) Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)

2.3 Konsep Defisit perawatan diri (SDKI, 2018)

2.3.1 Definisi

Defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau

menyelesaikan aktivitas perawatan diri (SDKI, 2018)

2.3.2 Tanda dan gejala

Mayor :Subjektif : menolak melakukan perawatan diri

Objektif :

a. Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian / makan / ketoilet /

berhias secara mandiri

b. Minat melakukan perawatan diri berkurang.

Minor : -

2.3.3 Etiologi defisit perawatan diri (SDKI, 2018)

- Gangguan musculoskeletal

- Ganggu neuromuskuler
60

- Kelemahan

- Gangguan psikologis /psikotik

- Penurunan motivasi/minat

Menurut Potter dan Perry (2010), ada faktor-faktor yang mempengaruhi

personal hygiene yaitu :

a. Citra tubuh

b. Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan

diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak

perduli terhadap kebersihannya.

c. Status sosial ekonomi

d. Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,

sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya.

e. Pengetahuan Pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting

karena pengetahun yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

f. Variabel kebudayaan

g. Disebagian masyarakat jika individu sakit tidak boleh dimandikan.

h. Kondisi fisik Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk

merawat diri berkurang dan memerlukan bantuan.

Menurut Tarwoto (2010) ada beberapa dampak yang sering timbul

pada masalah defisit perawatan diri seperti:

a. Dampak Fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpelihara kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik


61

yang sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan

membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan

gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak Psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan

mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan

interaksi sosial.

2.2.4 Kondisi klinis terkait (SDKI, 2018)

a. Stroke

b. Cedera medulla spinalis

c. Depresi

d. Arthritis rheumatoid

e. Retardasi mental

f. Delirium

g. Demensia

h. Gangguan amnestic

i. Skizofrenia

j. Fungsi penilaian terganggu

2.2.5 Klasifikasi defisit perawatan diri

Klasifikasi Perawatan Diri terdiri dari, (Nurjanah, 2011):

1) Kurang Perawatan Diri : Mandi

Kurang perawatan diri : mandi adalah gangguan kemampuan unutk

melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.


62

2) Kurang Perawatan Diri : Mengenai pakaian/berhias

Kurang perawatan diri mengenakan pakaian adalah gangguan

kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.

3) Kurang Perawatan Diri : Makan

Kurang perawatan diri : makan adalah gangguan kemampuan untuk

menunjukkan aktivitas makan.

4) Kurang Perawatan Diri : Toileting

Kurang perawatan diri : toileting adalah gangguan kemampuan untuk

melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.

2.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi defisit perawatan diri

Sikap seseorang melakukanhygien perorangan dipengaruhi oleh

beberapa faktor ( Potter & Perry, 2011) :

2.2.6.1 Body image/Citra tubuh

1. Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri, misalnya karena adanya perubahan fisik dan

penyakit yang dideritanya sehingga individu tidak peduli

terhadap kebersihannya.

2. Praktik sosial

Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang dapat

mempengaruhi praktik hygiene pribadi.

3. Pengetahuan

Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi

kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Klien juga harus


63

termotivasi untuk memelihara perawatan diri, pembelajaran

praktik diharapkan dapat memotivasi seseorang untuk

memenuhi perawatan yang perlu.

4. Keadaan Fisik

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Stroke pada lansia

2.4.1 Pengkajian keperawatan

a. Identitas klien

Selain nama, status, suku bangsa, agama, alamat pendidikan,

diagnosa medis, tanggal masuk dan tanggal dikasi biasanya pada

pasien stroke berfokus pada usia dan jenis kelamin.

1) Usia yang sering mengalami penyakit stroke yaitu tergantung

pada jenis stroke nya menurut (Fransisca Batticaca, 2008) :

Stroke hemoragik Parenchymatous Hemorrhage : 45-60 tahun

Stroke hemoragik Subarachnoid Hemorrhage : 20-40 tahun

Stroke iskemik Trombosis of cerebral vessels : 50 tahun

Stroke iskemik Embolism of cerebral vessels : tidak penting

pada sumber emboli.

