Anda di halaman 1dari 9

Teori Kecerdasan Moral Menurut Lickona

endidikan moral melalui pengembangan kepribadian merupakan suatu

proses pendidikan yang memerlukan dukungan dari berbagai unsur.

Unsur yang dimaksud adalah institusi keluarga, sekolah, ataupun lingkungan.

masyarakat. Mengingat pentingnya pendidikan moral ini, seyogianya seluruh

tersebut dapat memberikan kontribusi signifikan dan tidak

mengandalkan satu sama lain. Keluarga menempati posisi strategis dalam

pengembangan kepribadian anak sebab anak untuk yang pertama kali

mengenal dunia dan aneka macam kehidupannya dari lingkungan keluarga.

Pendidikan anak usia dini dalam kapasitas pendidikan moral dan

karakter manusia sangat terpengaruh oleh pola asuh orang tua dan lingkungan

keluarganya. Apalagi, ketika kita memperhatikan kehidupan masyarakat saat

ini, banyak faktor yang sangat membutuhkan penanganan serius, termasuk

pembentukan moralitas anak bangsa, Dari anak bangsa yang terbina dan

terdidik oleh pola asuh orang tua yang baik, akan lahir, tumbuh, dan

berkembang suatu generasi baik pula. Betapa besar pengaruh kehidupan

masyarakat dalam pembentukan moralitas bangsa pada umumnya. Seperti

Anda ketahui bahwa penanaman nilai dan moral yang tepat bukan hanya

unsur

bertarget penguasaan konsep belaka, tetapi jauh lebih efektif jika

mempertimbangkan prinsip moral action. Pembelajaran moral dalam konteks

implementasi nyata dari kehidupan terdekat dengan diri anak (contextual)

adalah suatu hal yang sangat penting bagi pendidikan moral pada anak usia

dini. Anak usia dini pada usia belia masih menganggap berbagai hal yang ada

dan apa pun yang teralami oleh dirinya menjadi sesuatu pengalaman berarti
dalam hidupnya. Semua itu adalah pengetahuan yang akan mampu

memperkaya pengalaman hidupnya dalam menentukan sikap dan perilakunya

sehari-hari. Jadi, dalam hal ini, sangat diperlukan pengalaman dan

lingkungan yang kondusif bagi mereka agar terbenam dalam kepribadiannya:

suasana kebatinan yang menjadi modal dasar pembentukan kepribadian di

masa depan.

Sungguh penting bagi kita untuk memperhatikan aspek pendidikan moral

bagi kehidupan manusia. Melalui hal tersebut, umat manusia akan mampu

membangun peradaban yang dilandasi oleh keluhuran nilai-nilai

kemanusiaan dan moralitas yang tinggi. Masa depan suatu bangsa juga sangat

tergantung dari pembentukan moralitas manusianya. Tanpa adanya

kepedulian, tentu kehancuranlah yang akan mengancam dan datang pada kehidupan bangsa tersebut.

Agar pendidikan moral dapat berjalan dengan baik, hal tersebut sangat

dianjurkan dilakukan pada kehidupan anak usia dini. Pembicaraan tentang

pendidikan moralitas berkaitan dengan pembentukan dan pendidikan karakter

bangsa secara umum. Menurut Lickona dkk (2007), terdapat 11 prinsip agar

pendidikan karakter dapat berjalan efektif: (1) kembangkan nilai-nilai etika

inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi karakter yang baik

(2) definisikan 'karakter secara komprehensif yang mencakup pikiran,

perasaan, dan perilaku; (3) gunakan pendekatan yang komprehensif,

disengaja, dan proaktif dalam pengembangan karakter, (4) ciptakan

komunitas sekolah yang penuh perhatian; (5) beri siswa kesempatan untuk

melakukan tindakan moral; (6) buat kurikulum akademis yang bermakna

menantang, yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan


karakter, serta membantu anak untuk berhasil; (7) usahakan mendorong

motivasi diri anak; (8) libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajar

dan moral yang berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan

upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama dan yang membimbing

pendidikan anak; (9) tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral

dan dukungan jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter; (10) libatkan

keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan

karakter; (11) evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik

karakter, dan sejauh mana peserta didik memanifestasikan karakter yang

baik.

Dalam pendidikan karakter, penting sekali dikembangkan nilai-mila

etika inti, seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa

hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja

pendukungnya, misalnya ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigi

sebagai basis karakter yang baik, Sekolah harus berkomitmen untik

mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud,

mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam

kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu., mengkaji dan

mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan

antarmanusia, serta mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah

dan masyarakat. Hal yang terpenting, semua komponen sekolah bertanggung

jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-

nilai inti.

Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan

berdasarkan nilai-nilai etika inti. Karena itu, pendekatan holistik dalam


pendidikan karakter berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek

kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral. Peserta didik

memahami nilai-nilai inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya,

mengamati perilaku model, dan mempraktikkan pemecahan masalah yang

melibatkan nilai-nilai. Peserta didik belajar peduli terhadap nilai-nilai inti

dengan mengembangkan keterampilan empati, membentuk hubungan yang

penuh perhatian, membantu menciptakan komunitas bermoral, mendengar

cerita ilustratif dan inspiratif, serta merefleksikan pengalaman hidup.

Sekolah yang telah berkomitmen untuk mengembangkan karakter

melihat diri mereka sendiri melalui lensa moral. Hal ini dilakukan untuk

menilai apakah segala sesuatu yang berlangsung di sekolah memengaruhi

perkembangan karakter anak. Pendekatan yang komprehensif menggunakan

semua aspek persekolahan sebagai peluang untuk pengembangan karakter.

Ini mencakup apa yang sering disebut dengan istilah kurikulum tersembunyi,

hidden curriculum (upacara dan prosedur sekolah; keteladanan guru;

hubungan anak dengan guru, staf sekolah lainnya, dan sesama mereka

sendiri; proses pengajaran; keanekaragaman peserta didik; penilaian

pembelajaran; pengelolaan lingkungan sekolah; serta kebijakan disiplin);

kurikulum akademis, academic curriculum (mata pelajaran inti, termasuk

kurikulum kesehatan jasmani), dan program-program ekstrakurikuler,

extracurricular programs (tim olahraga, klub, proyek pelayanan, dan

kegiatan-kegiatan setelah jam sekolah).

Pendidikan karakter yang efektif harus menyertakan usaha untuk menilai

kemajuan. Terdapat tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian. (l)

Karakter sekolah: sampai sejauh mana sekolah menjadi komunitas yang lebih
peduli dan saling menghargai. (2) Pertumbuhan staf sekolah sebagai pendidik

karakter: sampai sejauh mana staf sekolah mengembangkan pemahaman

tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk mendorong pengembangan

karakter. (3) Karakter anak: sejauh mana peserta didik memanifestasikan

pemahaman, komitmen, dan tindakan atas nilai-nilai etis inti. Hal seperti itu

dapat dilakukan pada awal pelaksanaan pendidikan karakter untuk

mendapatkan baseline dan diulang lagi pada kemudian hari untuk menilai

kemajuan.
Sebagai pembanding, menurut Marvin Bcrkowitz (1998), pendidikan
indonesia saat ini lebih mengedepankan pengusaan aspek keilmuan, kecerdasan, dan mengabaikan
pendidikan karakter. Pendidikan moral,
seperti pendidikan moral

Pancasila, memang ada. Akan tctapi, pengetahuan

pendidikan moral atau etika di sekolah-sekolah

belum memperhatikan bagaimana pendidikan itu dapat berdampak terhadap

perilaku seseorang, hal Itu berdampak terhadap dekadensi moral yang

memprihatinkan. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa pendidikan seharusnya

mampu menghadirkan generasi yang berkarakter kuat karena manusla

sesungguhnya dapat dididik. Manusia adalah animal seducandum. Artinya,

manusia ialah binatang yang harus dan dapat dididik. Dengan tepat,

Aristoteles mengatakan, sebuah masyarakat yang budayanya tidak

memperhatikan pentingnya mendidik good habits (melakukan kebiasaan


berbuat baik) akan menjadi masyarakat yang terbiasa dengan hal buruk.

Keberadaan pengaruh, baik internal maupun eksternal rumah dan

sekolah, memberi kontribusi besar dalam menghambat tumbuhnya semangat

pembentukan karakter suatu bangsa. Komitmen yang melemah dan

ketidakmampuan semua pihak dalam menegakkan norma yang dapat

membahayakan eksistensi peradaban suatu bangsa. Akhir tahun 2010, negara

Indonesia dihiasi dengan berbagai kasus kemerosotan moral bangsa samPdl

masuk ke Sisi kehidupan anak yang belum dewasa. Kasus video porno

aparat dan pejabat/penyelenggara negara sampai artis terkenal mengentakkan

nurani kita betapa rentannya bangsa ini dalam pembentukan moralitJS

bangsa. Upaya penegakan hukum yang terkesan bertele-tele dan lamban

membuat kita pesimis dengan harapan adanya perbaikan dari suasana carut-

marut moralitas bangsa besar ini.

Bangsa Indonesia sudah lama dikenal dunia sebagai bangsa yang

memiliki karakter baik, sopan, santun, ramah, dan saling menghormati.

Namun, pada era reformasi, semua itu mulai langka kita temukan. Kejahatan,
pelecehan seksual, pelanggaran, dan bentrokan antarkelompok seperti tak

per-nah berhenti menghiasi perjalanan hidup bangsa ini- Kondisi seperti ini

tidak boleh dibiarkan tanpa adanya upaya serius dari setiap komponen

masyarakat yang peduli pada pendidikan karakter bangsa yang besar ini. Kita

juga sadar bahwa ini semua bukanlah kepribadian, apalagi karakter asli

bangsa Indonesia. Namun, ini merupakan dinamika kehidupan dunia di era

globalisasi. Demikian pula dalam pola perilaku dan karakter umat manusia.

Karakter setiap bangsa seolah kabur dan yang ada hanyalah terpengaruh Oleh

segala sesuatu yang dianggap baik menurut penilaian pribadi.

Kondisi seperti ini sungguh sangat mengerikan dan mengkhawatirkan

kita semua. Betapa tidak kondusifnya kondisi moralitas bangsa ini untuk

kepentingan pendidikan moral anak usia dini di masa depan. Anak usia dini

sangat membutuhkan contoh positif, perilaku yang baik, dan model yang

dapat diteladani. Mereka sangat mudah meniru, mencontoh, dan mengikuti

apa pun yang mereka anggap hal yang baru dalam perkataan, sikap, dan

perbuatan. Kalau lingkungan di sekitar kehidupan mereka memberikan


pengaruh yang tidak kondusif, tentu hal itu sangat tidak menguntungkan dan

tidak baik bagi perkembangan moralitas anak. Kalau kondisi lingkungan

yang demikian adanya tidak mendapat perhatian serius dari semua pihak,

seperti orang tua, masyarakat, dan guru, dikhawatirkan akan lahir anak

bangsa yang kurang memedulikan moral dan etika dalam kehidupan manusia

dan cenderung merusak martabat kemuliaan umat manusia. Anda sebagai

salah seorang praktisi pendidikan pada tingkat usia dini tentu diharapkan

mampu menjadi pionir atau pelopor dalam menyelamatkan pendidikan moral

anak bangsa yang dimulai sejak usia dini. Partisipasi aktif Anda sangat

memberikan arti bagi pembentukan karakter bangsa yang lebih baik dan

bermartabat pada masa mendatang.

Perilaku yang tampak dalam aktivitas sehari-hari dari seseorang akan

membentuk kepribadian dan pada akhirnya menjadi karakter manusia. Itu

semua sangat membutuhkan proses pembiasaan yang positif agar melembaga

dalam kepribadiannya: sifat, perilaku, kepribadian, dan karakter yang baik


pula. Pepatah nenek moyang kita mengatakan bahwa bahwa alah bisa karena
biasa, Ini mendasari bahwa tidak ada perilaku dan moralitas umat manusia

yang tidak melalui proses pembiasaan dalam hidupnya. Perilaku, sikap, dan

kepribadian tidak tiba-tiba muncul menjadi ciri atau karakter seseorang

Semua itu melalui proses perjalanan hidup yang manusia lalui, yang tentu

dalam proses tersebut selalu mendapatkan pengaruh dari dirinya.

penciptaan lingkungan yang mendidik, kondusif, dan positif tentunya

Ini menjadi persyaratan yang ideal agar mampu memberi pengaruh dalam

pembentukan dan pendidikan karakter serta moralitas anak manusia.

Anda mungkin juga menyukai