Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nusa Tenggara Barat telah lama dikenal sebagai salah satu daerah

produsen dan pemasok utama ternak sapi dan kerbau (potong dan bibit)

untuk kebutuhan berbagai daerah di Indonesia. Ternak kerbau merupakan

salah satu komoditas ternak yang cukup baik adaptasi dan

perkembangannya di Nusa Tenggara Barat. Ternak kerbau di Nusa

Tenggara Baratdapat hidup beradaptasi dan berkembangdengan baik hampir

di semua kabupaten diNusa Tenggara Barat (Anonim, 2016).

Populasi kerbau di Provinsi Nusa Tenggara Barat terpusat pada

wilayah Sumbawa dan Lombok. Tercatat bahwa jumlah total populasi

kerbau di Pulau Sumbawa sebesar 99.207 ekor, sedangkan untuk wilayah

Lombok tercatat sebesar 29.934 ekor (Anonim, 2016). Seluruh kerbau yang

ada di Provinsi NTB merupakan jenis kerbau lumpur (swamp buffalo) dan

tidak ditemukan dari jenis kerbau sungai (river buffalo). Secara nasional,

sebagian besar kerbau lokal di Indonesia merupakan kerbau lumpur dengan

persentase sekitar 98%, sedangkan sisanya merupakan kerbau

sungai(Anonim , 2016).

Ternak kerbau dibandingkan sapi potong, belum banyak

mendapatkan perbaikan produktivitas melalui introduksi teknologi yang

sesuai, menyebabkan masih rendahnya kinerja reproduksi dan produktsinya.

Ternak kerbau yang dipelihara dengan kondisi tradisional di peternakan

rakyat sangat umum mencapai umur pubertas dan umur beranak pertama

1
tertunda, angka konsepsi rendah, dan selang beranak panjang. Penurunan

populasi kerbau di sejumlah wilayah disebabkan karena tingkat pemotongan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju reproduksi induk kerbau yang

memiliki keterbatasan kinerja reproduksi dan produktivitas (Anggraeni dan

Triwulaningsih, 2007).

Kondisi lingkungan eksternal juga seringkali belum mendukung

bahkan mengancam perkembangan populasi kerbau lokal. Pelestarian

keragaman ternak diperlukan dalam upaya yang dapat dimanfaatkan di

masa mendatang. Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik lokal

Indonesia adalah dengan pengamatan morfometrik pada bangsa kerbau lokal

Indonesia. Identifikasi morfometrik dilakukan dengan cara menentukan

penciri ukuran dan bentuk pada masing-masing kerbau lokal berdasarkan

Metode PCA (Principle Component Analysis). Bentuk sangat dipengaruhi

faktor genetik, sedangkan ukuran lebih dipengaruhi faktor lingkungan.

Tujuan pemeliharaan kerbau juga turut mempengaruhi keragaman ukuran

pada kerbau-kerbau yang ada di Indonesia (Gerli, dkk.,2012) .

Pada saat ini, informasi mengenai pentingnya pelestarian kerbau

lokal khususnya yang terdapat di Kabupaten Sumbawa Barat dan di

Kabupaten Lombok Barat masih belum ketahui oleh masyarakat setempat.

Untuk itu perlu dilakukan kegiatan konservasi dalam upaya

mempertahankan sifat-sifat khas kerbau lokal yang dapat dikaji lebih dalam

dengan adanya pembuatan brosur konservasi yang dapat dijadikan tambahan

referensi bagi masyarakat khusunya perternak kerbau. Pembuatan brosur

konservasi ini bertujuan untuk membangun pengetahuan dalam upaya

2
pelestarian plasma nutfah kerbau di daerah Kabupaten Lombok Barat dan

Kabupaten Sumbawa Barat.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukannya kegiatan

konservasi kerbau lokal khususnya diwilayah Kabupaten Lombok Barat dan

Kabupaten Sumbawa Barat.Salah satu caranya yaitu dengan melihat

perbedaan karakter morfologi yang dimiliki oleh kerbau lokal didaerah

tersebut. Penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sehingga

penelitian ini sangat bermanfaat bagi masyarakat terutama peternak kerbau.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perbedaan karakter morfologi kerbau lokal (Bubalus

bubalis) di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Sumbawa Barat ?