2) Jenis kelamin, laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke

lebih tinggi dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1

kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak

berbeda.
64

b. Keluhan utama

Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah

badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat

kesadaran, nyeri kepala,sampai terjadi kelumpuhan yang

mengganggu aktivitas klien.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya kelemahan umum

: kehilangan sensorik/ refleks, terganggunya komunikasi verbal,

kelumpuhan satu sisi (unilateral), hemiparesis, kehilangan

komunikasi. Mulai terasa sejak beberapa hari, kemudian masuk RS.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,

anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

penggunaan obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat –

obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang

sering digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi,

antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat

merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.

Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat

penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih

jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.


65

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.

f. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

1) Kualitatif : Pada pasien stroke biasanya keadaan umum

dapat terjadi pada Compos Mentis sampai Coma

a) Compos Mentis = Kesadaran penuh.

b) Apatis = Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi

mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran,

serta perabaan normal.

c) Somnolent = Kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang,

dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila rangsangan

berhenti pasien tidur lagi.

d) Sopor = Kesadaran yang dapat dibangunkan dengan

rangsangan kasar dan terus menerus.

e) Sopora Coma = Reflek motoris terjadi hanya bila

dirangsang nyeri.

f) Coma = Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan

rangsangan nyeri.

2) Kuantitatif : GCS (Glasgow Coma Scale)

a) Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa

dirangsang.
66

(3) : dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh

pasien untuk membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri,

misalnya menekan kuku jari).

(1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.

b) Verbal (respon verbal atau ucapan) :

(5) : orientasi baik, bicaranya jelas.

(4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang),

disorientasi tempat dan waktu.

(3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

c) Motorik (Gerakan) :

(6) : mengikuti perintah pemeriksa

(5) : melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan

stimulus saat diberi rangsang nyeri.

(4) : withdraws, menghindar atau menarik tubuh untuk

menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri.

(3) : flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya

menekuk saat diberi rangsang nyeri.

(2) : extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya

bergerak lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi

rangsang nyeri.
67

(1) : tidak ada respon

b. Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah : terjadi peningkatan darah 30-50 mmHg sistolik

dan diastolik 30 mmHg

Nadi : terjadi peningkatan denyut nadi.

Respirasi : sesak bisa terjadi dan bisa tidak

terjadi. Suhu : suhu bisa naik bisa juga turun.

c. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008)

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.

1)

1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada

fungsi penciuman.

2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras

sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan

hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau

lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien

dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai

pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis.

4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan

gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.

5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis

saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan


68

mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,

serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan

eksternus.

6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah

asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang

sehat.

7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan

tuli persepsi.

8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan

kesulitan membuka mulut.

9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus

dan trapezius.

10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi

dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

d. Sistem Kerdiovaskuler

bunyi jantung di S1-S2 normal, tidak terdengar bunyi mur-mur,

menurunnya curah jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut

nadi.

e. Sistem Pernafasan

Kemungkinan ditemukan kesulitan bernafas atau tidak teratur,

penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pola pernafasan jenis

ronki (aspirasi sekresi), batuk atau hambatan jalan nafas.

f. Sistem Pencernaan

Adanya distensi abdomen, adanya gangguan mengunyah dan

menelan, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK), nafsu


69

makan menghilang.

g. Sistem Perkemihan

Biasanya ditemukan perubahan pola berkemih, seperti

inkontinensia urine, anuria, distensi kandung kemih.

h. Sistem Muskuloskeletal

Dapat ditemukan kelemahan umum, fasikulasi atau kontraktur,

kehilangan refleks tonus dan kekuatan otot menurun, hemiplegia,

paralise, distonia, paratonia, kekakuan, adanya gerakan involunter

yaitu tremour.

i. Sistem Reproduksi

Biasanya tidak di dapat kelainan pada sistem reproduksi,

kebersihan dan kelengkapan terjaga.

j. Sistem Pancaindra

1) Penglihatan

Biasanya mengalami penurunan penglihatan, pandangan kabur

dan keterbatasan lapang pandang.

2) Penciuman

Biasanya mengalami penurunan fungsi penciuman, seperti

tidak mencium bau apapun, penumpukan sekret pada hidung.

3) Pendengaran

Biasanya tidak terganggu atau pendengaran baik, bisa terjadi

penumpukan serumen pada telinga jika tidak di bersihkan.

4) Perasa atau pengecapan

Biasanya mengalami kehilangan rasa pengecapan, tidak napsu


70

makan dan kehilangan indra perasa pada semua makanan dan

minuman yang di berikan sehingga napsu makan menurun.

5) Perabaan

Biasanya ditemukan kehilangan indra peraba, kehilangan

kekuatan otot pada sebelah sisi tubuh.

k. Status keseimbangan dan koordinasi

Tabel 2.1 Status keseimbangan dan koordinasi.

No Test Koordinasi Keterangan Nilai


1 Berdiri dengan postur normal
2 Berdiri dengan postur normal,
menutup mata
3 Berdiri dengan satu kaki
4 Berdiri, fleksi trunk dan berdiri
keposisi netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk
6 Berjalan, tempatkan tumit salah
satu kaki didepan jari kaki yang
lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus
8 Berjalan mengikuti tanda
gambar pada lantai
9 Berjalan mundur
10 Berjalan mengikuti lingkaran
11 Berjalan pada tumit
12 Berjalan dengan ujung kaki
JUMLAH

Kriteria penilaian :

4 : Bila mampu melakukan aktivitas dengan tanpa bantuan

3 : Bila mampu melakukan aktivitas dengan sedikit bantuan

untuk mempertahankan keseimbangan

2 : Bila mampu melakukan aktivitas dengan bantuan sedang

sampai maksimal untuk mempertahankan keseimbangan


71

1.: Bila tidak mampu melakukan aktivitas

l. Tingkat kerusakan intelektual

Tabel 2.2SPMSQ (short portable mental status Quesioner).

No Pertanyaan Benar Salah


1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa alamat anda ?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden
Indonesia?
8 Siapa presiden indonesia
sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurangi 3 sampai dari 20
dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru,
semua secara menurun.
Jumlah

Interpretasi:

Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat

m. Identifikasi aspek kognitif

Tabel 2.3 Identifikasi aspek kognitif

Aspek Nilai Nilai


No Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun
b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
72

Orientasi 5 Dimana sekarang kita


berada ?
a. Negara
b. Propinsi
c. Kabupaten
d. Panti
e. Wisma

Registrasi 3 Sebutkan 3 nama obyek


(kursi, meja, kertas)
kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab:
a. Kursi
b. Meja
c. Kertas

Perhatian 5 Meminta klien berhitung


dan mulai dari 100 kemudian
kalkulasi kurangi 7 sampai 5 tingkat.
a. 93
b. 86
c. 79
d. 72
e. 65

Mengingat 3 Minta klien untuk


mengulangi ketiga obyek
pada point ke 2
Bahasa 9 Menanyakan pada klien
tentang benda (sambil
menunjuk benda tersebut)
a. Kursi
b. Meja
minta klien untuk
mengulangi kata berikut “
tak ada, jika, dan, atau,
tetapi”.
Klien menjawab……….
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri
dari 3 langkah. Ambil kertas
ditangan anda, lipat dua dan
taruh dilantai.
a. Ambil kertas
b. Lipat jadi 2
73

c. Taruh dilantai
perintahkan pada klien
untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah
nilai 1 point) “tutup mata
anda”
perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan
menyalin gambar

Total nilai 30

Interpretasi hasil

24 – 30: Tidak ada gangguan

kognitif 18 – 23 : Gangguan kognitif

sedang 0– 17: Gangguan kognitif

berat

n. Tingkat Kemandirian Dalam Kehidupan Sehari-Hari

(Indeks Barthel)

Tabel 2.4 Tingkat Kemandirian Dalam Kehidupan Sehari-

Hari

Nilai
No Jenis aktifitas Penilaian
Bantuan Total
1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda 5 - 10 15
ke tempat tidur &
4 sebaliknya Kebersihan 0 5
diri: Cuci
5 5 10
muka, menyisir, mencukur
6 5 15
7 Aktivitas dikamar mandi 0 5
8 (toileting) 5 10
9 Mandi 5 10
10 Berjalan dijalan yang datar 5 10
11 (jika tidak mampu berjalan, 5 10
12 lakukan dengan kursi roda) 5 10
13 Naik turun tangga 5 10
Berpakaian termasuk
mengenakan sepatu
74

Mengontrol defekasi
Mengontrol berkemih
Olah raga/`latihan
Rekreasi/pemanfaatan
waktu luang
JUMLAH

2.4.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2018)

1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai darah dan kebutuhan oksigen

3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan

infark miokard

4.Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan

disatria,disfasia, afasis

5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuscular

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas

7. Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun


75

2.4.3 Intervensi keperawatan

No Luaran Utama Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

dx

1 Defisit Tujuan : SIKI


perawatan diri Sesetelah di lakukan asuhan 1. Monitor tingkat
keperawatan 3 x 24 jam kemandirian
diharapkan klien mampu 2. Identifikasi kebiasaan
melakukan dan menyelesaikan perawatan diri ssuai
aktivitas diri usia

Kriteria hasil : (SLKI L.11103) 3. Sediakan lingkungan


yang terapeutik (mis,
1. Kemampuan mandi (4-5) suasana hangat,rilex,
2. Kemampuan mengenakan privasi)
pakain ( 4-5)
3. Kemampuan ke toilet (4-5) 4. Dampingi dalam
4. Mempertahanakan melakukan perawatan
kebersihan diri (4-5) diri sampai mandiri

Indikator 5. Anjurkan melakukan


1 : menurun perawatan diri secara
2 : cukup menurun konsisten sesuai
3 : sedangnyem kemampuanident
4 : cukup meningkat
5 : meningkat

2 Gangguan Tujuan : Intervensi SIKI


Mobilitas fisik Setelah di lakukan asuhan Dukungan ambulasi (L.06171)
keperawatan 3 x 24 jam mampu 1. Identifikasi toleransi fisik
menggerakkan fisik dari satu atau melakukan ambulasi
lebih ekstremitas secara mandiri 2. frekuensi jantung dan
dengan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi
Kriteria hasil :(SLKI L.05042) 3. Fasilitasi aktivitas
ambulasi degan alatbantu
1. Pergerakan ekstrimitas 4. Libatkan keluarga untuk
2. Kekuatan otot membantu
5. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
6. ajarkan ambulasi
sederhana.
76

3 Resiko perfusi Tujuan : 1. Monitor TTV sebelum


serebral tidak Setelah dilakukan tindakan dan sesudah latihan dan
efektif keperawatan selama 3 x 24 jam lihat respon klien saat
gangguan mobilitas fisik teratasi latihan
2. Konsultasikan dengan
Kriteria hasil : terapi fisik tentang
1. Klien meningkat dalam rencana ambulasi sesuai
aktifitas fisik dengan kebutuhan
2. Mengerti tujuan dari 3. Bantu klien untuk
peningkatan mobilitas menggunakan alat bantu
3. Memvarbilisasikan berjalan
perasaan dalam 4. Kaji kemampuan klien
meningktakan kekuatan dan dalam mobilisasi
kemampuan berpindah 5. Latih klien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
6. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan

Gangguan Tujuan : setelah dilakukan Promosi komunikasi


4. komunikasi verbal tindakan asuhan keperawatan (SIKI,I.13490)
3x24 jam klien mampu menerima,
memproses,atau meggunakan 1. Monitor kecepatan,
system symbol tekanan,kuantitas, volume,
dan diksi bicara
2. Monitor proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis
berkaitan dengan bicara
3. Gunakan metode
Kriteria hasil : (SLKI, L13118) komunikasi
alternative(mis: gambar)
1. Kemampuan berbicara 4. Berikan dukungan
2. Kesesuain ekspresi wajah/tubuh psikologis
5. Anjurkan berbicara
perlahan
6. Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis

5. Pola nafas tidak Tujuan : stelah dilakukan tindakan Managemen nafas (SIKI,
efektif 2x24 jam diharapkan pola nafas I.01011)
bisa kembali efektif 1. Monitor pola nafasMonitor
bunyi nafas tambahan
Dengan kriteria hasil 2. Pertahankan kepatenan
1.Tekanan ekspirasi menigkat jalan nafas
2. tekanan inspirasi meningkat 3. Posisiskan
3. kapasitas vital cukup semifowler/fowler
(SLKI, L 01004) 4. Lakuakn fifio terapi dada
5. Berikan oksigen jika perlu
6. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
7. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
77

