Anda di halaman 1dari 3

Kasus Pelanggaran HAM Novel Baswedan

Kasus ini terjadi pada tanggal 11 April 2017, di mana Novel yang baru saja
menjalankan shalat Subuh di Masjid Al Ikhsan, Jakarta Utara seketika disiram
air keras oleh dua orang tidak dikenal. Dampak dari penyiraman air keras
tersebut membuat kedua mata Novel mengalami kerusakan, luka bakar hingga
terancam kebutaan. Novel pun mulai menjalani berbagai perawatan medis di
Jakarta Eye Centre kemudian dirujuk ke Klinik Eye & Retina Surgeons,
Singapura pada 12 April 2017. Catatan medis untuk Novel yaitu adanya luka
bakar ringan sampai sedang pada wajah dan kelopak mata serta cedera kimiawi
pada kedua matanya.

Penindakan Kasus Novel Baswedan :

Pencarian pelaku dilakukan oleh Kapolri yang saat itu dijabat oleh Jendral Tito
Karnavian setelah mendapatkan mandat dari Presiden Joko Widodo. Kapolri
kemudian membentuk tim gabungan yang terdiri dari tim Polres Jakarta Utara,
Polda Metro Jaya, sampai Mabes Polsi untuk mengusut kasus tersebut. Pada 31
Juli 2017, Kapolri Tito Karnavian menunjukkan sketsa wajah dari terduga
pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan usai melakukan
pertemuan tertutup dengan Presiden Joko Widodo. Selang beberapa bulan,
tepatnya pada 24 November 2017, Kapolda Metro Jaya yang saat itu dijabat
oleh Idham Aziz menunjukkan dua sketsa wajah terbaru terduga pelaku
penyerangan. Irjend Idham Aziz kala itu menjelaskan bahwa sketsa wajah
terduga pelaku diambil selama proses penyelidikan dengan melibatkan 66 saksi
selama 2-3 bulan. Sampai disebarkannya sketsa pelaku penyerang Novel
diturunkan, polisi lgi-lagi belum berhasil menemukan titik terang keberadaan
pelaku. Dari pihak Novel, dirinya mengaku mendapatkan informasi oleh
petinggi Polri sebulan sebelum kejadian bahwa akan diserang. Informasi dari
petinggi Polri tersebut disampaikan oleh Novel Baswedan saat acara Mata
Najwa yang dipandu oleh Najwa Shihab pada 26 Juli 2017 silam. Novel
menambahkan, bahwa kala itu petinggi Polri memintanya untuk berhati-hati dan
sempat menawarkan penjagaan atau pengawalan. Akan tetapi, saat itu Novel
menolak karena dirinya adalah bagian dari KPK.
Jendral Tito Karnavian membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) pada 8 Januari
2019. TPF yang diketuai oleh Irjend Idham Aziz ini diharapkan dapat
menyelidiki kasus penyiraman air keras dengan tuntas serta berhasil
mendapatkan pelakunya. Presiden Joko Widodo kemudian memberikan tenggat
Waktu selama 3 bulan (sampai Oktober 2019) kepada TPF untuk menyelesaikan
kasus tersebut meskipun belum ditemukan titik terang. Akhirnya, Presiden Joko
Widodo kembali memberikan perpanjangan waktu sampai awal Desember 2019
untuk TPF 4 aAkhirnya setelah penantian panjang, pada 26 Desember 2019
pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan ditangkap. Kedua pelaku
penyerangan yaitu RM dan RB yang merupakan anggota polisi aktif. Kedua
pelaku ditangkap oleh tim teknis bersama Kepala Korps Brimob Polri di
kawasan Cimanggis, Depok. Pada 28 Desember 2019.

Undang-Undang Pelanggaran HAM Novel Baswedan :

Jaksa meyakini kedua pelaku bersalah melakukan penganiayaan berat terhadap


Novel Baswedan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
berkesimpulan bahwa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel
Baswedan mendapat serangan secara sistematis dan terencana
Kedua pelaku terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan
terencana dengan mengakibatkan luka berat dan melanggar Pasal 353 ayat (2)
KUHP tentang perbuatan penganiayaan yang direncanakan yang mengakibatkan
luka berat, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang tindak pidana
melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan,
Subsider Pasal 351 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, serangan terhadap Novel merupakan bentuk pelanggaran HAM.
Mereka yang berprofesi sebagai petugas penegak hukum juga merupakan
pembela HAM sejauh ia ikut mendorong upaya-upaya pemajuan dan
perlindungan hak asasi manusia, seperti melalui pemberantasan korupsi.
Pasal 8 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menetapkan bahwa ‘Setiap
orang memiliki hak atas pemulihan dari tindakan yang melanggar hak-hak dasar
yang dilindungi oleh Konstitusi atau oleh hukum.’
Sementara Pasal 2 ayat 3 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik dengan jelas menyatakan bahwa ‘Siapa saja yang hak atau kebebasannya
dilanggar berhak mendapatkan pemulihan yang efektif’
Referensi :
https://www.suara.com/news/2020/07/17/123701/amnesty-pengusutan-kasus-
novel-baswedan-hanya-pengadilan-sandiwara?page=2
https://usd.ac.id/mahasiswa/bem/f1l3/Kajian%20Novel%20Baswedan
%20SPKS%20FIX.pdf

Anda mungkin juga menyukai