Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keselamatan pasien adalah salah satu isu global disetiap

bidang kesehatan baik Puskesmas maupun di Rumah sakit,

Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator manajemen mutu

dalam institusi pelayanan kesehatan. Terjaminnya keselamatan pasien

di sebuah pelayanan kesehatan, akan berdampak terhadap layanan

kesehatan yang diberikan oleh institusi pelayanan kesehatan tersebut

(Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Penerapan keselamatan pasien sudah menjadi sebuah wacana

sejak tahun 2001, dan kemudian tertulis dalam Keputusan Menteri

Kesehatan No. 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal.

Peraturan terbaru mengenai keselamatan pasien adalah Peraturan

Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan

Pasien, Tidak hanya pelayanan kesehatan di rumah sakit, masyarakat

di Indonesia juga memperoleh pelayanan kesehatan primer di pusat

kesehatan masyarakat (Puskesmas ) Kemudian pada standar

e
akreditasi Puskesmas pada bab IX tentang keselamatan pasien

( Permenkes,2017)

Keselamatan pasien untuk Puskesmas tidak sedinamis di

rumah sakit. Secara eksplisit, keselamatan pasien di Puskesmas mulai

muncul di Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 yaitu

bahwa puskesmas harus memperhatikan keselamatan tenaga

kesehatan dalam bekerja, keselamatan pasien dan keselamatan

pengunjung (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Setiap Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri

Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi harus akreditasi

(Kemenkes RI, 2015). Menurut Amiruddin D, (2014) Akreditasi

puskesmas adalah suatu pengakuan terhadap hasil dari proses

penilaian eksternal, oleh Komisioner Akreditasi terhadap Puskesmas,

apakah sesuai dengan standar akreditasi yang ditetapkan. Tujuan dari

akreditasi Puskesmas ini sendiri yaitu untuk meningkatkan mutu

layanan Puskesmas dan Keberadaan Jaminan Kesehatan Nasional

telah melahirkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.75 Tahun 2014

tentang Puskesmas, dimana pada pasal 39 mewajibkan puskesmas

untuk melakukan akreditasi salah satu indikator manajemen dalam

institusi pelayanan kesehatan yang ditekankan adalah keselamatan

pasien. (Kemenkes RI, 2016).

e
langkah awal harus diperhatikan pihak manajemen Puskemas

adalah membuat komitmen dan menjalankan manajemen kepala

Puskesmas karena untuk menciptakan budaya keselamatan pasien

yang kuat dan menurunkan tingkat cedera/ Kejadian Tidak Diharapkan

(KTD) maka perlu pemimpin yang efektif dalam menenanamkan

penerapan keselamatan pasien yang jelas tanpa bersifat menghukum

dilingkungan pelayanan kesehatan di Puskesmas (Buchbinder &

Shanks, 2017).

menjamin keselamatan pasien melalui penetapan sistem

manajemen yang dilakukan oleh kepala puskesmas sebagai

manajer/pemimpin sehingga dapat mencegah peningkatan

kecelakaan yang terjadi dalam proses pelayanan,keselamatan pasien

difasilitasi kesehatan diharuskan memeperhatikan mutu pelayanan

dan keselamatan pasien dalam setiap kegiatan pelayanan dan

dilakukan secara berkesinambungan (Permenkes No.46 tahun 2015)

Menurut Depkes RI mutu pelayanan kesehatan adalah kinerja

yang menujukan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan,tidak

saja yang dapat menimbulkan kepuasaan bagi pasien sesuai dengan

kepuasaan rata rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standar dan

kode etik profesi yang telah ditetapkan sehingga patient safety tidak

terjadi (muninjaya,2010)

e
Salah satu tujuan dari patient safety adalah untuk menurunkan

tingkat KTD dirumah sakit (Gibson 1987) sementara Tujuan

penerapan patient safety meliputi terciptanya budaya patient safety

baik puskesmas maupun di rumah sakit,meningkatnya akuntabilitas

terhadap pasien dan masyarakat,menurunnya kejadian yang tidak

diharapakan (KTD) dirumah sakit,terlaksananya program-program

pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak

diharapkan (Depkes RI,2008)

Berdasarkan laporan insiden keselamatan pasien (IKP) di

Inggris yang dilaporkan pada National Reporting and Learning

System (NRLS) bahwa dalam enam bulan terakhir terlapor 825.416

insiden sedangkan National Patient Safety Agency pada tahun 2017

telah melaporkan angka kejadian IKP di Inggris sebanyak 1.879.822

insiden, dan untuk Indonesia dalam rentang waktu 2006–2017, Komite

Keselamatan Pasien melaporkan 877 insiden (RSUDZA, 2017).

Sedangkan jenis keselamatan pasien di Puskesmas sebanyak 3-16%

masih banyak terjadi Kejadian Tidak Diharapkan dan potensial Cedera.

(Permenkes, 2017). Prevelensi Angka kejadian yang tidak diharapkan

(KTD) dari tahun ke tahun terus meningkat.Tingginya kejadian KTD

berdampak pada bagi pasien dan layanan kesehatan,Angka insiden

keselamatan pasien di Indonesia masih sangat tinggi.Laporan komite

e
keselamatan pasien menyebutkan insiden keselematan pasien pada

bulan September 2016-Desember 2017 terdapat 145 kasus, tahun

2018 sebanyak 174 kasus.Provinsi Banten menempati angka laporan

insiden keselamatan tertinggi yaitu 23.67% diantara 3 provinsi lainnya

yaitu DKI Jakarta 5,15% Lampung 3,9% sedangkan di Provinsi

Sulawesi Selatan sebanyak 1,3% jumlah laporan insiden keselamtan

pasien( Angraini, 2018)

Menurut penelitian dari Arini et al (2019) bahwa penerapan

keselamatan pasien di Pelayanan kesehatan Puskesmas belum

optimal disebabkan oleh beberapa factor diantaranya belum

terbentuknya tim keselamatan pasien dan adapun Tim Keselamatan

Pasien sekedar dokumen demi kepentingan tuntutan Akreditasi. Peran

manajemen kepala puskesmas belum berperan sepenuhnya sebagai

penentu kebijakan.

Bentuk kecelakaan atau kejadian yang dapat mengancam

keselamatan pasien di Puskesmas, berbeda dengan yang bisa terjadi

di rumah sakit ( Chaerunnisa,2017). WHO telah mengklasifikasikan 13

kejadian atau insiden yang dapat mengancam keselamatan pasien,

dan salah satunya adalah karena organisasi (ACSQHC,2011). Hal

tersebut dikarenakan pimpinan organisasi dalam hal ini Kepala

Puskesmas belum mempunyai komitmen penuh terhadap segala

e
usaha untuk meminimalisasikan risiko pasien mengalami insiden atau

kejadian yang dapat mengancam keselamatannya, hal ini fungsi

manajamen kepala Puskesmas belum berjalan dengan optimal mulai

dari perencanaan sampai evaluasi dan pentingnya komunikasi

(Santosa A,2018).

Berdasarkan Depkes dan Permenkes No 1691 Tahun 2011

tentang keselamatan pasien .keselamatan pasien menyebutkan jenis-

jenis keselamatan pasien antara lain 3-16% di Rumah sakit terjadi

antara lain:kejadian tidak di inginkan (KTD),Cahyono menjelaskan

KTD dampak yang dirasakan pasienmenyebabkan ‘’ dis,kejadian

nyaris cedera( KNC) kejadian pontesial cidera (KPC).

Menurut Permenkes No 11 tahun 2017 tentang isu keselamtan

pasien dipuskesmas tidak sedinamis seperti di tingkat Rumah

sakit,padahal jumlah rumah sakit di Indonesia pada tahun 2015

berjumlah 2.490 dan pada tahun 2016 berjumlah 2.623 jumlah rumah

sakit ini tidak sebanding dengan jumlah puskesmas yang ada di

Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 9.754.secara eksplisit aspek

keselamatan pasien terdapat pada permenkes no 75 tahun 2014

tentang puskesmas dan permenkes no 11 tahun 2017 tentang

keselamatan pasien yang kemudian dimasukan kedalam standar

akreditasi puskesmas sebagai bagian dari standar akreditasi fasilitas

e
pelayanan kesehatan tingkat pertama disamping dokter praktik mandiri

dan klinik

. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan

salah satu pengawai Puskesmas pada tanggal 03 Februari 2020

mengatakan bahwa jumlah keseluruhan pegawai di Puskesmas

Somba Opu Kabupaten Gowa sebanyak 107 orang dengan

terakreditasi utama. Keselamatan pasien dibahas dalam rapat

internal bulanan. Namun pembahasan tersebut tidak diangkat di

setiap rapat. Hal tentang keselamatan pasien yang dilaporkan dan

dibahas dalam rapat internal adalah mengenai lingkungan, sarana,

dan pra- sarana yang sekiranya mengganggu keselamatan pasien

dan pengunjung puskesmas lainnya.. Selama ini, tidak ada laporan

mengenai keselamatan pasien yang dilaporkan langsung oleh

pasien itu sendiri ke pihak keselamatan pasien dan masih kurang

SOP tentang keselamatan pasien yang ditandatangani kepala

Puskesmas , tingkat kepatuhan pemakaian APD petugas masih

kurang, dan kurang jujurnya petugas jika terjadi resiko kecelakaan,

hal ini kepala puskesmas dan pihak manajemen mutu berjalan

kalau menjelang Reakreditasi.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas

peneliti merumuskan permasalahan tentang ‘’pengaruh manajemen

e
kepala puskesmas terhadap penerapan patien safety di

Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa’’

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut “Apakah ada pengaruh

manajemen kepala puskesmas terhadap penerapan patien safety di

Puskesmas somba Opu Kabupaten Gowa?”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh manajemen kepala Puskesmas

terhadap penerapan patient safety di Puskesmas Somba Opu

Kabupaten Gowa?

2. Tujuan khusus

a. Untuk menilai manajemen kepala Puskesmas di Puskesmas

Somba Opu Kabupaten Gowa.

b. Untuk menilai Penerapan patient safety di Puskesmas Somba

Opu kabupaten Gowa.

c. Untuk menganalisis manajemen kepala Puskesmas terhadap

penerapan patient safety di Puskesmas Somba Opu Kabupaten

Gowa

e
D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Instansi

Sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen puskesmas dan

staf untuk terus meningkatkan kualitas dalam penerapan patient

safety

2. Bagi peneliti

Merupakan pengalaman yang berharga dan menambah wawasan

tentang manajamen kepala puskesmas dan penerapan patient

safety

3. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi acuan bagi mahasiswa sebagai bahan bacaan dan

motivasi untuk kedepannya bisa melakukan penelitian tentang

patient safety dengan variable yang berbeda.

4. Bagi Responden

Sebagai acuan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan

keselamatan patient.

e
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Manajemen

1. Pengertian Manajemen

Secara etimologi berasal dari bahasa inggris management yang

dikembangkan dari to manage,yang artinya mengatur atau

mengelolah kata manage ini sendiri berasal dari kata Italia

Maneggio yang diadopsi dari bahasa latin managiare yang berasal

dari kata manus yang artinya tangan (Tim dosen administrasi

Pendidikan UPI (2011).

Manajemen menurut swansburg adalah ilmu atau seni tentang

bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan

rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan

sebelumnya ( Swansburg, 1999 dalam Simamora, 2014).

Pengetahuan Manajemen bersifat universal, begitu juga

pengetahuan manajemen keperawatan. menggunakan pokok

pengetahuan sistematis yang meliputi konsep, prinsip, dan teori-

teori yang berlaku untuk semua situasi keperawatan manajemen.

seorang manajer perawat yang telah menerapkan pengetahuan ini

berhasil dalam satu situasi dapat diharapkan untuk melakukannya

dalam situasi yang baru. manajemen keperawatan terjadi pada

e
tingkat unit dan eksekutif. di tingkat eksekutif, sering disebut

administrasi. Namun, teori, prinsip, dan konsep tetap sama ( Sri

Mugiarti, 2016)

Faktor yang harus dimiliki oleh seorang manajer atau pimpinan

menurut Swansburg & Swansburg (1999) dalam Cherry, B ( 2014),

yaitu

a. Kemampuan menerapkan pengetahuan

b. Keterampilan kepemimpinan

c. Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin

d. Kemampuan melaksanakan fungsi manajemen

Menurut Swanburg (2000) dalam Nurslam (2015), keterampilan

manajemen dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkatan yaitu:

a. Keterampilan intelektual, yang meliputi kemampuan atau

penguasaan teori, keterampilan berfikir.

b. Keterampilan teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknik.

c. Keterampilan interpersonal, meliputi kemampuan

kepemimpinan dalam berinteraksi dengan individu atau

kelompok.

Menurut Andrew F.Sikukula dalam Hasibun (2009;6)

mengemukakan bahwa manajemen pada umunya di kaitkan dengan

aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan

e
pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan untuk mengkoordinasikan

sebagai sumberdaya yang di miliki oleh perusahaan sehingga akan di

hasilkan suatu produk atau jasa secara efesiensi

Menurut pandangan George R. Terry (Dalam Nawawi,

1998:39) yang mengatakan bahwa manajemen adalah pencapaian

tujuan (organisasi) yang sudah ditentukan sebelumnya dengan

mempergunakan bantuan orang lain. Pengertian tersebut mengatakan

bahwa untuk mencapai tujuan organisasi, terdapat sejumlah manusia

yang ikut berperan dan harus diperankan.

Manajemen keperawatan dapat di definisikan sebagai suatu

bentuk pengorganisasian,kepemimpinan dan pengawasan untuk

mencapai tujuan.Proses manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu

perencanaan,pengorganisasian,kepersonalan,pengarahan,Kelly dan

Heidental (2004) dalam Marquis dan Huston (2000),

Manajemen merupakan ilmu yang terus berkembang hingga

saat ini. Ilmu ini mengembangkan dasar teori dari berbagai disiplin

ilmu seperti bisnis, psikologi, sosiologi, dan antropologi. Kompleks

dan bervariasinya sifat dari organisasi menyebabkan pandangan

teori menejemen yaitu bagaimana menajemen dapat berhasil dan

apa saja yang harus menjadi perhatian, diperbaiki serta diubah

e
dalam mencapai satu tujuan organisasi (Nursalam, 2015). Ilmu

manajemen dapat memberikan suatu pemahaman kepada kita

tentang pendekatan ataupun tatacara yang penting dalam meneliti,

manganalisis dan bagaimana memecahkan masalah-masalah yang

berkaitan dengan manajer.

2. Manajemen Kepala Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 75 tahun 2014, Organisasi Puskesmas disusun oleh Dinas

Kesehatan kabupaten/Kota. Organisasi pimpinan tertinggi di

Puskesmas adalah Kepala Puskesmas yang bertanggung jawab

atas seluruh kegiatan di Puskesmas.

Kepala Puskesmas adalah seorang pimpinan organisasi atau

manajer top dalam lingkup Puskesmas. Menurut Cherry & Jacob

(2014) bahwa kepemimpinan adalah usaha seseorang untuk

mempengaruhi keyakinan, pendapat, argumen dirinya kepada orang

lain baik individu, kelompok dan masyarakat, yang merupakan

perpaduan antara unsur dalam dirinya, keterampilan memimpin

orang lain, dan keadaan yang dihadapi. dua dimensi Kepemimpinan

sebagai suatu kompetensi yang luas yaitu mengelola diri sendiri dan

mampu mengatasi hubungan dengan yang lain yang keduanya

e
dibutuhkan untuk berlatih dan memimpin secara efektif dan mampu

membawah organisasi lebih baik.

Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang

dilaksanakan secara sistematik untuk menghasilkan iuran

puskesmas secara efektif dan efesien , manajemen puskesmas

tersebut terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian

serta pengawasaan dan pertanggungjwaban , seluruh kegiatan

diatas adalah satu kesatuan yang saling terkait dan

berkesinambungan (Kemenkes RI, 2015).

Tugas Manajemen Kepala Puskesmas adalah adalah

melakukan koordinasi dan integrasi sumber-sumber yang tersedia

melalui Fungsi manajemen Puskesmas perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan sehingga

organisasi dalam melaksanakan pelayanan kesehatan harus secara

efisien dan efektif yang sesuai dengan kebutuhan layanan

kesehatan kepada masyarakat serta memenuhi Kaidah dan Standar

sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang baik dan benar

( Kemenkes, 2014)

3. Fungsi Manajemen Kepala Puskesmas

Sistem organisasi menurut teori Fayol (1925) dalam Huber.D.L,

(2010) yaitu fungsi manajemen adalah planning, Organization,

e
coordinating or directing dan controlling. Sesuai fungsi tersebut,

maka fungsi manajemen yang ada di Puskesmas sebagai berikut :

a. Planning

Pada Puskesmas penyusunan perencanaan dengan

berkoordinasi dengan seluruh pegawai untuk menyusun

rencana kegiatan tahunan yang akan dilaksanakan pada tahun

berjalan. Hal ini Dibuktikan dengan Drap Rencana

Pelaksanaan Kegiatan (RPK) ,Rencana lima tahunan dengan

kerja sama lintas sektor melalui hasil survey mawas diri (SMD),

melalui musyawarah masyarakat desa (MMD) untuk

meningkatkan kualitas pelayanan dan mewujudkan visi dan misi

Puskesmas .Menurut Simamora, (2014) bahwa Visi dan Misi

inilah sebagai acuan dalam suatu organisasi.

b. Organization

Menurut Tando, (2013) struktur organisasi adalah

hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu

organisasi dalam menjalankan kegiatan operasional untuk

mencapai tujuan yang diharapkan dan diinginkan oleh

organisasi. Pola struktur organisasi Puskesmas sesuai aturan

yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

(Permenkes/PMK) Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat

e
Kesehatan Masyarakat dan jenis struktur yang digunakan

adalah struktur matriks. Menurut Marquis .B & Huston.C,

(2013)Struktur matriks adalah sebuah struktur ruang yang

menciptakan garis wewenang ganda dan menggabungkan

departementalisasi fungsional dan produk. Struktur matriks

dapat digunakan pada pelayanan di Rumah Sakit maupun

Puskesmas.

c. Coordinating

Kepala Puskesmas melakukan Pengaturan Staf dan

pembagian tugas para pegawai sesuai dengan perencanaan

tahunan yang telah dibuat .

d. Controling

Kepala Puskesmas dalam Mengevaluasi dan mengontrol

pelaksanaan semua kegiatan pelayanan dilakukan pertemuan

lokmin (Loka karya Mini) tiap akhir bulan dan tiap tri wulan

untuk mengetahui hasil capaian kegiatan sekaligus kendala-

kendala yang dialami serta mencari solusi. Sedangkan indikator

pengawasan kegiatan Puskesmas mengacu pada elemen

penilaian akreditasi puskesmas Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Akreditasi

Puskesmas (Kemenkes RI, 2015)

e
Fungsi manajemen menurut Marquis & Huston ( 2012) dalam

Cherry & Jacob (2014):

1. Perencanaan

Meliputi penentuan tujuan dan sasaran,

pengembangan kebijakan dan prosedur, penentuan alokasi

sumber daya, dan pengembangan metode evaluasi.

2. Pengorganisasian

Mencakup identifikasi struktur manajemen untuk

menyelesaikan pekerjaan, menentukan proses komunikasi,

dan mengkoordinasikan orang, waktu, dan pekerjaan

3. Penempatan staf

Mencakup kegiatan yang diperlukan agar orang yang

memenuhi syarat dapat menyelesaikan pekerjaan, seperti

perekrutan, pelatihan, penjadwalan, dan pengembangan staf

yang berkelanjutan.

4. Mengarahkan

Mengarahkan dan mendorong karyawan untuk

mencapai tujuan dan sasaran, serta melibatkan komunikasi,

pendelegasian, motivasi, dan pengelolaan konflik.

5. Mengendalikan

e
Mengontrol proses termasuk melakukan review

kinerja karyawan, menganalisis aktivitas keuangan, dan

memantau kualitas layanan.

Fungsi Manajemen di kemukan oleh Koontz O’Donnel meliputi

planning,organizing,staffing,directing dan controling

5 Fungsi manajemen yang paling penting menurut Handoko (2000;21)

yang berasal dari klasifikasi paling awal dari fungsi-fungsi manajerial

Henri Fayol

a. Planning atau perencanaan merupakan pemilihan atau penetapan

tujuan-tujuan organisasi dan penetuan strategi kebijakan proyek

program prosedur,metode sistem anggaran dan standar yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan.Fungsi perencanaan untuk

indentifikasi masalah sangat erat kaitanya dengan analisis kebutuhan

(need assessment).Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai

kekurangan yang mendorong masyarakat untuk

mengatasinya,Analisis kebutuhan dapat di artikan sebagai penetuan

besarnya atau luasnya suatu kondisi dalam suatu populasi yang ingin

diperbaiki atau penetuan kekurangan dalam kondisi yang ingin

direalisasikan atau di kerjakan (Azwar,2010)

e
b. Organizing atau pengorganisasian ini meliputi

a. Penentuan sumber daya dan kegiatan-kegiatan mencapai

tujuan organisasi

b. Perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau

kelompok kerja yang akan dapat membawa hal-hal tersebut

kea rah tujuan

c. Penugasan tanggung jawab tertentu

d. Pendelegasian wewenang yang di perlukan kepada individu-

individu untuk melaksanakan tugasnya

c. Staffing atau penyusunan personalia adalah penarikan (recrultmen)

latihan dan pengembangan serta penempatan dan pemberian

orientasi pada karyawan dalam lingkungan kerja yang

menguntungkan dan produktif

d. Leading atau fungsi pengarahan adalah bagaimana membuat atau

mendapatkan para karyawan melakukan apa yang di inginkan dan

harus mereka lakukan

e. Controling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara

dan alat untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksnakan sesuai

dengan yang telah di tetapkan

3. Manajemen Kepala Puskesmas

e
B. Tinjauan Umum Penerapan Patient Safety

1. Defenisi Patient Safety

Keselamatan pasien (patient safety) adalah prinsip dasar

perawatan kesehatan di lembaga kesehatan yang terus

membutuhkan peningkatan kualitas,faktor penting dalam

memastikan keselamtan pasien adalah kualitas keperawatan

(Wijaya et al,2016.

Patient safety merupakan prioritas,isu penting dan global

dalam pelayanan kesehatan (Perry 2009).Patient safety adalah

komponen penting dan vital dalam asuhan keperawatan yang

berkualitas Ballard (2003) dalam Mustikalwati (2011).

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah

sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi

asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya

serta implemenetasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil ataupun

lingkungan sekitar rumah sakit.( Permenkes, 2017)

e
Patient safety merupakan suatu langkah untuk memperbaiki mutu

pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan (Cahyono,2008)

2. Tujuan Patient safety

Tujuan patient safety menurut ( Permenkes RI, 2017) meliputi:

a. Meningkatkan akuntabilitas Puskesmas terhadap pasien dan

masyarakat

b. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD)

c. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak

terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan

3. Permenkes no 11 tahun 2017 Sasaran Keselamatan Pasien

meliputi :

a. Ketetapan identifikasi pasien

b. Peningkatan komunikasi yang efektif

c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi

e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

4. Pengurangan risiko pasien jatuh

Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden

adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang

e
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang

dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak

Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera

dan Kejadian Potensial Cedera.

a. Kejadian tidak diharapkan, selanjutnya disingkat KTD

adalah Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien

b. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah

terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

c. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah

insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul

cedera.

d. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC

adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan

cedera, tetapi belum terjadi insiden.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Patient Safety

Pelaksanaan patient safety sering mengalami kesalahan.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan,patient safety yaitu faktor

organisasi dan manajemen. Faktor-faktor tersebut adalah

menurut Amiruddin D ( 2014) adalah

a. Budaya keselamatan

e
Budaya keselamatan merupakan nilai-nilai individu dan

kelompok, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku

berkomitmen untuk mendukung manajemen dan program

patient safety .

b. Manajer/pemimpin

Manajer/pemimpin memainkan peran penting dalam

mengembangkan program keselamatan pasien. Manajer

memimpin perubahan dan bertanggung jawab untuk

menetapkan arah bagi suatu unit yang dipimpinnya.

Manajer/pemimpin berkomitmen dan memberikan contoh yang

dinyatakan dalm tindakan untuk keberhasilan program

keselamatan pasien.

c. Komunikasi

Menurut Permenkes RI (2011), komunikasi yang efektif masuk

dalam sasaran keselamatan pasien pada sasaran II

peningkatan komunikasi yang efektif yaitu komunikasi efektif,

yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami

oleh pasien akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan

peningkatan keselamatan pasien.

d. Petugas Kesehatan

e
Petugas kesehatan memiliki kemampuan untuk perduli dan

perhatian bagi patient safety. Terkait dengan patient safety

yang paling mudah dilakukan oleh petugas kesehatan adalah

menjaga kebersihan tangan, untuk membatasi penularan

patogen. Kepatuhan menjaga kebersihan tangan merupakan

perubahan perilaku yang mendasar bagi petugas kesehatan

6. Dimensi Penerapan Keselamatan Pasien

Budaya keselamatan pasien dapat dibagi menjadi beberapa

dimensi seperti:

a. Budaya keterbukaan (open culture)

Budaya keterbukaan dalam suatu organisasi merupakan proses

pertukaran informasi antar perawat dan staf. Dimensi ini memiliki

karakteristik bahwa perawat akan merasa nyaman membahas

insiden yang terkait dengan keselamatan pasien serta

mengangkat isu-isu terkait keselamatan pasien bersama dengan

rekan kerjanya, juga supervisor atau pimpinan. Komunikasi terbuka

dapat diwujudkan dalam kegiatan supervisi dan dalam kegiatan

tersebut perawat melakukan komunikasi terbuka tentang risiko

terjadinya insiden dalam konteks keselamatan pasien, membagi

dan bertanya informasi seputar isu-isu keselamatan pasien yang

potensial terjadi dalam setiap kegiatan keperawatan. Keterbukaan

e
juga ditujukan kepada pasien. Pasien diberikan penjelasan akan

tindakan dan juga kejadian yang telah terjadi. Pasien diberikan

informasi tentang kondisi yang akan menyebabkan resiko

terjadinya kesalahan. Perawat memiliki motivasi untuk memberikan

setiap informasi yang berhubungan dengan keselamatan pasien.

b. Budaya pelaporan (reporting culture)

Budaya pelaporan merupakan bagian penting dalam rangka

meningkatkan keselamatan pasien. Perawat akan membuat

pelaporan jika merasa aman. Aman yang dimaksud apabila

membuatlaporan maka tidak akan mendapatkan hukuman.

Perawat yang terlibat merasa bebas untuk menceritakan atau

terbuka terhadap kejadian yang terjadi. Perlakuan yang adil

terhadap perawat, tidak menyalahkan secara individu tetapi

organisasi lebih fokus terhadap sistem yang berjalan akan

meningkatkan budaya pelaporan. Menciptakan program evaluasi

atau sistem pelaporan, adanya upaya dalam peningkatan laporan,

serta adanya mekanisme reward yang jelas terhadap pelaporan

merupakan langkah nyata dalam membangun dimensi budaya ini.

c. Budaya keadilan (just culture)

e
Perawat saling memperlakukan secara adil antarperawat ketika

terjadi insiden, tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu

(blaming), tetapi lebih mempelajari secara sistem yang

mengakibatkan terjadinya kesalahan. Aspek dalam budaya

keadilan yang perlu mendapat perhatian adalah keseimbangan

antara kondisi laten yang mempengaruhi dan dampak hukuman

yang akan diberikan kepada individu yang berbuat kesalahan.

Perawat dan organisasi bertanggung jawab terhadap tindakan

yang diambil. Perawat akan membuat laporan kejadian jika yakin

bahwa laporan tersebut tidak akan mendapatkan hukuman atas

kesalahan yang terjadi. Lingkungan terbuka dan adil akan

membantu untuk membuat pelaporan yang dapat menjadi

pelajaran dalam keselamatan pasien. Budaya tidak menyalahkan

perlu dikembangakan dalam menumbuhkan budaya keselamatan

pasien. Cara organisasi membangun budaya keadilan dengan

memberikan motivasi dan keterbukaannya terhadap perawat untuk

memberikan informasi kejadian yang dapat diterima dan tidak

dapat diterima. Hal ini juga termasuk kerjasama antar perawat

sehingga mengurangi rasa takut untuk melaporkan kejadian

berkaitan dengan keselamatan pasien.

d. Budaya pembelajaran (learning culture)

e
Budaya pembelajaran memiliki pengertian bahwa sebuah

organisasi memiliki sistem umpan balik terhadap kejadian

kesalahan atau insiden dan pelaporannya, serta pelatihan-

pelatihan untuk meningkatkan kualitas perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Setiap lini di dalam

organisasi, baik perawat maupun manajemen menggunakan

insiden yang terjadi sebagai proses belajar. Perawat dan

manajemen berkomitmen untuk mempelajari insiden yang terjadi,

mengambil tindakan atas insiden untuk diterapkan guna mencegah

terulangnya kesalahan.

7. Manfaat Penerapan Budaya Keselamatan Pasien

Manfaat utama dalam penerapan budaya keselamatan pasien

adalah organisasi menyadari apa yang salah dan pembelajaran

terhadap kesalahan tersebut. Fleming (2006) juga mengatakan bahwa

fokus keseluruhan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien

dengan melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam organisasi

akan lebih membangun budaya keselamatan pasien dibandingkan

apabila hanya fokus terhadap programnya saja. Adapun manfaat

dalam penerapan budaya keselamatan pasien secara rinci antara lain

(Panessar,2017):

e
a. Membuat organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan

yang akan terjadi atau jika kesalahan terjadi.

b. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari

kesalahan yang terjadi akan berpotensial menurunnya

kejadian yang sama berulang kembali dan keparahan dari

insiden keselamatan pasien.

c. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk

mencegah error dan melaporkan jika ada kesalahan.

d. Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu

karena kesalahan yang telah diperbuat.

e. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah

mengalami insiden, pada umumnya akan mengalami

perpanjangan hari perawatan dan pengobatan yang diberikan

lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien.

f. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan

penambahan terapi.

g. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi

keluhan pasien.

8. Assesmen Budaya Keselamatan Rumah Sakit

Keselamatan pasien merupakan komponen terpenting dalam

mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai organisasi

e
pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan keselamatan

pasien dengan mengusahakan terwujudnya budaya keselamatan.

Dalam membangun budaya keselamatan, sangat penting bagi rumah

sakit untuk mengukur perkembangan budaya dengan melakukan

pengukuran budaya secara berkala. Pengukuran pertama sangat

penting sebagai data dasar yang akan dipergunakan sebagai acuan

penyusunan program.

Salah satu alat untuk mengukur penerapan budaya

keselamatan pasien adalah dengan instrument kuesioner The Hospital

Survey of Patient Safety Culture (HSOPSC) yang dikembangkan

oleh Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ). Agency

for Health Care Research and Quality merupakan suatu komite untuk

kualitas kesehatan di Amerika yang memimpin lembaga Federal untuk

peneltian tentang kualitas kesehatan, biaya, outcome, dan

keselamatan pasien.

Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital

Survey on Patient Safety Culture),dikeluarkan oleh AHRQ (American

Hoaspital Research and Quality) pada bulan November, 2004,

didesain untuk mengukur opini staf rumah sakit mengenai isue

keselamatan pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Survey ini

terdiri 12 dimensi keselamatan pasien.

e
Dimensi Budaya Keselamatan Pasien dan Definisi

Dimensi Budaya Keselamatan


Definisi
Pasien

1. Komunikasi terbuka Staf bebas berbicara ketika

mereka melihat

sesuatu yang berdampak negatif

bagi pasien

dan bebas menanyakan masalah

tersebut

kepada atasan
2. Komunikasi dan Umpan Balik Staf diberi informasi mengenai

mengenai insiden insiden yang

terjadi, diberi umpan balik

mengenai

implementasi perbaikan, dan

mendiskusikan

cara untuk mencegah kesalahan


3. Frekuensi pelaporan insiden Kesalahan dengan tipe

berikut ini

dilaporkan: (1) kesalahan

diketahui dan

e
Dimensi Budaya Keselamatan
Definisi
Pasien

dikoreksi sebelum mempengaruhi

pasien

(2)kesalahan tanpa potensi

cedera pada

pasien (3)kesalahan yang dapat

mencederai

pasien tetapi tidak terjadi


4. Handoffs dan Transisi Informasi mengenai pasien

yang penting

dapat dikomunikasikan dengan

baik antar

unit dan antar shift.


5. Dukungan managemen untuk Managemen rumah sakit

keselamatan pasien mewujudkan iklim

bekerja yang mengutamakan

keselamatan

pasien dan menunjukkan bahwa

keselamatanpasien merupakan

priotitas utama

e
Dimensi Budaya Keselamatan
Definisi
Pasien

6. Respon nonpunitif (tidak Staf merasa kesalahan dan

menghukum) terhadap pelaporan

kesalahan Insiden tidak dipergunakan untuk

menyalahkan mereka dan tidak

dimasukkan

kedalam penilaian personal


7. Pembelajaran organisasi– Kesalahan dipergunakan untuk

Peningkatan berkelanjutan perubahan kearah positif dan

perubahan dievaluasi

Efektifitasnya
8. Persepsi keselamatan pasien Prosedur dan sistem sudah

secara keseluruhan baik dalam

mencegah kesalahan dan hanya

ada sedikit

masalah keselamatan pasien


9. Staffing Jumlah staf cukup untuk

menyelesaikan

beban kerja dan jumlah jam kerja

sesuai

e
Dimensi Budaya Keselamatan
Definisi
Pasien

untuk memberikan pelayanan

yang terbaik

untuk keselamatan pasien


10. Ekspektasi dan Upaya Atasan Atasan mempertimbangkan

dalam meningkatkan masukan staf

keselamatan pasien Untuk meningkatkan

keselamatan pasien,

memberikan pujian bagi staf

yang

melaksanakan prosedur

keselamatan pasien,

dan tidak terlalu membesar-

besarkan

masalah keselamatan pasien


11. Kerja sama tim antar unit Unit kerja di rumah sakit bekerja

sama dan

berkoordinasi antara satu unit

dengan unit

yang lain untuk memberikan

e
Dimensi Budaya Keselamatan
Definisi
Pasien

pelayanan yangterbaik untuk

pasien
12. Kerja sama dalam tim unit Staf saling mendukung satu sama

Kerja lain, salingmenghormati.

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian

Manejemen Puskesmas adalah suatu rangkaian kegiatan yang

dilaksanakan secara sistematis untuk menghasilkan iuran puskesmas

secara efektif dan efesien,Manajemen puskesmas terdiri dari

perencanaan,pelaksnaan dan pengendalian serta pengawasan dan

pertanggujwaban dan berkesinabungan,Efektif artinya puskesmas

dapat mencapai melalui proses penyelenggaraan yang dilaksnakan

e
dengan baik dan benar serta bermutu,sedangkan Efesien artinya

bagaimana puskesmas memanfaatkan sumberdaya yang tersedia

untuk dapat melaksanakan upaya kesehatan sesuai dengan standar

dengan baik dan benar sehingga dapat meweujudkan target kinerja

yang telah ditetapkan,Salah satu syarat Manajemen Puskesmas

adalah karna adanya akreditas Puskesmas yang direkomendasikan

oleh Komisi Akreditasi Puskesmas,diantara hal yang penting dalam

manajemen puskesmas yaitu karna diterapkannya Keselamatan

Pasien (Patient Safety) disetiap pelayanan sehingga pasien merasa

nyaman dan tentram.Pada penelitian ini berfokus kepada manajemen

Kepala puskesmas terhadap penerapan patient safety di Puskesmas

Somba Opu Kab.Gowa.Berikut ini adalah Kerangka konsep dari

penelitian ini:

Keterangan :

:Variabel independen

:Variabel Dependen

: Penghubung antara variable

B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

e
1. Klasifikasi Variabel Penelitian

Variabel independen : Manajemen Kepala Puskesmas

Variabel dependen : Penerapan Patient Safety

2. Defenisi Operasional

a. Manajemen Kepala Puskesmas

Manajemen Kepala Puskesmas dalam penelitian ini adalah kepala puskesmas

dapat mendorong Pengawaian untuk menerapakan Patient Safety disetiap

pelayanan.

Kriteria Objektif :

Baik : jika responden menjawab dengan total skor > 15

Kurang : jika responden menjawab dengan total skor 15

b. Penerapan Patient Safety

Penerapan patient safety adalh kebiasaan/ tindakan yang dilakukan oleh

petugas di Puskesmas dengan meminilkan tindakan kesalahan demi

keselamatan pasien.

Kriteria Objektif :

Baik : Jika total nilai responden > 27

Kurang :Jika total nilai responden ≤ 27

Penerapan patient safety dalam penelitian ini pengawaian atau perawat

pelaksana pada saat melakukan tindakan disetiap ruangan pasien melakukan

e
kontroling di manajemen kepala puskesmas sesuai dengan tujuan manajemen

puskesmas

Kriteria Objektif :

Setuju : jika total nilai responden >10

Tidak Setuju : jika total nilai responden <10

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh Manajemen kepala

puskesmas terhadap penerapan Patient Safety di Puskesmas Somba Opu Gowa.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik

dengan pendekatan cross sectional studi yang bertujuan untuk melihat

pengaruh manajemen kepala puskesmas terhadap penerapan patient

safety di Puskesmas Somba Opu Kab Gowa.

B. Populasi dan Sampel

1. populasi

Populasi merupakan seluruh subjek yang akan diteliti.Populasi dalam

penelitian ini sebanyak Semua pengawai di Puskesmas Somba Opu

Kab.Gowa

e
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengawai di

Puskesmas Somba Opu Kab.Gowa.Dengan menggunakan teknik Purvosif

sampling yaitu data yang diperoleh dari jumlah pengawai sesuai tujuan

dan kriteria peneliti,berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria insklusi

1) Pegawai Puskesmas

2) Bersedia menjadi responden

3) Berada ditempat penelitian

b.Kriteria Ekslusi

1) Kepala Puskesmas

2) Menolak menjadi responden

3) Tidak berada dilokasi penelitian

C.Pengumpulan Data Dan Analisis Data

1. Instrumen pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan ini untuk mengetahui pengaruh

manajemen kepala puskesmas adalah untuk variable Manajemen

Kepala Puskesmas kuesioner yang terdiri atas 10 pertanyaan dengan

menggunakan skala likert dengan kriteria baik jika skor responden >15,

dan kurang jika skor responden ≤ 15 dan untuk variable penerapan

e
keselamatan pasien (Patient Safety) yang terdiri dari 18 pertanyaan

dengan skala likert, kriteria baik jika skor responden >27 dan kurang jika

skor ≤ 27 .penilaian di lakukan menggunakan skala likert yaitu dengan

rentang nilai 1 sampai 5 dengan skor sebagaimana tertera dalam tabel

dibawa ini:

Tabel 1.Skor instrument penelitian

Jawaban atas Pernyataan Skor


Selalu 3
Sering 2
Kadang-kadang 1
Tidak Pernah 0
Sangat setuju 5

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksnakan di puskesmas Somba Opu Kab.Gowa

3. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksnakan sekitar bulan mei-juni 2020

4. Prosedur pengumpulan Data

a. Data Primer : Diperoleh langsung dari responden melalui

kuesioner

b. Data sekunder : Data yang diambil dari (tempat penelitian)

analisis data dan pengelolahan data

5. Analisis Data

Data Analisis melalui presentase dan perhitungan jumlah dengan

e
cara sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Dilakukan dalam tiap variabel dari hasil penelitian.Analisis ini

menghasilkan frekuensi dan presentase dari setiap variabel yang

diteliti

b. Analisis Bivariat

Dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen dan variabel

dependen dalam bentuk tabulasi silang anatara kedua variabel

tersebut.Menggunakan uji statistic dengan tingkat kemaknaan yang

dipakai adalah α = 0,05 dengan menggunakan rumus chi-square

X2 : Nilai chi-square test

0 : Nilai observasi

E : Nilai yang diharapkan

∑ : Jumlah data

e
Penilaian :

a.
Apabila X2 Hitung > X2 Tabel, maka Ho ditolak atau Ha

diterima, artinya ada pengaruh antara variabel independen

dengan variabel dependen.

b.
Apabila X2 Hitung ≤ X2 Tabel, maka Ho diterima atau Ha

ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen

dengan variabel dependen.

D. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mendapatkan

rekomendasi dari institusinya dengan mengjukan permohonan izin

e
kepada institusi atau lembaga tempat penelitian. Setelah peneliti

mendapat persetujuan, barulah melakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika yang meliputi :

1.
Informed Concent (Lembar Persetujuan)

Informed Concent merupakan lembar persetujuan ini

diberikan kepada responden yang diteliti agar subjek mengerti

maksud dan tujuan dari penelitian. Jika calon responden bersedia

diteliti, maka mereka diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan tersebut. Tapi jika responden tidak bersedia maka

peneliti tidak harus memaksakan kehendak dan tetap

menghormati hak-hak responden.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut di beri

kode.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

e
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaanya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu

yang akan di laporkan kepada pihak yang terkait dengan peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin D. (2014). Standar Akreditasi Puskesmas.Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.
Australian Commission on Safety and Quality in Health Care. (2011). Patient
Safety in Primary Care: Discussion Paper. Sydney: ACSQHC.

Anggraini, A. N., Anwar, C., & Yulitasari, B. I. (2018). Hubungan


Implementasi IPSG ( International Patient Safety Goals ) dengan
Kepuasan Pasien di Puskesmas Kasihan I Bantul Relations the
Implementation of IPSG ( International Patient Safety Goals ) with
Satisfaction Patients at Puskesmas Kasihan I Bantul. 1(1), 28–37.

Arini, D., Yuliastuti, C., Lusia, R., & Ito, J. (2019). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Perawat tentang Identifikasi dalam Patient Safety dengan

e
Pelaksanaannya. STIKES Hang Tuah Surabaya Email :
diyaharini76@yahoo.co.id 14(2), 87–99

Cherry, B., & Jacob, S. R. (2014). Contemporary nursing: issues, trends, &
management. Contemporary Nursing: Issues, Trends, & Management.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Chaerunnisa, N. (2017). Gambaran pengelolaan pelayanan Kesehatan
Kesehatan Berdasarkan fungsi manajemen pada Program Pengendalian
penyakit Menular (P2M) di Puskesmas Tamangapa Makassar. 9, 43-54
Efendi ferry, M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. In Nursalam
(Ed.). jakarta: salemba medika.

Elrifda, S. (2015). Budaya Patient Safety dan Karakteristik Kesalahan


Pelayanan : Implikasi Kebijakan di Salah Satu Rumah Sakit di Kota
Jambi Patient Safety Culture and Healthcare Error Characteristics :
Implication of Policy at A Hospital in, (5), 67–76.

Fatmawati, R. (2014). Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan dalam


Manajemen Konflik, Salemba,Jakarta

Huber.D.L. (2010). Leadership and Nursing Care Management. (Nancy


O’Brien, Ed.) (4th ed.). America: Elsevier.
Kemenkes RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama,
Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Prakter Mandiri Dokter Gigi.
Kemenkes, 33, 3–8. https://doi.org/10.1073/pnas.0703993104
Kemenkes RI.(2015). Pedoman mutu dan keselamatan pasien di Puskesmas.
Jakarta

Kemenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 44 Tahun 2016


Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta, 1–88. Retrieved
from
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PMK_No._44_ttg_Pedoman
_Manajemen_Puskesmas_ (1).pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
2014, 1–24. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Kementrian Kesehatan RI. (2011). Standar Akreditasi. Jakarta: Kemenkes RI.

e
Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2012). Leadership Roles & Management
Functions In Nursing: Theory& Application (7th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Marquis .B & Huston.C. (2013). kepemimipinan & manajemen keperawatan
Teori dan aplikasi. (E. K. Y. & A. O.T, Ed.) (4th ed.). Jakarta: EGC.
Negussie, N., & Demissie, A. (2013). Relationship between leadership styles
of nurse managers and nurses’ job satisfaction in Jimma University
Specialized Hospital. Ethiopian Journal of Health Sciences, 23(1), 49–58.
Nur, H. A., & Santoso, A. (2018). Komunikasi Interprofesional Dalam
Peningkatan Keselamatan Pasien : Systematic Review, 1(1).

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Praktik Keperawatan


Profesional (Edisi 5). Jakarta: Salemba Medika.

Adreoli, A., Fancott, C., Velji, K et al . (2010). Using SBAR to Communicate


Falls risk and manajement in Inter-profesional Rehabilitation Teams.
Journal Healthcare Quarterly. Diunduh dari www.longwoods.com
Alvarado et al.(2006) Transfer of acountaility:Transforming shift handover to
enhance patient safety. Health Care Quarterly. Special Issue(9),75-79
Cahyono, J.B. (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam
Praktik Kedokteran. Yokyakarta: Penerbit Kanisius
Calalang, V.H & Javier.(2010). Standards of effective communication.
http://www.bellaonline.com/articles/art46170.asp diakses 24 September
2017
Cherry, B., & Jacob, S. R. (2014). Contemporary nursing: issues, trends, &
management. Contemporary Nursing: Issues, Trends, & Management.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Davoodvand, S., Abbaszadeh, A., & Ahmadi, F. (2016). Journal of Medical
Ethics and History of Medicine Original Article Patient advocacy from the
clinical nurses â€TM viewpoint : a qualitative study, 1–8.
Dewi, M. (2012). Pengaruh pelatihan Timbang terima Pasien terhadap
Penerapan Keselamatan pasien oleh perawat Pelaksana Di RSUD
Raden Mattaher jambi. Jurnal Health & sport.Vol 5(3): 646-655

e
Green, A. E., Miller, E. A., & Aarons, G. A. (2013). Transformational
leadership moderates the relationship between emotional exhaustion and
turnover intention among community mental health providers.
Community Mental Health Journal, 49(4), 373–379.
https://doi.org/10.1007/s10597-011-9463-0
Huber, D. L. (2010). Leadership and Nursing Care Management. (N. O"Brien,
Ed.), Saunders Elsevier (4th ed.). Lowa: Sauders Elsevier.
https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Joint Commission International. (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit,
Enam Sasaran Keselamatan Pasien. edisi 4
Marjani, F. (2015). Pengaruh Dokumentasi Timbang Terima Pasien dengan
Metode SBAR terhadap Insiden Keselamatan Pasien di Ruang Medikal
Bedah RS. Panti Waluyo Surakarta. Stikes Kusuma Husada Surakarta,
1–63.
Negussie, N., & Demissie, A. (2013). Relationship between leadership styles
of nurse managers and nurses’ job satisfaction in Jimma University
Specialized Hospital. Ethiopian Journal of Health Sciences, 23(1), 49–58.
Nur, H. A., & Santoso, A. (2018). Komunikasi Interprofesional Dalam
Peningkatan Keselamatan Pasien : Systematic Review, 1(1).

Nursalam. (2015). MANAJEMEN KEPERAWATAN Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional (edisi 5). jakarta: salemba medika.
PERMENKES RI NOMOR 1691. (2011). KESELAMATAN PASIEN RUMAH
SAKIT.
Permenkes (2017). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 tahun 2017
tentang keselamatan pasien

Robbins, Stephen P, T. A. J. (2016). Perilaku Organisasi (16th ed.). Jakarta:


PT. Salemba empat.
Simamora, R. . (2014). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sri Mugiarti. (2016). Manajemen Dan Kepemimpinan dalam Praktek
keperawatan. jakarta: KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

e
INDONESIA pusat pendidikan sumber daya manusia badan
pengembagan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan.

LEMBAR KUISIONER
PENGARUH MANAJEMEN KEPALA PUSKESMAS TERHADAP
PENERAPAN PATIENT SAFETY
DI PUSKESMAS SOMBA OPU KABUPATEN GOWA
TAHUN 2020

A.Petunjuk Pengisian

1. Dengan hormat mohon bantuan dan kesediaan bapak/ibu/saudara

untuk mengisi jawaban seluruh pertanyaan yang tersedia

2. Isilah terlebih dahulu biodata anda pada tempat yang telah disediakan

e
3. Bacalah dengan seksama setiap pertanyaan sebelum anda

menjawabnya.

B. Identitas Responden

1. Nama Responden :

2. Usia :

3. Jenis kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Masa kerja :

C.MANAJEMEN KEPALA PUSKESMAS

No Selalu Sering Kadang- Tidak

Pertanyaan kadang Pernah


1. Kepala Puskesmas
Menyusun rencana tiap
tahun untuk keselamatan
pasien
2. Kepala Puskesmas
Membuat Rencana Strategi
(RENSTRA) tiap 5 tahun
untuk program
Keselamatan pasien
3. Kepala Puskesmas
Mengadakan rapat
bersama tim manajemen
mutu tiap awal tahun
membahas program
keselamatan pasien
4. Kepala Puskesmas
mengadakan pertemuan
bersama lintas sector dalam
peningkatan keselamatan
pasien
5. Kepala Puskesmas

e
membuat surat keputusan
struktur organisasi tim
keselamatan pasien
6. Kepala Puskesmas dan
Pihak manajamen mutu
melakukan pengawasan
tiap unit terhadap
keselamatan pasien
7. Kepala puskesmas
melakukan rapat rutin
bersama tim keselamatan
Pasien dan manajemen jika
ada laporan insiden
keselamatan pasien
8. Kepala Puskesmas
memberikan solusi jika ada
temuan kejadian tidak
diharapkan
9. Kepala Puskesmas
melakukan pemantauan
kinerja Tim Keselamatan
pasien
10. Kepala Puskesmas
melakukan evaluasi tiap
rapat rutin tentang
keselamatan pasien

D.PENERAPAN PATIENT SAFETY

N Selal Kadang Tidak


Pernyataan sering
O u -kadang Pernah
1 Kepala Puskesmas
serius
mempertimbangkan
masukkan staf untuk
meningkatkan
Keselamatan pasien.

e
N Selal Kadang Tidak
Pernyataan sering
O u -kadang Pernah
2 Pihak manajemen
Puskesmas selalu
mengabaikan masalah
Keselamatan Pasien
yang terjadi berulang kali
di unit kami.

3 Saya melaporkan
penanggung jawab
unit .Bila terjadi
kesalahan yang
berdampak pada pasien,
4 Saya melaporkan Bila
terjadi kesalahan, tetapi
tidak berpotensi
mencenderai pasien
5 Saya melaporkan Bila
terjadi kesalahan, yang
dapat mencederai
pasien tetapi ternyata
tidak terjadi cedera
6 Di unit kami banyak
masalah keselamatan
pasien
7 Unit kami secara aktif
melakukan kegiatan
untuk meningkatkan
keselamatan pasien
10 Membuat perubahan-
perubahan untuk
meningkatkan
Keselamatan Pasien
8 Perawat di unit kami
bebas berbicara jika
melihat sesuatu yang
dapat berdampak negatif

e
N Selal Kadang Tidak
Pernyataan sering
O u -kadang Pernah
pada pelayanan pasien

A. serin Kada
N Pertanyaan Selalu g ng- Tidak
kadang pernah
9 Di Puskesmas tersedia
kebijakan dan prosedur
yang mengarahkan
pelaksana identifikasi
pasien yang konstisten
pada semua situasi dan
lokasi
10 Pasien di identifikasi
menggunakan 2 identitas
pasien tidak boleh
menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien
11 Pasien di identifikasi
sebelum pemberian
obat,darah tau produk
darah dan tindakan
prosedur
12 Pasien rawat inap
memakai gelang sebagai
identifikasi pasien dengan
mencantumkan nama
lengkap,RM,Dan tanggal
lahir
13 Perawat selalu
melaksanakan pedoman
kebersihan tangan yang
sosialisasikan dan
diterima secara umum (6
langkah cuci tangan
WHO)
14 Sebelum melakukan

e
. prosedur tindakan kepada
pasien sesuai dengan
SOP yang telah
ditentukan puskesmas
15 Perawat mampu
menjelaskan prinsip
pemberian obat,
16 Tersedia bukti bahwa
langkah langkah
diterapkan untuk
mengurangi resiko pasien
cedera akibat jatuh bagi
pasien yang pada hasil
asesemn di anggap
bersiko jatuh
17 Sebelum melakukan
prosedur tindakan kepada
pasien sesuai dengan
SOP yang telah
ditentukan puskesmas
18 Tersedia bukti bahwa
. langka langkah di monitor
hasilnya,baik
kleberhasilan
pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak
dari kejadian yang tidak
diharapkan (KTD)

Anda mungkin juga menyukai