6. Resiko jatuh Tujuan : setelah dilakukan Pencegahan jatuh (SIKI


tindakan 1x24 jam diharapkan I.14540)
resiko jatuh bias teratasi 1. Identifikasi faktor resiko
jatuh
2. Monitor kemampuan
Kriteria hasil : perpindahan dari tempat
1. Jatuh dari tempat tidur tidur ke kursi
menurun (skala 4-5) 3. orientasika ruangan pada
2. Jatuh saat berdiri pasien dan keluarga
menurun (skala 4-5) 4. Pastikan roda tempat tidur
3. Jatuh saat dipindahkan dan kursi roda terkunci
menurun (skala 4-5) 5. alur mekanisme tempat
(SLKI L.05046) tidur berada pada posisi
terendah
Indikator 6. anjurkanmemanggil
1 : meningkat perawat jika
2 : cukup meningkat membutuhkan bantuan
3 : sedang 7. ajarkan untuk konsentrasi
4 : cukup menurun untuk menyeimbangkan
5 : menurun tubuh.

7. Gangguan Tujuan : setelah dilakukan Perawatan integritas kulit


kerusakan tindakan 3x 24 jam diharapkan (SIKI I.11353)
integritas kulit fungsi jaringan dikulit bisa 1. Identifikasi penyebab
kembali membaik. gangguan integritas kulit
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika
Kriteria hasil : tirah baring
1. elastisitas (skala 4-5) 3. Gunakan produk berbahan
2. perfusi jaringan (skala 4-5) alami dan hipoalergik untuk
kulit sensitive
4. Anjurkan tehnik
Kerusakan jaringan kulit/lapisan menurunkan kecemasan
kulit dan ketakutan
1. nyeri menurun 5. kolaborasi pemberian
2. pigmentasi abnormal antipletetet jika perlu
3. suhu kulit membaik
(SLKI L. 14125)

Indikator :
1 : menurun
2 : cukup menurun
3 : sedang
4 : cukup meningkat
5 : meningkat
78

2.4.4 Implementasi keperawatan

Oleh tindakan untuk tujuan yang spesifik.Pelaksanaan implementasi

merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan lien

(Nursallam, 2017).

Ada beberapa tahap dalam tindakan keperawatan yaitu :

1. Tahap persiapan menurut perawatan mempersiapkan segala

sesuatu yang diperlukan dalam tindakan.

2. Tahap intervensi adalah kegiatan pelaksanaan dari rencana

yang meliputi kegiatan independent, dependent, dan

interdependent.

3. Tahap implementasi adalah pencatatan yang lengkap dan akurat

terhadap suatu kegiatan dalam proses keperawatan (Nursallam,

2017).

2.4.5 Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang

sistematis pada system kesehatan klien, tipe pernyataan evaluasi ada dua

yaitu formatif dan surmatif.Pernyataan formatif merefleksi observasi

perawatan dan analisa terhadap klien terhadap respon langsung dari

intervensi keperawatan.Pernyataan surmatif adalah merefleksi rekapitulasi

dan synopsis observasi dan analisa mengenai status kesehatan klien

terhadap waktu.Pernyataan ini menguraikan kemajuan terhadap

pencapaian kondisi yang dijelaskan dalam hasil yang diharapkan

(Nursallam, 2017).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul

selama proses penelitian. Hal ini penting karena desain penelitian merupakan

strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk keperluan pengujian

hipotesis atau untuk menjawab pertanyaan peneliti dan sebagai alat untuk

mengontrol variable yang berpengaruh dalam penelitian (Sugiono, 2010). Desain

penelitian yang digunakan adalah studi kasus, studi kasus ini adalah studi untuk

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan gerontik pada klien stroke dengan

masalah keperawatan defisit perawatan diri di puskesmas mojopanggung.

3.2 Batasan Istilah

Tabel 3.1 definisi stroke dan defisit perawatan diri

1. Devinisi stroke Stroke merupakan gangguan peredaran

darah di otak. Stroke juga dikenal dengan

cerebro-vascular accident dan Brain Attack.

Stroke berarti pukulan (to strike) yang tejadi

secara mendadak dan menyerang otak.

