Anda di halaman 1dari 20

Model Pembelajaran Cooperative Learning Untuk Meningkatkan

Kemampuan Sosial Peserta Didik


Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Education Profession

Dosen Yuna Mumpuni, S. Pd. MM, Pd.

Disusun oleh :

1. Dwi Wanda Septiyanti (119060027)


2. Pranata Alif Dwi Permana (119060073)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS GUNUNG JATI

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur ke-hadirat Allah SWT. Karena berkat hidayah-Nyalah
maka Makalah Education Profession yang berjudul METODE PEMBELAJARAN
COOPERATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL
PESERTA DIDIK dapat terselesaikan,

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari para rekan rekan-rekan mahasiswa dan dosen pengampu,
demi proses kesempurnaan makalah ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan anggota kelompok 4 yang


senantiasa bekerjasama dalam menyusun makalah ini, dan dosen pengampu yang senantiasa
selalu membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadikan amal shaleh bagi kami. Amin, Ya Robbal
Alamin.

Cirebon, November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3
1.1LATAR BELAKANG..................................................................................................3
1.2RUMUSAN MASALAH.............................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORI.................................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN COOPERATIVE LEARNING..........................................................3
2.2 UNSUR-UNSUR DAN CIRI COOPERATIVE LEARNING....................................3
2.3 TUJUAN COOPERATIVE LEARNING...................................................................3
2.4 ELEMEN-ELEMEN COOPERATIVE LEARNING.................................................3
2.5 PENDEKATAN ATAU MODEL DALAM COOPERATIVE LEARNING.............3
2.6 ASPEK KEMAMPUAN SOSIAL PESERTA DIDIK................................................3
2.7 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN SOSIAL.............................3
2.8 UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIAL............................3
2.9 HUBUNGAN KEMAMPUAN SOSIAL DENGAN PRESTASI AKADEMIK........3
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................................3
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................................3
4.1 KESIMPULAN...........................................................................................................3
4.2 SARAN........................................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada
pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada
pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu
didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode
ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya
dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi
tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran
menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan
dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa
dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat
diperoleh prestasi belajar yang optimal.Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar
berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih
hidup.

Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam


pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai gotong royong.

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa guru jarang menggunakan model pembelajaran cooperative learning dalam


Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)?
BAB II

KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Cooperative Learning

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu
secara bersama sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok
atau satu tim. Slavin mengemukakan, In cooperative learning methods, student work
together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Dari
uraian tersebut menguraikan metode pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana sistem belajar dan bekerja pada kelompok kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam bekerja.5 Pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk –
bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.Secara umum pembelajaran
kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta
didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada
akhir tugas.

Ada beberapa jenis pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah:

1) kelompok pembelajaran kooperatif formal (formal cooperative learning group)

2) kelompok pembelajaran kooperatif informal (informal cooperative learning group),

3) kelompok besar kooperatif (cooperative base group) dan

4) gabungan dari tiga kelompok kooperative (integrated use of cooperative learning group).

Cooperative learning di definisikan sederhana sebagai sekelompok kecil pembelajaran


yang bekerja sama menyelesaikan masalah, merampungkan tugas atau menyelesaikan tugas
bersama.Dengan catatan mengharuskan siswa bekerja sama dan saling bergantung secara positif
antar satu sama lain dalam konteks struktur tugas, struktur tujuan dan struktur reward. Gagasan ini
upaya yang dirancang untuk menyampaikan materi sedemikian rupa sehingga siswa bener bener bisa
bekerja sama untuk mencapai sasaran sasaran pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran dalam ruang
lingkup lebih luas yaitu kontribusi perkembangan terhadap pendidikan di Indonesia searah dengan
cita cita luhur pendiri bangsa ini. Jadi pembelajaran cooperatif merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara 4 sampai 6 orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda
(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh
penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan
demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan
semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok
dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu,
mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan
memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.

Ada lima unsur membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok yang dikenal pada
umumnya yaitu:

a) Positive independence

b) Interaction face to face

c) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok

d) Membutuhkan keluwesan

e) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok).

2.2 Unsur-Unsur Dan Ciri Cooperative Learning

Menurut Johnson dan johnson (1994) dan sutton (1992), terdapat lima unsur penting dalam
belajar kooperatif, yaitu

a. Saling ketergantungan positif antara siswa.dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa
mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain.seorang siswa
tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses.siswa akan merasa bahwa dirinya
merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.

b. Interaksi antara siswa yang semakin meningkatkan.Belajar kooperatif akan meningkatkan


interaksi antara siswa.Hal ini,terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk
sukses sebagai anggota kelompok.Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal
tukar – menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

c. Tanggung jawab individual.Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat


berupa tanggung jawab siswa dalam hal:

(a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan

(b) siswa tidak hanya sekedar “membonceng”pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman
sekelompoknya.

d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil.Dalam belajar kooperatif,selain dituntut


untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana
berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya.Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota
kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

e. Proses kelompok.Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses
kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan
dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari proses pembelajaran yang menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok.
Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan
pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama
inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif, Terdapat beberapa karakteristik strategi
pembelajaran kooperatif, diantaranya yaitu:

a. Pembelajaran secara tim. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat
setiap siswa belajar. Semua anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh
keberhasilan tim.
b. Didasarkan pada manajemen kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif mempunyai
empat fungsi pokok, yaitu:
(1) perencanaan, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan
yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif;
(2) pelaksanaan, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan
termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama;
(3) organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama
antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab
setiap anggota kelompok;
(4) kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria
keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.
c. Kemauan untuk bekerja sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan
dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur
tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling
membantu.
d. Keterampilan bekerja sama Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan
melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama.
Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk ikut dan sanggup berinteraksi berbagai
hambatan dam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat
menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada
keberhasilan kelompok.
2.3 Tujuan Cooperative Learning

Menurut Slavin tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Sedangkan
menurut Ibrahim model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya
tiga tujuan pembelajaran, yaitu:

a. Hasil belajar akademik Dalam belajar kooperatif mencakup beragam tujuan sosial, dan
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
Model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar
akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran
kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas
yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu Pembelajaran kooperatif adalah penerimaan


secara luas dari orangorang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari
berbagai latar belakang dan kondisi untuk saling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial Pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan


kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial,
penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam
keterampilan sosial. Ada perbedaan pokok antara kelompok belajar cooperative learning
(CL) dengan kelompok belajar konvensional :

a. CL, adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan
motivasi sehingga ada interaksi promotif. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional
guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan
diri pada kelompok

b. CL, adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap
anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya
sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional akuntabilitas individual
sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok
sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.

c. CL, kelompok belajar heterogen, baik dalam kamampuan akademik. Jenis kelamin, ras,
etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan dan siapa
yang memberikan bantuan. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional kelompok belajar
biasanya homogen.

d. CL, pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan
pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. Sedangkan, dalam pembelajaran
konvensional pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan
untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

e. CL, keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti
kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik
secara langsung diajarkan.. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional keterampilan
sering tidak langsung diajarkan.

f. CL, pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan
melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar
anggota kelompok. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional pemantauan melalui
observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang
berlangsung.

g. CL, guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-
kelompok belajar. Sedangkan, dalam pembelajaran konvensional guru sering tidak
memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

h. CL, penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas, tetapi juga hubungan
interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai). Sedangkan, dalam
pembelajaran konvensional penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-
komsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.

Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran


kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilan-
keterampilan kerjasama dan kolaborasi, serta keterampilan-keterampilan tanya jawab.
2.4 Elemen-Elemen Cooperative Learning

Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu mencerminkan


pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses belajar bersama, namun
terkadang hanya merupakan belajar yang dilakukan secara bersama dalam waktu yang sama,
namun tidak mencerminkan kerjasama antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar
mencerminkan pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran
kooperatif sebagai berikut :

a.Saling Ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan
mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai
kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan dan loper surat
kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah
surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca.Untuk menciptakan kelompok
kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
Dalam metode

Jigsaw, disarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja
dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu
berkumpul don bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai
seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk
menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.Penilaian juga dilakukan dengan cara yang
unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari
“sumbangan” setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin di
atas nilai rata-rata mereka. Misalnya, nilai rata-rata si A adalah 65 don kali ini dia mendapat 72,
dia akan menyumbangkan 7 poin untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa
akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan nilai kelompok. Selain itu
beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka
karena mereka juga memberikan sumbangan.

b. Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola
penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan
merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja
kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.Pengajar yang efektif dalam model
pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar
tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. Dalam teknik Jigsaw yang dikembangkan
Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing-masing siswa
mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian, siswa yang tidak melaksanakan
tugasnya akan diketahui dengan jelas clan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan
menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.

c.Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil
pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada
jumlah hasil masing-masing anggota.Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, meman-
faatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok
mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, don sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya
antaranggota kelompok. Sinergi tidak didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan
proses kelompok yang cukup ponjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk
saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka don interaksi pribadi.

d.Komunikasi Antar Anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelaiar dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-
cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan don berbicara.
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaon para anggotanya untuk saling
mendengarkan don kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai cara-cara
berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa
harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan
kurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya mengajar siswa
beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus. Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok ini jugs merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa
diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini
merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman
belajar serta membina perkembangan mental emosional para siswa.

e.Evaluasi
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih
efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa
diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelaiar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran Cooperative Learning.

2.5 Pendekatan Atau Model Dalam Cooperative Learning

Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa

Fase 2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan
bacaan.

Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok koperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka sedang melakukan
pembelajaran.

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
2.6 Aspek Kemampuan Sosial Peserta Didik

Kemampuan sosial merupakan kompetensi yang memfasilitasi komunikasi dan interaksi


dengan orang lain di lingkungan apa pun.Keterampilan sosial bisa menjadi penting saat
berinteraksi dengan teman sebaya, mempersiapkan wawancara, mengelola proyek di tempat
kerja, atau bahkan bertemu orang baru. Kemampuan sosial menjadi salah satu keterampilan
terpenting yang dikembangkan sejak anak-anak karena sering berfungsi sebagai prediktor
keberhasilan seseorang di masa depan.

Mishra (Faturochman, 1996) mengemukakan bahwa untuk mewujudkan kepercayaan


pada orang lain dapat dibangun melalui berbagai cara. Proses untuk mewujudkan kepercayaan
itu harus menempuh empat dimensi pokok yaitu keterbukaan, kepedulian, reliabilitas dan
kemampuan. Kemampuan adalah salah satu dimensi yang menimbulkan kepercayaan. Orang
umumnya mempercayai pihak lain karena kemampuannya.

Kehidupan sosial begitu penting untuk pengembangan diri,sehingga peningkatan


sosialisasi kearah hubungan yang lebih dekat seperti persahabatan membutuhkan keterampilan
sosial yang kuat pula (Adam dalam Dalimunthe, 2000). Demikian pula dikatakan olehHurlock
(1973) bahwa kompetensi sosial adalah suatu kemampuan atau kecakapan seseorang untuk
berhubungan dengan orang lain dan untuk terlibat dengan situasi sosial yang memuaskan.
Adanya kompetensi sosial ini mengakibatkan terjadinya hubungan yang lebih mendalam antar
pribadi. Senada yang diungkap oleh Asher dan Parker (dalam Pertiwi,1999) bahwa kemampuan
sosial merupakan komponen integral dari hubungan yang lebih dekat, misalnya persahabatan.
Ketika seseorang mulai menjalin hubungan dan dengan kemampuan sosialnya akanmemfasilitasi
perkembangan hubungan tersebut menjadi hubungan yang erat atau persahabatan.

Allport (calhoun,1995) mengatakan bahwa kemampuan sosial adalah satu usaha untuk
memahami dan menjelaskan bagaimana perasaan, pemikiran, atau prilaku dari individu yang
dipengaruhi oleh kehadiran orang lain yang sebenarnya, yang dibayangkan, atau yang dinyatkan
secara tidak langsung. Allport juga menyatakan bahwa orang yang berada dihadapan kita bukan
satu-satunya orang yang mempengaruhi kita dalam kemampuan sosial.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, disimpulkan bahwa kompetensi sosial adalah


kemampuan individu dalam bekerjasama, membangun interaksi sosial dengan lingkungan
sekitarnya dengan menggunakan pengetahuan tentang dirinya dan terampil dan mampu
berkomunikasi secara baik dengan rasa empati. Mereka yang berkompeten secara sosial mampu
untuk memanfaatkan sumber lingkungan berupa bakat dan hasil belajar dalam bentuk adaptasi
seperti memahami dan menghadapi situasi sosial secara tepat yang dimanifestasi dalam bentuk
perilaku yang tepat dan akurat.

a. Ford (L‟Abate, 1990) mengemukakan bahwa kompetensi menunjukkan pada:


Kecakapan merumuskan dan mewujudkan suatu usaha atau karya yaitu dalam bentuk aktivitas
yang mengarah pada tujuan yang terus-menerus.
b. Perilaku seseorang yang menunjukkan pada adanya kecakapan atau kemampuan
khusus.

c. Keefektivan perilaku dalam situasi yang sesuai. Oleh karena itu dapat diterangkan
bahwa dalam situasi yangberbeda memerlukan karakteristik perilaku yang berbeda. Orang
yangmemiliki kemampuan yang lebih dari yang lain adalah apabila orangtersebut sukses dalam
berper ilaku dalam berbagai kombinasi situasi. Kesuksesan dalam berperilaku apabila ia mampu
mengkombinasikan tingkah laku pada situasi-situasi sulit.

2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Sosial

Calhoun (1995) menyatakan bahwa ada tiga faktor yangmempengaruhi kompetensi sosial
yaitu faktor kognitif, hubungan dengankeluarga dan temperamen. Demikian pula Marheni (1998)
menyatakanadanya hubungan positif antara temperamen seseorang dengankompetensi sosialnya.

Menurut Hurlock (1991) untuk mengembangkan kompetensisosial selain diperlukan


pengalaman juga pengarahan bimbingan baik dirumah maupun di sekolah juga kesempatan
untuk menggunakanketerampilan yang telah dikuasai. Lebih lanjut Hurlock (1991)menyatakan,
pengalaman sosial pada masa-masa awal sangat menentukankompetensi sosial pada masa
selanjutnya. Pola perilaku sosial maupunasosial yang dibina pada masa kanak-kanak dan setelah
pola itu terbentukmaka pola itu cenderung menjadi atribut yang menetap pada dirinya.Boyum
dan Parke (1995) merangkum berbagai hasil penelitian danmenyimpulkan bahwa hubungan
sosial dan problematikanya pada masakanak-kanak ternyata dapat memprediksi perilaku-perilaku
bermasalah,seperti: drop out sekolah, kriminalitas, dan psikopatologi pada masa-masa
selanjutnya. Hurlock (1973) memaparkan bahwa kompetensi sosialmerupakan proses belajar
yang diperoleh individu melaluipengalamannya di dalam berinteraksi sosial dengan orang lain.
Sebagaimakhluk sosial, manusia tidak terlepas dari individu lain karena secarakodrati manusia
akan selalu hidup bersama.

Keberadaan manusia dalam bertingkah laku seperti mengadakanproblem solving,


kemampuan verbal dan kemampuan bersosialisasiadalah proses belajar selama rentang
kehidupannya. Suryabrata (1993)mengatakan bahwa belajar membawa perubahan, perubahan
terjadikarena ada usaha dan menghasilkan suatu kecakapan baru. Sejalandengan ungkapan
Walgito (1991) bahwa manusia akan selalu berinteraksidengan lingkungannya dan akan
mereaksi dengan lingkungannya dengancara tertentu. Reaksi tersebut dapat berlangsung secara
refleksif tetapisebagian besar justru terjadi karena proses belajar. Didukung olehpendapat
Andayani (1988) belajar adalah suatu proses yang menyebabkanperubahan aktual dan potensial
relatif menetap sebagai akibat latihan danpengalaman. Oleh karena itu belajar adalah suatu
kegiatan atas prosesyang membawa perubahan-perubahan secara aktual dan potensial yangrelatif
menetap sebagai akibat latihan atau pengalaman.
Lembaga pendidikan sebagai bagian dari lingkungan sosialmerupakan dunia yang
melatih keterampilan-keterampilan yang perludikuasai oleh peserta didiknya dalam kehidupan
bersama orang lain sertamembantu mengembangkan penyesuaian sosial peserta didik
(Gunarsadan Gunarsa, 1988, Meichati 1967). Selain itu, jumlah tahun pendidikanformal yang
dilalui seseorang mempunyai pengaruh besar terhadap sikap,konsepsi, cara berpikir, dan tingkah
lakunya (Monks dkk, 1988).

Mengacu pada pendapat Krasnor (1997), kompetensi sosialdipandang sebagai


kemampuan untuk mencapai tujuan pribadi dalaminteraksi sosial sambil sekaligus memelihara
relasi sosial dengan oranglain dan dalam berbagai situasi. Sejalan dengan pendapat Hyat
danGottlieb (1984) bahwa kompetensi sosial juga dikenal sebagai inteligensisosial yaitu
kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik, mampumerasakan apa yang dirasakan orang
lain, mampu memberi danmenerima kritik dengan baik dan mampu memecahkan
masalahinterpersonal.

Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Krasnor (1997)kompetensi sosial sebagai


salah satu konsep tingkah laku manusia bersifatsangat kontekstual bila diterapkan dalam
interaksi keseharian sehinggatingkah laku yang tepat untuk setiap konteks situasi bisa berbeda-
bedabentuknya. Kompetensi sosial merupakan suatu produk bersama dariefektivitas interaksi
yang benar-benar berarti. Pengaruh dari dalam diridan lingkungan dapat menjadi faktor
penghambat maupun pendukungdalam kompetensi sosial, tergantung situasi yang mendasarinya.
Namuntentunya efektifnya suatu tingkah laku termasuk interaksi antar duaindividu atau lebih
akan bernilai kompeten bila faktor-faktor yangmempengaruhinya saling mendukung.

Atas dasar uraian di atas dapat disimpulkan, kompetensi sosialmerupakan suatu produk
kerjasama sumber dalam diri individu (kognitif,konsep diri, pusat kendali, dan temperamen) dan
dari luar diri individu(interaksi dengan keluarga dan lingkungannya) yang diperkuat
denganproses belajar yang diperoleh dalam waktu dan tempat selama individumelalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain.

2.8 Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Sosial

Intervensi keterampilan sosial fokus pada perilaku positif dan menggunakan metode non-
aversif seperti pemodelan, pelatihan, dan penguatan untuk memperbaiki perilaku anakanak.
Intervensi keterampilan sosial untuk anak yaitu prosedur intervensi operan, pembelajaran
kooperatif, prosedur intervensi pembelajaran sosial, dan prosedur intervensi kognitif-perilaku
(Elliot & Busse, 1991).

Upaya untuk meningkatkan keterampilan sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara
dan salah satunya adalah pembelajaran kooperatif cooperative learning. Menurut Coie (dalam
Gillies & Ashman, 2003), pembelajaran kooperatif pada awal masa kanak-kanak dapat
mengembangkan sikap positif terhadap lingkungan sekolah dan teman sebaya. Selain itu,
pembelajaran kooperatif dapat memberikan banyak peluang untuk belajar bagaimana dipikirkan
orang lain, untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, dan belajar bagaimana memecahkan
masalah interpersonal. Anak-anak yang belajar berinteraksi dengan sukses dengan rekan-rekan
mereka selama prasekolah dan SD tahun awal cenderung diterimadengan baik oleh rekan-
rekannya sepanjang karier sekolah, sementara anak-anak yang gagal untuk belajar keterampilan
ini di kelas-kelas awal cenderung ditolak oleh teman sekelas mereka sepanjang karier sekolah
mereka.

2.9 Hubungan Kemampuan Sosial Dengan Prestasi Akademik

Peserta didik utamanya membutuhkan bantuan bagaimana bersikap atas lemahnya


potensi mereka dalam menghadapi permasalahan yangsemakin sulit. Sebagaimana siswa tingkat
bawah sering dilaporkan memiliki hambatan lebih banyak (Oppenheiner dalam Jufri, 1999).
Situasi yang baru berbeda dengan situasi sebelumnya, baik situasi akademik, kompertensi sosial
yang dapat berdampak terhadap perolehan prestasi akademiknya.

