PENDAHULUAN
Beberapa pasien datang berobat dengan perubahan sekunder yang luas pada
kulit, seperti dermatitis yang meluas, infeksi bakterial sekunder, self-induced
dermatitis yang disebabkan oleh pengobatan yang tidak sesuai. Diperkirakan
bahwa rata-rata pasien-pasien seperti ini telah terinfeksi sedikitnya 1 bulan
sebelum gejala ketidaknyamanan generalisata ini muncul.(2) Manifestasi klinis dari
scabies yaitu gatal secara umum yang lebih intens terutama pada malam hari dan
menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien, namun, komplikasi dan kematian
juga dapat terjadi, umumnya karena adanya pioderma bakterial sekunder, yang
umumnya disebabkan oleh Streptococcus pyogenus atau Staphylococcus aureus.
Infeksi sekunder ini dapat menyebabkan komplikasi seperti glomerulonefritis
post-streptococcus dan sepsis sistemik.(3)
Kutu ini membuat liang terowongan pada stratum corneum dan melanjutkan
siklus hidupnya di sana. Banyak obat-obatan, terutama dari golongan insektisida,
yang digunakan dalam terapi scabies pada abad ke-20. Namun, kebanyakan dari
obat-obatan ini bersifat toksik. Akhir-akhir ini, adanya resistensi terhadap obat
yang sudah ada sebelumnya, derajat keparahan penyakit, dan reaksi lanjut dari
obat-obatan telah mendorong perkembangan strategi pengobatan dan
antiektoparasit baru untuk manajemen yang lebih optimal.(4)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
II. Epidemiologi
Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia,
tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Studi yang
dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang dikumpulkan di Inggris antar
tahun 1967 dan 1996 menunjukkan insiden yang tinggi pada akhir tahun 1960-an
dan 1970-an, kemudian menurun pada tahun 1980-an, dan kembali meningkat
pada tahun 1990-an, dimana prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada area
urban, di sebelah utara Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-anak, dan
frekuensi yang lebih banyak pada musim dingin dibandingkan dengan pada
musim panas. Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi musim
ini.(6) Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang
buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.
Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).
(7)
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi
dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir ini
lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan. Insiden seks
secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras terdapat beberapa
kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih berhubungan dengan kebiasaan
dan faktor sosial daripada faktor kerentanan yang melekat. Populasi yang padat,
yang umum terjadi di negara-negara terbelakang dan hampir selalu terkait dengan
kemiskinan dan faktor kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong penyebaran
scabies.(6)
III. Etiologi
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu
scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat
dengan menggunakan mata telanjang.(1) Secara morfologik merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina
berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.(7)
Jalur utama dari transmisi penularan yaitu kontak langsung antara kulit-ke-
kulit. Namun transmisi dengan cara pakaian bersama atau metode tidak langsung
lainnya sangat langka tetapi mungkin terjadi pada Norwegian scabies (misalnya,
dalam host immunocompromised). Transmisi antara anggota keluarga. Transmisi
seksual juga terjadi.(5)
V. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan
gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik.
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies,
yaitu :(7,10)
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan
kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu.
Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul
hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam
hari.(3,6) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau
akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat
seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(10)
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.
Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya,
skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam
kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi,
walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan
keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu
lain.(10)
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit
yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan
tipis. (10)
Gambar 3 : terowongan pada penderita scabies (dikutip dari
kepustakaan 11)
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang
tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat
menimbulkan kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya
pengobatan.. Beberapa bentuk skabies antara lain :
a. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan
jumlah yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi
secara teratur. (10)
b. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di
wajah dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang
terjadi. Nodul pruritis eritematous keunguan dapat ditemukan pada
aksila dan daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini
bisa timbul berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau
dilakukan. Vesikel dan bula bisa timbul terutama pada telapak
(1)
tangan dan jari. Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh
tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki
dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima,
sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di
wajah.(10) Lesi yang timbul dalam bentuk vesikel, pustul, dan
nodul, tetapi distribusi lesi tersebut atipikal. Eksematisasi dan
impetigo sering didapatkan, dan dapat dikaburkan dengan
dermatits atopik atau acropustulosis. Rasa gatal bisa sangat hebat,
sehingga anak yang terserang dapat iritabel dan kurang nafsu
makan.(5)
c. Skabies nodular
Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari
kasus skabies dimana lesi berupa nodul merah kecoklatan
berukuran 2-20 mm yang sangat gatal. Umumnya terdapat pada
daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan aksila.
Pada nodul yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat menetap
selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun telah
mendapat pengobatan anti skabies.(13)
d. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami
skabies. Akan tetapi dengan penggunaan steroid, keluhan gatal
tidak hilang dan dalam waktu singkat setelah penghentian
penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali bahkan lebih
buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respon
imun seluler.(10)
Gambar 9 : Lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan
pengobatan regimen imunosupresan (dikutip dari kepustakaan 5)
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(10)
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang
berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.
Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam
mendiagnosis scabies secara in vivo. Alat ini dapat
mengidentifikasi struktur bentuk triangular atau bentuk-V yang
diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh tungau, termasuk kepala
dan kaki. Banyak laporan kasus yang didapatkan mengenai
pengalaman dalam mendiagnosis scabies dengan menggunakan
Dermoskopi. Dermoskopi sangat berguna, terutama dalam kasus-
kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada pasien dengan terapi
steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies nodular.(14)
2. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke
bawah epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes
scabiei di bagian teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada
prurigo, penyebabnya belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus,
faktor stress emosional menjadi salah satu pemicu sehingga sulit
untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau akibat dari prurigo
sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau Sarcoptes
scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).(6,16)
Gambar 14 : Tampak prurigo nodularis di daerah lengan (dikutip dari
kepustakaan 16)
VII. PENATALAKSANAAN
f. Ivermectin
h. Malathion
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun skabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa
pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah,
kecuali sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan
dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku.
Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan jika dibutuhkan diikuti
dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat membantu bila sebelum terapi
dengan skabisid diobati dengan keratolitik.(10)
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang
secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan
anti skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi
kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang
kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat
digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.(10)
VIII. KOMPLIKASI
IX. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
individu yang immunokompeten, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu. (1)
Investasi skabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi skabies,
jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan
eksema akan sembuh.(17)
X. PENCEGAHAN
1. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
2. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An
Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11
3. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.
6. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rook’s textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-
blackwell; 2010. p. 38.36 – 38.38.
10. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas
kedokteran universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.
11. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19:
p. 12-16.
12. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and
bites. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews’ Disease of the
skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p.
453
13. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771
14. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of
Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.
15. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors. Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p.
84