Gangguan peredaran darah di otak dapat berupa

iskemia yaitu aliran darah berkurang atau

terhenti pada sebagian daerah di otak.

Sedangkan gangguan peredaran darah lainnya

adaalah terjadinya perdarahan di otak karena

dinding pembuluh darah robek.( Lumbantobing

2013).

79
80

2. Definisi defisit perawatan diri Defisit perawatan diri adalah tidak mampu

melakukan atau menyelesaikan aktivitas

perawatan diri (SDKI, 2018)

3.3 Partisipan

Partisipan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah dua klien

dengan usia 55 dan 64 dan keluarga klien yang kedua sama-sama memiliki

riwayat penyakit stroke klien 1 Tn A dank lien 2 Ny S , kemudian

membandingkan dua klien dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri

pada klien stroke di puskesmas Mojopanggung.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi

Tempat penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Grajagan

2) Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada saat kunjungan kerumah klien.

Selanjutnya untuk melakukan intervensi dan pengkajian selama 2-3

hari oleh perawat. Dalam penelitian ini waktu penelitian dibagi

menjadi dua tahap sebagai berikut :

a) Tahap persiapan yang meliputi :

1) Penyusunan Karya Tulis Ilmiah: Januari – maret 2021


81

2) Seminar Karya Tulis Ilmiah :

b) Tahap pelaksanaan yang meliputi :

1) Pengajuan ijin : November - Desember

2) Pengumpulan data : November - Desember

3.5 Pengumpulan Data

1) Wawancara

Wawancara adalah cara yang digunakan untuk tugas tertentu,

mencoba untuk mendapatkan informasi dan secara lisan pembentukan

responden, untuk beromunikasi tatap muka (Koentjaraningrat,2013).

Wawancara keperawatan mempunyai tujuan yang spesifik meliputi :

pengumpulan dari satu set yang spesifik. Anamnase dilakukan secara

langsung antara peneliti dengan pasien meliputi : identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit keluarga, dll. Sumber informasi dari keluarga, dan perawat

lainnya. perlengkapan yang dibutuhkan untuk wawancara dalam

pengumpulan data dapat berupa alat tulis, buku catatan, kamera ataupun

perekan suara.

2) Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan pengamatan

secara langsung kepada klien untuk mencari perubahan atau hal – hal

yang akan diteliti dengan pemeriksaan fisik meliputi : inspeksi, palpasi,

perkusi, dan auskultasi pada sistem tubuh klien yang dilakukan secara

head to toe menggunakan nursing kit (stetoskop,tensi meter, reflek hamer,

termometer,). Terutama pada data yang mendukung asuhan


82

keperawatan gerontik pada klien yang mengalami stroke dengan masalah

keperawatan defisit perawatan diri. Dalam penelitian ini metode observasi

digunakan untuk mengamati dan mengobservasi 3 hari berturut- turut

sebelum dilakukan latihan range of motion dan 3 hari berturut-turut

setelah latihan range of motion dalam 1 bulan. Pada observasi ini peneliti

mengobservasi aktivitas sehari-hari pada responden dengan menggunakan

skala Barthel Index keterangan sebagai berikut:

a. Tingkat kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas seharihari

dapat diukur dengan penilaian :

0-20 = ketergantungan total/penuh

21-61 = ketergantungan berat/sangat bergantung

62-90 = ketergantungan moderat

91-99 = ketergantungan ringan

100 = mandiri (mampu merawat diri sendiri secara


penuh). di wilayah kerja Puskesmas Grajagan.

3) Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakuakan dengan cara mendokumentasikan

hasil pemeriksaan diagnostik, hasil evaluasi asuhan keperawatan, dan

hasil data dari buku catatan di Puskesmas Grajagan Banyuwangi tahun

2020.
83

3.6 Uji Keabsahan Data

Untuk mencapai kes impulan yang valid, maka dilakukan uji

keabsahan data terhadap semua data yang terkumpul. Uji keabsahan data ini

dilakukan dengan menggunakan teknik cek teman sekelompok (Member

Cheks). Proses pengecekan data yang diporelah peneliti kepada pemberi data

untuk mengetahui seberapa jauh data yang di peroleh sesuai dengan apa yang

diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh

para pemberi data berarti data tersebut valid

Pelaksanaan member check dilakukan dalam forum diskusi antara

peneliti dan keluarga ataupun petugas kesehatan dimana peneliti

menyampaikan temuannya kepada pemberi data, mungkin ada data yang

ditambah, dikurangi, disepakati, atau ditolak oleh pemberi data tersebut.

