OLEH :
NIM. 20089142228
BULELENG 2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN HERNIA
2. Etiologi
Menurut Suratun (2010) ada 2 (dua) penyebab terjadinya hernia yaitu:
Defek dinding otot abdomen: Hal ini dapat terjadi sejak lahir (congenital) dan
didapat.
Hernia congenital: Processus vaginalis peritoneum persisten Testis
tidak samapi scrotum, sehingga processus tetap terbuka Penurunan baru
terjadi 1-2 hari sebelum kelahiran, sehingga processus belum sempat
menutupdan pada waktu dilahirkan masih tetap terbuka
Hernia yang didapat seperti karena usia, keturunan, lemahnya dinding
rongga perut, akibat dari pembedahan sebelumnya. Peningkatan tekanan
intraabdominal: Penyakit paru obtruksi menahun (batuk kronik), obesitas,
adanya Benigna Prostat Hipertropi (BPH), sembelit, mengejan saat defekasi
dan berkemih, mengangkat beban terlalu berat dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal.
3. Tipe-Tipe Hernia
a. Sering terjadi
1) Umbilical/ para-umbilikal
Berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang
disebabkan bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum
kelahiran, namun tidak menutup sepenuhnya. Hernia umbilikalis sering
terjadi pada bayi baru lahir karena dinding abdomen anterior relative
lemah pada annulus umbilicalis, terutama pada bayi baru lahir dengan
berat badan rendah. Selain itu hernia umbilikalis didapat paling sering
terjadi pada perempuan atau orang obesitas.
2) Inguinal (direk dan indirek)
Hernia inguinalis (rupture) adalah suatu protrusi peritoneum dan
viscera parietalis, seperti usus halus, melalui lubang normal atau
abnormal dari rongga yang masuk bagiannya. Hernia inguinalis terjadi
ketika dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke bawah
melalui celah. Hernia tipe ini lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan. Karakteristik hernia inguinalis direk dan hernia indirek
disajikan dan digambarkan pada Tabel 2.1.
3) Femoral
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria dan
sangatjarangpadaanak- anak. Hernia femoralis tidak dapat dikembalikan
ketempat semual (irreducible).
4) Insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia
ini muncul sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot
sekitar pusar tidak menutup sepenuhnya
b. Jarang terjadi
1) Epigastrik
Terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis
tengah perut (diantara processus xiphoideus dan umbilicus). Hernia
epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi
usus. Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini
sering menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke
dalam perut ketika pertama kali ditemukan.
2) Gluteal, lumbal, obturator
Hernia pada kedua trigonum ini jarang dijumpai. Pada
pemeriksaan fisik tampakdanterababenjolandi pinggangdi
tepibawahtulangrusukXIIataudi tepi kranialpangguldorsal.Hernia
obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatoria. Kantong hernia
ini mungkin diisi oleh lekuk usus yang dapat mengalami inkaserasi
parsial atau total.
Prosesu
vanalisperitonie Peningkatan tekanan intraabdomen
tidak terobilitasi
Terputusnya MK: destruksi
kontinuitas Kerusakan pertahanan
Fasia abdomen tidak mampu menhaan
Kanalis ingunalis jaringan lunak integritas
tekanan
terbuka jaringan
masuknya
Terputusnya mikroorganisme
Fasia simpul
Peritoneum terkoyak Keterbatasan
tertarik kedaerah gerak respon
skrotum inflamasi
MK: Gangguan
Hernia inguinalis Rasa Nyaman
lateralis akuisita /Nyeri MK: Risiko
Hernia inguinalis
*akuisita=didapat Infeksi
lateralis kongenital
MK: Imobilitas
Fisik
HERNIA
7. Komplikasi
Grace, (2007) dan Oswari (2006) Menyebutkan komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita hernia adalah:
a. Hematoma (luka atau pada skrotum),
b. Retensi urin akut. Infeksi pada luka.
c. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis.
d. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi
hernia tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis
ireponibilis).
e. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang
masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan
gangguan penyaluran isi usus.
f. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateralis strangulata.
g. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan
pembuluh darah dan kemudian timbul nekrosis.
h. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung,
muntah dan obstipasi.
i. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki.
j. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah.
k. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
l. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik,
abses.
