Anda di halaman 1dari 4

PAPER KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

HASIL INTERVIEW PASANGAN YANG BERPACARAN/SUDAH MENIKAH


Yolanda Patricia Waluyo/2019104492

• Pasangan Pertama :
Nama responden : Ibu DM
Umur responden : 55 tahun
Usia pernikahan : 33 tahun
Hasil wawancara :

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu DM, beliau mengaku bahwa topik-
topik yang paling sering ia bahas bersama pasangan adalah terkait pandemic, keluarga,
serta kerohanian. Ibu DM berpikir bahwa alasan mereka membahas topik-topik tersebut
dikarenakan topik-topik tersebutlah yang sedang dialami, dipikirkan, dan dikerjakan
bersama dengan pasangan, dimana mereka berdua terlibat aktif dalam pelayanan di
Gereja, serta kedua anak mereka, yang bernama Anggi dan Angga, dimana Anggi
berprofesi sebagai dokter yang harus terjun ke lapangan sebagai tenaga medis untuk
mengatasi Covid-19. Oleh karena itu Ibu DM dan pasangan lebih sering membahas topik-
topik berat, serta topik-topik seputar apa yang mereka gumulkan dalam kehidupan
pernikahan mereka.

Walaupun lebih sering membicarakan topik-topik berat, Ibu DM dan suami


juga sering membicarakan hal-hal lain, misalnya hobi, film, dan lagu. Masa pandemic,
dimana semua orang menjadi lebih sering di rumah, dan bisa meluangkan waktu lebih
untuk keluarga, juga dimanfaatkan oleh Ibu DM dan suami. Karena Ibu DM adalah
seorang ibu rumah tangga, dan suaminya pun saat ini sedang WFH alias Work From
Home, dan kedua anak mereka pun sudah tidak tinggal Bersama mereka, maka Ibu DM
merasa ada semakin banyak kesempatan untuk bercakap-cakap dengan suaminya, entah
di ruang keluarga sembari menonton TV, atau menyempatkan diri untuk mengobrol
sehabis makan.

Kendati Ibu DM sudah membina rumah tangga selama 33 tahun, namun


kesalahpahaman dalam komunikasi masih tetap dapat terjadi. Ibu DM bercerita bahwa
biasanya karena penyampaian yang tidak tepat waktu, sehingga pasangan kurang
memperhatikan secara mendalam waktu Ibu DM berbicara, ataupun sebaliknya.
Kesalahpahaman komunikasi ini tidak langsung terjadi begitu saja, tetapi biasanya baru
ketahuan saat pasangan memberikan respon yang tidak tepat terkait topik yang sedang
dibicarakan. Kesalahpahaman lainnya, atau gangguan-gangguan dalam berkomunikasi
yang paling sering dirasakan Ibu DM Bersama pasangan adalah berupa gangguan
psikologis, misalnya saat sedang merasa lapar, sedang sakit, atau saat IBU DM ataupun
pasangan sedang memikirkan hal lain sehingga kurang bisa berkonsentrasi. Gangguan
semantic pun dapat menimbulkan kesalahpahaman, dimana mungkin pesan yang
sebenarnya disampaikan oleh IBU DM atau suaminya sebagai komunikator berbeda
maknanya dengan pesan yang diterima oleh Ibu DM & suaminya sebagai komunikan.

Ibu DM juga bercerita bahwa pasangannya cenderung pendiam, sehingga Ibu


DM bisa lebih memahami perilaku nonverbal pasangan dibandingkan dengan perilaku
verbal pasangan. Misalnya, saat suami sedang marah, Ibu DM bisa langsung merasakan
kemarahan suaminya, sehingga masalah bisa langsung ketahuan, dimana Ibu DM
kemudian mencoba bertanya apa masalahnya kepada suaminya, sehingga masalah pun
bisa diselesaikan lebih cepat. Namun tidak dengan komunikasi verbal, dimana Ibu DM
merasa keduanya lebih cepat salah paham dengan komunikasi verbal pasangan. Alih-alih
menyelesaikan masalah, keduanya bisa bertengkar mungkin hanya karena perkataan
pasangan yang kurang enak didengar, walaupun mungkin bukan itu maksud sebenarnya
dari pesan yang disampaikan pasangan.

Saat konflik atau kesalahpahaman itu terjadi, Ibu DM merasa bahwa tidak
semua konflik diselesaikan dengan baik. Ada yang bisa diselesaikan secara cepat dalam
suasana santai. Namun ada juga konflik yang ‘hilang’ begitu saja seiring dengan
berjalannya waktu. Namun diluar itu semua, Ibu DM percaya bahwa dalam hubungan
yang paling penting adalah kepercayaan terhadap pasangan, keakraban yang terus dibina
selama pernikahan berjalan, saling menghargai, saling memberi dukungan ketika
pasangan menghadapi masalah, serta adanya emosional yang sama ketika komunikasi
sedang berlangsung. Dengan demikian, kemungkinan miskomunikasi bisa lebih diperkecil
serta hubungan bisa berlangsung lebih lama.

• Pasangan Kedua :
Nama responden : Kak MA
Umur responden : 23 tahun
Usia pernikahan : 1 tahun 2 bulan
Hasil wawancara :

Kak MA adalah seorang ibu rumah tangga yang baru beberapa bulan yang lalu
melahirkan seorang putra bernama Jevanya. Kak MA dan pasangan terpaut usia yang
cukup jauh dimana saat mereka menikah Kak MA masih berkuliah semester 6 (karena kak
MA setelah lulus SMK memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu, sehingga ia baru kuliah
setelah 2 tahun bekerja), dan pasangannya sendiri adalah pria berusia 30 tahun yang
sudah lumayan mapan dalam pekerjaannya.

Bersama pasangan, Kak MA paling sering membahas topik seputar


perkembangan anak, pekerjaan suami, serta planning mereka berdua ke depannya.
Selama berpacaran Kak MA dan pasangan memang lebih sering membahas hal-hal
ringan, seputar hobi mereka, kesukaan mereka terhadap penyanyi atau artis tertentu, dll
namun seiring dengan mereka menikah, dan keduanya langsung dikaruniai seorang anak,
maka pembicaraan mereka pun berubah menjadi lebih serius. Apalagi pasangan Kak MA
saat ini masih bekerja di kantor, dan tidak bekerja di rumah selama pandemic
berlangsung. Sehingga untuk berkomunikasi keduanya merasa kesulitan dan kurang
adanya waktu, dimana mereka baru bisa berkomunikasi saat keadaan rumah sudah
tenang, misalnya saat Jevanya sudah tertidur.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pasangan Kak MA masih


WFO, maka kesalahpahaman dalam berkomunikasi paling sering terjadi ketika pasangan
jarang memberitahu saat perjalanan pulang ke rumah karena sebagai istri, kak MA sering
merasa khawatir karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan saat suaminya sedang
berkendara. Selain itu, adanya gangguan-gangguan atau noise dalam komunikasi juga
sering menimbulkan kesalahpahaman. Noise yang paling sering dirasakan Ka MA saat
berkomunikasi adalah gangguan psikologis, dimana misalnya saat kondisi tubuh sdang
kurang enak, maka membuat cara berkomunikasi dengan pasangan kurang baik. Hal ini
mungkin disebabkan karena aktivitas Kak MA sebagai mahasiswi semester akhir yang
sedang Menyusun skripsi ditambah menjadi ibu rumah tangga, yang harus mengurus bayi
membuat Kak MA cepat Lelah dan lebih sering sakit.

Selain itu, karena perbedaan usia Kak MA serta pasangan juga yang membuat
keduanya lebih sulit memahami pikiran pasangan. Saya sebagai interviewer mengenal
dekat Kak MA serta cukup mengenal pasangannya, dimana menurut saya kepribadian
mereka lumayan bertolak belakang. Pasangan Kak MA, yaitu Kak JT memiliki kepribadian
yang lebih humoris serta lebih sering bercanda. Sedangkan Kak MA sendiri, walaupun
lebih muda beberapa tahun daripada Kak JT memiliki kepribadian yang lebih serius, serta
lebih mudah panikan. Hal ini pula yang menurut Kak MA menjadi factor pemicu
kesalahpahaman mereka dalam berkomunikasi. Misalnya saat komunikasi verbal
berlangsung, kemudian terjadi kesalahpahaman, dimana mungkin Kak JT
menganggapnya sebagai lelucon namun Kak MA menanggapinya secara serius, kemudian
nada bicara salah satunya mulai meninggi, maka kemudian hal tersebut memicu
pasangan untuk berdebat.

Saat konflik itu terjadi, Kak MA biasanya mendiamkannya dahulu, kemudian


setelah emosi keduanya mereda, Kak MA baru berusaha menyelesaikan kesalahpahaman
yang terjadi. Meskipun usia pernikahan Kak MA dan pasangan baru menginjak 1 tahun,
namun kak MA percaya bahwa sikap toleransi, kepercayaan terhadap pasangan, sikap
sportif, serta adanya dukungan pasangan terhadap Kak MA sendiri dalam menuntut ilmu
adalah hal-hal yang paling penting untuk menjaga hubungan tetap harmonis.

• Analisis
A. Berdasarkan hasil wawancara Ibu DM dan Kak MA saya menyadari adanya
kesamaan bahwa pasangan yang sudah menikah cenderung membicarakan topik-
topik yang berat, tanggung jawab mereka, ataupun masalah-masalah yang sedang
mereka hadapi di kehidupan nyata. Meskipun pasangan tersebut baru menikah 1
tahun ataupun sudah puluhan tahun, namun mungkin karena pernikahan
bukanlah suatu hubungan yang bisa putus begitu saja saat merasa sudah tidak
cocok, melainkan suatu hubungan jangka panjang yang harus dibina terus
menerus. Sehingga komunikasi yang terjadi di antara pasangan pun cenderung
serius, karena tanggung jawab yang lebih besar pula saat sudah menikah,
misalnya karena anak, pekerjaan, pandemi, rencana hidup, dll. Saya dapat
menyimpulkan ini karena saya mengamati sendiri adanya perubahan perilaku
komunikasi pada pasangan Kak MA-Kak JP, dimana sebelum menikah
pembicaraan mereka masih lebih ringan.
Selain itu pembicaraan tentang keluarga & anak juga menjadi pembicaraan yang
paling sering dibicarakan. Baik Ibu DM yang anaknya sudah dewasa, ataupun Kak
MA yang anaknya masih bayi, keduanya tetap paling sering membicarakan tetang
anak-anak mereka. Mungkin ini karena keduanya adalah seorang ibu, walaupun
anak Ibu DM sudah dewasa & sudah bisa bertanggungjawab atas hidupnya sendiri,
namun Ibu DM tetap mengkhawatirkan mereka.

B. Kesalahpahaman dalam berkomunikasi tetap dapat terjadi walaupun sudah


menikah. Kesalahpahaman tersebut paling sering terjadi karena gangguan
psikologis, saat sedang merasa lapar, saat sedang kurang sehat, saat sedang
kurang berkonsentrasi, serta gangguan semantic, dimana adanya perbedaan
makna antara pesan yang disampaikan komunikator serta pesan yang diterima
komunikan.

C. Adanya kesamaan bahwa sikap percaya terhadap pasangan serta memberi


dukungan kepada pasangan adalah 2 faktor yang dipercaya -baik oleh Bu DM
maupun Kak MA- dapat memperkecil kemungkinan adanya kesalahpahaman
berkomunikasi, serta dapat membuat hubungan lebih bertahan lama.

Anda mungkin juga menyukai