2. Bagaimanakah implikasi hasil penelitian ini untuk dijadikan sebagai

bahan konservasi bagi masyarakat ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan karakter morfologi kerbau lokal di

Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Sumbawa Barat.

2. Untuk mengimplikasi hasil penelitian ini dijadikan sebagai brosur

konservasi bagi masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah

wawasan keilmuan tentang karakter morfologi kerbau lokal.

3
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk

dapat mengadakan penelitian lebih lanjut tentang hal–hal yang masih

kurang dalam penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi

tambahan bagi masyarakat dalam rangka pelestarian kerbau lokal .

E. Lingkup Penelitian

1. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini yang akan menjadi subyek penelitian adalah

seluruh populasi kerbau lokal di daerah Kabupaten Lombok Barat dan

Kabupaten Sumbawa Barat.

2. Obyek Penelitian

Yang akan menjadi obyek dalam penelitian ini adalahkarakter

morfologi kerbau lokal di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten

Sumbawa Barat.

3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan padabulan Januari 2017 di Desa

Banyu Urip , Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok barat dan di Desa

Lalar Liang, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat.

F. Definisi Istilah dan Operasional

Salah satu upaya untuk mencari persamaan persepsi agar tidak

menimbulkan salah tafsir tentang istilah-istilah penting yang digunakan

pada penelitian yang berjudul “Perbedaan Karakter Morfologi Kerbau Lokal

(Bubalus bubalis) di Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Sumbawa

4
Barat Menggunakan Metode PCA (Principle Component Analysis) Sebagai

Bahan Konervasi Bagi Masyarakat ” maka peneliti menjelaskan istilah-

istilah tersebut secara jelas. Adapun istilah yang perlu dijelaskan adalah

sebagai berikut :

1. Karakter morfologi

Morfologi adalah tampilan eksternal tubuh makhluk hidup yang

merupakan ekspresi dari bentuk keseimbangan biologis, sehingga dapat

dipakai untuk menentukan asal-usul dan hubungan filogenik antara

spesies, bangsa dan tipe ternak berbeda (Warwick dalam Anggraeni

,dkk 2011).Karakter morfologi kerbau rawa dilihat dari sifat

kualitatifnya, kerbau rawa memiliki kulit yang berwarna abu-abu

dengan warna yang lebih cerah pada bagian kaki. Bagian dagu dan leher

kerbau mempunyai warna yang lebih terang. Karakter morfologi kerbau

rawa dilihat dari sifat kuantitatifnya meliputi lebar kepala, panjang

badan, panjang kaki, lebar pinggul dan sebagainya (Hartatik, 2014).

2. Kerbau lokal

Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia

besar yang telah lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia (Erdiansyah

dan Anggraeni, 2008) . Dikatakan kerbau lokal karena kerbau-kerbau

yang ada di suatu wiyalah tertentu mengalami adaptasi dengan

lingkungan pulau-pulau tempat mereka hidup dan terisolir dari yang

lainnya. Disamping itu sedikit sekali terjadi migrasi antar populasi dan

perkawinan kecuali dilakukan oleh manusia sehingga kerbau yang

5
berada didaerah tersebut belum pernah terkontaminasi oleh kerbau lain

sehingga menjadi kerbau lokal didaerah tersebut (Yasin, 2013).

3. Konservasi

Konservasi dapat dinyatakan sebagai sebuah upaya untuk menjaga,

melestarikan, dan menerima perubahan dan/atau

pembangunan(Rahman, 2012) . Bahan konservasi yang akan disusun

dalam penelitian ini dalam bentuk brosur. Brosur merupakan media

informasi yang terdiri dari satu atau beberapa halaman yang digunakan

oleh banyak orang untuk promosi dan pengenalan, baik itu produk atau

jasa (Lengkey, dkk.,2014).Penyusunan brosur ini dikembangkan

dengan model 4D yang dikembangkan oleh Thiagarajan dkk (1974)

yang terdiri dari 4 tahap yaitu Define, Design, Develop dan

Disseminate. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan

3 tahapans yaitu: Pendefinisian, Perancangan dan Pengembangan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengenalan Kerbau Lokal

Kerbau adalah ternak asli daerah tropis dan lembab, dalam


kehidupannya ternak tersebut sangat menyukai air yang tergenang.
Terdapat empat spesies liar kerbau tetapi semua kerbau domestik dewasa
ini nampaknya diturunkan dari Bubalus arnee, kerbau liar dari benua
asia. Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang
berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India.
Kerbau domestikasi atau water bufallo yang ada pada saat ini berasal dari
spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lainnya yang masih liar adalah B.
mindorensis, B. depressicornis dan B. cafer (Hasinah dan Handiwirawan
dalam Nazir, 2012). Klasifikasi ternak kerbau menurut Hartatik,(2014)
sebagai berikut.

Kingdom : Animalia
Kelas : Mamalia
Sub-kelas : Ungulata
Ordo : Artiodactyla
Sub-ordo : Ruminansia
Famili : Bovidae
Genus : Bubalus
Spesies : Bubalus bubalis

Ternak kerbau merupakan hewan ruminansia yang bernilai ekonomi


tinggi, ternak kerbau dapat dijadikan usaha pokok petani, selain
kegunaan membantu mambajak sawah. Kerbau yang dipelihara oleh
masyarakat biasanya untuk tujuan keperluan tenaga kerja maupun untuk
diambil dagingnya. Kerbau juga mempunyai manfaat yang besar dalam
sosial buadaya dan dapat dijadikan ukuran martabat seseorang dalam

7
masyarakat serta dapat pula sebagai hewan kurban pada acara – acara
ritual (Murtidjo, dalam Nazir, 2012).

Protein hewani ternak kerbau juga tidak kalah dengan sapi. Daging
kerbau mempunyai kandungan protein 20-30%. Kelebihan ternak kerbau
antara lain kemampuan daya cerna terhadap serat kasar mencapai 62,7%
lebih besar daripada ternak sapi yang hanya 51,1%. Daging kerbau
berwarna relatif gelap dan seratnya relatif keras dan kasar. Lemaknya
berwarna putih dan jika diraba akan melekat pada jari (Rukmana, 2003).

2. Asal-usul, Penyebaran dan Habitat Kerbau

Ternak kerbau termasuk kedalam spesies Bubalus bubalis yang diduga


berevolusi dari Bubalis arnee, kerbau liar dari India yang dijumpai pada
daerah Assam. Semua tipe kerbau domestik yang ada dewasa ini nampaknya
diturunkan dari Bubalus arnee, yaitu kerbau liar dari Asia. Berdasarkan
habitat, kerbau digolongkan kedalam dua tipe yaitu kerbau tipe sungai dan
kerbau tipe rawa, kerbau sungai menunjukkan kesenangannya akan air yang
mengalir dan bersih, sedangkan kerbau rawa suka berkubang dalam lumpur,
rawa dan air yang tergenang. Kerbau sungai termasuk penghasil air susu,
sedangkan kerbau rawa merupakan tipe penghasil daging. Kerbau rawa
dapat beradaptasi secara luas terhadap lingkungan rawa yang banyak
ditumbuhi semak dan rumput. Kerbau juga dijumpai di daerah yang banyak
air yaitu di daerah lembah-lembah sungai dan dataran rendah sampai
pegunungan dengan ketinggian 230 m diatas permukaan laut (Bhattacharya,
dalam Nazir, 2012).
Dijelaskan oleh Barker,dkk.(1991) bahwa sedikit informasi diketahui
tentang sejarah penyebaran kerbau lumpur di Asia. Namun dipercayai
bahwa mereka telah menyebar ke seluruh wilayah pada ratusan tahun yang
silam hingga menempati Kepulauan Indonesia. Mereka beradaptasi dengan
lingkungan pulau-pulau tempat mereka hidup dan terisolir dari yang
lainnya, sehingga mereka berkembang secara alami bahkan memungkinkan
terjadi perkawinan silang dalam. Di samping itu disebutkkan bahwa sedikit
sekali terjadi migrasi antar populasi dan perkawinan kecuali lakukan oleh

8
manusia , sehingga secara lokal tidak begitu ditemukan perbedaan. Secara
genetika kerbau Sumbawa termasuk tipe kerbau lumpur, dan sejak awal
keberadaannya di Pulau Sumbawa belum pernah terkontaminasi gen kerrbau
lain (Yasin, 2013).

3. Karasteristik Ternak Kerbau


Menurut Murti dalam Nazir,2012 secara umum karasteristik atau ciri
– ciri kerbau yang ada di Asia yaitu rambut panjang di tengah antara leher,
telinga relatif kecil, tengkorak kecil memanjang, tanduk berbentuk bulan
menyabit (pipih).
Kerbau adalah binatang besar, kerbau tidak mempunyai punuk dan
gelambir. Semua kerbau mempunyai tanduk yang lebar, pipih dan hampir
berbentuk segi empat panjang, arah pertumbuhan tanduk bervariasi. Bulu
pada kerbau pendek dan kaku, menutup seluruh badan, agak panjang
tersebar sehingga kulit kerbau yang bersangkutan tetap kentara jelas. Hanya
di leher, di pusar kepala dan di bagian muka kuku, bulu lebih tebal. Tanduk
kerbau terletak pada kepala dengan dasar yang berdekatan satu sama lain,
arah tanduk terbentuk busur. Panjangnya berbeda-beda tetapi biasanya 50-
70 cm. Umur kerbau pada umumnya dapat dihitung paling tinggi sampai
kurang lebih 20 tahun, oleh para pengembala kerbau lazimnya dinilai
berdasarkan panjang dan bentuk tanduk yang bersangkutan dengan lekuk-
lekuk melintang yang kelihatan diatasnya (Utoyo dalam Nazir, 2012).
Karakter morfologi kerbau dapat dilihat dari sifat kuantitatif dan
sifat kulitatif. Sifat kuatitatifnya seperti panjang badan, lebar pinggul, lebar
kepala, panjang kaki, lebar dada, panjang kepala dan sebagainya. Sedangkan
karakter morfologi yang dilihat dari sifat kualitatifnya seperti warna mata,
warna tubuh , bentuk tanduk dan bentuk tubuh. Karakter kerbau yang berada
didaerah Lombok memiliki warna tubuh yang dominan ditemukan adalah
abu-abu dengan warna kulit hitam. Bentuk tubuh pendek dan gemuk ,kaki
agak pendek dan gemuk serta lingkar dada agak melebar serta warna mata
dominan hitam. Ciri-ciri tanduk kerbau lumpur adalah melebar,semi
melingkar atau menyabit dan mendatar (Sukri,2016) .

9
Karakter morfologi kerbau lokal didaerah Sumbawa yaitu kerbau
memiliki berbagai macam warna. Namun secara umum digolongkan
kedalam tiga macam warna kulit (coat color) dan bulunya (hair color) yang
dalam bahasa Samawa di sebut mirauda( merah jambu atau pink), klau
( abu-abu) dan pisak ( hitam). Warna mira-uda adalah bulu dan kulitnya.
Sedangkan warna kulitnya hitam,akan tetapi bulunya abu-abu. Sedangkan
variasi warnanya adalah brak (warna sabak), brak mira dan blo. Kerbau
Sumbawa berwarna brak yakni kulit dan bulu berwarna hitam dan terdapat
warna putih pada bagian depan kepalanya. Ada juga yang berwarna putih-
keputihan. Kerbau Sumbawa yang berwarna blo adalah warna ini mungki
yang disebut albinoid (Yasin, 2013).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini dapat


dipaparkan sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Gerli, dkk (2012) , yang meneliti
mengenai karakteristik morfologi ukuran tubuh Kerbau murrah dan
kerbau rawa di BPTU Siborongborong . Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi fenotipik yang berhubungan dengan karakter
morfometrik tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa berdasarkan Analisis
Komponen Utama. Hasil analisis statistika menunjukkan ukuran-ukuran
tubuh kerbau murrah lebih beragam dibandingkan kerbau rawa. Hasil
analisis komponenen utama menunjukkan penciri ukuran pada kedua
bangsa adalah tinggi pundak dan penciri bentuk adalah lebar dada.
Kerumunan data pada kerbau murrah dan kerbau rawa terpisah pada
bentuk, sedangkan tidak terpisah pada skor bentuk, sedangkan tidak
terpisah pada skor ukuran.
2. Penelitian yang dilakukan olehEry Erdiansyah dan Anneke Anggraeni
(2008), yang meneliti mengenaiKeragaman Fenotipe dan Pendugaan
Jarak Genetik Antara Subpopulasi Kerbau Rawa Lokal di Kabupaten
Dompu, Nusa Tenggara Barat . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan kerbau rawa lokal

10
antara lima subpopulasi (kecamatan) di Kabupaten Dompu. Berdasarkan
analisis struktur kanonikal total, ukuran tubuh yang bisa dipakai sebagai
peubah pembeda kelompok kerbau pada Can-1 adalah dalam dada
(0,78803), lebar dada (0,71850) dan panjang badan (0,56646). Lebih jauh
jarak genetik terdekat ditemukan antara kerbau Dompu dan Hu,u sebesar
1,42735, sebaliknya jarak genetik terjauh antara kerbau Pajo dan Kempo,
sebesar 5,17273. Kerbau Pajo-Kempo mempunyai hubungan kekerabatan
paling jauh kemungkinan disebabkan letak geografis kedua lokasi
berjauhan, sehingga membatasi distribusi kerbau di dua kecamatan ini.
3. Penelitian yang dilakukan olehAkhmad Sukri, dkk(2016), Penelitian ini
mengkaji karakter morfologi kerbau lokal (Bubalusbubalis) di
Kabupaten Lombok Tengah. Sampel penelitian terdiri dari 21 ekor
kerbau yangdiambil dari dua kecamatan yang berbeda. Analisis one way
anova dilakukan untuk mengetahuiperbedaan rerata nilai masing-masing
parameter morfologi yang dibedakan berdasarkankelompok umur.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan variasi fenotip kerbau
lokalLombok Tengah yang meliputi warna dan bentuk tubuh, warna
mata dan bentuk tanduk. Hasilanalisis statistik mengungkapkan bahwa
ada perbedaan panjang kepala, panjang kaki, danpanjang leher untuk
masing-masing kelompok umur kerbau .

C. Kerangka Berfikir
Karakter morfologisuatu individu dipergaruhi juga oleh keadaan
lingkungan sekitar sehingga menimbulkan adaya perbedaan karakter antara
kerbau didaerah satu dengan daerah lainnya. Salah satunya penyebab
terjadinya perbedaan morfologi yang di miliki kerbau yang berada di
kabupaten lombok bbarat dengan kerbau yang berada di kabupaten
sumbawa barat di sebabkan oleh letak geografis yang berbeda . Letak
geografis Kabupaten Lombok Barat terletak pada 11 50 , 46 - 1160 , 20 
BT dan 80.25- 80. 55 LS sedangkan Kabupaten Sumbawa Barat terletak
pada 116º 4200 - 117º 0800º BT dan 8º 22,500 - 9º 0500 LS . selain
disebabkan oleh letak geografis yang berbeda faktor lain yang dapat

11
menyebabkan adanya perbedaan karakter morfologi yaitu cara pemeliharaan
yang diberikan berbeda-beda , jenis pakan yang diberikaan kepada ternak
dan cara perkembangbiakan ternak kerbau itu sendiri atau reproduksi dari
kerbau.
Dari faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya karakter-karakter
tersendiri yang dimiliki oleh kerbau yang ada pada setiap daerah sehingga
perbedaa karakter tersebut menjadi ciri khas kerbau di daerah setempat.
Kerbau lokal yang menjadi ciri khas daerah harus dilestarikan agar tidak
punah .

12
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang bersifat

deskriptif yang artinya penelitian ini bukanlah penelitian eksperimen

karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat dari suatu perlakuan.

Penelitian ini hanya dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa

adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto,2013).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kerbau lokal yang

berada di Desa Banyu Urip, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok

Barat dan di Desa Lalar Liang, Kecamatan Taliwang, Kabupaten

Sumbawa Barat.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah masing- masing 8 kerbau lokal

dari Desa Banyu Urip, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat

dan Desa Lalar Liang, Kecamatan Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat.

C. Dasar Pemilihan Lokasi Penelitian

...........................................................Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Sumbaw

merupakan kabupaten dari provinsi Nusa Tenggara Barat yang dimana

kabupaten ini terletak pada pulau yang berbeda yaitu Pulau Lombok dan

13
Pulau Sumbawa .Masing-masing kabupaten ini memiliki daerah yang

memiliki potensi ternak kerbau yang sangat banyak dimana rata-rata

penduduk desanya berpenghasilan dengan berternak kerbau.

Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Lombok Barat terletak

pada 11 50 , 46 - 1160 , 20  BT dan 80.25- 80. 55 LS sedangkan

Kabupaten Sumbawa Barat terletak pada 116º 4200 - 117º 0800º BT dan

8º 22,500 - 9º 0500 LS . Dari perbedaan letak geografis inilah yang

dijadikan dasar dalam pemilihan lokasi penelitian, disamping pemilihan

lokasi yang berbeda , cara prilaku peternak dalam berternak kerbau juga

dapat mempengaruhi karakter morfologi yang dimiliki oleh kerbau pada

masing-masing daerah .

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 3.1 Instrumen yang digunakan dalam penelitian

Alat Fungsi
1. Alat tulis Untuk mencatat karakter morfologi kerbau
2. Pita ukur Untuk mengukur karakter morfologi kerbau
3. Camera Untuk mendokumentasi pada saat penelitian

E. Prosedur Penelitian

1. Teknik Pengambilan Sampel Lapangan

a) Menyiapkan alat penelitian

b) Mengambil sampelmenggunakan teknik purposive sampling . menurut

Sugiyono,(2014) purposive sampling merupakan teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan

14
tertentu yaitu sampel diambil peneliti berdasarkan kondisi kerbau

dilapangan.

c) Melakukan pengukuran morfologi kerbau dan hasilnya dimasukkan

kedalam tabel . Adapun parameter morfologi kerbau lokal yang akan

diamati yaitu panjang badan, panjang kaki, lebar kepala dan lebar

pinggul.

Gambar 1. Metode pengukuran variabel-variabel linier permukaan

tubuh kerbau yang diamati(Gerli, dkk. 2012)

Bagian bagian tubuh kerbau yang diukur (dinyatakan dalam satuan cm)

dan definisinya diuraikan debagai berikut:

1. Lingkar dada (X1) diukur melingkar tepat dibelakang scapula

menggunakan pita ukur.

2. Lebar dada (X2) adalah jarak antara penjolan sendi bahu (os

scapula) kiri dan kanan diukur dengan pita ukur.

3. Dalam dada (X3) merupakan jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang

dada, diuku dengan menggunakan tongkat ukur.

4. Tinggi pundak (X4) jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak

lurus ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

15
5. Panjang badan (X5) adalah garis lurus dari tepi tulang processus spinocus

sampai dengan benjolan tulang lapis (os ischium), diukur dengan

menggunakan tongkat ukur atau pita ukur

6. Tinggi pinggul (X6) adalah jarak tertingi pinggul secara tegak lurus ke

tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur.

7. Lebar pinggul (X7) diukur dengan tongkat ukur sebagai jarak lebar antara

kedua sendi pinggul (Erdiansyah dalam Gerli, dkk. 2012).

8. Lebar kepala diukur dengan pita ukur sebagai jarak lebar antara kedua

pangkal tanduk.

Tabel 3.2 Parameter Morfologi Kerbau Lokal (Bubalus bubalis) KLBdan


kerbau lokal (Bubalus bubalis) KSB.

Sampel Jenis Panjang Panjang Lebar Lebar Pinggul


Kelamin Badan Kaki Kepala
1
2
3
4
5
6
7
8

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Observasi

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik observasi yang dilakukan dengan kegiatan pengamatan,

pengukuran, pencatatan dan dokumentasi langsung terhadap objek

yang diamati .

16
2. Lembar Validasi

Lembar validasi ahli yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

mengumpulkan hasil lembar validasi ahli yang sudah disebarkan

kepada masing-masing validator yang ditentukan oleh peneliti untuk

memvalidasi brosur yang dikembangkan melalui hasil penelitian.

Hasil penelitian dari validator dihitung dengan rumus total yang

didapat, dibagi skor maksimal dikali 100%, aspek yang dinilai berupa

isi atau materi, bahasa dan tampilan.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan metode PCA (Principle Componen Analysis) dengan

bantuan program PAST.

H. Pengembangan Brosur Konservasi

1. Penyusunan Brosur

Penyusunan brosur ini sebagai media pembelajaran bagi masyarkat

dikembangkan dengan model 4D yang dikembangkan oleh Thiagarajan

dkk (1974) yang terdiri dari 4 tahap yaitu Define, Design, Develop dan

Disseminate atau di adaptasikan menjadi model 4P, yaitu: Pendefinisian,

Perancangan, Pengembangan dan Penyebaran (Ibrahim, 2002). Namun

dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan 3 tahapan yaitu:

Pendefinisian, Perancangan dan Pengembangan.

a) Tahap Pendefinisian (Define)

Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-

syarat pembelajaran. Tahap ini dilakukan dengan melakukan analisis

17
tujuan dalam batasan materi pelajaran yang akan dikembangkan

perangkatnya.

b) Tahap Perancangan (Design)

Pada tahap ini dilakukan prancangan prototype perangkat

pembelajaran. Di dalam tahap ini dilakukan (a) penyusunan test. Langkah

ini merupakan jembatan yang menghubungkan tahap pendefinisian

dengan perancangan. Disamping itu pada tahap ini jugadilakukan (b)

pemilihan media yang sesuai tujuan, untuk menyampaikan materi .

Termasuk pula dalam tahap ini adalah (c) pemilihan format. Di dalam

pemilihan format ini misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji format-

format perangkat yang sudah ada dan yang sudah dikembangkan di

Negara-negara lain yang lebih maju.

c) Tahap Pengembangan (Develop)

Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan

perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan para

pakar. Tahap ini biasanya meliputi: (a) validasi perangkat oleh pakar

diikuti dengan revisi (b) simulasi yaitu, kegiatan mengoperasionalkan

rencana pelajaran.

1) Teknik Persentase

Bahan ajar yang disusun dalam penelitian ini adalah bahan

ajar cetak berupa brosur , yang hasil validasinya akan dianalisis

menggunakan teknik persentase, yaitu sebagai berikut:

18
Tabel 3.3 Pengambilan Keputusan Revisi Bahan Ajar

Tingkat Kualifikasi Keterangan


Pencapaian
>80% Sangat Baik Tidak perlu
direvisi
70% - 80% Baik Tidak perlu
direvisi
60% - 69% Cukup Direvisi
50% - 59% Kurang Direvisi
<50% Sangat Direvisi
Kurang
(Sumber : diadaptasi dari Setyosari dan Efendi dalam Roevicka, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni. A dan Triwulanningsih. E 2007. Keragaman Bobot Badan Dan


Morfometrik Tubuh Kerbau Sumbawa Terpilih Untuk
Penggemukan.Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha ternak Kerbau
2007. Puslitbang Peternakan.Bogor.

Anggraeni.A, Sumantri.C , Praharani.L, Dudi, dan Andreas.E. 2011.Estimasi


Jarak Genetik Kerbau Rawa Lokal Melalui Pendekatan
AnalisisMorfologi. Puslitbang Peternakan. Bogor.

19
Anonim, 2016.Populasi Nasional Ternak Kerbau Tahun 2011 s/d 2013,
http://ditjennak.deptan.go.id,diakses 30 November 2016, 09.15 am.
Arikunto, S. 2013. Manajemen Penelitian.Rineka Cipta: Jakarta

Erdiansyah. E dan Anggraeni.A.2008.Keragaman Fenotipe dan Pendugaan


Jarakgenetik Antara Subpopulasi Kerbau Rawa Lokal di Kabupaten
Dompu, Nusa Tenggara Barat.Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha
ternak Kerbau 2008. Puslitbang Peternakan.Bogor.

Gerli , Hamdan dan Daulay, Armyn Hakim.2012. Karakteristik Morfologi Ukuran


Tubuh Kerbau Murrah Dan Kerbau Rawa di Bptu
Siborongborong.Puslitbang Peternakan,Sumatra Utara.

Hartatik, Tuti. 2014. Analisis Genetik Ternak Terlokal. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Lengkey,dkk. 2014. Brosur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado


Dengan Teknoologi Markerless Augmented Reality. Jurusan Teknik
Elektro-FT, UNSRAT. Manado.

Murti, T. Wisnu dan G. Ciptadi. 1988. Kerbau Perah dan Kerbau Kerja.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Nazir.K.M.2012. Manajemen Reproduksi Ternak Kerbau (Bubalus Bubalis)


Sebagai Ternak Potong di Kabupaten Mamasa. Fakultas
PeternakanUniversitas Hasanuddin. Makassar.

Rachman, Maman. 2012.Konservasi Nilai dan Warisan Budaya. Semarang:


Universitas Negeri Semarang.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :


Alfabeta.

Yasin, Suhubdy. 2013. Produksi Ternak Ruminansia ( Kerbau Dan Sapi). Pustaka
Reka Cipta. Bandung.

20

Anda mungkin juga menyukai