Setelah data disepakati bersama, maka para pemberi diminta untuk

menandatangani surat persetujuan supaya otentik dan sebagai bukti bahwa

peneliti telah melakukan member check.

3.7 Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode

ilmiah, karena dengan analisislah, data tersebut dapat diberi arti dan makna

yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Maryam, 2013).

Pengumpulan data dikumpulkan dari hasil WOD (Wawancara, Observasi,

Dokumentasi). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin

dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).

1) Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan


84

dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi dua

subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

2) Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun

teks naratif. Kerahasian dari klien dijamin dengan jalan mengamburkan

identitas dari klien.

3) Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian terlebih dahulu dan secara teoritis dengan

perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induksi. Data yang terkumpul terkait dengan data pengkajian, diagnosis,

perencanaan, tindakan, evaluasi.

3.8 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus memahami prinsip-

prinsip etika dalam penelitian karena penelitian yang akan dilakukan

menggunakan subyek manusia, dimana setiap manusia mempunyai hak

masing- masing yang tidak dapat dipaksa. Beberapa etika dalam melakukan

peneltian diantaranya adalah :

Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :


85

3.8.1 Infomed Consent (persetujuan menjadi klien)

Informed consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang

berarti info atau keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan

atau memberi izin, jadi pengertian informed consent adalah suatu

persetujuan atau sumber izin, yang diberikan setelah mendapatkan

informasi. Dengan demikian informed consent dapat di definisikan

sebagai pernyataan pasien atau yang sah mewakilinya yang isinya

berupa persetujuan atas rencana tindakan medis yang diajukan setelah

menerima informasi yang cukup untuk dapat penolakan atau

persetujuan. Persetujuan yang akan dilakukan oleh dokter harus

dilakukan adanya pemaksaan. ( Prawirohardjo, 2010).

Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan

oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan

medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Pasien yang

kompeten (dia memahami informasi, menahannya dan mempercayain

ya dan mampu membuat keputusan) berhak untuk menolak suatu

pemeriksaan atau tindakan kedokteran, meskipun keputusan pasien

tersebut terkesan tidak logis. Kalau hal seperti ini terjadi dan bila

konsekuensi penolakan tersebut berakibat serius maka keputusan

tersebut harus didiskusikan dengan pasien, tidak dengan maksud untu

k mengubah pendapatnya tetapi untuk mengklarifikasi situasinya.

Untuk itu perlu dicek kembali apakah pasien telah mengerti informasi

tentang keadaan pasien, tindakan atau pengobatan, serta semua

kemungkinan efek sampingnya. ( Prawirohardjo, 2010).


86

3.8.2 Anaonimity (tanpa nama)

Anonimity adalah kiasan yang menggambarkan seseorang tanpa nama

atau tanpa identitas pribadi. Dalam pendokumentasian asuhan

keperawatan istilah anonimity dipakai untuk menyembunyikan

identitas pasien.

Contoh: contoh nama klien tuan Surya, dapat pendokumentasian

asuhan keperawatan, nama klien ditulis dalam inisial yaitu Tn.S

3.8.3 Confidentiality (Kerahasian)

Confidentiality atau kerahasian adalah pencegahan bagi mereka

yanng tidak berkepentingan dapat mencapai informas, berhubungan

data yang diberikan ke pihak lain untuk keperluan tertentu dan hanya

diperbolehkan untuk keperluan tertentu tersebut.Contoh: data-data

yang sifatnya pribadi (seperti nama, tempat, tanggal lahir, social

security number, agama, status perkawinan, penyakit yang pernah

diderita, dan sebagainya) harus dapat di proteksi dalam penggunaan

dan penyebarannya.

3.8.4 Respek

Respek diartikan sebagai perilaku perawat yang menghormati

klien dan keluarga. Perawat harus menghargai hak – hak klien.

3.8.5 Otonomi

Otonomi berkaitan dengan hak seseorang untuk mengatur dan

membuat keputusan sendiri, meskipun demikian masih terdapat keterb

atasan, terutama terkait dengan situasi dan kondisi, latar belakang,


87

individu, campur tangan hukum dan tenaga kesehatan profesional

yang ada.

3.8.6 Beneficience (Kemurahan hati/nasehat)

Beneficience berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal

yang baik dan tidak membahayakan orang lain. Apabila prinsip

kemurahan mengalahkan prinsip otonomi, maka disebut paternalisme.

Paternalisme adalah perilaku yang berdasarkan pada apa yang

dipercayai oleh profesional kesehatan untuk kebaikan klien, kadang-

kadang tidak melibatkan keputusan dari klien.

3.8.7 Non – malefecence

Prinsip ini berkaitan dengan kewajiban perawatan untuk tidak

menimbulkan kerugian atau cidera pada klien.

3.8.8 Veracity (Kejujuran)

Berkaitan dengan kewajiban perawat untuk mengatakan suatu

kebenaran dan tidak berbohong atau menipu orang lain.

3.8.9 Fidelity (kesetian)

Berkaitan dengan kewajiban perawatan untuk selalu setia pada

kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat perawatan harus

memegang janji yang diniatnya pada klien

3.8.10 Justice (Keadilan)

Prinsip keadilan berkaitan dengan kewajiban perawata untuk

berlaku adil pada semua orang dan tidak memihak atau berat sebelah.
88

3.9 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur

ilmiah, namu masih memiliki keterbatasn diantaranya :

a. Karena factor usia klien sulit untuk diajak berbicara butuh pengulangan

kata atau kalimat.

b. Kurangnya pemahaman dari responden terhadap pertanyaan-pertanyaan

saat proses pengkajian serta sikap kepedulian dan keseriusan dalam

menjawab semua pertanyaan yang ada.


89
15

DAFTAR PUSTAKA

Abshire, D. A., Graves, J. M., Roberts, M. L., Katz, J., Barbosa-leiker, C., &
Corbett, C. F. (2017). Student support in accelerated nursing programs :
Gender-based perspectives and impact on academic outcomes. Nursing
Outlook, 1–13. https://doi.org/10.1016/j.outlook.2017.08.010

Andra, Yessi, 2013. Penyakit Degeneratif: Mengenal, Mencegah, dan


Mengurangi Faktor resiko Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika

Fransisca, 2008. Asuhan Keperawatan klien Stroke. Jakarta : Salemba

Junaidi, 2011. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. (2015). rencana strategis kementerian kesehatan tahun 2015-2019.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Lumbantobing, 2017. Buku Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke.


Jakarta : Salemba

Maestro-gonzalez, A., Zuazua-rico, D., Sánchez-zaballos, M., & Mosteiro-diaz,


M. (2018). Nurse Education Today Stressors for Spanish nursing students in
clinical practice ☆. Nurse Education Today, 64(August 2017), 16–20.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2018.02.001

Muttaqin, Arif, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Klien


Gangguan Persyarafan. Jakarta : Salemba

Nursallam, 2017. Metode Penelitian Berbasis Kopetensi. Edisi 4. Jakarta : ECG

Nurse, S., & Price, J. (2016). ‘No second chance’ – Junior neonatal nurses
experiences of caring for an infant at the end-of-life and their family. Journal
of Neonatal Nursing. https://doi.org/10.1016/j.jnn.2016.04.008

Price, Silvia Anderson dan Wilson, Lorrane. 2017. Patofisiologi Konsep


Klinis Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

Potter, Peri, 2013. My Stroke of Insigh. Jakarta: PT Elex media Compotindo.

Pinto, Ardi, 2011. Care Yourself Stroke : Cegah dan obati sendiri. Jakarta :
penebar Plus

Syaifuddin, H.2016. Anatomi Fisiologi Otak. Edisi 4. Jakarta : ECG

Syaifuddin, H.2010. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kopetensi. Edisi 4.


Jakarta : ECG
15

Parwoto, 2010./Asuhan Keperawatan Defisit Keperawatan Diri. Jakarta: UI Press.

WHO. (2015). Creating peer support groups in mental health and related areas.
LEMBAR KONSUL

NO. TANGGAL REVISI PARAF

Anda mungkin juga menyukai