8. PemeriksaanPenunjang
Menurut Suratun, (2010). Pemeriksaan penunjang pada penderita
hernia dapat dilakukan dengan cara berikut:
Biasanya tidak diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan
diagnosis hernia. Namun pemeriksaan seperti ultrasonografi (USG), CT Scan,
maupun MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat dikerjakan guna melihat
lebih lanjut keterlibatan organ-organ yang terperangkap dalam kantung hernia
tersebut. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk kepentingan
operasi
a. sinar X abdomen menunjukan kadar gas dalam usus / abstruksi usus.
b. Laparoskopi, untuk menentukan adanya hernia inguinal lateralis apakah
ada sisi yang berlawanan atau untuk mengevaluasi terjadi hernia berulang
atau tidak.
c. Pemeriksan darah lengkap, hitung darah lengkap dan serum elektrolit
dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit),
peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000– 18.000/mm3)
9. Penatalaksanaan Medis
Grace (2007), mengatakan penatalakasanaan yang diberikan kepada
penderita hernia meliputi :
a. Kaji hernia untuk: keparahan gejala, risiko komplikasi (tipe,ukuran leher
hernia), kemudahan untuk perbaikan (lokasi, ukuran), kemungkinan
berhasil (ukuran, banyakya isi perut kanan yang hilang).
b. Kaji pasien untuk : kelayakan operasi, pengaruh hernia terhadap gaya
hidup (pekerjaan dan hobi).
c. Perbaikan dengan bedah biasanya ditawarkan pada pasien – pasien
dengan:
1) Hernia dengan risiko komplikasi apapun gejalanya.
2) Hernia dengan adanya gejala-gejala obstruksi sebelumnya.
3) Hernia dengan risiko komplikasi yang rendah namun dengan gejala
yang mengganggu gaya hidup dan sebagainya.
Secara konservatif (non operatif)
1) Reposisi hernia
Hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan
2) Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan
sementara, misalnya pemakaian korset
Secara operatif (prinsip pembedahan)
1) Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada
klien dengan hernia yang sudah nekrosis. Eksisi kantung hernianya
saja untuk pasien anak.
2) Herniorafi
Memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang
biasa dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui
bedah terbuka atau laparoskopik.
B. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Hernia
1. Pengkajian
Menurut Dermawan & Rahayuningsih (2010), hal yang perlu di kaji
pada penderita hernia inguinalis adalah memiliki riwayat pekerjaan
mengangkat beban berat, duduk yang terlalu lama, terdapat benjolan pada
bagian yang sakit, nyeri tekan, klien merasa tidak nyaman karena nyeri pada
perut.
a. Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
penanggung jawab, pekerjaan dll. Biasanya hernia Ditemukan 80 % pada
pria dan prosentase yang lebih besar pada pekerja berat.
b. Keluhan utama
keluhan yang menonjol pada pasien hernia untuk datang ke rumah
sakit adalahbiasanya pasien datang dengan benjolan di tempat hernia,
adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
c. Riwayat penyakit sekarang
Diawali timbulnya/munculnya benjolan yang mula mula kecil dan
hilang dengan istirahat,berlanjut pada fase benjolan semakin membesar dan
menetap,benjolan tidak hilang meskipun dengan istirahat.Benjolan yang
menetap semakin membesar oleh karena tekanan intra abdominal yang
meningkat mengakibatkan benjolan semakin membesar yang berakibat
terjadinya jepitan oleh cincin hernia.Biasanya klien yang mengalami nyeri.
Pada pengkajian nyeri (PQRST)
P: klien mengatakan ke rumah sakit dengan keluhan ada benjolan pada
bagian perut bawah yang di sebab kankarna ada bagian dinding
abdomen yang lemah.
Q: benjolan tersebut menimbulkan rasa nyeri di daerah bagian bawah
perut/ sesuai tempat terjadinya hernia, klien mengatakan rasa nyeri
seperti di tusuk –tusuk jarum.
R: nyeri tersebut sangat terasa di bagian perut bagian bawah.
S: skala nyeri 4-8.
T: nyeri terasa hebat saat di bawa beraktivitas dan nyeri berlangsung
selama ± 3 menit ada gejala mual-muntah bila telah ada komplikasi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Secara patologi Hernia tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
e. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita Hernia, keluhan pada masa kecil,
hernia dari organ lain, dan penyakit lain yang memperberat Hernia seperti
diabetes mellitus. Biasanya Ditemukan adanya riwayat penyakit menahun
seperti: Penyakit Paru Obstruksi Kronik, dan Benigna Prostat Hiperplasia.
f. Riwayat pisikososial
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi
masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima
keadaannya. Biasanya pasien mengalami cemas, dan penurunan rasa
percaya diri.
g. Pola kebiasaan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekuensinya). Biasanya pada hernia
reponibilis dan irreponibilis belum dijumpai adanya gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan makan dan minum. Peristaltic usus biasanya
lebih dari batas normal (>10x/menit).
Pada hernia inkarcerata dan strangulata dijumasi adanya gejala mual
dan muntah yang mengakibatkan terjadinya gangguan pemenuhan
kebutuhan makan dan minum.
2) Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya Pada hernia reponibilis dan irreponibilis tidak dijumpai
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur. Namun pada hernia inkarcerata
dan strangulata ditemukan adanya gejala berupa nyeri hebat yang
mengakibatkan gangguan pemenuhan istirahat tidur
3) Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri akibat penonjolan hernia.
4) Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
5) Pola kognitif
Penglihatan, perabaan serta pendengaran, kemampuan berfikir,
mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
6) Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
7) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien
mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
8) Neurosensori
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri yang meningkat bila digunakan
beraktivitas. Biasanya nyeri seperti tertusuk yang akan semakin
memburuk dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan,
mengangkat, defekasi, mengangkat kaki. Keterbatasan untuk mobilisasi
atau membungkuk kedepan (Soeparman, 2011).
h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik focus hernia yaitu pemeriksaan abdomen meliputi :
a) Inspeksi
Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan ada tidaknya benjolan, awasi
tanda infeksi( merah, bengkak,panas,nyeri, berubah bentuk)
b) Auskultasi
Bising usus jumlahnya melebihi batas normal >12 karena ada mual
dan pasien tidak nafsu makan, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung
sonor.
c) Perkusi
Kembung pada daerah perut, terjadi distensi abdomen
d) Palpasi
Turgor kulit elastis, palpasi daerah benjolan biasanya terdapat nyeri
Post Operasi
1. Riwayat penyakit sekarang
Menurut Rumiati (2013) dan Hartini Tri Palupi (2013) klien dengan post
operasi hernia mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi
pembedahan.
2. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka operasi.
b. Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan luka post operasi herniotomi atau herniorapi dapat
menimbulkan nyeri sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola
tidur klien.
c. Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest
berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
d. Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri (biasanya terdapat nyeri
disekitar luka pembedahan herniotopi atau herniorap indikator 4-
7)penglihatan, perabaan serta pendengaran, kemampuan berfikir,
mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
Pemeriksaan fisik :
B1 (breath) : biasanya tidak terjadi gangguan pernafasan yang spesifik
untuk pasien post operasi hernia
B2 (blood) : biasanya tekanan darah masih dalam batas normal
B3 (brain) : Kesadaran secara kuantitatif (GCS) dalam batas normal (Eye
4,verbal 5, motorik 6)
Kesadaran secara kualitatif : kompos mentis, kadang
dijumpaikesadaran yang apatis dan gelisah pada hernia
inkarcerata danstrangulata.
B4 (bladder) : Biasanya di jumpai penurunan produksi urine
B5 (bowel) : Terdapat penurunan peristaltic usus.
B 6 (bone) : pasien biasanya mengalami kesulitan dalam berpindah dan
berejalan akibat luka post operasi herniotomi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang lazim muuncul pada pasien dengan Hernia menurut NANDA
(2013) yaitu sebagai berikut :
a. Pre Operasi Hernia
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
b) Mual berhubungan dengan regurgitasi usus akibat obstruksi usus
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, gangguan peristaltic usus
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post operasi
e) Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan tindakan operatif
f) Deficit pengetahuan berhubungan dengan potensial komplikasi
gastrointestinal dan kurangnya informasi.
b. Post Operasi Hernia
a) Nyeri akut berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat
tindakan operasi.
b) Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan tindakan operatif
c) Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post operasi
3. Intervensi keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Perencanaan/Intervensi Rasional
Dx
INTERVENSI PRE OPERASI
1 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
❖ Kontrol nyeri Manajemen nyeri
dengan agen injuri fisik
Indikator : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Dengan mengetahui lokasi,
1. Tidak pernah menunjukkan komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,kualitas dan derajat
manajemen nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri sebelum pemberian, dapat
2. Jarang menunjukkan kualitas dan intensitas atau dijadikan acuan untuk tindakan
manajemen nyeri keparahan nyeri, dan faktor penghilang nyeri setelah pemberian
3. Kadang-kadang menunjukkan presipitasinya obat
manajemen nyeri
4. Sering menunjukkan
manajemen nyeri 2. Observasi isyarat nonverbal 2. Untuk mengetahui tingkat
5. Secara konsisten ketidaknyamanan, khususnya keparahan nyeri pasien yang tidak
menunjukkan manajemen pada mereka yang tidak mampu mampu berkomunikasi efektif
nyeri berkimunikasi efektif
Pemberian analgesik
7. Cek perintah pengobatan meliputi 7. Menghindari terjadinya kesalahan
obat, dosis, dan frekuensi obat dalam pemberian obat ke pasien
analgesik yang diresepkan dan perintah pemberian obat
8. Cek adanya riwayat alergi obat 8. Mengetahui adanya riwayat alergi
9. Berikan kebutuhan kenyamanan obat pasien
dan aktivitas lain yang dapat 9. Meciptakan lingkungan yang
membantu relaksasi untuk nyaman dengan membersihkan
memfasilitasi penurunan nyeri tempat tidur, mengatur suhu, dan
mengurangi kebisingan.
Pemberian analgesik
7. Cek perintah pengobatan 7. Menghindari terjadinya kesalahan
meliputi obat, dosis, dan dalam pemberian obat ke pasien
frekuensi obat analgesik yang dan perintah pemberian obat
diresepkan 8. Mengetahui adanya riwayat alergi
8. Cek adanya riwayat alergi obat obat pasien
9. Meciptakan lingkungan yang
9. Berikan kebutuhan kenyamanan nyaman dengan membersihkan
dan aktivitas lain yang dapat tempat tidur, mengatur suhu, dan
membantu relaksasi untuk mengurangi kebisingan.
memfasilitasi penurunan nyeri
2 Kerusakan Integritas ❖ Integritas jaringan: kulit Perawatan luka
jaringan berhubungan dan membran mukosa 1. Bersihkan luka dengan normal 1. untuk mengatasi iritasi pada luka
dengan kerusakan jaringan Indikator : saline ata pembersih yang tidak
akibat dari tindakan 1. Sangat terganggu beracun
operasi. 2. Banyak terganggu 2. Oleskan salep yang sesuai 2. salep yang sesuai dapat membantu
3. Cukup terganggu dengan kulit/lesi menjaga agar kulit tetap lkembab
4. Sedikit terganggu 3. Berikan balutan yang sesuai 3. balutan yang sesuai dengan jenis
5. Tidak terganggu dengan jenis luka luka dapat mempengaruhi proses
penyembuhan
Hasil yang diharapkan 4-5 4. Periksa luka setiap kali perbahan 4. memeriksa luka untuk mengetahui
balutan perubahan-perubahan pada luka
kriteria hasil : 5. Reposisi pasien setidaknya setiap 5. untuk mencegah terjadinya luka
1. Suhu kulit 2 jam decubitus
2. Sensasi
3. Elastisitas Kontrol risiko : proses infeksi
4. Hidrasi 6. Anjurkan pengunjung untuk 6. Menghindari masuknya
5. Tekstur mencuci tangan pada saat mikroorganisme atau bakteri yang
6. Perfusi jaringan memasuki dan meninggalkan akan menyebabkan infeksi
7. Integritas kulit ruang pasien
7. batasi jumlah pengunjung bila 7. menghindari terjadinya penularan
Kontrol risiko : proses infeksi perlu atau penyebaran infeksi
Indikator : 8. Dorong asupan cairan: tawari 8. untuk membantu perbaikan
1. Tidak pernah menunjukkan makanan ringan, minuman jaringan yang rusak dari dalam
2. Jarang menunjukkan ringan dan buah-buahan segar/jus tubuh
3. Kadang-kadang menunjukkan buah) 9. Nutrisi yang tepatdapat membantu
4. Sering menunjukkan 9. Tingkatkan intake nutrisi yang memperbaiki sel/jaringan yang
5. Secara konsisten tepat: dengan memotivasi pasien rusak dari dalam tubuh.
menunjukkan untuk makan sesuai dengan porsi
yang disediakan dari rumah sakit.
Hasil yang diharapkan 4-5
Kriteria hasil:
1. Mengidentifikasi faktor risiko
infeksi
2. Mengidentifikasi risiko
infeksi dalam aktivitas sehari-
hari
3. Mengidentifikasi strategi
umtuk melindungi diri dari
orang lain yang terkena
infeksi
4. Mempraktikkan strategi
untuk mengontrol infeksi
5. Mempertahankan lingkungan
yang bersih
15. pastikan diet mencakup 15. diet tinggi serat seperti pada
makanan tinggi kandungan sayuran (missal bayam, sawi,
serat untuk mencegah brokoli) dapat mencegah
konstipasi konstipasi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2011). Proses Implementasi mencakup (Kozier, 2011) :
a. Mengkaji kembali pasien
b. Menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan
c. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
d. Melakukan supervise terhadap asuhan yang didelegasikan
e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik
dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri dilanjutkan, atau
diubah (Kozier, 2011).
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan pengertian
S (subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan
diberikan. O (objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. A (analisis) adalah
membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil,
kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
P (planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa (Kozier, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Hartini. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Hernia Hari Ke-1.
Surakarta
Judith M.Wilkinson. 2006. Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Hasil
NOC. Jakarta: EGC
Kemenkes RI, 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, pp. 51-83
http://eprints.ums.ac.id/31241/19/NASKAH_PUBLIKASI.pdf.diakses pada tanggal 01
Oktober 2016, pukul 05.36 WIB
Kozier. 2011. Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, Dan Praktik). Jakarta: EGC
Moore & Dalley. 2013. Anatomi Fisiologi Berorientasi Klinis. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga
Moorhead, Johnson, Meridean, Swanson. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi
ke-5. Jakarta: Mocomedia
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta:EGC
Rekam Medik, 2015. Data Rekam Medik. Bengkulu: RSUD Dr. M.Yunus kota Bengkulu
Ruhl, C.E,: Everhart, J.E.,2007. Risk Factors foringuinal Hernia Adult in the US Population. Am
Jepidemiol. http://eprints.ums.ac.id/31241/19/NASKAH _PUBLIKASI.pdf
Rumiati. 2013. Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Dengan Post Operasi Hernia.
Surakarta
Suratun. (2010). Asuhan keperawatan klien gangguan sistem gastrointestinal. Jakarta: CV. Trans
Info Media: http://eprints.ums.Ac.id/22022/16/naskah_publikasi.pdf.diakses pada
tanggal 15 September 2016, pukul 15.53 WIB
Townsend. 2011. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery. 17th Edition. Philadelphia. Elsevier
Saunders. 1199-1217: http://medicine.comdiakses pada 30 Agustus 2016, pukul 16.06
WIB