Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

“DENGAN DIARE”

Siklus Keperawatan Anak

Disusun Oleh:

Hamdani MR.S.Kep

2041319005

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.Deswita, M.Kep,Sp.Kep.An

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
1
LAPORAN PENDAHULUAN DIARE PADA ANAK

I. KONSEP TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus,
usus besar, rektum dan anus.

Gambar 2.1
Anatomi Sistem Pencernaan Manusia

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem
organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan
energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus.

2
Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong
oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung faring terdapat
tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian
depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak
terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian
yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan
ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar
lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir
dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan
proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi,
esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian
tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia, fundus dan
antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting

3
yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir
melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan
suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai
bakteri.
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan
usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil
enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah
dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua
belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas
jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh
usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.

b. Usus Kosong (Jejenum)


Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara
2-8 meter, 12 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan

4
dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
c. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia
ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan
oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon
desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di
dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri
di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum
ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu
sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan
air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.

5
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus (Pearce, 1999).

B. Definisi
Diare adalah suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasanya, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat di sertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (WHO,
2017). Diare adalah peningkatan frekuensi atau penurunan konsistensi feses, diare pada anak dapat
bersifat akut atau kronik (Carman, 2016).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa diare adalah gejala kelainan sistem
pencernaan, absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana pasien mengalami kelainan sistem pencernaan,
absorbsi, maupun fungsi sekresi dimana pasien mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja
dengan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak dengan
konsistensi feses cair, dapat berwarna hijau bercampur lendir atau darah, atau lendir saja.

C. Klasifikasi
Diare diklasifikasikan dalam empat kelompok yaitu:
1. Diare akut: diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari.
2. Disentri; diare yang disertai darah dalam tinjanya
3. Diare persisten; diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus - menerus
4. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai
penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

D. Etiologi
Menurut Rosdahl (2017), Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat
menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang
akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Adanya

6
toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa
mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
2) Infeksi bakteri: oleh bakteri Vibro, E.coli, Salmonella,Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas.
3) Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie poliomyelitis), Adenovirus,
Ratavirus, Astrovirus.
4) Infeksi parasite: oleh cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
5) Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis media akut
(OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensifalitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotic meningkat
kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi
rongga usus sehingga terjadilah diare.
1. Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa), munosakarida
(intoleransi lukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi
laktosa.
2. Malabsorbsi lemak.
3. Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan dapat terjadi peningkatan
peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan seperti
makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic usus yang dapat mempengaruhi proses
penyerapan makanan seperti : rasa takut dan cemas.

7
E. Patofisiologi
Mekanisme dasar penyebab diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau
zat yang tidak bisa diserap akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua karena rangsangan tertentu (misalnya toksin) di dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air
dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga terjadi diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu diare juga terjadi, akibat
masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, selanjutnya mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang kemudian akan menimbulkan diare.

F. Manifestasi Klinis
1. Diare akut
- Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
- Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak, nyeri perut
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
- Demam
2. Diare kronik
- Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang
- Penurunan BB dan nafsu makan
- Demam indikasi terjadi infeksi
- Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah

8
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut`Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan yang bisa dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme penyebabnya, dengan melakukan
pembiakan terhadap contoh tinja.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih.
3. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila memungkinkan dengan
menentukan PH keseimbangan analisa gas darah.
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium, dan posfat

H. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro
kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa,
usus halus
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

I. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2014) penatalaksanaan yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu diperhatikan:
1) Jenis cairan: oral: pedialyte atau oralit, ricelyte. Parenteral: NaCl, isotonic, infuse RL

9
2). Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.
3). Jalan masuk atau cairan pemberian
a). Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL, dan glukosa.
b). Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas
kesehatan dimana saja. Mengenai beberapa banyak cairan yang diberikan tergantung
dari berat ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan
umur dan berat badannya.

4). Jadwal pemberian cairan


Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk
menghitung kebutuhan cairan. Identifikasi penyebab diare. Terapi sistemik seperti pemberian
obat anti diare, obat anti mortilitas dan sekresi usus, antimetik.

b. Pengobatan dieretic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis
makanan: susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah ada asam lemak tidak
jenuh, misalnyta LLM. Almiron atau sejenis lainnya). Makan setengah padat (bubur) atau makan
padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa. Susu khusus yang
disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau
asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.

2. Penatalaksanaan keperawatan
a). Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi. Cairan
mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan larutan garam dan
1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan dalam satu sendok teh gula pasir dan 1
jumput garam dapur. Jika anak terus muntah tidak mau minum sama sekali perlu
diberikan melalui sonde. Bila cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse dengan
10
cairan Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan
adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan
untuk mengatasi dehidrasi.
b). Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat.untuk mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang
diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:
(1) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set infuse yang dipakai).
Berikan tanda batas cairan pada botol infuse waktu memantaunya.
(2) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu.
(3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau sudah
berubah konsistensinya.
(4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir
mulut kering.
(5) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan makan lunak atau secara
realimentasi.

Penanganan diare lainya yaitu dengan rencana terapi A, B, dan C sebagai berikut:
1. Rencana terapi A
Penanganan diare rumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan
1). Jelaskan pada ibu, untuk
a) Beri ASI lebih sering danlebih lama pada setiap kali pemberian.
b). Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan.
c). Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut ini:
oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin). Atau air matang.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk
digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu beberapa banyak oralit atau caian lain yang harus
diberikan setiap kali anak berak:
a). Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak.
b). Umur 1 sampai 5 tahun: 100sampai 200 ml setiap kali berak.

11
Katakan kepada ibu:
a). Agar meminum sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cairan/gelas.
b). Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi lebih lambat.
c). Lanjutakan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
b. Beri tablet Zinc selam 10 hari.
c. Lanjutkan pemberian makanan
d. Kapan harus kembali konseling bagi ibu.
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan
selama periode 3 jam.

Tabel 2.2 Pemberian Oralit (Sumber: MTBS, 2015)


Umur ≤4 bulan 4 - ≤ 12 bulan 1 - < 2 tahun 2 - < 5 tahun

Berat < 6 kg 6 -< 10 kg 10 - < 12 kg 12- 19 kg

Jumlah 200 -400ml 400-700ml 700 - 900 ml 900-1400ml

a). Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama


1). Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman diatas.
2). Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga 100-200 ml air
matang selama periode ini.
b). Tunjukan cara memberikan larutan oralit
1). Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas
2). Jika anak muntah, tunggu 10 menit . Kemudian berikan lagi lebih lambat.
3). Lanjutkan ASI selama anak mau
c). Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
1). Umur <6 bulan: 10 mg/hari
2). Umur ≥6 bulan: 20 mg/hari
d). Setelah 3 jam
1). Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya.
2). Pilih rencana terapi yang seusuai untuk melanjutkan pengobatan.
12
3). Mulai memberi makan anak.
e). Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
1). Tunjukan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
2). Tunjukan beberapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam
pengobatan.
3). Beri oralit yang cukup untuk dehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus lagi
4). Jelas 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaitu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut
sementara infuse dipersipakan. Beri ml/kg cairan Ringer Laktat atau jika tersedia, gunakan
cairan NaCl yang dibagi sebagai berikut:

Tabel 1.3 Pemberian cairan (Sumber: MTBS, 2015)


Pemberian Pemberian
Umur Pertama 30 mg Berikut 70 mg
ml/kg selama ml/kg selama

Bayi (dibawah umur 1 jam 5 jam


12 bulan)

Anak 3 menit 2 jam (12 bulan s

b. Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangatlah lemah atau tidak teraba Periksa kembali anak
setiap15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.
c. Beri oralit (kira-kira 5 m/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya sesudah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasi dehidrasi dan pilih
rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk pemebrian cairan
intravena terdekat (dalam 30 menit).
13
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukan cara meminumkan pada
anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan menuju klinik.
g. Jika perawat sudah terlatih mengunakan pipa orogastik untuk rehidrasi, mulailah
melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam
selama 6 jam (total 120 ml/kg).

h. Periksa kembali anak setiap1-2 jam:


1). Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.
2). Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan
intravena.
i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasi dehidrasi. Kemudian tentukan rencana
terapi sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan pengobatan.
4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare
a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc sesuai dosis dan waktu
yang telah ditentukan.
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet – 20 mg). berikan dosis tunggal selama 10 hari
c. Cara pemberian tablet Zinc
1). Larutan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan larut) 30 detik),
segera berikan kepada anak.
2). Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemebrian tablet Zinc, ulangi
pemeberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga
satu dosis penuh.
3). Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari penuh,
meskipun diare sudah berhenti, karena Zinc selain memberi pengobatan juga dapat
memberikan perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.

5. Pemberian Probiotik Pada Penderita Diare


Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang
memberikan pengaruh menguntungkan pada penderita dengan memperbaiki keseimbangan
mikroorganisme usus, akan terjadi peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen.
Saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga
14
meningkatkan respons imun alami (innate immunity). Probiotik menghasilkan ion hidrogen
yang menurunkan pH usus dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri pathogen. Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif diare
akut. Hal ini berdasarkan perannya dalam menjaga keseimbangan flora usus normal yang
mendasari terjadinya diare. Probiotik aman dan efetif dalam mencegah dan mengobati diare
akut pada anak.

6. Kebutuhan nutrisi

Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya
menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien mengalami muntah-
muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh sehingga
penyembuhan tidak lekas tercapai, bahkan dapat timbul komplikasi. Pada pasien yang
menderita malabsorbsi pemberian jenis makan yang menyebabakan malabsorbsi harus
dihindarkan. Pemberian makanan harus mempertimbangkan umur berat badan dan kemampuan
anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa makan makanan biasa,
dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada saat masih diare, dan minum teh. Besoknya jika
kondisinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak

15
J. Pathway Diare

16
K. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling
tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap
infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada
umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status
ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
Biasanya BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali
setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,.
Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

17
a. Pertumbuhan
Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata - rata 2 kg), PB 6-10
cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar
abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt,
nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral
hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi
berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan,
kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus
asa, dan kemudian menerima
10. Pemeriksaan Penunjang

18
a. Laboratorium
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun
)
Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
11. Penatalaksanaan Diare
a. Rehidrasi
Jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali
diare.
Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
Cairan I : RL dan NS
Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.
Jalan pemberian
1) Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
Jumlah Cairan ; tergantung pada :
1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).
Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13 kg :
maka pemberianya adalah :

19
BB (kg) x 50 cc
BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang : + 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt
b. Terapi
1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg, klorpromazine 0,5 – 1 mg
/ kg BB/hari
2. obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta

c. Dietetik
1. Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau susu
2. Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau semi
elemental formula.
d. Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebih
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Fluide management
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
- Timbang popok/pembalut jika
output berlebih diharapkan kebutuhan cairan dan
diperlukan
elektrolit dalam tubuh pasien
- Pertahankan catatan intake dan
dapat teratasi dengan kriteria
20
hasil: output yang akurat
- Input dan output cairan - Monitor status hidrasi
elektrolit seimbang. (kelembaban membran mukosa,
- Menunjukkan membran nadi adekuat, tekanan
mukosa lembab dan turgor ortostatik), jika diperlukan
jaringan normal. - Monitor vital sign
- Kolaborasikan cairan IV
- Monitor status nutrisi
- Dorong masukan oral
- Kolaborasi dengan dokter.

Hypovolemia Management

- Monitor status cairan termasuk


intake dan output cairan 2.
Monitor tingkat HB dan
hematokrit
- Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
- Monitor berat badan

2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan Nutrition management


dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 3 x 24 jam, - Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan diharapkan kebutuhan nutrisi - Kolaborasi dengan ahli gizi
intake makanan yang tidak pasien dapat teratasi dengan untuk menentukan jumlah kalori
adekuat kriteria hasil: dan nutrisi yang dibutuhkan
- Berat badan ideal sesuai pasien
dengan tinggi badan - Anjurukan pasien untuk
- Tidak ada tanda-tanda meningkatkan intake IV
malnutrisi - Anjurkan pasien untuk

21
- Menunjukan peningkatan meningkatkan protein dan
fungsi pengecapan dari vitamin C
menelan - Berikan substansi gula
- Tidak terjadi penurunan - Monitor jumlah nutrisi dan
berat badan yang berarti kandungan kalori
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi

Nutrition Monitoring

- BB pasien dalam batas normal


- Monitor adanya penurunan berat
badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau
orang tua selama makan
- Monitor lingkungan selama
makan
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
- Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
- Monitor kadar albumin, total
protein, HB, dan kadar HT
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan

22
- Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva

3 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pressure Management


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, - Anjurkan pasien untuk
kelembapan diharapkan kerusakan integritas menggunakan pakaian yang
kulit pasien dapat teratasi longgar
dengan kriteria hasil: - Jaga kebersihan kulit agar tetap
- Integritas kulit yang baik bersih dan kering
bisa dipertahankan (sensasi, - Mobilisasi pasien ( ubah posisi
elastisitas, temperatur, pasien) setiap 2 jam sekali
hidrasi, pigmentasi) - Oleskan lotion atau
- Tidak ada luka atau lesi minyak/baby oil pada daerah
pada kuli tertekan
- Perfusi jaringan baik - Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Menunjukkan pemahaman pasien
dalam proses perbaikan - Memandikan pasien dengan
kulit dan mencegah sabun dan air hangat
terjadinya cidere berulang
- Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami

23
DAFTAR PUSTAKA

Buku Bagan manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). 2015. Jakarta

Bulechek M. Gloria. 2016. Nursing Interventions Clasification. Edisi 6. Indonesia

Carman Susan. 2016. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik; Alih Bahasa, Aifrina Hany. Jakarta: EGC
Nethina, Sandra, M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Alih Bahasa oleh Setiawan, dkk. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC (1st ed). Yogyakarta : Percetakan Mediaction Publishing.
Rosdahl, C. B.(2017). Buku ajar keperawatan dasar : keperawatan pediatrik.Edisi 10. Jakarta : EGC

WHO.(2017). Diarrhoeal Disease. Available from: http://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/diarrhoeal-disease

24
25

Anda mungkin juga menyukai