Knitzer (2003) menyatakan bahwa ada hubungan antarakompetensi sosial terhadap


prestasi peserta didik. Sebagian besar riset menyatakan bahwa kondisi sosial yang lemah
berpengaruh terhadap prestasi belajar. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kondisi sosial
yang baik dengan ditandai kemampuan pengendalian diri dan kerja sama serta kurangnya
perilaku agresif akan memberikan pencapaian keberhasilan akademis (Raver & Knitzer, 2002
dalam Knitzer 2003). Sebagaimana juga dinyatakan oleh Moedjanto (dalam Saifullah, 1981)
bahwa hubungan kompetensi sosial yang baik pada siswaakan memberikan semangat dalam
belajar dan rasa percaya diri.

Pencapaian hasil belajar berkaitan dengan kesulitan bertingkah laku sebagaimana


kesulitan dalam mengembangkan kompetensi sosial sebagai problem mendasar bagi para peserta
didik yang mengalami Pencapaian hasil belajar yang kurang maksimal. Setyono (2000)
mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses yang aktif pada diri seseorang. Artinya
seseorang dikatakan belajar bila terdapat suatu hasil perubahan tingkah laku sebagai akibat
interaksi orang tersebut dengan rangsang yang ada di lingkungannya. Oleh karena itu, prestasi
dari hasil belajar juga selalu berubah sebagaimana akibat perubahan struktur mental atas tingkah
laku peserta didik yang berinteraksi dengan rangsang yang ada di lingkungannya.
BAB 3

PEMBAHASAN
Metode pembelajaran adalah teknik atau cara yang digunakan oleh guru dalam
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa di ruang kelas. Sebuah cara agar seirang guru
dapat menguasai keadaan kelas sehingga akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
dan memperoleh keberhasilan dalam proses pembelajaran.

Pemilihhan metode pembelajaran yang akan digunakan atau dilaksanakan akan dipilih
dengan berbagai pertimbangan. Metode pembelajaran yang dipilih akan disesuaikan dengan
karakter materi pelajaran dan karakter siswa, ketersediaan prasarana dan prasarana belajar, dan
sebagainya. Guru harus dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didiknya agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan
terasa menyenangkan bagi siswa.

Banyak metode pembelajaran yang sudah dilakukan oleh guru dalam proses
pembelajaran. Suatu metode pembelajaran akan efektif jika dipilih sesuai pertimbangan. Ada
beberapa metode pembelajaran yang sering digunakan oleh guru diantarana yaitu metode
ceramah, metode Tanya jawab dan metode diskusi. Pada umunya metode yang sering digunakan
adalah guru yang mendoinasi pembelajaran.

Jadi, Dalam setiap metode pembelajaran pasti memiliki keunggulan dan kelemahannya
masing-masing. Tidak menuutup kemungkinan cooperative learning juga memiliki keunggulan
dan kelemahannya.

Keungglan yang dimiliki dari cooperative learning diantaranya yaitu :

a. Siswa tidak terlalu bergantung pada guru dalam proses pembelajaran yang akan
menambah kemampuan siswa dalam berfikir sendiri dan menemukan informasi dari
berbagai sumber.
b. Siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyampaikan idea tau
gagasannya dan dapat membandingkannya dengan orang lain.
c. Membantu siswa untuk menghargai orang lain yang memiliki kekurangan serta bsa
menerima perbedaan yang ada.
d. Cooperative learning membantu siswa agar bisa bertanggung jawab dalam belajar.
e. Cooperative learning merupakan strategi yang mampu meningkatkan prestasi
akademik, Kemampuan sosial, dan bersikap positif.
f. Siswa dapat mengembangkan kemampuannya terhadap pemahaman dirinya sendiri,serta
dapat memecahkan masalah dengan mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab
terhadap kelompoknya.
g. Meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan informasi yang didapatnya
dengan megubah dari pemikiran abstrak menjadi nyata.
h. Interaksi yang dilakukan dapat meningkatkan motivasi dan membuat siswa menjadi
mau berfikir yang akan berguna untuk proses jangkan panjang.
Setelah keunggulan dari cooperative learning ada juga kelemahan yang terdapat alam
moedel pembelajaran ini, diantaranya yaitu :

a. Adanya perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh siswa itu akan dianggap
sebagai hambatan bagi siswa yang memiliki kelebihan sebab akan mengganggu kerja sama
dalam kelompok.
b. Sesuai ciri utama dalam cooperative learning adalah siswa saling membelajarkan.
Jika proses pembelajaran tanpa peer teaching yang efektif dibandingkan dengan
pengajaran langsung oleh guru seperti mode pembelajaran dengan metode ceramah akan
terjadi apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak akan tercapai oleh siswa.
c. Penilian yang diberikan merupakan hasil kerja kelompok. Sehingga bagi seorang
guru harus bisa menyadari bahwa hasil yang diproleh adalah dari prestasi setiap individu.
d. Untuk mengembangkan adanya kesadaran dalam kelompok memerluan waktu
yang cukup lama dan harus diterapkan sebayak mungkin agar dapat tercapai.
e. Dalam metode pembelajaran ini sangat dibutuhkan kemampuan dalam bekerja
sama, tetapi bayak kegiatan yang akan didasarkan pada kemampuan setiap individu.
Sedangkan dalam pembelajaran kooperatif ini siswa harus dapat bekerja sama dan dapat
membangun kepercayaan diri, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut sulit karena sangat
bergantung kepada kemampuan yang dimiliki setiap siswa.
Maka dari itu, alasan dari rumusan masalah “Mengapa metode cooperative learning
jarang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran” yang sangat mempengaruhi atau yang
dijadikan sebgai pertimbangan itu karena adanya perbedaan karakteristik setiap siswa seperti
kemampuan yang dimiliki oleh setiap siswa dimulai dari yang rajin dan malas contohnya yaitu
mereka yang memiliki kemampuan atau pintar akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap
kurang memiliki kemampuan seperti malas. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu
proses kerja sama dalam kelompok.

Selain itu karena penilian yang diberikan dalam cooperative learning merupakan hasil
kerja kelompok, sehingga guru harus bisa menyadari bahwa hasil yang diproleh dalam
pembelajaran adalah hasil dari prestasi setiap individu. Alasan lain juga dipengaruhi oleh sarana
dan prasarana yang mendukung unuk proses pembelajaran dengan metode cooperative learning
serta apabila bertjuan untuk meningkatkan kemampuan sosial pada peserta didik metode ini
harus dilaksanakan dalam banyak pertemuan dan memakan waktu cukup lama agar dapat
mencapai tujuan yang diinginkan. Jarangnya digunakan metode ini juga dipengaruhi oleh factor-
faktor lain yang berlangsung selama proses pembelajaran.

Sebenarnya, setiap metode pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik apabila semua
factor yang ada dalam proses pembelajaran mendukung untuk menggunakan metode yang dipilih
dan pemilihan metode pembelajaran juga harus disesuaikan kembali dengan materi pembelajaran
yang akan diberikan.
BAB 4

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Berdasarkan hasil dari pembahasan dan diskusi pada makalah ini, maka saran yang dapat
penyusun berikan kepada pembaca adalah sebagai berikut:

Untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar, guru harus memilih metode pembelajaran yang
paling efektif untuk diterapkan dengan menyesuaikan kondisi karakteristik siswa dalam sebuah
kelas dan materi yang akan disampaikan. Dengan metode cooperative learning agar dapat
meningkatkan kemampuan sosial pada peserta didik harus dilaksanakan lebih dari satu kali
pertemuan dan memicu siswa untuk menyelesaikan masalah dan berani berpendapat terhadap
masalah yang akan diselesaikan. Sebaiknya metode pembelajaran ini sudah diterapkan dan
dibiasakan sejak peserta didik memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP), karena apabila
siswa terbiasa dengan metode pembelajaran ini maka ia akan terbiasa enyelesaikan masalah,
berfkir kritis serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan juga kelompok yang
akan sanat berpengaruh dalam jangka panjang. Maka kita sebagai calon guru harus
mempersiapkan diri untuk bisa menerapkan metode pembelajaran ini agar para penerus bangsa
yang terdidik dan berwawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai