1. PENDAHULUAN
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, salah satu hal yang dilakukan oleh
penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah pengelolaan keuangan Daerah (UU No.23
Tahun 2014). Dalam hal ini, salah satu kewajiban pemerintah daerah yaitu mengatur,
mengelola, dan memaksimalkan kinerja keuangan daerah. Menurut Halim (2004), kinerja
keuangan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat
Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Bengkulu: Pendekatan Derajat Desentralisasi
Fiskal 137
Pasaribu, dkk
kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah tersebut. Semakin baik kinerja
keuangan suatu daerah, maka menunjukkan semakin tinggi tingkat kemandirian suatu
daerah dalam memenuhi semua kebutuhannya.
Adapun salah satu alat ukur yang biasa digunakan untuk melihat kinerja keuangan
adalah rasio desentralisasi fiskal. Pada derajat desentralisasi fiskal terdapat dua variabel
yang dibandingkan yaitu pendapatan asli daerah dan total penerimaan daerah. Besar
kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) akan menentukan seberapa besar kontribusi PAD
terhadap penerimaan total daerah. Selain itu, berdasarkan PAD yang diperoleh, dapat juga
diketahui tingkat efektivitas kinerja keuangan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa
PAD memiliki peranan penting dalam menentukan tingkat kinerja keuangan daerah dalam
membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah. Jika PAD meningkat, maka
kinerja keuangan juga akan meningkat dan sebaliknya jika PAD yang dimiliki kecil, maka
kinerja keuangan daerah juga akan terhambat (Adi, 2012).
Sumber: Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi Bengkulu (BPS Provinsi Bengkulu, data diolah)
Gambar 1.
PAD dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Bengkulu Tahun 2000-2017
Menurut Adi (2012), adanya alokasi transfer DAU yang diberikan pemerintah pusat
ke pemerintah daerah dalam perkembangannya tingkat kemandirian daerah justru tidak
mengalami perbaikan, bahkan cenderung mengalami penurunan. Begitu pun dengan
kemampuan pemerintah Kota Bengkulu dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, perlu
memperhatikan variabel yang membentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari
pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain pendapatan daerah yang sah dan hasil pengelolan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Jika sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa
ditingkatkan, maka kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan pun akan semakin
meningkat. Jika pendapatan asli daerah meningkat maka dana yang dimiliki oleh
pemerintah daerah akan lebih banyak dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula.
Menurut Sidik (2002), daerah yang memiliki pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang positif mempunyai kemungkinan memperbaiki kondisi perekonomian menjadi lebih
baik. Akan tetapi yang menjadi permasalahannya adalah belum diketahuinya sumber-
sumber PAD yang potensial, sehingga belum bisa menentukan skala prioritas dalam
pembuatan kebijakan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu,
berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, peneliti bermaksud melakukan analisis
mengenai Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Bengkulu apakah sudah baik atau belum
juga bagaimana pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dan PDRB Perkapita terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota
Bengkulu.
Whittaker (1995) dalam Government Performance and Result Act, A Mandate for
Strategic Planning and Performance Measurement menyatakan bahwa pengukuran atau
penilaian kinerja keuangan adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah
tingkat pencapaian hasil kerja bidang keuangan daerah yang mencakup penerimaan dan
belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu
kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran (Holtz dkk,
1994).
Analisis kinerja keuangan dilakukan pada dasarnya untuk menilai kinerja di masa lalu
dengan melakukan beberapa analisa sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili
realitas entitas dan potensi kinerja yang akan terus berkelanjutan. Salah satu alat yang
digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah
adalah analisis rasio keuangan. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja
keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu rasio derajat desentralisasi, rasio
ketergantungan keuangan daerah, rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas dan efisiensi,
derajat kontribusi BUMD, debt service coverage ratio, rasio utang terhadap pendapatan
daerah, rasio tingkat pembiayaan SiLPA.
lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Menurut Mahmudi (2010) , rasio ini dirumuskan sebagai
berikut:
Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah telah
dilakukan oleh Wenny (2012) yang meneliti pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan
pada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa PAD secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan,
artinya keseluruhan dari komponen PAD sangat mempengaruhi kinerja keuangan pada
pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan sesuai dengan prinsip-prinsip
otonomi daerah, sedangkan secara parsial hanya lain-lain PAD yang sah yang secara
dominan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pada pemerintah kabupaten dan kota di
Provinsi Sumatera Selatan, sedangkan pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil perusahaan
dan kekayaan daerah tidak dominan mempengaruhi kinerja keuangan pada pemerintah
kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Indriani dan Sastradipraja (2014) yang
menyebutkan bahwa PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan Pemerintah
Daerah Cirebon Tahun 2008-2012. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muhayanah
(2016), PAD berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah yang artinya
dengan adanya peningkatan PAD dapat meningkatkan Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah di Provinsi Jawa Tengah.
Selain itu, penelitian serupa juga dilakukan oleh Mukarramah (2017) yang meneliti
tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap kemandirian keuangan daerah
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2014. Penelitian ini hasilnya adalah bahwa secara
Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Bengkulu: Pendekatan Derajat Desentralisasi
Fiskal 141
Pasaribu, dkk
simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah di lima Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat, sedangkan secara parsial
pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah di lima
kabupaten kota Provinsi Jawa Barat dan retribusi daerah tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemandirian keuangan daerah di lima Kabupaten Kota Provinsi Jawa Barat.
Alfarisi (2015) juga melakukan penelitian tentang pengaruh pajak daerah, retribusi
daerah dan dana perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Provinsi
Sumatera Barat. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa pajak daerah berpengaruh
signifikan dan positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Retribusi daerah
berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu,
penelitian sejenis juga dilakukan oleh Nggilu dkk (2016) yang meneliti tentang pengaruh
pajak daerah dan retribusi daerah terhadap kemandirian keuangan daerah pada pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara
parsial variabel pajak daerah berpengaruh secara signifikan positif terhadap kemandirian
keuangan daerah dengan nilai signifikansi 0,000 dan untuk variabel retribusi daerah juga
berpengaruh secara signifikan positif terhadap kemandirian keuangan daerah dengan nilai
signifikansi 0,006. Kemudian secara simultan variabel pajak daerah dan retribusi daerah
berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan daerah. Dimana variabel pajak daerah
dan retribusi daerah hanya mempunyai kontribusi sebesar 76% terhadap variabel
kemandirian keuangan daerah, sedangkan sisanya sebesar 34% disumbangkan oleh variabel
lain yang tidak diamati dalam penelitian.
(Pranomo, 2014). Sementara Rukmana (2013) meneliti tentang pengaruh pajak daerah,
retribusi daerah, dan dana perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau. Variabel penelitian tersebut adalah pajak dan retribusi daerah serta dana
perimbangan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa secara parsial, pajak dan retribusi
daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, berbeda dengan dana
perimbangan yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
Hipotesis
Terkait dengan kinerja keuangan, penelitian ini memiliki beberapa hipotesis yaitu;
pertama Kinerja Keuangan Pemerintah Kota bengkulu masih belum baik, dan hipotesis
kedua adalah bahwa pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan PDRB Per Kapita berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Kota Bengkulu.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik. Data-data yang dikumpulkan tersebut adalah data pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan PDRB Per
Kapita. Data yang digunakan adalah data tahunan yang berada pada periode pengamatan
pada tahun 2000-2018. Untuk menentukan tingkat kinerja keuangan Pemerintah Kota
Bengkulu, dapat diketahui dengan rumus rasio desentralisasi fiskal sebagai berikut:
Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Bengkulu: Pendekatan Derajat Desentralisasi
Fiskal 143
Pasaribu, dkk
𝑃𝐴𝐷𝑡
DDF = 𝑇𝑃𝐷𝑡 𝑥 100% ………………………………………………..………. (1)
Dimana:
DDF adalah derajat desentralisasi fiskal
PADt adalah Total PAD tahun t
TPDt adalah Total penerimaan daerah tahun t
Adapun sebagai skala untuk melihat kemampuan keuangan derah dapat
menggunakan Tabel 1 berikut.
Tabel 1.
Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal
Persentase Kemampuan Keuangan Daerah
0,00 – 10,00 Sangat Kurang
10,01 – 20,00 Kurang
20,01 – 30,00 Cukup
30,01 – 40,00 Sedang
40,00 – 50,00 Baik
>50,01 Sangat Baik
Setelah diketahui skala interval derajat desentralisasi fiskal Kota Bengkulu, maka
selanjutnya dilakukan pengujian seberapa besar pengaruh masing-masing variabel
pendapatan Kota Bengkulu dengan menggunakan alat analisis yaitu regresi berganda
(multiple regression). Menurut Gujarati (2003) bahwa analisis regresi pada dasarnya
adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel
independen dengan tujuan mengestimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai
rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui. Hasil
analisis adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini
diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan.
Untuk mendapatkan model yang valid maka dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.
Regresi berganda yang dipakai untuk memenuhi tujuan penelitian dijabarkan di bawah ini
dalam bentuk persamaan. Adapun persamaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
Yt = α + β1PD + β2 RD + β3 HPKD + β4 PDRBPerkap.+ e ……… (2)
Dimana :
α adalah konstanta,
β1, β2, β3 dan β4adalah koefisien regresi PD, RD dan HPKDP dan PDRB Per Kapita
PD adalah jumlah pajak daerah
RD adalah retribusi daerah
HPKDP adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
PDRBPerkap adalah PDRB Per Kapita
e adalah error term.
Tabel 2
Perhitungan Perhitungan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Kota Bengkulu
Tahun DDF (%) Kemampuan Keuangan
2000 5,67 Sangat kurang
2001 5,21 Sangat kurang
2002 4,29 Sangat kurang
2003 4,40 Sangat kurang
2004 7,08 Sangat kurang
2005 6,50 Sangat kurang
2006 4,83 Sangat kurang
2007 4,42 Sangat kurang
2008 5,42 Sangat kurang
2009 5,66 Sangat kurang
2010 4,98 Sangat kurang
2011 6,43 Sangat kurang
2012 6,15 Sangat kurang
2013 7,05 Sangat kurang
2014 8,72 Sangat kurang
2015 10,22 Kurang
2016 9,78 Sangat kurang
2017 14,87 Kurang
Sumber: Data sekunder (diolah)
Tabel 3
Hasil Estimasi Model
Variabel Koefisien Std. Error t-Statistik Probabilitas
Konstanta 5.448472 0.431923 12.61446 0.0000
PD 2.60E-10 3.15E-11 8.239781 0.0000
RD -1.38E-10 5.62E-11 -2.457718 0.0276
HPKD -3.08E-10 4.32E-10 -0.712096 0.4881
PDRBPerkap. -1.49E-07 4.92E-08 -3.029423 0.0090
2
R = 0.956891 F = 77.68968
Adjusted R2 = 0.944574 α = 0,05
N= 19
Sumber : Hasil penelitian, data diolah
Hasil ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil
hasil peneglolaan kekayaan daerah dan PDRB Per Kapita berpengaruh terhadap kinerja
keuangan Kota Bengkulu sebesar 95.68 persen, sedangkan 4,32 persen dipengaruhi oleh
variabel di luar model.
Model ini telah lulus semua uji asumsi klasik, sehingga model tersebut layak untuk
dianalisis. Berikut penjelasan variabel-variabel tersebut:
Berdasarkan uji t, diperoleh nilai t-Statistik sebesar 8.239781 (bernilai positif) dengan
probabilitas sebesar 0.0000 dengan koefisien sebesar 2.6. Hal ini menunjukkan bahwa
secara parsial pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan
Kota Bengkulu. Ketika pajak daerah mengalami peningkatan sebesar 1 juta, maka kinerja
keuangan akan mengalami peningkatan sebesar 0.26 persen.
Hasil ini sesuai dengan hipotesis bahwa terdapat pengaruh secara signifikan pajak
daerah terhadap kinerja keuangan Kota Bengkulu. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya
pajak daerah sangat berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah. Hal ini tentunya
menjadi bahan evaluasi dan sekaligus tantangan tersendiri bagi pemerintah Kota Bengkulu
supaya terus meningkatkan pajak daerah sehingga kinerja keuangan atau kemandirian Kota
Bengkulu juga semakin meningkat. Apalagi jika kita melihat hasil analisis kinerja
keuangan Kota Bengkulu dengan menggunakan pendekatan derajat desentralisasi fiskal
yang hasilnya cenderung kurang memuaskan. Jika ingin meningkatkan kinerja keuangan
daerah, Pemerintah Kota Bengkulu harus mampu mengoptimalkan pungutan pajak daerah
yang tentunya disesuaikan dengan permasalahan pajak di Kota Bengkulu.
Meskipun pajak daerah Kota Bengkulu sudah mengalami peningkatan yang cukup
besar yaitu mencapai pertumbuhan rata-rata sebesar 28,6 persen per tahun, tetapi tetap
perlu dioptimalkan guna meningkatkan kinerja keuangan pemerintah Kota Bengkulu
sehingga tidak terlalu mengandalkan pemrintah pusat. Adapun pajak daerah Kota Bengkulu
yang harus dioptimalkann antara lain; pajak parkir, pajak reklame, pajak hotel, pajak
restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian
Golongan C, pajak air bawah tanah dan pajak lainnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfarisi H
(2015), Nggilu, dkk. (2016), dan Mukarramah (2017) yang menemukan hasil bahwa secara
parsial variabel Pajak Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah. Selain itu, Saputra dan Fachruzzaman (2016) melakukan penelitian
dengan sampel yang lebih luas lagi yaitu Indonesia. Pada penelitian ini, pajak daerah dan
retribusi daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah yang baik.
Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan Tumangger (2014) dan Juwita (2016)
yang juga menemukan bahwa secara parsial, pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah.
Berdasarkan uji t, diperoleh nilai t-Statistik sebesar -2.45 (bernilai negatif) dengan
probabilitas sebesar 0.0276 dan dengan koefisien sebesar -1.38. Hal ini menunjukkan
bahwa secara parsial retribusi daerah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja
keuangan pemerintah Kota Bengkulu pada ɑ = 0,05. Ketika retribusi daerah mengalami
peningkatan sebesar 1 juta, maka kinerja keuangan akan mengalami penurunan sebesar
0.138 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis bahwa terdapat pengaruh secara signifikan
terhadap kinerja keuangan pemerintah Kota Bengkulu.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Juwita (2016),
Mukarramah (2017), Alfarisi H (2015), Saputra dan Fachruzaman (2016), dan Nggilu dkk
(2016) yang juga menemukan bahwa secara parsial retribusi daerah berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya retribusi
daerah yang mampu diperoleh oleh suatu daerah akan berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah tersebut.
Berdasarkan uji t, diperoleh nilai t-Statistik sebesar -0.7120 (bernilai negatif) dengan
probabilitas sebesar 0.4881 dan dengan koefisien sebesar -3.08 Hal ini menunjukkan bahwa
secara parsial retribusi daerah berpengaruh negative namun tidak signifikan terhadap
kinerja keuangan pemerintah Kota Bengkulu pada ɑ = 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah pendapatan yang
berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, yang terdiri dari bagian laba Perusahaan Daerah Air Minum, bagian laba
lembaga keuangan bank, bagian laba lembaga keuangan non bank, bagian laba perusahaan
milik daerah lainnya, dan bagian laba atas penyertaan modal/ investasi kepada pihak ketiga.
UU Nomor 5 Tahun 1962 menyatakan bahwa pada dasarnya suatu perusahaan daerah
adalah perusahaan yang modalnya untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Apabila perusahaan daerah telah didirikan berdasarkan undang-undang ini, maka
modal perusahaan terdiri untuk seluruhnya atau untuk sebagian atas kekayaan yang
dipisahkan dari anggaran belanja daerah tetap masuk neraca kekayaan daerah. Dengan
demikian besar kecilnya hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang
diperoleh tidak berdampak pada peningkatan/penurunan kemampuan kinerja keuangan
Pemerintah Kota Bengkulu. Hal ini disebabkan karena hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan senantiasa mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan
dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 68,6 persen. Hasil pengelolaan kekayaan
daerah tertinggi terdapat pada tahun 2017 yaitu sebesar Rp 3.900.000.000, sementara
pendapatan terendah terdapat pada tahun 2000 yaitu sebesar Rp 115.685.000. Perbedaan
besaran pendapatan yang diterima setiap tahunnya disebabkan karena laba setiap
perusahaan setiap tahunnya senantiasa mengalami perubahan.
Selain itu, jika dibandingkan dengan sumber-sumber PAD yang lain, maka hasil
kekayaan daerah yang dipisahkan memiliki kontribusi yang relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan sumber PAD lainnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan milik
daerah Kota Bengkulu jumlahnya masih relatif sedikit. Ketidakpastian, ketidakstabilan, dan
rendahnya hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan setiap tahunnya tidak terlalu
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PAD. Hal ini berdampak juga terhadap
rendahnya pengaruh hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terhadap kinerja
keuangan.
Berdasarkan uji t, diperoleh nilai t-Statistik sebesar -3.0294 (bernilai negatif) dengan
probabilitas sebesar 0.0090 dan dengan koefisien sebesar -1.49. Secara parsial PDRB Per
Kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kota
Bengkulu pada ɑ = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ketika PDRB Perkapita meningkat
sebesar 1 juta, maka kinerja keuangan akan mengalami penurunan sebesar 0.149 persen.
Semakin tinggi PDRB Per Kapita maka akan semakin rendah tingkat kemandirian atau
Keuangan Kota Bengkulu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurang produktivitas
sumber daya manusia, sehingga meningkatkan beban pada keuangan pemerintah dalam
penyediaan anggaran peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syauqi, Siregar
dan Syaukat (2017), yang juga menemukan hasil bahwa PDRB Per kapita berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kinerja keuangan Kota Bogor. Dalam penelitian ini
disebutkan bahwa faktor yang menyebabkan penurunan kinerja keuangan adalah sektor
andalan di Kota Bogor yang masih didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan motor, industri pengolahan, transportasi dan pergudangan. Padahal,
sektor-sektor tersebut tidak termasuk ke dalam jenis pajak daerah yang berhak dipungut
berdasarkan perundang-undangan.
5. KESIMPULAN
1. Penelitian ini hanya terbatas pada kinerja keuangan Pemerintah Kota Bengkulu
dengan jangka waktu relatif pendek. Harapannya peneliti selanjutnya bisa mengkaji
seluruh kinerja keuangan pemerintah daerah dengan cakupan yang lebih luar dan
menambah jangka waktu analisis.
2. Penelitian ini juga hanya memasukkan variabel pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan PDRB Per Kapita. Pada
penelitian berikutnya, peneliti bisa memasukkan variabel pendapatan lain di luar
Pendapatan Asli Daerah (PAD), seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) ataupun belanja modal jika ingin mendapatkan gambaran
lebih lengkap mengenai pengaruh pendapatan terhadap kinerja keuangan.
Berdasarkan penelitian tersebut, ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan,
antara lain:
1. Dalam upaya meningkatkan kinerja keuangan Pemerintah Kota Bengkulu, sebaiknya
Pemerintah Kota Bengkulu melakukan upaya otimalisasi Pendapatan Asli Daerah dan
tidak terlalu mengandalkan bantuan dari pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P. H. (2012). Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi dan Relevansinya
Dengan Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten dan Kota Se Jawa –Bali).
KRITIS, Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin, XXI(1),1-19.
Alfarisi H, S. (2015). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Perimbangan
Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten dan
Kota di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Akuntansi, 3(1), 1-23.
BPS. (2016). Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Bengkulu: Badan Pusat
Statistik.
BPS. (2016). Laporan Realisasi Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Bengkulu. Bengkulu: Badan Pusat Statistik.
Gujarati. Damodar. (2003). Basic Econometric. New York: The McGrow Hill Companies
Inc.
Halim, A. (2004). Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Hendaris, R.B. (2014). Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Pada Kota/Kabupaten di Wilayah Provinsi
Jawa Barat. Jawa Barat: Universitas Jendral Ahmad Yani.
Holtz, E. D., Harvey, R. & Schuyley, T. (1994). Intemporal Analysis of State A Local
Government Spending: Theory and Tests. Journal of Urban Economics, 35 (2), 159
– 174.
Indriani, D., & Sastradipraja, U. (2014). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Pada Pemerintah Daerah Cirebon Tahun
Anggaran 2008-2012). Portofolio, 11(1), 55-76.
Khamdana, A. (2016). Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Daerah di Indonesia, 2008 – 2012. Indonesian Treasury Review:Jurnal
Perbendaharaan, Keuangan Negara Dan Kebijakan Publik, 1(1), 23-38.
Mahmudi. (2010). Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga.
Muhayanah, F. A. 2016. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan
Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan
Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2013. Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Universitas Muhamdiyah Surakarta.
Mukarramah. (2017). Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap
Kemandirian Keuangan Daerah di Lima Kabupaten/Kota Orovinsi Jawa Barat
Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Bengkulu: Pendekatan Derajat Desentralisasi
Fiskal 152
AKUNTABILITAS
Vol.15, No. 1, Januari 2021
Tahun 2008-2014. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Nggilu, dkk. (2016). Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 16 (04), 623-635.
Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif
Air Minimum.
Permendagri No.21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri No.13
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pramono, J. (2014). Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Surakarta). Among Mukarti, 7
(13), 83-112.
Rukmana, W. V. (2013). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana
Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
Kepulauan Riau: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang.
Saputra, A., & Fachruzzaman. (2016). Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi
Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pada Kabupaten/Kota Di Wilayah Indonesia.
Bengkulu:Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bengkulu.
Sulistyorini, N.R. (2005). Analisis Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Untuk
Meningkatkan Kemampuan Daerah Pemerintah Kabupaten Kediri Tahun Anggaran
2000-2003. Jawa Timur: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga.
Syauqi, M., Siregar, H., & Syaukat, Y. (2017). Strategi Meningkatkan Efisiensi dan
Efektivitas Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Bogor Dalam Pengelolaan APBD.
Jurnal Manajemen Pembangunan Daeral, 9(1), 1-16.
Siddik,M.N.(2002). Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka
Meningkatakan Kemampuan Keuangan Daerah. Orasi Ilmiah, Yogyakarta.
Tumangger, H. R. (2014). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana
Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. UNIMED.
Wenny, C. D. (2012). Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja
Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Selatan.
Forum Bisnis dan Kewirausahaan. Jurnal Ilmiah STIE MDP, 2 (1), 39-51.
Whittaker, J. (1995). The Government Performance and Results Act of 1993: A Mandate
for strategic planning and performance measurement. Arlington, Virginia:
Educational Services Institute.
UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.