https://doi.org/10.36052/andragogi.v8i1.113
Diterima: 05 April 2020 | Disetujui: 15 Juni 2020 | Dipublikasikan: 30 Juni 2020
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui Kompetensi Penyuluh Agama Islam dalam memelihara harmoni Kerukunan
Umat Beragama di Jakarta Selatan. Penelitian lapangan (Field Research) bersifat eksploratif menggunakan metode
deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Mengambil lokus di wilayah Jakarta Selatan. Data diambil melalui
observasi, wawancara, dokumentasi dan survey dalam bentuk kuisioner kepada penyuluh Agama Islam di wilayah
Jakarta Selatan. Data diolah secara deskriptif analisis induktif, yaitu dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus
dan menuju pada kesimpulan umum. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kompetensi Penyuluh agama Islam di
wilayah Jakarta Selatan sudah memiliki persepsi dan pemahaman yang benar dalam membangun wawasan (world
view) tentang pluralitas dan multi etnis (multikultur) serta sikap dan kerjasama yang proaktif ketika mengelola
konflik dengan mendayagunakan kearifan lokal dan meminimalisir perbedaan. (2) Intoleransi di Jakarta dalam
banyak survey menjadi tantangan bagi penyuluh Agama dalam membangun hubungan sosial dengan kelompok
binaan, sehingga penafsiran teks-teks keagamaan yang mengarah pada truth claim menganggap diri atau
kelompoknya paling benar bisa di minimalisir. (3) Bimbingan dan penyuluhan yang kontinu dan dialog lintas iman
secara berkala menjadi modal sosial untuk mencari titik temu dan solusi potensi konflik atau kekerasan antar umat
beragama atau internal umat beragama.
Abstract
[COMPETENCY OF ISLAMIC RELIGIOUS INSTRUCTORS IN MAINTAINING HARMONY IN RELIGIOUS
COMMUNITIES IN SOUTH JAKARTA] This study aims to determine the Competency of Islamic Religious Instructors
in maintaining harmony in Religious Communities in South Jakarta. This studi is a Field research using descriptive
analytical methods and qualitative approaches take locus in the South Jakarta area. The Data was collected
through interviews and surveys in the form of questionnaires to religious instructors in South Jakarta. The data is
processed by inductive analysis, which uses the logic of built based on specific things and leads to general
conclusions. The results showed: (1) The competence of Islamic religious instructors in the South Jakarta region
already had the right perception and understanding in building insight (world view) on plurality and multi-ethnicity
(multicultural) as well as proactive attitudes and cooperation when managing conflicts by utilizing local wisdom
and minimizing differences. (2) Intolerance in Jakarta in many surveys becomes a challenge for religious instructors
in building social relations with fostered groups, so that the interpretation of religious texts that lead to truth
claims considers themselves to be the most correct can be minimized. (3) Continuous guidance and counseling,
and periodic interfaith dialogue become social capital to find common ground and solutions for potential conflicts
or violence between religious communities or internal religious communities.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License
(2004) bahwa ada beberapa istilah yang hampir Fungsional Penyuluh Agama dan Angka
sama dengan terminologi dakwah diantaranya Kreditnya. Dalam Keputusan tersebut,
adalah: Penerangan, pendidikan, Pengajaran dijelaskan beberapa hal terkait definisi dan
dan indoktrinasi. tugas penyuluh, rumpun jabatan, kedudukan,
Dalam dinamikanya, penyuluhan agama dan tugas pokok, bidang dan unsur kegiatan,
dikaitkan juga dengan kegiatan layanan jenjang jabatan dan pangkat, rincian kegiatan
bimbingan atau konseling (counseling), yang dan unsur yang dinilai dalam angka kredit,
bermakna sebagai suatu bentuk hubungan penilaian dan penetapan angka kredit.
antara klien dengan konselor yang memiliki Dalam operasionalisasinya, penyuluhan
pengalaman yang cukup memadai bagi agama diperlukan untuk menghadirkan
pemecahan problema yang berhubungan perubahan nyata di masyarakat berbangsa dan
dengan perkembangan seseorang dan tentang bernegara. Tentu perubahan yang dimaksudkan
cara untuk memperlancar perkembangan bukan merupakan perubahan semu apalagi
tersebut di satu pihak dan klien dipihak lain perubahan yang dipaksakan sehingga tidak
yang sedang menghadapi kesulitan, dalam akan berdampak dalam jangka panjang.
upaya mencapai solusi dan menemukan potensi Penyuluh Agama mendapatkan perhatian
dirinya ke arah perkembangan yang diinginkan dari pemerintah mengingat fungsi dan
Williamson dalam Arifin (1996). Hal yang sama tugasnya yang strategis dalam pembangunan
juga dikemukakan oleh Mubarak (2001) bahwa bangsa. Penyuluh Agama yang keberadaannya
penyuluhan agama dapat difahami sebagai hingga dipelosok tanah air memiliki peran
usaha memberikan bantuan yang bersifat penting dan secara aktif menciptakan suasana
psikologis, mental spiritual, kepada seseorang batin yang tentram dan rukun hingga akar
atau sekelompok orang yang sedang mengalami rumput.
kesulitan lahir batin dalam kehidupannya, Pelayanan keagamaan menjadi komitmen
dengan menggunakan metode/pendekatan pemerintah, negara hadir dalam upaya
agama, yakni dengan membangkitkan kekuatan pemenuhan hak dan perlindungan dalam
getaran batin (iman) di dalam dirinya agar memeluk dan meyakini agama. Oleh karenanya,
mampu mengatasi masalah yang dihadapinya. setiap warga negara mempunyai hak untuk
Kegiatan penyuluhan keagamaan di menginternalisasi ajaran agama sesuai dengan
Indonesia memiliki fungsi yang sangat strategis keyakinannya.
mengingat bahwa Indonesia adalah “negara Tidak dapat dipungkiri ranah agama dan
beragama” meski bukan “negara agama”. Hal keagamaan seringkali mengalami friksi
ini sesuai dengan sila pertama dari Pancasila disebabkan perbedaan paradigma dalam
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Karena itu, agama melihat persoalan agama. Dinamika sosial
mendapatkan perhatian serius agar tercipta masyarakat merupakan satu helaan nafas
kedamaian dan ketentraman dan untuk dengan kehidupan antar umat beragama,
menghindarkan kesalahpahaman ajaran agama, karena secara inheren masyarakat Indonesia
mencegah konflik internal atau antar umat menempatkan religiusitas sebagai urusan
beragama. utama sehingga menyatu dengan kehidupan
Untuk penguatan fungsi penyuluhan agama sosial.
maka diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor Secara faktual Indonesia sebagai bangsa
87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan yang majemuk baik dari etnis, suku, bahasa dan
Fungsional PNS yang antara lain menetapkan stratifikasi sosial jika tidak dikelola dengan baik
bahwa penyuluh agama adalah jabatan berpotensi menjadi hal yang destruktif. Konflik
Konsep dakwah memiliki cakupan dan Ranah Agama dan keberagamaan menjadi
dimensi yang lebih luas bila dibandingkan instrumen penting menyangkut kemaslahatan
dengan konsep penyuluhan agama. Hal ini bisa berbangsa dan bernegara baik dibidang sosial,
kita telusuri mulai dari pengertian dakwah ekonomi, budaya, bahkan ranah politik.
menurut bahasa yang berarti ajakan, seruan, Meskipun tidak dapat dipungkiri seringkali
panggilan, undangan (Omar, 2004). Maupun mengalami kontroversi karena perbedaan
secara istilah, di mana dakwah menurut Hasyimi paradigma dalam melihat persoalan agama.
(1994) adalah mengajak umat untuk meyakini Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. An-
dan mengamalkan akidah dan syariah Islam Nahl/16: 125:
َ َْ َ ْ ْ ْ َ ٰ ُ ُْ
ْالحك َم ِّْةْ َوال َْم ْو ِّعظ ِّْةْالح َسن ِّْة ْ لْ َر ِّب
ْ ِّ عْ ِّالىْ َس ِّب ْي
yang terlebih dahulu diyakini dan diamalkan
oleh pendakwah itu sendiri. Menurut Amin ِّ كْ ِّب ْ اد
َ ْ َ ُ َ ََّ َّ ُ َ ْ َ َّ ْ َ
ْ ْ كْه َْوْاعل ُْمْ ِّب َم ْ َوج ِّادل ُه ْْمْ ِّبال ِّت ْْيْ ِّه َْيْاحس
(2008), dakwah adalah aktivitas yang
dilakukan secara sadar dan sistematis dalam ْن ْ نْرب ْ نْ ِّا
َ ْ َْ َ ُ َ َّ َ
ْ َ نْ َس ِّب ْي ِّل ْهْ َوه َْوْاعل ُْمْ ِّبال ُم ْهت ِّد ْي ْ ْ لْع
rangka menyampaikan pesan-pesan agama
Islam dan menjalankannya dengan baik, dalam ْ(ْن ْض
kehidupan individual maupun masyarakat untuk
mencapai kebahagiaan manusia baik di dunia ْ )125ْ:16/النحل
maupun di akhirat dengan menggunakan
berbagai media dan metode tertentu. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
Dalam konteks keagamaan, penyuluhan dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan
agama dilakukan oleh berbagai agama yang berdebatlah dengan mereka dengan cara yang
dianut di Indonesia, di mana juru baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang
penerangsuatu agama memberikan penerangan lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-
kepada umatnya yang membutuhkan Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa
bimbingan hidup agar sesuai dengan tujuan dari yang mendapat petunjuk”
agama yang dianutnya tersebut. Dalam agama
Kristen dikenal dengan nama missi dan zending, Masyarakat yang masih menjunjung tinggi
dalam agama Buddha disebut menebar norma dan tradisi (kearifan lokal) disinyalir
kabajikan dan lain sebagainya. mempunyai tingkat kohesi yang tinggi. Schmitt
Agama sebagai “guidance” pemeluknya menjelaskan kohesi sosial dipandang sebagai
untuk dapat hidup berdampingan secara karakter masyarakat dalam kaitannya dengan
mutualisme menjadi satu tarikan nafas dengan hubungan antara individu, kelompok, dan
dinamika sosial kemasyarakatan dalam lembaga-lembaga asosiasi dan proses
kehidupan antar umat beragama karena pengembangan masyarakat yang sedang
penduduk Indonesia menempatkan relegiusitas berlangsung nilai-nilai bersama, tantangan
sebagai urusan utama sehingga menyatu bersama dan kesempatan yang setara dalam
dengan kehidupan sosial. Sebagaimana Firman masyarakat berdasarkan sikap percaya, harapan
Allah dalam Q.S. Ali Imran/3:104. dan interaksi timbal balik di antara masyarakat.
َ ْ َْ َ َ ْ ُ ْ ُ ُ ْ ُ َْ
Dalam penjelasannya lebih lanjut Schmitt
ْنْ ن ْ ِّالى ْالخ ْي ِّْر ْ َو َيأ ُم ُر ْو ْ ن ْ ِّمنك ْْم ْاَّمةْ َّْيدعوْ ْ َولتك mengatakan kohesi sosial dipandang sebagai
karakter masyarakat yang berkaitan dengan
ُ َ ٰۤ ُ َ َ ْ ْ َ َ ْ َ ََْ ْ ْ
ْك ْه ُْم ْ رْ ْواول ِٕى ِّْ ن ْال ُمنك
ْ ِّ ن ْع
ْ ف ْوينهو ْ ِّ ِّبال َمع ُر ْو hubungan antara unit-unit sosial seperti
individu, kelompok, dan lembaga-lembaga
ٰ َ ْ ُ ْ ْ
ْ ال ُمف ِّلحو
asosiasi, selain itu kohesi sosial bermakna
ْ )104ْ:3/نْ(ْالْعمران
proses pengembangan masyarakat yang sedang
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan berlangsung meliputi nilai-nilai kebersamaan,
orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh tantangan dan kesempatan yang setara dalam
(berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang masyarakat berdasarkan sikap percaya,
mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
harapan di antara masyarakat (Schmitt, 2002).
beruntung”
Dalam tulisan ini akan diuraikan terlebih
dahulu istilah-istilah yang berhubungan dengan
judul penelitian mengenai: “Kompetensi
Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 Dalam pasal yang sama disebutkan bahwa
Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, penyuluh agama ahli terbagi menjadi 3 jenis,
Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa yaitu:
penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan 1. Penyuluh agama muda,
adalah pegawai negeri sipil yang selanjutnya 2. Penyuluh agama madya, dan
disebut penyuluh yang diberi tugas, tanggung 3. Penyuluh agama utama.
jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Pengklasifikasian pada penyuluh agama
pejabat yang berwenang pada satuan organisasi fungsional ini ditujukan untuk memberikan arah
lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan orientasi pembinaan dan cakupan sasaran
untuk melakukan kegiatan penyuluhan. penyuluhan.Tujuan akhirnya agar dapat
Keputusan Menkowasbangpan No. 54 tahun diwujudkan pembinaan yang holistik dan
1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh terarah kepada masyarakat.
Agama dan Angka Kreditnya, Penyuluh Agama Penyuluh Agama adalah merupakan
adalah Penyuluh Agama Fungsional dan Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan pada
Penyuluh Agama honorer. Penyuluh Agama instansi pemerintah, dalam hal ini Kementerian
Fungsional merupakan Pegawai Negeri Sipil Agama, dengan tugas pokok melaksanakan
yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang bimbingan penyuluhan keagamaan dan
dan hak secara penuh oleh pejabat yang pembangunan melalui bahasa agama kepada
berwenang untuk melaksanakan bimbingan masyarakat.
atau penyuluhan agama dan pembangunan Harmoni adalah keselarasan. Dalam
kepada masyarakat melalui bahasa agama. beberapa bahasa,harmoni disebut armonía
Dari beberapa definisi tersebut nampak (Spanyol & Italia), harmonie (Perancis dan
jelas seluruh penyuluh memiliki bidang khusus Jerman), zusammenklang (Jerman). Dalam
sebagai bidang garapannya, kecuali penyuluh kamus besar bahasa indonesia harmoni
agama yang umum. Kekhususannya hanya merupakan kesamaan rasa, aksi, gagasan dan
dibatasi pada pendekatannya saja dalam minat; selaras; dan serasi (Asry, Hakim,
memberikan penyuluhan yaitu menggunakan Ruhana, & Khalikin, 2013).
bahasa agama. Ini jelas di satu sisi Istilah “kerukunan” dalam Kamus Besar
menguntungkan karena dapat bertugas di Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh
berbagai bidang, namun di sisi lain Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
memberatkan akibat ketidakjelasan dari konsep diartikan sebagai “hidup bersama dalam
maupun operasionalisasinya. Hal mana hanya masyarakat dengan “kesatuan hati” dan
bisa diatasi dengan perincian tugas selengkap- “bersepakat” untuk tidak melakukan
lengkapnya dalam peraturan di bawahnya perselisihan dan pertengkaran”. Kerukunan
(misalnya peraturan menteri dan seterusnya). adalah istilah yang bermakna “baik” dan
Sebagai bentuk peran formal, penyuluh “damai”. Intinya, hidup bersama dalam
agama fungsional dibagi menjadi 2 (tiga) masyarakat dengan “kesatuan hati” dan
klasifikasi, yaitu: penyuluh agama terampil “bersepakat” untuk tidak menciptakan
(pengangkatan dengan latar belakang perselisihan dan pertengkaran.
pendidikan setara diploma) dan penyuluh Dalam pasal 1 angka (1) peraturan bersama
agama ahli (pengangkatan dengan latar Menteri Agama dan Menteri Dalam No. 9 dan 8
belakang pendidikan setara sarjana). Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Sebagaimana keputusan Menkowasbangpan tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah
No. 54 tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional dalam pemeliharaan kerukunan umat
Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya (pasal beragama, pemberdayaan forum kerukunan
6), penyuluh agama terampil terbagi menjadi 3 umat beragama, dan pendirian rumah ibadat
jenis, yaitu ; dinyatakan bahwa: Kerukunan umat beragama
1. Penyuluh agama pelaksana, adalah hubungan sesama umat beragama yang
2. Penyuluh agama pelaksana lanjutan, dan dilandasi toleransi, saling pengertian, saling
3. Penyuluh agama penyelia. menghormati, menghargai kesetaraan dalam
pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama
untuk dapat berperan sebagai perencana tingkat sekularisasi, dan status sosial dan latar
program (dari sebagai manajer program sampai belakang ekonomi.
ke tahapan evaluasinya (Swanson, Bentz, & Hasil Survei Wahid Foundation menemukan
Sofranko, 1997), fasilitator dan pendidik (Ife, sejumlah data yang dinilai cukup
2002), Agen perubahan, perantara, pendidik, mengkhawatirkan. Dari total 1.520 responden,
tenaga ahli, perencana sosial, advokat dan sebanyak 59,9 persen memiliki kelompok yang
sebagai aktivis (Adi, 2003), sebagai fasilitor, dibenci, responden adalah umat Islam berusia di
pendidik, utusan, teknikal (Nasdian, 2003), atas 17 tahun atau sudah menikah dan survey
katalis, pemberi solusi, penolong proses dan menggunakan metode random sampling
penghubung sumberdaya (Valera, Martinez, & dengan margin error sebesar 2,6 persen dan
Plopino, 1987) pengembangan kebutuhan tingkat keyakinan 95 persen . Kelompok yang
sebagai agen perubahan bertugas untuk dibenci meliputi mereka yang berlatarbelakang
menggerakkan masyarakat melakukan agama non muslim, kelompok tionghoa,
perubahan dan membina hubungan dengan komunis, dan lainnya. Sebanyak 7,7 persen
masyarakat sasaran binaan (Lippitt , Watson, & yang bersedia melakukan tindakan radikal bila
Westley, 1958), serta berbagai peran lainnya ada kesempatan dan sebanyak 0,4 persen justru
baik yang berkaitan dengan administrasi, pernah melakukan tindakan radikal. Penyebab
konten, program, sumber daya maupun terjadinya intoleransi dan radikalisme di tubuh
berkaitan dengan kelayan. umat Islam Indonesia selain ideologi ialah
Melaksanakan penyuluhan agama alienasi dalam sektor sosial dan ekonomi.
merupakan salah satu tugas pokok penyuluh Setara Institute bekerjasama dengan UKP-
agama. Dalam hal ini penyuluh agama PIP atas 94 kota, 10 kota mendapatkan skor
memberikan layanan penyuluhan tatap muka toleransi terendah, yaitu DKI Jakarta dengan
kepada kelompok binaannya baik kelompok skor 2,30, Banda Aceh 2,90, Bogor 3,05,
binaan masyarakat umum maupun kelompok Cilegon 3,20, Depok 3,30, Yogyakarta 3,40,
binaan khusus yang telah menjadi kelompok Banjarmasin 3,55, Makassar 3,65, Padang
binaan tetapnya.Tugas yang lainnya yaitu 3,75, dan Mataram 3,78. Berdasarkan kajian
memberikan bimbingan konsultasi baik teknis yang menilai enam parameter, yakni Rencana
maupun non teknis kepada personal dan Pembangunan Jangka Menengah Daerah
organisasional. (RPJMD), kebijakan diskriminatif, tindakan
nyata pemerintah kota, pernyataan pemerintah
3. Penelitian Terdahulu yang Relevan kota, peristiwa pelanggaran kebebasan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia beragama atau berkeyakinan, dan demografi
(LIPI) melalui Kedeputian Bidang Ilmu penduduk berdasarkan agama tahun 2010, DKI
Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) Jakarta berada diposisi paling buncit dengan
selama tahun 2018 melakukan penelitian skor 2,30 dari angka tertinggi 7. DKI Jakarta
tentang intoleransi dan radikalisme di sembilan mendapatkan skor toleransi terendah karena
provinsi di Indonesia. Temuan tersebut sepanjang November 2016 sampai Oktober
menunjukkan intoleransi terhadap kelompok 2017 setidaknya ada 14 peristiwa yang
agama dan etnik yang berbeda lebih banyak berhubungan dengan pelanggaran kebebasan
terjadi dalam kehidupan politik dalam beragama dan berkeyakinan yang terjadi di Ibu
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh adalah Kota. DKI turun dari peringkat 65 dalam IKT
penggunaan isu-isu keagamaan dalam tahun 2015, menjadi peringkat 94 atau skor
kontestasi politik di sejumlah daerah. Survey terendah pada IKT tahun 2017, hal itu
dilakukan untuk mengukur bagaimana disebabkan penguatan intoleransi dan politisasi
identifikasi agama dan etnik berpengaruh identitas keagamaan. Penduduk Jakarta juga
terhadap intoleransi dan radikalisme dengan diberikan image menjadi penduduk intoleran
menggunakan beberapa variabel, seperti karena relasi sosial yang buruk.
perasaan terancam, fanatisme keagamaan, Memperbaiki relasi sosial untuk memelihara
ketidakpercayaan, penggunaan media sosial, harmoni dan masalah toleransi menjadi
pekerjaan rumah terutama bagi Penyuluh
agama terkait dengan tugas dan fungsinya dan aspek lain yang dikategorikan sebagai
memberikan penguatan kerukunan kehidupan modal sosial dalam masyarakat (Heyneman,
keagamaan dan layanan keagamaan yang adil 2005).
dan merata. Sumber penelitian berupa sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data
METODE PENELITIAN primer, merupakan hasil observasi, in-depth
Penelitian ini bersifat eksploratif dan interview,Angket/survey, dokumentasi dari
deskriptif analitis dengan pendekatan Pokjaluh DKI Jakarta dan materi penyuluhan
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975), terkait dengan kerukunan Umat Beragama.
pendekatan kualitatif merupakan prosedur Informan pada komunitas Penyuluh PNS yang
penelitian yang menghasilkan data deskriptif terdiri dari; Penyuluh Pertama, Penyuluh Muda,
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang- Penyuluh Madya, Ketua Pokjaluh dan institusi
orang dan prilaku yang dapat diamati pembina di Kanwil Kementerian Agama DKI
(Moleong, 1991). Analisis data yang digunakan Jakarta. Adapun sumber data sekunder
dalam penelitian ini adalah logika induktif, menggunakan beberapa buku, jurnal dan
yaitu menggunakan logika berpikir di mana majalah serta berita-berita yang ada di surat
silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal kabar yang terkait dengan isu yang akan
khusus atau data di lapangan dan bermuara diteliti.
pada kesimpulan umum (Bungin, 2011). Studi Dokumentasi dilakukan di awal saat
Prosedur penelitian ini dilaksanakan untuk proses dan pasca pengumpulan data lapangan
memperoleh gambaran tentang kompetensi sebagai pengayaan bagi temuan lapangan.
penyuluh Agama di wilayah Jakarta Selatan Perubahan selama ada di lapangan sangat
dalam memelihara harmoni kerukunan umat. dimungkinkan selaras dengan perkembangan
Secara spesifik penelitian ini akan menelaah permasalahan yang terjadi.
beberapa variabel pada kompetensi penyuluh Pengumpulan Data berfokus pada
Agama Islam dalam bimbingan dan penyuluhan “persepsi”, “sikap” dan “kerjasama”, dijelaskan
untuk penguatan dan internalisasi toleransi melalui beberapa indikator yaitu Toleransi,
antar dan intern umat beragama dalam Kesetaraan dan kerjasama yang dirumuskan
merekatkan Kerukunan Umat Beragama terkait melalui item-item pertanyaan dalam kuesioner.
dengan isu intoleran masyarakat DKI Jakarta. Penggunaan kuesioner sebagai instrumen
penelitian ini dimaksudkan untuk memahami dalam mengumpulkan data tentang kohesi
fenomena yang terjadi pada subjek penelitian sosial dan modal sosial (Social Capital) serta
dengan cara mendeskripsikan kompetensi modal manusianya (Human Capital). Data akan
Penyuluh Agama dalam salah satu tugas dan diklasifikasi ke dalam tiga variabel, yang
Fungsinya memelihara harmoni dan mencegah kemudian dirinci ke dalam iten-item
sikap intoleran sehingga diharapkan tercipta pertanyaan. Masing-masing variabel ini
kondisi ideal kerukunan umat beragama. kemudian diurutkan secara rangking ke dalam
Dalam melihat fenomena intoleransi dan lima tingkatan, yaitu dari yang paling tidak
potensi disharmoni di wilayah Jakarta Selatan, rukun sampai pada yang harmonis. Teknik
penelitian ini menggunakan teori Kohesi sosial pengumpulan data yang dilakukan adalah:
yang memiliki dua dimensi cakupan yaitu:
Dimensi pertama; ketidaksetaraan yang berupa a. Observasi
praktik diskriminasi berdasarkan Ras, gender, Observasi dilakukan untuk mengamati
umur, strata sosial, etnis, disabilitas dan secara langsung kegiatan Bimbingan dan
kebangsaan. Eksklusi sosial juga termasuk Penyuluhan serta kesesuaiannya dengan materi
didalamnya, hal ini dapat berupa kemiskinan tentang kerukunan beragama dan interaksi
(eksklusi dari partisipasi bidang ekonomi), antara Penyuluh dengan masyarakat binaan.
marginalisasi sosial (eksklusi dari patisipasi Observasi ini diarahkan untuk memahami
kegiatan sosial atau organisasi sosial). Dimensi setting Religious Social engineering serta
Kedua; modal sosial yang fokus pada penguatan kondisi sosial masyarakatnya. Begitu juga
hubungan sosial, interaksi, relasi, kearifan lokal dengan memahami kondisi sosiologis
masyarakat yang beragam yang terjadi di
sebagai indikator kerukunan, yaitu toleransi, Topografi Wilayah Jakarta Selatan pada
solidaritas dan kerjasama. umumnya dapat dikategorikan sebagai daerah
Selain ketiga dimensi kerukunan di atas, perbukitan rendah dengan tingkat kemiringan
survei ini juga mengidentifikasi identitas 0,25%. Ketinggian tanah rata-rata mencapai 5-
responden, ari sisi pengetahuan yang dimiliki 50 meter di atas permukaan laut. Pada wilayah
responden. Variable lainnya berkaitan dengan bagian selatan, banjir kanal relatif merupakan
pengetahuan responden tentang hal-hal yang daerah perbukitan jika dibandingkan dengan
berkaitan dengan kehidupan antarumat wilayah bagian utara.
beragama. Selain itu, juga mengeksplor Kota Jakarta Selatan terdiri dari 10
pengetahuan tentang pemahaman ajaran kecamatan dengan jumlah penduduk
agama responden dalam hal hubungan mereka 2.141.941 jiwa, yang terdiri dari 1.077.327
dengan umat yang berasal dari agama lain. jiwa dengan jenis kelamin laki-laki dan
Dengan cara ini diharapkan bisa tergambar 1.064.614 jiwa perempuan.
pola hubungan. Hubungan yang dimaksud Jumlah penduduk terpadat berada di
berkaitan dengan tingkat keintiman (intimacy) Kecamatan Jagakarsa dengan jumlah penduduk
atau bahkan sebaliknya kebencian yang 345.176 jiwa dan yang terjarang adalah
menyertainya. Dengan kata lain, kerukunan Kecamatan Setiabudi dengan jumlah penduduk
hubungan antarumat beragama ini akan diukur 134.936 jiwa.
melalui seberapa jauh para pemeluk agama
Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Pemeluk
menentukan jarak sosial mereka terhadap para
Agama
pemeluk agama lainnya. Apakah hubungan
Agama Jumlah %
antar pemeluk agama tersebut berjalan normal
Islam 1.763.888 83.25
dalam artian tidak disertai adanya prejudice Katholik 140.083 6.54
atau bahkan kebencian atau sikap lainnya yang Protestan 127.231 5.94
bisa memunculkan ketegangan atau bahkan Budha 28.488 1.33
konflik. Dalam bahasa yang lebih sederhana, Hindu 82.251 3.84
Jumlah 2.141.941 100.00
penelitian survei ini melihat sejauhmana
keharmonisan menyertai hubungan mereka.
Data pegawai yang ada di lingkungan
TEMUAN DAN PEMBAHASAN Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta
1. Temuan Selatan berdasarkan Jabatan Struktural dan
a. Profil Kementerian Agama Kota Jakarta Fungsional sebagaimana disajikan dalam Tabel
Selatan 2.
Jakarta Selatan terletak pada 106’22’42 Tabel 2. Data Pegawai Kementerian Agama
Bujur Timur (BT) s.d. 106’58’18 BT, dan Kota Jakarta Selatan
5’19’12 Lintang Selatan (LS). Luas Wilayah Jabatan Jumlah
sesuai dengan Keputusan Gubernur KDKI Nomor Pejabat Struktural 22
1815 tahun 1989 adalah 145,37 km2 atau Jabatan Fungsional Tertentu
22,41% dari luas DKI Jakarta. Terbagi menjadi - Guru 1.567
- Arsiparis 1
10 kecamatan dan 65 kelurahan, berada di
- Pengawas 36
belahan selatan banjir kanal, dengan batas - Analis Kepegawaian 1
wilayah sebagai berikut: - Penyuluh Agama 41
• Sebelah Utara: Banjir Kanal Jl. Jend. - Penghulu 46
- Pengelola Pengadaan Barang/ Jasa 4
Sudirman Kec. Tanah Abang, Jl. Kebayoran
Jabatan Fungsional Umum 407
lama dan Kebun Jeruk. Jumlah 2.135
• Sebelah Timur: Kali Ciliwung
• Sebelah Selatan: Berbatasan dengan kota b. Tugas dan Fungsi Kementerian Agama Kota
Administrasi Depok dan Kota Tangerang Jakarta Selatan
• Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kantor Kementerian Agama mempunyai
Kecamatan Ciledug, Kota Administrasi tugas melaksanakan tugas dan fungsi
Tangerang Kementerian Agama dalam wilayah
9
6 Grafik 4. Respon terhadap 2) c)
2
3
0 3) Mengelola Konflik
1 s.d 5 5 s.d 10 10 s.d 15 15 s.d 20 20 sd 25 Apakah ada kebijakan / peraturan pemerintah
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
tentang Pendirian Rumah Ibadah
Grafik 1. Masa Kerja Penyuluh
TIdak Menjawab
2) Pelayanan Bimbingan dan Penyuluh di
Wilayah Binaan 9.5%
Kurang Mengetahui
a) Menentukan metode penyuluhan langkah 90.5%
pertama yang harus dilakukan dengan Ada
memilih metode dan media yang tepat Tidak Ada
Sangat Setuju
7.1% Grafik 10. Respon terhadap 2) b)
9.5%
Setuju 26.2%
3) Bagaimana hubungan antar umat
Kurang Setuju beragama di wilayah anda
57.1%
a) Kekuatan nilai-nilai agama tereduksi oleh
Tidak Setuju
politik sesaat dan kepentingan ini merobek
rajutan kerukunan umat di Jakarta
Kurang Mengetahui
d. Aspek Kerjasama
33.3% 1) Kerjasama antar tokoh umat beragama
16.7% sering gagal karena ego sektoral dan
fanatisme agama
a) Kerjasama antara tokoh berbeda agama
Kurang Setuju Sangat Setuju
Setuju Tidak Setuju untuk menjaga umat beragama agar tidak
terjadi konflik sangat penting namun sering
Grafik c.1)a) gagal karena ego sektoral.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, I. (2003). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas : Pengantar pada Pemikiran
dan Pendekatan Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Amin, S. M. (2008). Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam. Jakarta: Amzah.
Arifin, M. (1996). Teori-teori Konseling Umum dan Agama. Jakarta: Golden Terrayon Press.
Arifin, M. (1997). Psikologi Dakwah Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Asry, M., Hakim, B., Ruhana, A., & Khalikin, A. (2013). Masyarakat Membangun Harmoni: Resolusi Konflik dan
Bina Damai Etnorelijius di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan.
Bidang Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Masjid. (2010). Pedoman dan Petunjuk
Teknis Penyuluh Agama Islam Fungsional Jilid I& II. Bandung: Kementerian Agama Kantor Wilayah
Provinsi Jawa Barat.
Culp, K., McKee, R. K., & Nestor, P. (2007, Desember). Identifying Volunteer Core Competencies : Regional
Differences. Jurnal of Extension, 45(6). Retrieved September 11, 2011, from
http://www.joe.org/joe/2007-december/ a3.php
Hasjmy. (1994). Dustur Dakwah Menurut Al Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.
Heyneman, S. P. (2005). Introduction to this special issue on organisation and social organitasion. Peabody
Journal of Education, 80(4).
Hidayatulloh, M. T. (2014). Strategi Peningkatan Kompetensi Penyuluh Agama Islam di Tiga Daerah Provinsi
Jawa Barat. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ife, J. (2002). Community Development : Community Based Alternatives in Age of Globalisation (2 ed.).
Malaysia: Longman.
Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 574 tahun 1999 dan Nomor
178 tahun 1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya. (1999).
Keputusan Menteri Agama Nomor 516 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya. (2003).
Kurniawan, R., & Jahi, A. (2005, September). Kompetensi Penyuluh Pertanian di Tujuh Kecamatan di Kabupaten
Bekasi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan, 1(1).
Lawang, R. M. (2004). Kapita Sosial dalam Prespektif Sosiologi: Suatu Pengantar. Depok: Fisip UI.
Lippitt , R., Watson, J., & Westley, B. (1958). The Dynamics of Planned Change. New York: Harcourt, Brace &
World, Inc.
Marius, J. A., Sumardjo, Slamet, M., & Asngari, P. S. (2007, September). Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal
Penyuluh terhadap Kompetensi Penyuluh di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penyuluhan, 3(2).
Miles, B. M., & Hubermen, M. (1992). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru.
Jakarta: UIP.
Misra, R. P. (1991). The Changing Perception of Development Problems. Singapore: Maruzen Asia.
Mubarak, A. (2000). Konseling agama Teori dan Kasus. Jakarta: Bina Rena Pariwara.
Mubarak, A. (2001). Psikologi Qur’ani Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyana, D. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Namdar, R., Rada, G. P., & Karamidehkordi, E. (2010). Professional Competencies Needed by Agricultural and
Extension Program Evaluation Staff and Managers of Iranian Ministry of Agriculture. Journal of
International Agricultural and Extension Education. Retrieved September 15, 2019, from
http://wwww.aiaee.org/attahments/476Gholamreza%20pezeskhkirad.pf
Nasdian, F. T. (2003). Pengembangan Masyarakat. Bogor: Departemen Ilmu- Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian IPB.
Omar, M. T. (2004). Islam dan Dakwah. Jakarta: Zakia Islami Press.
Rutherford, J. (2004). Key Competencies in the New Zealand Curriculum: A Snapshot of Consultation. Retrieved
September 28, 2019, from http://nzcurriculum.tki.org.nz/content/download/826/5907/file/consult-
snapshot.doc
Santopolo, F. A., & Gallaher, J. A. (1967). Perspectives on Agent Roles. Journal of Cooperative Extension.
Retrieved Februari 3, 2012, from http://www.joe.org/joe/1967winter/1967-4-a3.pdf
Schmitt, R. B. (2002). Considering Sosial Cohesion in Quality of Life Assesment: Concept and Measurement.
Sosial Indicator Research, 58.
Spencer, L. M., & Spencer, S. M. (1993). Competence at Work: Model for Superior Competence Performance.
New York: John Wiley & Sns. Inc.
Swanson, B. E., Bentz, R. P., & Sofranko, A. J. (1997). Improving Agricultural Extension. Roma: FAO.
Valera, J. B., Martinez, V. A., & Plopino, R. F. (1987). An Introduction to Extension Delivery Systems. Manila:
Island Publishing House. Inc.
Winaryanto, S., Sahirul, A., & Yunasaf, U. (2011). Kajian Tingkat Kompetensi Profesional Penyuluh Bidang
Peternakan di Kabupaten Bandung Barat. Retrieved September 28, 2018, from
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/kajian-Tingkat-Kompetensi.doc