Abstrak
Pengamatan lapangan pada daerah penelitian dijumpai sebaran material longsoran
berwarna abu-abu, abu-abu putih, fragmen angular sub angular kuarsit, skis yang
menyebabkan endapan nikel laterit tidak tersingkap dipermukaan dan termasuk lokasi non-
prospect dari aspek eksplorasi. Hal yang menarik muncul setelah dijumpai spot perbedaan
warna soil berwarna kemerahan, merah tua dan sebarannya relatif kecil. Hasil pemboran
uji diketahui bahwa di bawah material longsoran terdapat jejak endapan nikel laterit.
Tulisan ini menambah pustaka tentang karakteristik endapan nikel laterit di Sulawesi
Tenggara dan ada perbedaan genetik laterisasi. Penerapan metode XRF, petrografi,
sayatan poles pada random kontinuitas sampel soil, batuan ultramafik diharapkan dapat
merekontruksi hubungan material longsoran, pelapukan batuan ultramafik dan laterisasi.
Hasil penelitian menunjukkan intensitas laterisasi dan ketebalan lapisan limonit, saprolit
dipengaruhi oleh material longsoran.
Kata Kunci: material longsoran, pelapukan batuan ultramafik, laterisasi
PENDAHULUAN
Batuan ultramafik yang dipengaruhi oleh faktor geologi, geokimia, iklim tropis-sub tropis dan air, akan
membentuk endapan nikel laterit. Sebagai bedrock, kondisi batuan ultramafik harus memenuhi syarat komposisi
dan intensitas fracture (Burger, 1996). Faktor ini menyebabkan endapan nikel laterit dijumpai pada geologi
regional tertentu, terutama erat kaitannya dengan keterdapatan batuan ultramafik.
Wilayah Negara Kepulauan Republik Indonesia, sebaran batuan ultramafik juga terbatas dan dijumpai di Pulau
Kalimantan, Maluku, Papua dan Sulawesi. Endapan nikel laterit di Provinsi Sulawesi Selatan, dijumpai pada
daerah Sorowako, kabupaten Luwu Timur dan Daerah Palakka kabupaten Barru. Selain itu, endapan nikel
laterit juga dijumpai di daerah Sulawesi Tengah yaitu Morowali, Bungku (Kabupaten Morowali), Luwuk
(Kabupaten Luwuk Banggai) dan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Endapan nikel laterit yang dijumpai di Provinsi Sulawesi Tenggara, umumnya tersingkap di Kabupaten Konawe
Utara, Konawe Selatan, Bombanna dan Pomalaa. Hasil pengamatan lapangan pada daerah penelitian dan
dipadukan dengan Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi (Simanjuntak, 1993), menunjukkan bahwa di Daerah
Palangga Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara disusun oleh Formasi Meluhu (RJm) yang
terdiri dari batupasir, kuasir, serpih hitam, serpih merah, batusabak, batugamping dan lanau. Sebaran Formasi
Meluhu menghampar cukup luas pada topografi pedataran dan dijumpai material erosi. Kondisi fisik sebaran
formasi ini, menyebabkan daerah penelitian termasuk lokasi non-prospect untuk dilakukan eksplorasi endapan
nikel laterit.
Sebaran material erosi relatif luas dengan warna abu-abu terang, abu-abu kehitaman kemerahan dan beberapa
titik pengamatan dijumpai spot material lempung berwarna merah, merah tua, keras menggumpal. Pada titik
pengamatan ini dilakukan pemboran untuk mengetahui perbedaan warna yang ditimbulkan oleh material
lempung dan hasilnya menunjukkan perubahan warna coklat kemerahan, coklat muda, coklat abu-abu, semakin
berubah ke arah kedalaman hingga 8 meter hingga dijumpai pelapukan batuan ultramafik. Hasil pemboran ini,
menguatkan dugaan bahwa di bawah material erosi terdapat pelapukan batuan ultramafik dan pada prosesnya
dapat membentuk endapan nikel laterit.
Menurut Trescases (1973), intensitas erosi umumnya terjadi pada Mio-Pliosen dimana pelapukan menyebabkan
topografi pada saat itu cenderung berbeda membentuk endapan lereng, punggungan bukit atau rawa pada
pedataran. Meskipun endapan material relatif tebal, namun hasil analisis laboratorium pada sampel batuan
ultramafik menunjukkan range nilai kadar nikel relatif tinggi antara 0,3% sampai 2,2%. Jangkauan kadar nikel
yang terletak antara 0,4% sampai 0,7 % menunjukkan bahwa proses pelapukan terjadi pada batuan ultramafik
(Tonggiroh, 2009).
Secara vertikal, endapan nikel laterit terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan atas (limonit), lapisan tengah
(saprolit) dan batuan dasar (ultramafik) (Bold, 1976). Lapisan limonit dicirikan oleh soil laterit berwarna coklat,
coklat tua, coklat kemerahan dan mengandung oksida besi. Lapisan saprolit dicirikan oleh soli berwarna abu-
abu, abu-abu kehijauan dan mengandung fragmen batuan ultramafik. Batuan ultramafik berwarna hijau, hijau
tua, mengandung mineral olivin, piroksen dan ada yang mengalami serpentinisasi. Menurut Golightly (1978),
model laterisasi endapan nikel laterit di Sorowako Sulawesi Selatan terdiri dari empat lapisan, yaitu : limonit,
medium grade limonit, saprolit dan batuan ultramafik (bedrock). Penerapan geokimia pada model yang
dikemukakan oleh Golighly (1978) merupakan acuan penelitian geologi yang diketahui dari kenampakan
lapangan pada endapan nikel laterit di Daerah Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Endapan nikel laterit di Daerah Konawe Selatan menunjukkan profil permukaannya yang ditutupi oleh material
erosi dan menimbulkan kesulitan dalam eksplorasi endapan nikel laterit. Eksplorasi endapan nikel laterit diduga
berkaitan dengan pelapukan batuan ultramafik dalam pembentukan endapan nikel laterit dan keberadaan
material erosi yang tersebar diatas permukaan. Kajian profil pelapukan serpentin merupakan indikasi proses
laterisasi yang terjadi pada batuan ultramafik dan dilakukan melalui analisis petrografi dan sayatan poles.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Daerah Palangga Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara, dan
dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian termasuk Ofiolit Sulawesi Timur.
Metode Penelitian
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan meliputi pengambilan sampel dari permukaan material erosi sampai dengan batuan
ultramafik. Hasil pengambilan sampel selanjutnya dideskripsikan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik.
Penelitian Laboratorium
Penelitian laboratorium menggunakan mikroskop bijih dan petrografi.
TINJAUAN PUSTAKA
Geologi Regional
Sukamto (1981) membagi Pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya ke dalam tiga mandala geologi
berdasarkan asosiasi litologi dan struktur regional. Ketiga mandala tersebut adalah Mandala Geologi Sulawesi
Barat, Mandala Geologi Sulawesi Timur, dan Mandala Geologi Banggai Sula. Berdasarkan pembagian tersebut
maka daerah penelitian termasuk dalam Mandala Sulawesi Timur.
Batuan tertua pada Mandala Geologi Sulawesi Timur adalah batuan ultramafik yang merupakan batuan alas,
terdiri dari harzburgit, serpentinit, dunit, wherlit, gabro, diorit, basal, mafik malihan dan magnetit, diduga
berumur Kapur (Simanjuntak,1994).
Pelapukan Batuan
Esensi pelapukan pada iklim tropis – sub tropis dalam pembentukan endapan laterit adalah homogenitas batuan
ultramafik. Hal ini mempengaruhi geokimia pelapukan dalam fluktuasi unsur pada topografi lembah,
kemiringan lereng dan batas infiltrasi air. Geokimia pelapukan dicirikan oleh kehadiran fragmen besi yang
berasosiasi dengan endapan lempung (Gonord & Trescases, 1970 dalam Trescases, 1973). Fluktuasi unsur dari
pelapukan batuan ultramafik juga mengikuti perubahan air meteorik mengisi celah rekahan dimana silika dan
magnesia larut. Ini menyebabkan perubahan topografi.
Beberapa analisis dilakukan untuk mengetahui proses pelapukan batuan ultramafik dan hubungannya dengan
material erosi.
Satuan bentang alam pedataran denudasional menempati bagian tengah dan bagian barat dari daerah penelitian,
dengan beda tinggi < 5 meter dan kemiringan lereng 0 - 2 %.
Proses genetik yang berkembang yaitu denudasional dengan tingkat pelapukan sedang sampai tinggi baik yang
membentuk lapisan soil di permukaan berupa residual soil. Kondisi pedataran, telah mengalami proses
pengelupasan yang disebabkan oleh proses erosi dan pelapukan.
Berdasarkan data pemboran maka analisis sebaran batuan ultramafik dilakukan secara vertikal meliputi bagian
atas permukaan material erosi dan bagian bawah batuan ultramafik. Batuan ultramafik menempati 5% daerah
penelitian dengan kenampakan lapangan; warna segar abu-abu putih, hijau muda, warna lapuk hijau kecoklatan,
coklat muda. (Gambar 4a). Kenampakan petrografis pada sayatan tipis, komposisi mineral olivin 21%,
klinopiroksen 6%, ortopiroksen 3%, mineral opak (kromit, magnetit, hematit) 15%, serpentin 42%, kalsit 8%,
mineral lempung 5%, kalsit 8%, nama batuan Peridotit serpentinit (Streckeisen, 1974). Kenampakan
mikroskopis pada mineral olivin, piroksen sebagian telah mengalami perubahan membentuk serpentin dan
mengisi retakan yang berasosiasi dengan mineral opak. (Gambar 4b).
Pelapukan
Orientasi pelapukan terjadi pada permukaan dan zona rekahan batuan harzburgit, terdapat variasi sebaran urat
kuarsa tidak beraturan, tebal 1 – 2 mm. Rekahan terisi oleh mineral serpentin (tebal rata-rata 1 cm) dengan arah
umum timur laut. Struktur sheared yang berkembang dalam fractures batuan harzburgit. Tipe sheared dijumpai
pada zona-zona sesar lokal, memperlihatkan zona slip-fibre serpentinit. Karakteristik slip-fibre serpentinit
umumnya memperlihatkan permukaan yang tipis dan berwarna kuning kehijauan sampai abu-abu kehijauan
sampai hijau pucat atau kuning kehijauan (Gambar 5).
Analisis sayatan poles pada contoh no. 1 batuan ultramafik, dijumpai kromit (Fe,Mg)(Cr,Al,Fe,)2O4, (warna
krem pucat, relief tinggi); magnetit (Fe3O4), warna abu-abu kecoklatan, isotropik, kristalin kubik, granular dan
serpentin (Mg,Fe)3Si2O5(OH)4 (kuning pucat, vibrous). Mineral kromit (subhedral) tumbuh pada pelapukan
serpentin, mineral magnetit sebagian telah mengalami hematitisasi peripheral yang disertai munculnya retakan.
Hematisasi yang terjadi pada sisi luar magnetit menunjukkan tahapan awal oksidasi dimana rekristalisasi yang
dipengaruhi Fe 2+ menjadi Fe 3+. Tekstur mesh dan bentuk kromit menunjukkan tahapan pelapukan olivin
berjalan lambat sampai sedang. Tahapan pelapukan juga ditunjukkan pada tekstur island dari magnetit, terjadi
fase oksidasi atau stabilisasi magnetit dengan pelepasan MgO dan SiO2 (O’Hanley et al, 1992) (Gambar 6).
A B C D E F G H I J K L M N O
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 Chromite 6
7 7
8 8
9 Magnetite 9
10 10
XPL 0,25 mm
Analisis sayatan poles pada contoh no.2 batuan ultramafik, terdapat mineral kromit, magnetit dan serpentin.
Bentuk anhedral dan sub hedral pada mineral kromit menunjukkan pelapukan meningkat dan mengalami
gangguan yang menyebabkan orientasi mineral dalam perangkap struktur. Kenampakan mikroskopis pada
mineral kromit dan magnetit dalam bentuk fragmen-fragmen anhedral menunjukkan intensitas pelapukan
meningkat. Selain itu, tidak adanya perangkap struktur mesh menunjukkan pula bahwa terurainya mineral
olivin dan serpentin terjadi secara menyeluruh (Gambar 7).
Kenampakan mikroskopis pada mineral kromit dan magnetit dalam bentuk fragmen-fragmen anhedral
menunjukkan intensitas pelapukan meningkat. Selain itu, tidak adanya perangkap struktur mesh menunjukkan
pula bahwa terurainya mineral olivin dan serpentin terjadi secara menyeluruh.
.
A B C D E F G H I J K L M N O
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
6 6
Chromite
7 7
8 Magnetite 8
9 9
10 10
XPL 0,25 mm
Gambar 7. Fotomikrograf Sayatan Poles menunjukkan Tahapan
Pelapukan dalam Perangkap Struktur Mineral Olivin
SIMPULAN
1. Pembentukan endapan nikel laterit diawali dengan proses pelapukan pada batuan peridotit serpentinit dan
perubahan bentuk mineral kromit, magnetit pada tektur mesh.
2. Perkembangan pembentukan endapan nikel laterit meningkat yang ditandai oleh terbentuknya lapisan
limonit, lapisan saprolit dan kemudian terhenti oleh material erosi.
DAFTAR PUSTAKA