Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

FRAKTUR

OLEH :

ANAK AGUNG DEWI UNTARI


NIM. 20089142228

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BULELENG
BULELENG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x)
dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau
ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (NANDA,
2015).
Fraktur tulang adalah patah tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan
berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur incomplete, fraktur simple, dan fraktur
compound (Elizabet, 2008).

2. Epidemiologi/Insidensi Kasus
Menurut Doenges (2014), penyebab fraktur antara lain:
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsungberada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, seperti:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali atau progresif.
2) Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D.
4) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

Etiologi fraktur menurut Muttaqin, A (2008), fraktur dapat terjadi akibat adanya
tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang
dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan
membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi vertical dapat
menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau
fraktur buckle pada anak-anak.
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,
biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Pada
orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone pada
menopause.

3. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Price (2006), patah tulang biasanya terjadi karena benturan
tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur
bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan
olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dapat disebabkan oleh Traumatik (jatuh), patologis (osteoporosis, tumor
tulang, infeksi) sehingga dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau disebut fraktur. Fraktur dapat mengakibatkan terjadi
beberapa gangguan seperti dapat mengakibatkan cidera pada sel yang dapat mengakibatkan
degranulasi selt mast sehingga terjadi pelepasan mediator kimia dari sel yang akan
mempengaruhi medula spinalis dan korteks serebri sehingga dapat mengakibatkan
timbulnya rasa nyeri. Cedera juga mengakibatkan terjadinya gangguan mobilitas fisik pada
pasien.
Fraktur juga mengakibatkan terjadinya diskontinuitas fragmen tulang yang
mengakibatkan lebasnya lipid pada sumsum tulang sehingga terabsorpsi masuk ke
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan terjadinya emboli yang mengakibatkan oklusi
jaringan paru yang mengakibatkan nekrosis jaringan paru sehingga luas permukaan paru
berkurang yang mengakibatkan penurunan laju difusi sehingga terjadi gangguan pertukaran
gas. Apabila fraktur mengakibatkan terjadinya luka terbuka dapat menimbulkan gangguan
integritas kulit dan dapat juga menimbulkan terjadinya infeksi atau resiko terjadi infeksi.
Selain itu juga dapat menimbulkan peradangan atau reaksi peradagangan yang
mengakibatkan terjadinya udema sehingga terjadi penekanan jaringan vaskuler sehingga
aliran darah menurun sehingga timbul masalah keperawatan resiko disfungsi neurovaskuler
(Donna D, 2012).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain (Helmi, 2012):
a. Nyeri
Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi.Spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirncang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Kehilangan fungsi
c. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah kekuatan otot
menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya.
d. Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot.
Terjadi pada fraktur panjang, karena kontraksi otot yang melekat di atas dan dibawah
tempat fraktur.
e. Krepitasi.
Akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
f. Pembengkakan.
g. Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur.

5. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Doenges (2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur antara
lain:
a. Pemeriksaan rontgen: untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b. Scan tulang, tomogram, CT–scan/MRI: memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau
cedera hati.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif, merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
1) Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2) Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of
paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastik atau metal. Metode ini
digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan
local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips
untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
4) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai
dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
a. Penatalaksanaan pembedahan.
1) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF : Open Reduction internal Fixation).
3) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF : Open reduction Eksternal Fixation).
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif
(hancur atau remuk).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses

yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap Pengkajian merupakan dasar utama dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (Nursalam, 2001).

Adapun data – data yang didapatkan pada pasien dengan fraktur :

a. Data pre operasi


Pada pengkajian fraktur akan didapatkan data subyektif dan data obyektif.
Data subyektif: pasien mengeluh rasa nyeri pada daerah fraktur, pasien mengeluh

mengalami keterbatasan gerak, pasien mengeluh lemah, pasien

mengatakan tidak mampu melakukan aktifitas, pasien mengeluh pusing,

pasien mengatakan cemas dengan keadaannya.

Data obyektif: pasien tampak meringis, ada perdarahan, tampak bengkak pada luka atau

area fraktur, kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, hipertensi

(respon terhadap nyeri/cemas), hipotensi (kehilangan darah), lemah,

pemendekan tulang, perubahan warna pada daerah fraktur (memar).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut pasien pre operasi fraktur

menurut SDKI adalah :

1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (mis. abses, amputasi,
terpotong, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.
3) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi / kekhawatiran mengalami
kegagalan dalam tindakan operasi.
4) Resiko Hipovolemia berhubungan dengan Trauma / perdarahan.
5) Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma

b. Data post operasi


Data subyektif: pasien mengeluh nyeri pada daerah pembedahan, pasien mengatakan

tidak mampu melakukan aktivitas sehari – hari, pasien mengatakan dalam

memenuhi kebutuhannya dibantu oleh keluarga dan perawat, pasien

mengatakan badannya terasa lemah, pasien bertanya-tanya tentang

keadaanya, pasien mengatakan kurang tahu tentang perawatan yang harus

dilakukan di rumah sakit atau dirumah.

Data obyektif: adanya luka post operasi, terpasang drain, demam yang terus menerus,

pasien tampak meringis pada saat bergerak, pasien tampak lemas, adanya

pendarahan, intake dan output tidak seimbang (intake < output), adanya

tanda-tanda syok seperti hipotensi, takikardia, akral dingin, pasien tampak

bertanya-tanya tentang keadaaannya.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI pada penderita post

operasi adalah :

1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik mis. abses, amputasi,
terpotong, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasif / peningkatan paparan
organisme pathogen lingkungan.
4) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi / kekhawatiran mengalami
kegagalan dalam tindakan operasi.
5) Resiko luka tekan berhubungan dengan edema, fraktur tungkai, imobilisasi fisik.

2. Perencaanaan
Pada perencanaan diawali dengan prioritas diagnosa. Adapun prioritas masalah pada
pasien berdasarkan atas ancaman kehidupan dan kesehatan menurut Griffth – Kenney
Christensen, yaitu (Tarwoto & Wartonah, 2006) :
a. pre operasi :
1) Nyeri akut
2) Perfusi perifer tidak efektif
3) Resiko perdarahan
4) Resiko Hipovolemia
5) Gangguan mobilitas fisik
6) Ansietas
b. Post Operasi
1) Nyeri akut
2) Resiko infeksi
3) Resiko luka tekan
4) Ansietas
5) Gangguan mobilitas fisik
3. Rencana Tindakan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (SLKI) Perencanaan
Keperawatan (SIKI)
a Nyeri Akut Setelah dilakukan Management nyeri
Definisi: tindakan keperawatan Observasi
Pengalaman sensorik atau selama .... X .... jam □ Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan diharapkan Tingkat karakteristik, durasi,
dengan kerusakan jarigan Nyeri Menurun frekuensi, kualitas,
actual atau fungsional, dengan kriteria hasil : intensitas nyeri
dengan onset mendadak atau Tingkat nyeri : □ Identifikasi skala
lambat dan berintensitas □ Keluhan nyeri nyeri
ringan hingga berat yang menurun □ Identifikasi respson
berlangsung kurang dari 3 □ Meringis nyeri non verbal
bulan. menurun □ Identifikasi factor
Penyebab: □ Sikap protektif yang memperberat
 Agen pencedera menurun dan memperingan
fisiologis (mis. □ Gelisah nyeri
Inflamai,iskemia, menurun □ Identifikasi
neoplasma □ Kesulitan tidur pengetahuan dan
 Agen pencedera menurun keyakinan tentang
kimiawi (mis. □ Frekuensi nadi nyeri
Terbakar, bahan membaik □ Identifikasi pengaruh
kimia iritan) □ Pola napas nyeri pada kualitas
 Agen pencedera fisik membaik hidup
(mis. Abses, □ Tekanan darah □ Monitor efek
amputasi, terbakar, membaik samping penggunaan
terpotong, □ Pola tidur analgetik
mengangkat berat, membaik Terapiutik
prosedur operasi, □ Berikan teknik non
trauma, latihan fisik Kontrol Nyeri farmakologis untuk
berlebih) □ Melaporkan mengurangi rasa
Gejala dan Tanda Mayor nyeri terkontrol nyeri.
Subjektif meningkat □ Kontrol lingkungan
 Mengeluh nyeri □ Kemampuan yang memperberat
Objektif mengenali onset rasa nyeri
 Tampak meringis nyeri meningkat □ Fasilitasi istirahat
 Bersikap protektif □ Kemampuan dan tidur
(mis. Waspada, mengenali □ Pertimbangkan
posisi menghindari penyebab nyeri jenis dan sumber
nyeri) meningkat nyeri dalam

 Gelisah □ Kemampuan pemilihan strategi

 Frekuensi nadi menggunakan meredakan nyeri

meningkat teknik non- Edukasi

 Sulit tidur farmakologis □ Jelaskan penyebab

Gejala dan Tanda Minor meningkat periode dan pemicu

Subjektif □ Keluhan nyeri nyeri

- menurun □ Jelaskan strategi

Objektif □ Penggunaan meredakan nyeri


analgesic □ Anjurkan
 Tekanan darah
menurun memonitor nyeri
meningkat
secara mandiri
 Pola napas berubah
□ Anjurkan
 Nafsu makan
menggunakan
berubah
analgetik secara
 Proses berpikir
tepat
terganggu
□ Ajarkan teknin non
 Menarik diri
farmakologis untuk
 Berfokus pada diri
mengurangi rasa
sendiri
nyeri
 Diaforesis
Kolaborasi
Kondisi klinis terkait
□ Kolaborasi
 Kondisi pembedahan
pemberian
 Cedera traumatis
analgetik jika perlu
 Infeksi
 Sindrom koroner
akut
 Glaukoma
Terapi Relaksasi Otot
Progresif
Observasi
□ Identifikasi tempat
yang tenang dan
nyaman
□ Monitor secara
berkala untuk
memastikan otot
rileks
□ Monitor adanya
indicator tidak
rileks (mis. Adanya
gerakan, pernafasan
yang berat)
Terapeutik
□ Atur lingkungan agar
tidak ada gangguan
saat terapi
□ Berikan posisi
bersandar pada kursi
atau posisi lainnya
yang nyaman
□ Hentikan sesi relaksasi
secara bertahap
□ Beri waktu
mengungkapkan
perasaan tentang terapi
Edukasi
□ Anjurkan memakai
pakaian yang nyaman
dan tidak sempit
□ Anjurkan focus pada
sensasi otot yang
menegang
□ Anjurkan focus pada
otot yang rileks
□ Anjurkan bernafas
dalam dan perlahan
□ Anjurkan berlatih
diantara sesi regular
dengan perawat
Pengaturan Posisi
Observasi
□ Monitor status
oksigenasi sebelum
dan sesudah
mengubah posisi
Terapiutik
□ Tempatkan pada
matras / tempat tidur
terapiutik yang tepat
□ Tempatkan pada posisi
terapiutik
□ Tempatkan obyek
yang sering digunakan
dalam jangkauan
□ Atur posisi tidur yang
disukai, jika tidak
kontraindikasi
□ Atur posisi yang
meningkatkan
drainase
□ Motivasi melakukan
ROM aktif atau pasif
□ Hindari posisi yang
menimbulkan
ketegangan pada luka
Edukasi
□ Informasikan saat
dilakukan perubahan
posisi
□ Ajarkan cara
menggunakan postur
yang baik dan
mekanika tubuh yang
baik selama
melakukan perubahan
posisi
Kolaborasi
□ Kolaborasi
pemberian pre
medikasi sebelum
mengubah posisi,
jika perlu
Teknik Distraksi
Observasi
□ Identifikasi teknik
distraksi yang
diinginkan
Terapiutik
□ Gunakan teknik
distraksi
Edukasi
□ Jelaskan manfaat dan
jenis distraksi
□ Anjurkan
menggunakan teknik
sesuai dengan tingkat
energy, kemampuan,
usia, tingkat
perkembangan
□ Anjurkan membuat
data aktivitas yang
menyenangkan
□ Anjurkan berlatih
teknik distraksi
b Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan Manajemen sensasi
Efektif intervensi selama ... x... perifer
Penurunan sirkulasi darah menit, keadekuatan Observasi :
pada level kapiler yang aliran darah distal  Identifikasi penyebab
dapat mengganggu meningkat dengan perubahan sensasi
metabolism tubuh criteria hasil :  Identifikasi penggunaan
Penyebab : Perfusi perifer alat – alat pengikat,
 Penurunan konsentrasi meningkat prosthesis.
hemoglobin  Kekuatan Nadi  Periksa perbedaan
 Peningkatan tekanan darah Meningkat sensasi panas atau
 Kekurangan volume cairan  Penyembuhan luka dingin, tajam taua
 Penurunan aliran arteri dan meningkat tumpul
atau vena  Sensasi meningkat  Monitor perubahan
Gejala dan Tanda Mayor  Warna kulit pucat kulit
Subjektif : menurun  Monitor adanya
-  Nyeri ekstermitas tromboflebitis dan
Objektif : menurun tromboemboli vena
 Pengisian kapiler > 3 detik  Pengisian kapiler Terapeutik :
 Nadi perifer menurun atau membaik  Hindari pemakaian
tidak teraba  Akral membaik benda – benda yang
 Akral teraba dingin  Turgor kulit berlenihan sushunya
 Warna kulit pucat membaik Edukasi :

 Turgor kulit menurun  Anjurkan memakai


Gejalan dan Tanda Minor sepatu yang lembut dan
Subjektif : bertumit rendah
 Parastesia Kolaborasi :
 Nyeri Ekstermitas  Kolaborasi pemberian
Objektif : analgesic
 Oedema
 Penyembuhan luka lambat
 Bruit Femoral
Kondisi Klinis Terkait :
 tromboflebitis
 DM
 Anemia
 Gagal jantung kongestif
 Kelainan jantung
kongenital
 Trombosis arteri
 Sindrom kompartemen
 Thrombosis vena dalam
c Resiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
Definisi : asuhan keperawatan Observasi
Beresiko kehilangan selama ………x……..  Monitor tanda dan
perdarahan baik internal kemampuan untuk gejala perdarahan
maupun eksternal mencegah  Monitor nilai
Faktor resiko mengeleminasi hematokrit / Hb
 Gangguan koagulasi ancaman kesehatan sebelum da setelah
 Tindakan meningkat dengan kehilanga perdarahan
pembedahan kriteria hasil :  Monitor tanda2 vital
 Trauma  Kemampuan ortostatik
 Kurang terpapar mengidentifikasi  Monitor koagulasi
informasi tentang faktor resiko Terapeutik
pencegahan meningkat  Pertahankan bed rest
perdarahan  Kemampuan selama perdarahan
Kondisi Klinis Terkait : melakukan strategi  Batasi tindakan
 Trombositopenia control resiko invasif
 Trauma meningkat 
 Tindakan pembedah Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
 Anjurkan
meningkatkan asupan
makana dan vit K
 Anjurkan melaporkan
jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
produk darah , Jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
d Resiko Hipovolemia Setelah dilakukan Pemantauan cairan
Definisi : asuhan keperawatan Observasi
Beresiko mengalami selama ………x……..  Monitor Frekuensi
penurunan volume cairan kemampuan untuk dan kekuatan nadi
intravaskuler,interstisial,dan mencegah  Monitor tekanan
atau intraselular mengeleminasi darah
Faktor resiko ancaman kesehatan  Monitor Tanda-
 Kehilangan cairan meningkat dengan Tanda
secara aktif kriteria hasil : hipovolemia (
 Kegagalan  Kemampuan Frekuensi nadi
mekanisme regulasi mengidentifikasi meningkat,nadi
Kondisi Klinis Terkait : faktor resiko teraba lemah,
 Trauma /perdarahan meningkat tekanan darah
 Luka bakar  Kemampuan menurun,haus,lem
melakukan strategi ah)
control resiko  Identifikasi faktor
meningkat risiko
ketidakseimbanga
n cairan (
prosedur
pembedahan
mayor,Trauma
/perdarahan )
Terapeutik
 Atur interval
waktu
pemantauan
sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan , jika
perlu
Dukungan Mobilisasi
Observasi
 Identifikasi
adanya nyeri atau
keluhan laninnya

e Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


Definisi: intervensi selama ... x... Observasi
Keterbatasan dalam gerak menit, Kemampuan  Identifikasi
fisik dari satu atau lebih dalam gerakan fisik adanya nyeri atau
ekstermitas secara mandiri dari satu atau lebih keluhan laninnya
Penyebab ekstermitas secara  Identifikasi
 Kerusakan integritas mandiri meningkat toleransi fisik
struktur tulang dengan criteria hasil melakukan
 Penurunan kendali  Pergerakan gerakan
otot ekstermitas  Monitor kondisi
 Penurunan kekuatan meningkat umum selama
otot  Kekuatan otot melakukan
 Kekakuan sendi meningkat mobilisasi
 Kontraktur  Rentang  Monitor Frekuensi
 Program pembatasan gerakan(ROM) jantung
gerak Meningkat dantekanan darah

 Nyeri  Nyeri Menurun sebelum memulai

Gejala dan Tanda Mayor  Kecemasan mobilisasi

Subyektif Menurun Terapeutik

 Mengeluh Sulit  Gerakan  Fasilitasi Aktivasi

Menggerakkan terbatas mobilisasi dengan

ekstermitas menurun alat bantu

Obyektif  Kelemahan  Fasilitasi

 Kekuatan otot fisik menurun melakukan

Menurun  Gerakan tidak pergerakan , jika

 Rentang gerak ( terkoordinasi perlu

ROM ) Menurun menurun  Libatkan keluarga

Gejala dan Tanda Minor untuk membantu

Subyektif pasien dalam

 Nyeri saat bergerak meningkatkan

 Enggan melakukan pergerakan

pergerakan Edukasi

 Merasa cemas saat  Jelaskan Tujuan dan

bergerak Prosedur mobilisasi

Obyektif  Anjurkan Melakukan

 Sendi Kaku mobilisasi dini

 Gerakan Tidak  Anjurkan melakukan

terkoordinasi mobilisasi sederhana


yang harus dilakukan
 Gerakan Terbatas
( mis. Duduk
 Fisik Lemah
Kondisi Klinis terkait ditempat tidur,
 Trauma pindah dari tempat
 Fraktur tidur ke kursi )
 Stroke
 Cedera Medula
spinalis
f Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
Definisi: intervensi selama ... x... Observasi
Kondisi emosi dan menit, Tingkat ansietas  Identifikasi saat
pengalaman subyektif menurun dengan tingkat ansietas
individu terhadap objek criteria hasil berubah
yang tidak jelas dan  Verbalisasi  Identifikasi
spesifik akibat antisipasi kebingungan kemampuan
bahaya yang menurun mengambil
memungkinkan individu  Verbalisasi keputusan
melakukan tindakan untuk khawatir akibat  Monitor tanda
menghadapi ancaman kondisi yang tanda ansietas (
Penyebab dihadapi verbal dan non
 Krisis Situasional menurun verbal
 Ancaman terhadap  Perilaku gelisah Terapeutik
konsep diri menurun  Ciptakan suasana
 Ancaman terhadap  Perilaku tegang terapeutik untuk
kematian  Konsentrasi menumbuhkan
 Kekhawatiran membaik kepercayaan
mengalami kegagalan  Pola tidur  Temani pasien
 Kurang terpapar membaik untuk mengurangi
informasi  Frekuensi kecemasan,jika
Gejala dan Tanda Mayor pernapsan memungkinkan
Subyektif Membaik  Pahami situasi
 Merasa bingung  Frekuensi nadi ynag membuat
 Merasa khawatir Membaik ansietas
dengan akibat dari  Tekanan darah  Dengarkan penuh
kondisi yang membaik perhatian
dihadapi  Gunakan
 Sulit berkonsentrasi pendekatan yang
Obyektif tenang dan
 Tampak gelisah meyakinkan
 Tampak tegang  Motivasi
 Sulit tidur mengidentifikasi
Gejala dan Tanda Minor situasi yang
Subyektif memicu
 Mengeluh pusing kecemasan

 Anoreksia Edukasi

 Palpitasi  Jelaskan

 Merasa tidak berdaya prosedur,termasuk

Obyektif sensasi yang

 Frekuensi napas mungkin alami

meningkat  Informasikan

 Frekuensi nadi secara factual

meningkat mengenai
diagnosis,pengoba
 Tekanan darah
tan dan prognosis
Meningkat
 Anjurkan keluarga
 Diaforesis
untuk tetap
 Tremor
bersama pasien
 Muka Tampak Pucat
 Anjurkan
 Suara Bergetar
mengungkapkan
 Kontak Mata Buruk
perasaan dan
 Sering berkemih
persepsi
 Berorientasi pada
 Latih teknik
masa lalu
relaksasi
Kondisi Klinis terkait
Kolaborasi
 Penyakit akut
 Kolaborasi
 Hospitalisasi
pemberian obat
 Rencana Operasi
antiansietas

g Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
Definisi : asuhan keperawatan Observasi
Berisiko mengalami selama ………x……..  Monitor tanda dan
peningkatan terserang kemampuan untuk gejala infeksi
organisme patogenik mencegah local dan sistemik
Faktor resiko mengeleminasi Terapeutik
 Efek prosedur ancaman kesehatan  Batasi jumlah
invasive meningkat dengan pengeunjung
 Peningkatan paparan kriteria hasil :  Berikan
organism pathogen perawatan kulit
lingkungan  Kemampuan pada area edema
 Kerusakan integritas mengidentifikasi  Cuci tangan
kulit faktor resiko sebelum dan
 Penurunan meningkat sesudah kontak
hemoglobin  Kemampuan dengan pasien dan
Kondisi Klinis terkait melakukan strategi lingkungan pasien
 Luka bakar control resiko  Pertahankan
 Tindakan invasive meningkat teknik aseptic
 AIDS pada pasien
 PPOK beresiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
 Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
 Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka atau
luka operasi
 Anjurkan
Meningkatkan
asupan nutrisi
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
imunisasi , jika
perlu
h Resiko Luka Tekan Setelah dilakukan Pencegahan Luka
Definisi : asuhan keperawatan Tekan
Beresiko mengalami cedera selama ………x…….. Observasi
local pada kulit dan/ atau kemampuan untuk  Periksa Adanya
jaringan , biasanya pada mencegah Luka Tekan
tonjolan tulang akibat mengeleminasi sebelumnya
tekanan dan / atau gesekan ancaman kesehatan  Monitor suhu
Faktor resiko meningkat dengan kulit yang
 Penurunan mobilisasi kriteria hasil : tertekan
 Penurunan perfusi  Monitor ketat area
jaringan  Kemampuan yang memerah
 Kulit kering mengidentifikasi  Monitor sumber
 Edema faktor resiko tekanan dan
 Fraktur tungkai meningkat gesekan
 Riwayat luka tekan  Kemampuan  Monitor mobilitas
 Imobilisasi fisik melakukan strategi dan aktivitas
 Gesekan permukaan control resiko individu
kulit meningkat  Monitor kulit di
Kondisi Klinis terkait atas tonjolan
 Anemia tulang atau titik

 Trauma tekan saat

 Fraktur tungkai menubah posisi

 Imobilisasi Terapeutik

 Cedera medulla  Keringkan daerah

spinalis dan / atau kulit yang lembab

kepala akibat keringat,


cairan luka.
 Ubah posisi denga
hati – hati setiap
1- 2 jam
 Buat jadwal
perubahan posisi
 Jaga seprai tetap
kering, bersih, dan
tidak ada kerutan
/lipatan
 Hindari
pemberian lotian
pada daerah yang
luka atau
kemerahan
Edukasi
 Jelaskan Tanda
tanda kerusakan
kulit
 Anjurkan
melaporkan jika
menemukan tanda
tanda kerusakan
kulit
 Ajarkan cara
merawat kulit

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukkan pada
nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor – fakTor yang
mempengaruhi masalah kesehatan pasien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2001).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap
tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah
informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah prilaku yang diobservasi
sudah sesuai. Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.
Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat
dicapai secara efektif (Nursalam, 2001). Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan
terdiri dari dua jenis yaitu:
1) Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan
tujuan tercapai.
2) Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Appley, G. A. 2005.Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi VII. Jakarta: Widya Medika.
Baradero, Mary. 2008. Keperawatan perioperatif .Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. (2008). Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8).Jakarta : EGC

Grace, Pierce A., dan Borley, Neil R., 2006. Nyeri Abdomen Akut. Dalam: Safitri, Amalia, ed.
At a Glance Ilmu Bedah.Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.

Juniartha. 2007. Angka Kejadian Fraktur. http://okezone.com diakses pada tanggal 14 September
2016

Lukman & Ningsih, Nurma.(2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medik

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan SistemMuskuloskeletal.
EGC: Jakarta.

Noor Helmi, Zairin, 2012.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid 1, Jakarta: Salemba
Medika

Price, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Ed. 6, volume 1&2.
EGC: Jakarta.

Smeltzer, Suzanne, C. Bare Brenda, G. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner
& Suddarth, Edisi VIII. Jakarta: EGC.

Suratun,.2008. Klien Gangguan System Muskuloskelata. Seri Asuhan Keperawatan ; Editor


Monika Este. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai