Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat tugas keperawatan gerontik

YUNI KARTIKAWATI
1219002

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .....................................................................................................i


DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.........................................................................................iii
BAB I KONSEP TEORI PENYAKIT............................................................................1
A. DEFINISI........................................................................................................1
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI.......................................................................1
C. ETIOLOGI......................................................................................................2
D. PATOFISIOLOGI..........................................................................................2
E. KOMPLIKASI................................................................................................3
F. MANIFESTASI KLINIS................................................................................3
G. PENATALAKSANAAN MEDIS..................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................5
A. Uraian Teori....................................................................................................5
1. Lansia.........................................................................................................5
BAB III FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ASKEP GERONTIK. .15
A. PENGKAJIAN.............................................................................................15
B. ANALISIS DATA........................................................................................25
C. INTERVENSI KEPERAWATAN...............................................................26
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN.........................................................26
E. EVALUASI KEPERAWATAN...................................................................26

ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yuni Kartikawati

Npm : 1219002

iii
BAB I
KONSEP TEORI PENYAKIT

A. DEFINISI

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang
diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti
Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala
gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi
rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19
yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal,
dan bahkan kematian.

Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO China Country Office melaporkan


kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei,
Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, China mengidentifikasi kasus tersebut sebagai
jenis baru coronavirus. Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO menetapkan kejadian
tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
(KKMMD)/Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) dan pada
tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Penemuan ground glass opacification (GGO) bilateral, multilobar dengan


distribusi periferal atau posterior merupakan karakteristik penampakan COVID-19
pada pemeriksaan pencitraan CT scan toraks nonkontras. Walaupun kurang spesifik,
ultrasonography (USG) dan Rontgen toraks juga dapat membantu menegakkan
diagnosis COVID-19. Diagnosis COVID-19 dapat dikonfirmasi dengan
dideteksinya viral RNA pada pemeriksaan nucleic acid amplification test (NAAT),
seperti RT-PCR dari spesimen saluran pernapasan, tes antigen, dana tes serologi.
5

[1,4,5]

Sampai saat ini, belum terdapat terapi antiviral spesifik dan vaksin dalam
penanganan COVID-19. Akan tetapi, beberapa terapi, seperti remdesivir,
dexamethasone, lopinavir-ritonavir, dan tocilizumab ditemukan memiliki efikasi
dalam penanganan COVID-19 dan sudah masuk dalam uji coba klinis obat. Pada
awal pandemi, beberapa medikamentosa lain, seperti chloroquine,
hydroxychloroquine, dan oseltamivir telah diteliti tetapi tidak menunjukkan
efektivitas terhadap COVID-19.

Pasien COVID-19 dengan infeksi ringan umumnya hanya disarankan isolasi


di rumah dan menggunakan obat yang dijual bebas untuk meredakan gejala. Pada
pasien dengan infeksi berat, disarankan untuk dirawat inap dan terkadang diperlukan
tindakan intubasi dan ventilasi mekanik apabila terjadi gagal napas atau acute
respiratory distress syndrome.

C. ETIOLOGI

Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial


(primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada
kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga erat
hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor makanan
yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur
yang tinggi, merokok dan minum alkohol.

Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka


kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang
mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas), pola
makan, merokok (M.Adib,2009).

D. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor itu
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
6

keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan


abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron masing-masing ganglia melepaskan asetilkolin yang
akan merangsang serabut saraf pusat ganglia ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana
sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin yang pada
akhirnya menyebabkan vasokonstriksi korteks adrenal serta mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi tersebut juga mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal yang kemudian menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, yaitu suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume Intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.

Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga


disebabkan oleh beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis,
gangguan sirkulasi. Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan curah
jantung menurun dan tekanan primer yang meningkat, gangguan sirkulasi
yang dipengaruhi oleh reflek kardiovaskuler dan angiotensin menyebabkan
vasokonstriksi. Sedangkan mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum
sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan normal terhadap sistem
kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik.
Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas
7

pembuluh darah menurun sesuai umur. Penurunan elastisitas pembuluh darah


menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer, yang kemudian tahanan
perifer meningkat. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hipertensi
yaitu kegemukan, yang akan mengakibatkan penimbunan kolesterol sehingga
menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah.
Rokok terdapat zat-zat seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan
tekanan darah tinggi. Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan kadar
kortisol dan meningkatkan sel darah merah serta kekentalan darah berperan
dalam menaikan tekanan darah.

Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang


sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya adalah
feokromositoma, maka didalam urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan
hasil penguraian hormon epinefrin dan norepinefrin (Ruhyanudin, 2007).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi


respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
8

Obesitas Merokok Stress Konsumsi Alkohol Kurang olah Usia di atas 50 Kelainan fungsi
ginjal Feokromositoma
garam berlebih raga tahun

Penimbunan Nikotin dan karbon Pelepasan Peningkatan Menghasilkan


Tidak mampu
kolesterol monoksida masuk adrenalin dan Retensi cairan kadar kortisol Meningkatnya Penebalan hormon epinefrin
membuang
aliran darah kortisol tahanan perifer dinding aorta & dan norepinefrin
sejumlah garam
arteri pembuluh darah
dan air di dalam
Peningkatan Meningkatnya besar
Penyempitan tubuh Memacu stress
Merusak lapisan Vasokonstriksi volume darah sel darah merah
pembuluh darah endotel pembuluh Elastisitas
pembuluh dan sirkulasi Efek konstriksi
darah darah pembuluh
arteri perifer Volume darah
Meningkatnya darah menurun
dalam tubuh
viskositas
Aterosklerosis Tahanan meningkat
perifer
meningkat

Jantung bekerja keras


untuk memompa

HIPERTENSI

Otak Ginjal Indera Kenaikan beban


kerja jantung

Vasokonstriksi Retina Hidung


Suplai O2 ke Retensi Telinga
pembuluh darah Hipertrofi otot
otak menurun pembuluh darah ginjal jantung
otak meningkat Spasme Perdarahan Suara
Sinkope arteriole berdenging
Blood flow Penurunan
Tekanan menurun fungsi otot
pembuluh darah Diplopia Gangguan jantung
Resiko tinggi meningkat
keseimbangan
cidera Respon RAA
Nyeri Resiko tinggi Resiko
kepala cidera penurunan curah
Resiko terjadi Vasokonstriksi jatung
gangguan
perfusi jaringan
serebral Gangguan rasa Rangsang
nyaman nyeri aldosteron

Retensi
natrium

Oedem

Gangguan
keseimbangan
volume cairan

Sumber :
Tjokronegoro & Utama, 2001; Smeltzer & Bare, 2002; John,
2003; Sodoyo, 2006; Ruhyanuddin, 2007.
9

E. KOMPLIKASI

Komplikasi klinis yang dapat terjadi akibat covid antara lain :

 Pneumonia
 Infeksi sekunder pada organ lainnya
 Gagal ginjal
 Acute Cardiac Injury
 Kematian

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara


bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan
tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah,
dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung
tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang
penciuman dan pembauan atau ruam kulit.

Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal pandemi, 40%
kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan mengalami penyakit sedang
termasuk pneumonia, 15% kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus
akan mengalami kondisi kritis. Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh
setelah 1 minggu. Pada kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multi- organ, termasuk gagal
ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia (lansia)
dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan darah
tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko lebih besar
mengalami keparahan.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Hingga saat ini, belum ada vaksin dan obat yang spesifik untuk mencegah
atau mengobati COVID-19. Pengobatan ditujukan sebagai terapi simptomatis dan
suportif. Ada beberapa kandidat vaksin dan obat tertentu yang masih diteliti melalui
uji klinis.
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Teori
1. Lansia
a. Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis (Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan
kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seorang diri.
b. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (usia 70-79 tahun)
3) Old-old (usia 80-89 tahun)
4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
c. Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo &
Martono (2006) yaitu :
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Ratnawati, 2017).
11

2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin
perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling
tinggi adalah perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk
lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin
(60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu lansia
perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan
yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 %.
Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase
lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-
laki yang bercerai umumnya kawin lagi (Ratnawati, 2017).
4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat
berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial
dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap
berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai
anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau
jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
5) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan
bahwa pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat
sedikit yang bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan
pendidikan diharapkan akan menjadi lebih baik (Darmojo & Martono,
2006).
6) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes
RI (2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
12

mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin rendah angka kesakitan


menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.
Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%,
artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya
mengalami sakit. Penyakit terbanyak adalah penyakit tidak menular
(PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok, diabetes mellitus (Ratnawati,
2017).
d. Perubahan pada Lanjut Usia
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan
terjadinya banyak perubahan pada lansia yang meliputi :
1) Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada
persepsi pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki
kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan
lansia yang memiliki gangguan fisik, emosi, atau sosial yang
menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit
kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan refleks
batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan sebagainya.
Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia
lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus menerus
terjadi seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan,
gaya hidup, stressor, dan lingkungan
2) Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif,
dan sosial. Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya
berhubungan dengan penyakit dan tingkat keparahannya yang akan
memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan seorang lansia.
Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku
aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk
menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak dalam ADL
merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah kesehatan.
13

3) Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar
neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan kognitif
maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala gangguan kognitif
seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung,
serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang
normal.
4) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan
proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia
seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan yang
harus dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh pengalaman
kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan keadaan finansial,
perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan, kemampuan
fungsional dan perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya
dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang
memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-kehilangan
sebagai berikut:
a) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
b) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya
dengan beberapa hal sebagai berikut:
(1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara
hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
(2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya
hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit, biaya
pengobatan bertambah.
(3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
14

(4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.


(5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan
kesulitan.
(6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
(7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan keluarga.
(8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri)
e. Permasalahan Lanjut Usia
Menurut Suardiman (2011), Kuntjoro (2007), dan Kartinah (2008)
usia lanjut rentan terhadap berbagai masalah kehidupan. Masalah umum
yang dihadapi oleh lansia diantaranya:
1) Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja,
memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi lain,
usia lanjut dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin
meningkat seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang,
pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi.
Lansia yang memiliki pensiun kondisi ekonominya lebih baik karena
memiliki penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak
memiliki pensiun, akan membawa kelompok lansia pada kondisi
tergantung atau menjadi tanggungan anggota keluarga (Suardiman,
2011).
2) Masalah sosial
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya
kontak sosial, baik dengan anggota keluarga atau dengan masyarakat.
kurangnya kontak sosial dapat menimbulkan perasaan kesepian,
terkadang muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, serta merengek-rengek jika bertemu dengan orang lain sehingga
perilakunya kembali seperti anak kecil (Kuntjoro, 2007).
3) Masalah kesehatan
Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya
15

masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi fisik


dan rentan terhadap penyakit (Suardiman, 2011).

4) Masalah psikososial
Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan sehingga membawa lansia kearah kerusakan
atau kemrosotan yang progresif terutama aspek psikologis yang
mendadak, misalnya, bingung, panik, depresif, dan apatis. Hal itu
biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling
berat seperti, kematian pasangan hidup, kematian sanak saudara dekat,
atau trauma psikis. (Kartinah, 2008).
a) Pengertian Psikososial
Psikososial berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko
mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan
dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal
individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas
Psikologi UI dalam Yuanita, 2016).
Psikososial merupakan hubungan antara kondisi sosial
seseorang dengan kesehatan mental atau emosionalnya yang
melibatkan aspek psikologis dan aspek sosial. Psikososial
menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan
sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain.
b) Teori Perubahan Psikososial Lansia
Teori yang berkaitan dengan perubahan psikososial lansia
menurut Aspiani (2014) yaitu:
5) Teori Psikologi
a) Teori Tugas Perkembangan
Menurut Havigurst (1972) Teori ini menyatakan bahwa tugas
perkembangan pada masa tua adalah :
(1) Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan
kesehatan
(2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya
16

penghasilan
(3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup

(4) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya


(5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
(6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Penyesuaian diri yang dilakukan lansia yakni untuk beradaptasi
dengan perubahan-perubahan yang harus dilalui oleh seorang
lansia sehingga dapat mencapai tugas perkembangan yang
sesuai.
b) Teori Individual Jung
Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran
seseorang dan ketidaksadaran bersama. Kepribadian digambarkan
terhadap dunia luar atau kearah subjektif dan pengalaman-
pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara
kekuatan tersebut merupakan hal penting bagi kesehatan mental.
c) Teori Delapan Tingkat Kehidupan
Tugas perkembangan pada usia tua yang harus dijalani
adalah untuk mencapai keseimbangan hidup atau timbulnya
perasaan putus asa. Teori perkembangan menurut Erickson tentang
penyelarasan integritas diri dapat dipilih dalam tiga tingkat yaitu
pada perbedaan ego terhadap peran perkerjaan preokupasi,
perubahan tubuh terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego
terhadap ego preokupasi. Pada tahap perbedaan ego terhadap peran
pekerjaan preokupasi, tugas perkembangan yang harus dijalani oleh
lansia adalah menerima identitas diri sebagai orang tua dan
mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk
menghadapi adanya peran baru sebagai orang tua (preokupasi).
Adanya pensiun dan atau pelepasan pekerjaan merupakan hal yang
dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan dan
menimbulkan penurunan harga diri.
17

d) Faktor yang mempengaruhi kesehatan psikososial lansia menurut


Kuntjoro (2002), antara lain:
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai
dihinggapi adanya penurunan kondisi fisik yang berganda
(multiple pathology). Menurut Ratnawati (2017) perubahan
fisik terdiri dari:
a) Perubahan pada kulit: kulit wajah, leher, lengan, dan tangan
menjadi lebih kering dan keriput. Kulit dibagian bawah mata
berkantung dan lingkaran hitam dibawah mata menjadi
lebih jelas dan permanen. Selain itu warna merah kebiruan
sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
Rambut rontok, warna berubah menjadi putih, kering dan
tidak mengkilap.
b) Perubahan otot: otot orang yang berusia madya menjadi
lembek dan mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas
dan perut.
c) Perubahan pada persendian: masalah pada persendian
terutama pada bagian tungkai dan lengan yang membuat
mereka menjadi agak sulit berjalan.
d) Perubahan pada gigi: gigi menjadi kering, patah, dan
tanggal sehingga lansia kadang-kadang menggunakan gigi
palsu.
e) Perubahan pada mata: mata terlihat kurang bersinar dan
cenderung mengeluarkan kotoran yang menumpuk di sudut
mata, kebanyakan menderita presbiopi, atau kesulitan
melihat jarak jauh, menurunnya akomodasi karena
penurunan elastisitas mata.
f) Perubahan pada telinga: fungsi pendengaran sudah mulai
menurun, sehingga tidak sedikit yang menggunakan alat
bantu pendengaran.
g) Perubahan pada sistem pernapasan: napas menjadi lebih
18

pendek dan sering tersengal-sengal, hal ini akibat


penurunan kapasitas total paru-paru, residu volume paru
dan konsumsi oksigen nasal, ini akan menurunkan
fleksibilitas dan elastisitas paru.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia
sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik
seperti:
a) Gangguan jantung.
b) Gangguan metabolisme.
c) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
d) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna
atau nafsu makan sangat kurang.
e) Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antihipertensi
atau golongan steroid.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan
seksual pada lansia.
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang
serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
d) Pasangan hidup telah meninggal.
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.
3) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa
pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia
dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyatannya sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegitan, harga diri dan status.
19

Lansia yang memiliki agenda kerja yang tidak terselesaikan


dan menganggap pensiun sebagai sesuatu yang tidak mungkin.
Pensiun merupakan suatu proses bukan merupakan
suatu peristiwa. Orang-orang lanjut usia yang menunjukkan
penyesuaian yang paling baik terhadap pensiun, adalah mereka
yang sehat, memiliki keuangan yang memadai, aktif, lebih
terdidik, memiliki jaringan sosial yang luas yang meliputi
kawan-kawan dan keluarga, serta biasanya puas dengan
kehidupannya sebelum mereka pensiun (Santrock, 2012)
4) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Peran merupakan kumpulan dari perilaku yang secara
relatif homogen dibatasi secara normative dan diharapkan dari
seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran
berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran yang
membatasi apa saja yang harus dilakukan oleh individu di
dalam situasi tertentu agar memenuhi pengharapan diri atau
orang lain terhadap mereka (Friedman, 2014). Peran dapat
diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang diharapkan
oleh orang lain.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran,
penglihatan kabur, gerak fisik dan sebagainya maka muncul
gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia, dan
sebagainya sehingga menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak lansia melakukan
aktivitas, selama lansia masih sanggup, agar tidak merasa
diasingkan. Keterasingan yang terjadi pada lansia dapat
membuat lansia semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan dapat muncul perilaku regresi, seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang
tidak berguna, dan merengek-rengek seperti anak kecil
sehingga lansia tidak bisa menjalankan peran sosialnya dengan
baik
20

BAB III
FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN ASKEP GERONTIK

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien : Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Suku / bangsa :
Agama :
Status Perkawinan :
Tanggal masuk panti wredha :
Tanggal Pengkajian :
2. Status Kesehatan Saat ini.
Keluhan kesehatan saat ini, tanyakan keluhan utamanya, kapan mulai dirasakan, kapan keluhan berkurang dan kapan
bertambah, apa yang telah dilakukan untuk mengurangi keluhan tersebut dan bagaimana hasilnya ?
3. Riwayat kesehatan Dahulu
Tanyakan apakah klien pernah menderita penyakit yang cukup serius, berapa lama, apakah dirawat di Rumah Sakit, lihat apakah
ada tanda dan atau gejala sisa.
4. Riwayat Kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada penyakit keturunan yang diderita olah keluarga klien ?
5. Tinjauan Sistem (Jelaskan tentang kondisi sistem-sistem dibawah ini yang terdapat pada klien)
21

a. keadaan umum
1) Kepala
2) Mata
3) Telinga
4) Mulutdan tenggorok
5) Leher
6) Payudara
a. Sistem hemopoietik
b. Sistem pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
d. Sistem gastrointestinal
e. Sistem perkemihan
f. Sistem genitoreproduksi
g. Sistem muskulskeletal
h. Sistem saraf pusat
i. Sistem endokrin
j. Sistem Integumen
6. Teknik pengkajian spiritual :
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyakinan klien tentang kematian, harapan- harapan klien yang berhubungan
dengan kematiannya. .
7. Teknik pengkajian Psikososial dan Spiritual
a. Kaji tampilan dan perilaku klien secara umum: kemampuan motorik, bahasa, menulis dan fungsi sensori
b. Tingkat kesadaran, orientasi, rentang perhatian, daya ingat, kemampuan kognitif, pengetahuan umum situasi kehidupannya
22

c. Kenali bila ada disfungsi mental


d. Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap klien pada orang lain, harapan-harapan klien dalam
melakukan sosialisasi, kepuasan klien dalam sosialisasi.
8. Pengkajian Emosi
PERTANYAAN TAHAP 1
a. Apakah klien mengalami sukar tidur ?
b. Apakah klien sering merasa gelisah ?
c. Apakah klien sering murung atau menangis sendiri ?
d. Apakah klien sering was-was atau kuatir ?
Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1 jawaban “Ya”

PERTANYAAN TAHAP 2
a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan ?
b. Ada masalah atau banyak pikiran ?
c. Ada gangguan/ masalah dengan keluarga lain ?
d. Menggunakan obat tidur/ penenang atas anjuran dokter ?
e. Cenderung mengurung diri ?
Bila lebih dari atau sama dengan 1 jawaban “Ya”

MASALAH EMOSIONAL POSITIF (+)


**hasil pengkajian tandai dengan huruf di bolt
23

9. Pengkajian Fungsional KATZ Indeks

No Aktivitas Mandiri Tergantung


1 MANDI
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti
punggung atau ekstremitas yang tidak mampu)
atau mandi sendiri sepenuhnya
Tergantung:
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta
tidak mandi sendiri
2 BERPAKAIAN
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,
melepaskan pakaian, mengancingi/ mengikat
pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian
24

3 KE KAMAR KECIL
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian
membersihkan genetalia sendiri Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil
dan menggunakan pispot

4 BERPINDAH
Mandiri:
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk,
bangkit dari kursi sendiri
Bergantung:
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur
atau kursi, tidak melakukan satu, atau lebih
perpindahan

5 KONTINEN
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total; penggunaan
kateter,pispot, enema dan pembalut (pampers)
25

6 MAKAN
Mandiri:
Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri
Bergantung:
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral (NGT)

Keterangan:

Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif dari
orang lain. Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia mampu
melakukannya..

Analisis Hasil: **hasil pengkajian tandai dengan huruf di bolt


Termasuk katagori yang manakah klien ?
Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAK/BAB), berpindah, kekamar kecil, mandi dan berpakaian.
Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi Tambahan
Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan.
Nilai F : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
26

10. Pengkajian Tingkat Kemandirian Barthel Indek

Termasuk yang manakah klien?

No. Kriteria Dengan Mandiri Keterangan


bantuan
1. Makan 5 10 Frekuensi : Jumlah:
Jenis:
2. Minum 5 10 Frekuensi :
Jumlah: Jenis:
3. Berpindah dari kursi ke tempat 5 – 10 15
tidur,
sebaliknya
4. Personal toilet (cuci muka, 0 5 Frekuensi :
menyisir
rambut, gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet (mencuci 5 10
pakaian, menyeka tubuh,
menyiram)
6. Mandi 5 15 Frekuensi :
7. Jalan di permukaan datar 0 5
8. Naik turun tangga 5 10
9 Mengenakan pakaian 5 10
10. Kontrol bowel (BAB) 5 10 Frekuensi :
Konsistensi :
11. Kontrol bladder (BAK) 5 10 Frekuensi :
Warna :
12. Olah raga/latihan 5 10 Frekuensi :
Jenis :
13. Rekreasi/pemanfaatan waktu luang 5 10 Jenis :
Frekuensi :
JUMLAH
27

Keterangan: **hasil pengkajian tandai dengan huruf di bolt

a. 130 : Mandiri
b. 65 – 125 : Ketergantungan sebagian
c. 60 : Ketergantungan total

11. Pengkajian Status Mental

Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)

Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)

Instruksi:
Ajukan pertanyaan 1 –10 pada daftar ini dan catat semua jawaban dengan memberikan tanda V (chek)
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan.

Benar Salah No. Pertanyaan


01 Tanggal berapa hari ini?
02 Hari apa sekarang ini?
03 Apa nama tempat ini?
04 Dimana alamat Anda?
05 Berapa umur Anda?
06 Kapan Anda lahir? (minimal tahun lahir)
07 Siapa Presiden Indonesia sekarang?
08 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya?
09 Siapa nama ibu Anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru, semua secara
menurun.
28

= = Jumlah

Interpretasi hasil: ** hasil pengkajian tandai dengan huruf di bolt

a. Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh.


b. Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9 – 10 : Kerusakan intelektual berat

12. Pengkajian Kognitif Fungsi Mental: Mini Mental Status Exam (MMSE)

Teknik pengkajian aspek kognitif pada fungsi mental menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam):

 Orientasi
 Registrasi
 Perhatian
 Kalkulasi
 Mengingat kembali
 Bahasa
NO. Aspek Nilai maks Nilai klien Kriteria
kognitif
1. Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar :
 Tahun
 Musim
 Tanggal
29

 Hari
 Bulan
Orientasi 5 Dimana kita sekarang berada ?
 Negara Indonesia
 Propinsi Jawa Barat
 Kota ………………
 PSTW ………….…
 Wisma …………….
2. Registrasi 3 Sebutkan nama 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing
obyek. Kemudian tanyakan
kepada klien ketiga obyek tadi.
(Untuk disebutkan )
 Obyek..……
 Obyek …….
 Obyek …….
3. Perhatian dan 5 Minta klien untuk mulai dari
kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi 7
sampai lima tingkat
 93
 86
 79
 72
 65
4. Mengingat 3 Minta klien untuk menyebutkan
kembali ketiga obyek no 2
(registrasi). Bila benar satu point
untuk masing-masing obyek.
5. Bahasa 11 Tunjukkan satu benda dan
tanyakan namanya pada klien;
 …..(mis; jam )
 …..( mis;pensil )
30

 …..( mis; kertas )

Minta klien untuk mengulang


kata berikut: “ tak ada jika, dan,
atau, tetapi.” ( dapat diganti
dengan bahasa daerah klien ),
bila benar nilai satu point
 benar 2 kata tak ada,
tetapi

Minta klien untuk mengikuti tiga


langkah perintah berikut;
 ambil kertas dan pegang
 lipat dua
 letakkan di atas meja

Minta klien untuk mengikuti


perintah berikut ( bila benar
dapat nilai 1 point;
 “ tutup mata “
 tuliskan satu kalimat
………………
 salin gambar
Total nilai

Interpretasi hasil: **hasil pengkajiantandai dengan huruf di bolt

> 23 : aspek koqnitif fungsi mental baik


18 –22 : kerusakan aspek ungsi mental ringan
< 17 : kerusakan aspek fungsi mental berat
31

13. Pengkajian Keseimbangan


Pengkajian keseimbangan (Tinneti, M.E., dan Ginter, S.F., 1998) Keseimbangan dinilai dari dua komponen utama dalam
bergerak ialah;
1. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Beri nilai 0, bila klien tidak menunjukkan kondisi di bawah ini,beri nilai 1 bila menunjukan salah kondisi
 Gunakan kursi yang keras dan tanpa lengan
 Bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong badan ke atas dengan tangan atau bergeser bagian
depan kursi terlebih dahulu dan atau tidak stabil pada saat pertama berdiri
 Duduk dengan menjatuhkan diri kekursi atau tidak duduk ditengah kursi
 Menahan dorongan pada sternum ( pemeriksa mendorong sternum perlahan-lahan sebanyak 3 kali)
 Klien menggerakkan kaki, memegang obyek untuk dukungan ataukaki tidak menyuentuh sisi-sisinya
 Mata tertutup
 Sama seperti di atas (periksa kepercayaan klien dalam input penglihatan untuk keseimbangannya).
 Perputaran leher ( mata terbuka )
 Menggerakkan kaki, menggenggam obyek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-sisinya, keluhan vertigo,
pusing, atau sempoyongan.
 Gerakan menggapai sesuatu
 Tidak mampu menggapai sesuatu dengan bahu fleksi penuh sambil berdiri pada ujung-ujung jari kaki, tidak
stabil, memegang sesuatu untuk dukungan
 Membungkuk
 Tidak mampu membungkuk untuk mengambil obyek kecil (misalnya pensil) dari lantai, memegang obyek, atau
memerlukan usaha saat akan kembali berdiri.
32

2. Komponen gaya atau gerakan berjalan


Beri nilai 0 bila klien tidak menunjukkan kondisi di bawah ini dan beri nilai 1 jika menunjukkan salah satu kondisi;
 Minta klien berjalan ke tempat yang telah ditentukan
 Ragu-ragu, tersandung, memegang obyek untuk dukungan
 Ketinggian langkah kaki
 Kaki tidak terangkat dari lantai secara konsisten ( menggeser atau menyeret kaki ), atau mengangkat kaki terlalu
tinggi ( > 5 cm )
 Kontinuitas langkah kaki ( observasi dari samping klien )
 Setelah langkah awal, langkah tidak konsisten, mulai mengangkat satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh
lantai
 Kesemitrisan langkah ( observasi dari samping klien )
 tidak berjalan dalam garis lurus, bergoyang dari satu sisi kesisi lain berbalik
 berhenti sebelum mulai berbalik, sempoyongan, bergoyang, memegang obyek untuk dukungan
Interpretasi Hasil; **hasil pengkajiantandai dengan huruf di bolt

Jumlahkan nilai perolehan klien, kemudian interpretasikan sbb:

Nilai 0 –5 : resiko jatuh rendah

Nilai 6 –10 : resiko jatuh sedang

Nilai 11- 15 : resiko jatuh tinggi

14. Pengkajian Apgar Keluarga

Nilai
33

Tidak Kadang- Selalu


No Items penilaian pernah (0) kadang (1) (2)
1 A : Adaptasi
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
keluarga (teman-teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2 P : Partnership
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah saya
3 G : Growth
Saya puas bahwa keluarga (teman-teman)
saya menerima & mendukung keinginan
saya untuk melakukan aktifitas atau arah
baru.
34

- Tidak ada penurunan kesadaran - Monitor balance cairan

- Monitor adanya perubahan tekanan

darah

- Monitor respon pasien terhadap efek

pengobatan antiaritmia

- Atur periode latihan dan istirahat untuk

menghindari kelelahan

- Monitor toleransi activitas pasien

- Monitor adanya

dyspneu,fatigue,tekipneu dan ortopneu

- Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

- Monitor TD, nadi,suhu dan RR

- Catat adanya flukuasi tekanan darah


35

- Monitor VS saat pasien

berbaring,duduk,atau berdiri

- Auskultasi

TD,nadi,RR,sebelum,selama,dan

setelah aktivitas

- Moitor kualitas nadi

- Monitor adanya pulsus paradoksus

- Monitor adanya pulsus alterans

- Monitor jumlah dan irama jantung

- Monitor bunyi jantung

2 Intoleransi aktivitas b.d NOC Nic

kelemahan, ketidak seimbangan - Energy conservation Activity Therapy


suplai dan kebutuhan oksigen - Activity tolerance - Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi
36

- Self Care :ADLs Medik dalam merencanakan program

terapi yang tepat

Kriteria Hasil : - Bantu klien untuk mengidentifikasi

- Berpartisipasi dalam aktivitas aktivitas yang mampu dilakukan

fisik tanpa disertai peningkatan - Bantu untuk memilih aktivitas konsisten

tekanan darah,nadi dan RR yang sesuai dengan kemmpuan

- Mampu melakukan aktivitas fisik,psikologi dan sosial

sehari-hari (ADLs) secara - Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas

,mandiri yang disukai

- Tanda tanda vital normal - Bantu klean untuk membuat jadwal

- Energy psikomotor latihan di waktu luang

- Level kelemahan - Bantu pasien dan keluarga untuk

- Mampu berpindah : dengan atau mengidentifikasi kekurangan dalam

tanpa bantuan alat beraktivitas


37

- Status kardio pulmunari adekuat - Sediakan penguatan positif bagi yang

- Sirkulasi status baik aktif beraktifitas

- Status respirasi : pertukaran gas - Bantu pasien untuk mengembangkan

dan ventilasi adekuat motifasi diri dan penguatan

- Monitor respon fisik,emosi,sosial dan

spiritual

3 Nyeri Noc NIC

- Pain level Pain manajemen

- Pain control - Lakukan pengajian nyeri secara

- Comfort level komperensif termasuk lokasi

Kriteria hasil: ,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

- Mampu mengontrol nyeri dan faktor presifasi


38

(tahu penyebab nyeri,mampu - Operfasi reaksi non serba dari ketidak

mengunakan tehnik nyamanan

nonfarmakologi untuk - Gunakan tehnik komunikasi teropotik

mengurangi nyeri) untuk mengetahui pengalaman nyeri

- Melaporkan bahwa nyeri pasien

bekurang dengan - Kaji kotor yang mempengaruhi respon

menggunakan manajemen nyeri

nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri di masa

- Mampu mengenali nyeri lampau

- Menyatakan rasa nyaman - Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi

setelah nyeri bekurang - Evaluasi keefetifitasan kontrol nyeri

- Tingkatkan istirahat

- Monitor penerimaan pasien tentang

manajemen nyeri
39

4 Ketidak seimbangan nutrisi lebih Noc Nic:

dari kebutuhan tubuh b/d masukan - Nutritional status :food and fluid Nutriton management
berlebihan intake - Kaji adanya alergi makanan

- Kriteria Hasil : Adanya - Kolaborasi dengan gizi untuk

peningkatan berat badan sesuai menentukan jumlah kalori dan nutrisi

dengan tujuan yang dubutuhkan pasien

- Berat badan ideal sesuai dengan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan

tinggi badan intake Fe

- Mampu mengidentifikasi - Anjurkan pasien untuk meningkatkan

kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C

- Tidak ada tanda tanda malnutrisi - Berikan substansi gula

- Tidak terjadi penurunan berat - Yakinkan diet yang dimakan

badan yang berakti mengandung tinggi serat untuk

mencegah konstipasi
40

- Berikan makanan yang terpilih (sudah

dikonsultasikan degan ahli gizi)

- Anjurkan pasien bagaimana membuat

catatatn makan harian.


H. DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2012). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi


Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka.

Adriansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva


Press.

Anies. (2010). Buku Ajar Kedokteran & Kesehatan Penyakit Degeneratif.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Association, A. H. (2018). Spanish Society of Hypertension position


statement on the 2017 ACC/AHA hypertension guidelines. Hipertension
y Riesgo Vascular, (xx), 1–11.
https://doi.org/10.1016/j.hipert.2018.04.001

Aster, K. K. (2009). Basic Pathology. Elsever: Decima Edicion.

Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Darmojo, R. (1977). Community Survey of Hypertention in Semarang.


Buletin Penelitian Kesehatan, 5(1 Mar).

Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori


dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Gardner Samuel, F. (2008). Smart Treatment For Hight Blood Pressure.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hardwiyanto, & Setiabudhi, T. (2005). Menjaga Keseimbangan Kualitas


Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
42

Hidayat, A. A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Indriana, Y. (2012). Gerontologi dan Progeria. Jakarta: Selemba Medika.

Joseph, C. N. (2005). Slow breathing improves arterial baroreflex sensitivity


and decreases blood pressure in essential hypertension. Hypertension,
46(4), 714–718. https://doi.org/10.1161/01.HYP.0000179581.68566.7d

Kasron. (2001). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:


Selemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai