Oleh:
Rizka Rahmaharyanti, S.Kep
G4D014001
A. Latar Belakang
Kedaan klinis berupa kumpulan gelaja atau fase awal dari suatu penyakit baik
akut maupun kronis bisa saja mengganggu bahkan mempengaruhi kehidupan
penderitanya seperti penyakit. Salah satu keadaan klinis tersebut ialah sindrom
nefrotik. Kumpualan keabnormalan yang terdapat pada sindrom nefrotik meliputi
proteinuria, hipoalbuminemia, edema serta hiperlipidemia. keabnormalan tersebut
utamanya disebabkan oleh rusaknya glumerolus ginjal dengan berbagai sebab,
sehingga fungsi filtrasinya terganggu.
Sindrom nefrotik, walaupun hanya berupa kumpulan gejala, memiliki kondisi
yang perlu ditangani segera agar tidak berlanjut ke gagal ginjal akut maupun
kronis. Keadaan ini paling banyak terjadi pada anak usia 3-4 tahun dengan
perbandingan pasien wanita dan pria 1:2 [ CITATION Nur13 \l 1033 ].
B. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injuri glomerular dengan karakteristik proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema [ CITATION Sur01 \l 1033 ].
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan adanya proteinuria masif
(>3,5 g/hari), hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia dengan kadar BUN
yang biasanya normal [ CITATION Pri94 \l 1033 ].
C. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik pada dewasa terbagi menjadi dua menurut
Mansjoer, dkk (2001), yakni :
1. Glumerulonefritis primer (sebagian besar tidak diketahui
sebabnya)
- Glumerulonefritis membranosa
- Glumerulonefritis kelainan minimal
- Glumerulonefritis membranoproliferatif
- Glumerulonefritis pascastreptokokus
2. Glumerulonefritis sekunder
- Lupus eritematosus sistemik
- Obat (emas, penisilamin, kaptopril, anti inflamasi nonsteroid)
- Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus)
- Penyakit sistemik yang mempengaruhi glumerulus (diabetes, amiloidosis)
Menurut [ CITATION Nur13 \l 1033 ] , etiologi sindrom nefrotik umumnya dibagi
menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
- Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal
- Resisten terhadap pengobatan
- Gejala edema pada masa neonatus
- Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama
kehidupannya
2. Sindrom nefrotik sekunder
- Malaria quartana
- Penyakit kolagen (SLE, purpura anafilaktoid)
- Glumerulonefritis akut atau kronik, trombosis vena renalis
- Bahan kima (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun oak, air raksa)
- Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membraneproliferatif hipokomplementemik
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Dikenal pula dengan sebutan sindrom nefrotik primer. Hal tersebut
dikarenakan sindrom ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus
itu sendiri tanpa ada penyebab lain
D. Patofisiologi
Etiologi utama dari sindrom nefrotik ialah kerusakan glumerolus, baik berupa
lesi maupun infeksi. Kerusakan tersebut dapat terjadi karena bawaan (diturunkan
oleh orangtua, akibat sekunder (penyakit lain seperti Malaria quartana, penyakit
kolagen, glumerulonefritis, bahan kima, dll) serta idiopatik (tidak diketahu
penyebabnya) [ CITATION Nur13 \l 1033 ].
Kerusakan glomerolus ketiga jenis etiologi tersebut mengakibatkan perubahan
permeabilitas atau kemampuan membran glomerolus dalam melakukan filtrasi.
pada keadaan normal, membran basal glomerolus memiliki mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua
berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Terganggunya kedua penghalan
tersebut pada penderita sindrom nefrotik mengakibatkan protein yang seharusnya
tertahan, ikut keluar bersama urin. Keluarnya protein baik yang bermolekul kecil
(albumin) maupun yang bermolekul besar (immunoglobulin) tersebut membuat
jumlah albumin di dalam tubuh berkurang (hipoalbumin), pengeluaran trombin
dan penurunan sel imun [ CITATION Pri94 \l 1033 ].
Kurangnya jumlah protein di dalam tubuh membuat tubuh meningkatkan
aktivitas sintesis protein di hati, termasuk albumin, protombin, fibrinogen dan
faktor pembekuan lain. Peningkatan aktivitas sintesis tersebut menghasilkan α2-
Macroglobulin dan lipoprotein dalam jumlah yang banyak. Hal tersebut diikuti
pula oleh peningkatan kolesterol darah dan LDL (Low density lipoprotein) serta
VLDL (Very low density lipoprotein).
Keadaan berkurangnya jumlah albumin di dalam tubuh menurunkan tekanan
koloid yang berakhir pada edema akibat cairan masuk ke ekstraseluler sehingga
terjadi kelebihan volume cairan pada genitalia, mata dan paru-paru (efusi pleura)
yang dapat mengakibatkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Akibat dari
edema lainnya meliputi penekanan tubuh yang meminimalkan suplai nutrisi dan
oksigen dalam tubuh sehingga terjadi hipoksia pada jaringan yang tertekan,
berlanjut iskemia dan nekrosis. Penekanan saraf vagus yang diinterpretasikan
sebagai rasa kenyang, sehingga nafsu makan menurun dan pemenuhan nutrisi
terganggu dan mengakibatkan kelemahan yang bermuara pada hambatan
mobilitas fiisik dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Cairan yang masuk ke ekstraseluler menyebabkan penurunan volume
intravaskuler diikuti peningkatan ADH dan penurunan volume urin yang
dikeluarkan (oliguria), yakni < 500 ml/hari. Hal tersebut juga membuat usus
mengabsorbsi air sehingga feses mengeras dan mengakibatkan konstipasi.
Hipovolemia dan peningkatan granulasi sel-sel glomerolus mengaktifkan
pengeluaran renin oleh sel jukstaglomerular pada bagian arterior aferen ginjal.
Renin yang disekresikan mengubah angiotensin menjadi angiotensin I dan II
sebagai respon tubuh untuk meningkatkan volume plasma dengan meningkatkan
aldosteron sehingga merangsang reabsorbsi natrium dan air. Perubahan tersebut
juga membuat efek vasokonstriksi arterioral perifer sehingga meningkatkan
tekanan darah bersamaan dengan meningkatnya volume plasma. peningkatan
tekanan darah tersebut mengakibatkan beban kerja jantung meningkat sehingga
terjadi penurunan curah jantung [ CITATION Nur13 \l 1033 ].
F. Pemeriksaan Penunjang
Manifestasi klinis dari sindrom nefrotik dapat terlihat dengan :
1. Pemeriksaan urin dan darah. hal tersebut untuk memastikan proteinuria,
proteinemia, hipoalbuminemia dan hiperlipidemia.
2. Pemeriksaan fungsi ginjal dan hematuria untuk melihat apakah terdapat
penurunan kalsium plasma.
3. Biopsi ginjal.
G. Pathway
H. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada penderita sindrom nefrotik meliputi :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus.
2. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi malignan,
eklampsia/hipertensi akibat kehamilan), disritmia jantung,nadi
lemah/halus,hipotensi ortostatik (hipovolemia), edema jaringan
umum (termasuk area periorbital, mata kaki, sakrum), pucat,
kecenderungan perdarahan.
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih berupa penurunan frekuensi/oliguria.
Tanda : Perubahan warna urin
4. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan akibat edema, mual, muntah, anoreksia,
nyeri ulu hati.
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umumnya pada
ekstremitas bawah)
5. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang
Tanda : ketidakmampuan konsentrasi, penurunan tingkat kesadaran
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda : Perilaku distraksi, gelisah
7. Pernapasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda : Dispnea, peningkatan frekuansi, kedalaman (pernapasan kussmaul)
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik menurut
Nurarif & Kusuma (2013), meliputi :
1. Kelebihan volume cairan
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Infeksi ; Resiko tinggi
4. Kerusakan integritas kulit
5. Penurunan curah jantung
6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
7. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
8. Hambatan mobilitas fisik
9. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan (pada anak)
J. Fokus Intervensi
1. Mempertahankan keseimbangan cairan
2. Mempertahankan keefektifan pola nafas
3. Mencegah infeksi
K. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Kelebihan Setelah dilakukan tindakan Fluid management
volume cairan keperawatan diharapkan - Pertahankan catatan intake dan
b.d gangguan volume cairan pasien dalam output yang akurat
mekanisme keadaan homeostasis - Pasang urin kateter jika
(seimbang) dengan kriteria diperlukan
regulasi
hasil : - Monitor hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN ,
Fluid Balance Hmt , osmolalitas urin )
Indikator - Monitor status hemodinamik
- Tidak termasuk CVP, MAP, PAP, dan
terdapat edema PCWP
perifer - Monitor vital sign
- Intak - Monitor indikasi retensi /
e dan output 24 jam kelebihan cairan (cracles, CVP ,
seimbang edema, distensi vena leher,
- Tidak ada suara asites)
nafas tambahan - Kaji lokasi dan luas edema
- JVP tidak tampak - Monitor masukan makanan /
- Teka cairan dan hitung intake kalori
nan vena sentral harian
dalam batas yang - Monitor status nutrisi
diharapkan - Berikan diuretik sesuai interuksi
- Teka - Batasi masukan cairan pada
nan kapiler paru keadaan hiponatrermi dilusi
dalam batas yang dengan serum Na < 130 mEq/l
diharapkan - Kolaborasi dokter jika tanda
- Vital cairan berlebih muncul
sign dalam batas memburuk
normal
- Berat Fluid Monitoring
badan stabil - Tentukan riwayat jumlah dan
- Tidak tipe intake cairan dan eliminasi
terdapat asites - Tentukan kemungkinan faktor
- Hidra resiko dari ketidak seimbangan
si kulit cairan (Hipertermia, terapi
- Terbe diuretik, kelainan renal, gagal
bas dari kelelahan, jantung, diaporesis, disfungsi
kecemasan atau hati, dll)
kebingungan - Monitor berat badan
- Monitor serum dan elektrolit
Keterangan : urine
1. Keluhan ekstrim - Monitor serum dan osmilalitas
2. Keluhan berat urin
3. Keluhan sedang - Monitor BP, HR, dan RR
4. Keluhan ringan - Monitor tekanan darah
5. Tidak ada keluhan orthostatik dan perubahan irama
jantung
- Monitor parameter
hemodinamik infasif
- Catat secara akutar intake dan
output
- Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
- Monitor tanda dan gejala dari
odema
- Beri obat yang dapat
meningkatkan output urin
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA