Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

SUMBATAN JALAN NAFAS

OLEH:

Alifia Nurdani Darmawan


NIM: 70700119014

Supervisor :

dr. Juwita, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ANASTESIOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua
bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Sumbatan Jalan Nafas” dalam
rangka tugas kepaniteraan klinik Departemen Anastesiologi Program Pendidikan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama,
serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis
sehingga penulisan dan penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan
penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang
terhormat:

1. dr. Juwita, Sp.An selaku Supervisor pembimbing


2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu.
Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya
bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan
hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari
semua pihak.
Makassar, 13 Desember 2020

Alifia Nurdani Darmawa

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul

“Sumbatan Jalan Nafas”

Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui

Pada Tanggal……….

Oleh:

Supervisor Pembimbing

dr. Juwita, Sp.An

Mengetahui,

Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter

UIN Alauddin Makassar

3
dr. Azizah Nurdin, Sp.OG, M. Kes
NIP. 198409052009012011

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................iii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2

A. Definisi .............................................................................................. 3
B. Epidemiologi ..................................................................................... 3
C. Etiopatogenesis .................................................................................. 4
D. Patofisiologi ........................................................................................ 5
E. Gejala Klinis ..................................................................................... 12
F. Diagnosis .......................................................................................... 15
G. Penatalaksanaan................................................................................ 17
H. Diagnosis Banding............................................................................ 21
I. Komplikasi ....................................................................................... 21
J. Prognosis .......................................................................................... 22
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 26
A. Kesimpulan ..................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Sistem pernafasan atas ................................................. 6

Gambar 2.2 Atresia Koana ............................................................................. 7

Gambar 2.3 Tumor ......................................................................................... 8

Gambar 2.4 Benda asing pada saluran nafas .................................................. 8

5
BAB I

PENDAHULUAN

Saluran nafas atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Masing- masing
memiliki fungsi yang berperan dalam hal menjaga saluran nafas atas. Hidung dan
cavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernafasan, penyaringan debu
dan pelembbapan udara pernafasan. Faring berfungsi dalam hal respiratorik dan
memungkinkan terjadinya vokalisasi serta larring untuk melindungi jallan napas
bawah dari obstruksi benda asing.

Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas atas yang
disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor, dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral, sehingga ventilasi pada saluran nafas terrganggu "buuku
hijjau#. !bstruksi saluran nafas atas dapat menyebabkan kegawatdaruratan saluran
nafas mulai dari asfiksia hingga kematian. Kegawatdaruratan saluran nafas
membutuhkan tindakan segera diantaranya dengan menggunakan perasat
Heimlich, inttubasii endotrakea, laringoskopi, trakeostomi, dan krikotiroidostomi.

Oleh karena bahaya obstruksi pada saluran nafas atas, yang dapaat
menyebabkan kematian, dan pentingnya penatalaksanaan awal pada obstruksi
jalan nafas, maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan
makalah.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Saluran Nafas Atas

a.Hidung

Di dalam hidung (nasus) terdapat organum olfactorium perifer. Fungsi

hidung dan cavitas nasi berhubungan dengan:

a.Fungsi penghidu

c.Penyaringan debu

d.Kelembapan udara pernapasan

e.Penampungan sekret darri sinus paranasalles dan ducttus nasolacrimalis

Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama
karena perbedaan pada tulang rawan hidung. Punggung hidung yang meluas dari
akar hidung di wajah ke puncaknya (ujung hidung). Hidung meliputi bagian
eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung
sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disupport
oleh sepasang tulang hidung. Rongga hidung terdiri atas:

 •Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi

7
 •Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai
penapis udara
 •Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara
luar karena 94 strukturnya yang berlapis
 •Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar
dalam usaha untuk membersihkan jalan napas.

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi


rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi 3 saluran oleh penonjolan
turbinassi attau konka dari dinding laateral. Rongga hiidung diilaapiisi dengan
membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang dissebut
mukosa hidung. 1endir di sekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang
melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia.

Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke


bagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas
2 bagian, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal
oleh konka superior, medialis, dan inferior.

Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihiruupkan ke dalaam paru-paru. Hidung
bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi
terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan
usia.

 Vaskularisasi dan Persarafan

Pendarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui cabang
arteria sphheno palatina, arteria ethmoidalis anterior dan arteria ethmmoidalis
posterior, arteri palatina mayor, arteri labialis superior, dan rami lateralis arteria

8
facialis. Plexus venosus menyalurkaan darah keemballi ke daalam vena
sphenopalatina, vena facialis, dan vena ophtalmica.

Persarafan bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung terutama


terjadi melalui nervus nasopalatinus, cabang nervus cranialis V2. Bagian anterior
dipersarafi oleh nervus ethmoidalis anteior, cabang nervus nasociliaris yang
merupakan cabang nervus cranialis V1. Dinding lateral cavitas nasi memperoleh
persarafan melalui rami nasales maxilaris (nervus cranialis V2), nervus palatinus
major, dan nervus ethmoidalis anterior.

 Fungsi Rongga Hidung

Terdapat 3 fungsi Rongga Hidung, antara lain:

a.Dalam hal pernafasan, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung


akan menjalani tiga prosses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangataan, dan
pelembaban. Penyaringan dilakukan oleh membran mukosa pada rongga hidung
yang sangat kaya akan pembuluh darah dan glandula serosa yang mensekresikan
mukus cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke Oropharynx.
penghangatan dilakukan oleh jaringan pembuluh darah yang sangat kaya pada
ephitel nasal dan menutupi area yang sangat luas dari rongga hidung. Selain itu,
pelembaban dilakukan oleh concha, yaitu suatu area penonjolan tulang yang
dilapisi oleh mukosa.

b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi


dalam penerimaan sensasi bau.

c. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukkan suara-suara


fenotik dimana ia berfungsi sebagai ruang resonansi.

b. Faring

Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm


yang menghuubungkan nasal dan rongga mulut kepada laarynx pada dasar
tengkorak. Faring meluas dari dasar cranium sampai tepi bawah cartiilago

9
cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di
sebelah posterior. Dinding faring terrutama dibentuk oleh dua lapis otot-otott
faring. Lapisan otot sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot
konstriktor.Lapisan otot internal yang terutama teratur longitudinal, terdiri dari
muskulus palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan musculus
salphiingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan larring sewaktu
menelan dan berbicara.

2.2 Etiologi, Gejala klinis, Pemeriksaan Obstruksi Saluran Nafas Atas

2.2.1 Kongenital

a..Atresia koana

Atresia koana adalah tertutupnya satu atau kedua posterior kavum nasi
oleh membran abnormal atau tulang. Hal ini terjjadi akibbat kegagalan
eembriologik darri membran bukonasal untuk membelah sebelum kelahiran.gejala
yang paling khas pada atresia koana adalah tidak adanya atau tidak adekuatnya
jalan napas hidung. Dada bayi baru lahir yang hanya bisa bernapas melalui
hidung, kondisi ini merupakan keadaan gawat darurat dan perrluu pertolongan
yang cepat pada jalan napas atas untuk menyelamatkan hidupnya.Obstruksi koana
unilateral kadang-kadang tidak menimbulkan gejala pada saat lahir tapi kemudian
akan menyebabkan gangguan drainase nasal kronis unilateral pada masa anak-
anak sedangkan atresia koana bilateral menyebabkan keadaan darurat pada saat
kelahiran.

10
Atresia koana bilateral memerlukan tindakan yang darurat bertujuan untuk
menjamin jalan napas, karena dapat menyebabkan asfiksia berat dan kematian
setelah kelahiran. Kelainan penyerta yaitu adanya meningosil sehingga operasi ini
dilakukan bersama bagian bedah Saraf. Tindakan yang dilakukan adalah
koanoplasti dan pemasangan stent menggunakan pipa nasogastrik ukuran 12

b.Stenosis subglotik

Pada daerah subglotik, 2-3 cm dari pita suara, sering terdapat


penyempitan. Kelainan yang dapat menyebabkan stenosis subglotik ialah:

1. Penebalan jaringan submukosa dengan hyperplasia kelenjar mucus


dan fibrosis.
2. Kelainan bentuk tulang rawan krikoid dengan lumen yang lebih
kecil.
3. Bentuk tulang rawan normal dengan ukuran lebih kecil
4. Pergeseran cincin trakea pertama kearah atas belakang ke dalam
lumen krikoid.

Gejala stenosis subglotik ialah stridor, dispneu, retraksi di suprasternal,


epigastrium, interkostal serta subklavikula. &ada stadium yang lebih berat
akan ditemukan sianosis dan apnea sebagai akibat sumbatan jalan, sehingga
mungkin juga terjadi gagal pernafasan (respiratory distress). Terapi tergantung
kelainan yang menyebabkannya.

11
Pada umumnya terapi stenosis subglotik yang disebabkan oleh kelainan

suubmukosa ialah dilatasi atau dengan laaser 7!'. Steenosis subglotik yang

disebabkan oleh kelainan bentuk tulang raawan krikoiid diilaakukan


teerapi pembedahan dengan melakukan rekontruksi.

c..1aringomalasia

Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah, sehingga pada waktu


inspirasi epiglotis tertarik ke bawah dan menutup rima glotis. Dengan demikian
bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi (stridor). Stridor merupakan gejala awal,
dapat menetap dan mungkin hilang timbul, ini disebabkan lemahnya rangka
laring.

Tanda sumbatan jalan nafas dapat dillihat dengan adanya cekungan


(retraksi) di daerah supra sterna, epigastrium, interkostal dan supraklavikular.Bila
sumbatan ini makin hebat, dilakukan intubasi endotrakea.

12
2.2.2 Radang

•Epiglotitis akut

Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada
daerah supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dann
lipatan ariepiglotika.0 4piglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri,
bakteri paling sering ditemukan adalah Haemophilus influenza. 4pigllotitis akut
paling sering terjadi pada anak-anak berusia '-0 tahun namun akhir-akhir inii
dilaporkan bahwa prevalensi dan insidennya meningkat pada orang dewasa.

Onset dari gejala epiglotitis akut biasanya terrjadi tiba-tiba dan


berkembang secara cepat. &ada pasien anak-anak, gejala yang sering ditemui
adalah sesak napas dan stridor yang didahului oleh demam, sedangkan pada
pasien dewasa gejala yang terjadi lebih ringan, dan yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan.

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat perjallanan penyyakit dan


tanda serta gejala klinis yang ditemui, dan dari foto rontgen lateral leher yang
memperlihatkan edema epiglotis (thumb sign) dan dilaataasi dari hipofaring.

Penatalaksanaan pada pasien dengan epiglotitis diarahkan kepada


mengurangi obstruksi saluran napas dan menjaaganya agar tetap terbuka serta
mengeradikasi agen penyebab.Dapat dilakukan intubasi jika telah terjadi
obstruksi, dengan ekstubasi setelah 48-72 jam, serta pemberian antibiotika yang
adekuat.

2.2.3Trauma

a. Fraktur tulang manndibula

Fraktur ini paling sering terjadi. Fraktur mandibula ini sangat penting
dihubungkan dengan adanya otot yang bekerja dan berregio atau berisersio pada
mandibula yaitu otot elevator, otot depressor, dan otot protusor. Diaagnosis

13
ditegakkan berdasarkan adanya riwayat kerusakan rahang bawah dengan gejala
berikut:

•Pembengkakan, ekimosis atau laserasi pada kulitt

• Nyeri

•6nastesi pada satu bibir bawah, gusi,

•Maloklusi

•Gangguan morbilitas atau krepitasi

•Malfungsi berupa trismus, rasa nyeri waktu mengunyah

Penanggulangan fraktur madibula tergantung pada lokasi fraktur, luasnya


fraktur, dan keluhan yang diderita. 1okasi fraktur ditentukan oleh pemeriksaan
radiografi.

b. Paralisis larring

•Paralisis n. laringeus superior

Cabang ekksterrn n. laariingeuus superior menssarafi m. krikotiroid yang


menegangkan pikta suara.cabaang internnya mengurus mukosa laring. Paralisis n.
laringeus superior di proksimal percabangannya menjadi cabang ekstern dan
intern menyebabkan penderita terrsedak billa minum akibat anastesi mukosa
sebab tidak merasa minuman turun. Terjadi juga perubahan nada dan resonansi
suara bila penderita bicara keras atau menyanyi terlalu lama karena tegangan pita
suara terganggu. gerakan abduksi dan adduksi pita suara tidak terganggu.

•Paralisis n. laringeus rekurens

N.laringeus rekurens atau n. laringeus inferior melayani m.abduktor dan


m.adduktor pita suara. &araliisis n. larringeus inferior mengakibatkan suuarra
mendesau. )ejaala inni dapatt menghilang dalam beberapa minggu bila terjadi

14
kompensasi oleh otot aduktor kontralateral sehingga pita suara yang sehat
bergerak melewati garis tengah sehingga bertemu dengan pita suara yang lumpuh.

Paralisis bilateral n. larringeus rekurens menyebabkan sesak nafas karena


celah suara sempit karena kedua pita suara tidak dapat abduksi pada inspirasi,
sehingga menetap pada posisii paramedian. !leh karena itu, penderita terpaksa
istirahat dan menghindari keadaan yang memerlukan lebih banyak Aat asam
seperti kerja, gerakan berlebihan, takut dan demam.

•Menelan bahan kaustik

Larutan assam kuuat sepeertti asam sulfatt, niitrrat daan hidroklorid atau
basa kuat seperti soda kaustik, potassium kaustik dan amonium bila terrtellan
dapat mengakibatkan terrbakarnya mukosa saluran cerna. &ada penderita yang
tidak sengaja minum bahan tersebut, kemungkinan besar luka bakar hanya pada
mulut dan faring, karena bahan tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit saja masuk
ke dalam lambung. &ada mereka yang mencoba bunuh diri akan terjadi luka bakar
yang luas pada esofagus bagian tengah dan distal karena larutan terrsebut berada
agak lama sebelum memasuki kardiak lambung. Diagnostik berdasarkan riwayat
menelan Aat kaustik dan adanya luka bakar di sekitar dan dalam mulut.

C. Trauma trakea

Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi dapat juga
mengakibatkan kelainan lebih hebat berupa sesak nafas karena penekanan jalan
nafas atau aspirasi darah atau emfisema kutis bila trakea robek. trauma tumpul
trakea jarang memerlukan tindakan bedah. Penderita diobservasi. Bila terjadi
obstruksi jalan nafas dikerjakan trakeostomi. Pada trauma tajam yang
menyebabkan robekan trakea, dilakukan trakeotomi di distal robekan, dan dijahit.

D. Trauma intubasi

Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udema laring


dan trakea. Gejalanya suara penderita terdengar parau, dan addanya kesulitan
menelann, gangguan aktiiviitaas laring, dan beberapa derajat obstruksi

15
pernafasan. Pengobatan yang diberikan kortikossteroid. Bila obstrruksi nafas
teerllalu hebat, dilakukan trakeostomi.

2.2.Tumor

a.Hemangioma

Hemangioma biasanya timbul di daerah


subglotik. Sering pula disertai dengan
hemangioma di tempat lain, seperti di
leher.

Gejalanya ialah terdapat hemoptisis dan bila tumor itu besar,


terdapat juga sumbatan laring. Terapinya ialah dengan bedah laser, kortikosteroid
atau dengan obat-obat skleroting.

16
b. Papiloma laring

Tumor ini digolongkan dalam 2 jenis :

1. Papiloma lariing juvenile, diiteemukan pada anak, biasanya berbentuk


multiple dan mengalami regresi saat dewasa
2. Pada orang dewasa biasanya berbenttuk tunggal, tidak akan mengalaami
reesoluusi dan merupakan prekanker.

Gejala utama adalaah suara parau. Kadang-kadang terdapat pula betuk.


Apabila papiloma telah menutup rima glottis maka timbul sesak nafas dengan
stridor. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laring langsung, biopsy serta pemeriksaan patologi-anatomik.

Terapi:

17
 Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan sinar
laser. Karena sering tumbuh lagi, tindakan ini diulang berkali-kali.
Kadang dalam seminggu tampak papiloma tumbuh lagi.
 Sekarang terssanngka peenyababnya iaalaah viirus, untuk terapinya
diberikan vaakssin dari masssa tuumor, obat anti viirus, hormone,
kalsium atau ID methionin. Tidak dianjurkan memberikan
radioterapi karena papilloma dapat berubah menjadi ganas.

b. Tumor gganas laring

Penyebabnya belum diketahui pasti. dikatakan para ahli bahwa perokok


dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi
terrhadap karsinoma laring. Serak adalah gejala utama karsinoma laring,
merupakan gejala paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena
gangguan fungsi fonasi laring. &ada tumor ganas laring, pita suara gagal
berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau
penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament
krikoarittenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. $adang-kadang bisa afoni
karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. )ejala lain berupa nyeri
alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan penurunan berat badan.
nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh kommplikasi
suupurassi tumor yaang menyerang kartiilaago tiiroid dan perikondrium.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriiksaan pattologi antomi dari


bahan biopsy laring dan bajah pada KGB leher. Ada 3 cara yang lazim
digunakan yakni pembedahan, radiiasi, obatt sitostatik atau kombinasi. Jenis
pembedahan adalah laringektomi totalis atau parsial tergantung lokasi dan
penjalaran. &emakaian sitostatik belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian
sitostatik tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk, disamping harga
obat yang mahal, sehingga tidak terjangkau oleh pasien.

2.2.Benda Asing Saluran Nafas Atas:

18
•Benda asing di hidung

Benda asing di hidung sering terjadi pada anak, dan pada anak sering
luput darri perhatian, gejala yang sering dittimbul yaitu hidung tersumbat, rinore
unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang-kadang demam, nyeri,
epitaksisi dan bersin. Hasil pemeriksaan tampak edem dengan inflamasi mukosa
hidung unilatteral dan dapat terrjadii ulserasi.

Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah dengan


memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas,
menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengeit
diturunkan sedikit dan ditarik ke depan, dengan cara ini menda asing ikut terbawa
keluar. Dapat pula menggunakan cunam Nortman atau “wire loop”. Pemberian
antibiotic sistemik selama 5-7 hari hanya jika kasus benda asing hidung yang
telah menimbulkan infeksi.

•Benda asing di Orofaring dan hipofaring

Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut antara lain


di tonssil, dasar lidah, valeekula dan siinus piriiformis yang akan menimbulkan
rasa nyeri menelan "odinofagia#, baik saat makan maupun meludah, terutama
benda asing tajam seperti tulang ikan dan tulang ayam. Pemeriksaan di dasar
lidah, valekula dan sinus piriformis diperlukan kaca tenggorokan yang besar.

Pasien diminta menarik lidah sendiri dan pemeriksaan memegang kaca


tenggorokan dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang cunam untuk
mengambil benda tersebut.Bila pasien sangat perasa sehingga menyulitkan
tindakan, maka sebelumnya dapat disemprotkan obat anastetikum seperti xylocain
atau pantocain.Tindakan pada benda asing di valekula dan sinus piriformis
kadang-kadang untuk mengeluarkannya dengan cara laringoskopi langsung.

19
•Benda asing di laring

Benda asing pada laring bisa bersiffat tottal atau subtotal. jika benda
asing dilaring menutupi secara total merupakan kegawatan dan akan
menimbulkan gejala berupa disfonia sampai afonia, apne dann sianosis.
&ertolongan pertamma harus segera dilakukan karena asfiksia dapat terjadi dalam
waktu hany abeberapa menit. Tehnik yang dilakukan berupa Heimlich “Heimlich
manueuver”. Menurut teori Heimlich , benda asing masuk ke dalam laring ialah
pada waktu inspirasi, dengan demikian paru penuh oleh udara, diibaratkan
sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu maka sumbatan
akan terlempar keluar.

Sumbatan tidak total dilaring dapat menyebabkan gejala suara parau,


disfonia sampai afonia, batuk yang di sertai sesak, odinofagia, mengi, sianosis,
hemoptisis dan rasa subyektif dari benda asing "pasien akan menunjuk lehernya
sesuai dengan letak benda asing itu tersangkut” dan dispne dengan derajat
bervariasi. Gejala dan tanda ini jelas bila benda asing masih tersangkut di laring,
dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih meninggalkan reaksi
laring oleh karena udem. &ada kasuus suumbatan suubtotall, tiidak menggunakan

20
perasat Heimlich, pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk di
beri pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau jika alat
C alat terssebbut tiidak teerssedia maka dapat di laakukan trakeostomi, dengan
pasien tidur dengan posisi %rendelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya
benda asing tidak turun ke trakea.

2.3 Penatalaksanaan Ostruksi Saluran Nafas Atas

2.3.1 Intubasi Endotrakea

Intubasi endotrakeal adalah memasukan suatu lubang atau pipa melalui


mulut atau melalui hidung kedalam trakea.

•Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi intubasi endotrakea:

 Untuk mengatasi sumbatan saluran napas atass


 Membanntu ventilassi
 Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkiall
 Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal darii

lambung

Kontraindikasi intubasi endotrakea adalah trauma jalan napas atau


obstruksi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan intubasi seperti pada kasus
trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servikal.

•Alat untuk intubasi

−1aringoskopi

−Pipa endotrakea

−Pipa orofaring atau nasofaring

−Plester

21
−Forsep intubasi

−Suction

•Teknik intubasi endotrakeal

Intubasi endotrakeal merupakan tindakan penyelamat "life saving


procedure” yang dapat dilakukan tanpa atau dengan analgetika topical dengan
3ylocain (BE. &osisi pasien tidur terlentang, leher sedikit fleksi dan kepala
ekstensi. 1aringoskop dengan spatel bengkok dippegang dengan tangan kiri,
dimasukan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah terdorong kekiri. Spatel
diarahkan menelusuri pangkal liidah ke valekula, lalu laringoskop diangkat
keatas, sehingga pitta suara dapaatt terlihat, dengan tangan kanan pipa endotrakea
dimasukan melalui mulut terus melalui celah antara kedua pita suara kedalam
trakea.

Pipa endotrakea dapat juga dimasukan melalui salah satu lubang hidung
saampai rongga mulut dan dengan cunan magiili ujung piipa endotrakea
dimasukan kedalam celah antara kedua pita suara sampai ke trakea. $emudian
balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. 6pabila
menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur terlentang itu,
pundaknya harus diganjang dengan bantal pasir sehingga kepala mudah
diekstensikan maksimal.

Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukan mengikuti dinding faring posterrior dan epiglottis diangkat horiAontal
ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat.

Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukan melalui


celah pita suara sampai ditrakea. $emudian balon diisi udara dan pipa endotrakea
di fiksasi dengan plester. Memasukan pipa endotrakea harus hati-hati karena dapat
menyebabkan trauma pita suara, laserasi pita suara timbul granuloma dan stenosis
laring atau trakea.

2.3.2 Trakeostomi

22
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinnding depan
anterior trakea untuk mempertahankan jallan nafas agar udarra dapat masuuk ke
paru-parru dan memiintas jaalaan nafas bagiian atas. Menurut letak stoma,
trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini
adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka
trakeostomi dibagi dalam (# trakeostomi darurat "dalam waktu yang segera dan
perrsiapan sarana sangat kurang# '# trakeostomi berencana "persiapan sarana
cukup# dan dapat dilakukan secara baik.

•Anatomi

Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago.


Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas
ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi
dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar
dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. $elenjar
tiroid terletak di atas trakea di setelah depan dan lateral. 5smuth melintas trakea di
sebelah anterior, biasanya setinggi cinncin trrakea kedua hingga kellima. Saraf
laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan
subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang
melekat pada kartilago tiroid dan hyoid.

23
•Indikasi trakeostomi

Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan


gangguan non obstruksi yang mengubah ventilasi dan pasien dengan crtical ill
yang memerlukan intubasi cukup lama ">-'( hari#./ Gangguan yang
mengindikasikan perlunya trakeostomi:.

 Untuk mengatasi obstruksi laring yang mengghambat jalan nafas. '.


 Menguranngi ruang rugi "dead aiir sppacce# disaaluuran nafas attas
sepertii daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. *enggan adanya
stoma maka seeluruh oksigen yang masuuk kedallam paru, tiidak ada yang
tertinggal diruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan
paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
 Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam
keadaan koma.
 Untuk memasang alat bantu nafas "respirator
 Untuk mengambil benda asing dari subglotiik, apabila tidak mempunyaii
fasilitas untuk bronkoskopi.
 Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas " missal angina ludwig#,
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatiik yang timmbul
melalui mekanisme serupa

Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya obstruksi pada jallan nafas


yang progresif, dibagi 0 stadium menurut 2ackson+ (.

 Cekungan tampak pada waktu inspirasi disuprasternal, striidor pada waktu


inspirasi dan pasien masih tenang.
 ekungan pada waktu insppirassi di daerrah suuprasteernal makin dalan,
ditambah lagi dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. &asien
sudah mulai gelisah. Stridor terdengar saat inspirasi.

24
 ekuungan seelain di daerrah suuprrassteernnall, epigaasttriium juuga
teerdapat dii 5nfrakalvikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan
dispnea. Stridor saat inspirasi dan ekspirasi
 Cekungan-cekungan di-atas bertambah jellas, pasien sangat gelisah dan
tampak sangat ketakutan serta sianosis. 2ika keadaan ini berlangsung
terus, maka pasien akan kehabisan tennaga, pusat perrnafasaan parraliitiik
karena hiperkapnea. &asien lemah dan tertidur dan akhirnya meninggal

karena asfiksia.

Tindakan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring


stadium ' dan menurunkan jumlah udara residu annatomis
paaru hinggga =B E nyya. Seebaagaai haasilnya, pasien haanyya memerlukan
sedikit tenaga yang dibutuhkan untuk bernafas dan meningkatkan ventilasi
alveolar. %etapi hal ini juga sangat tergantung pada ukuran dan jenis pipa
trakeostomi.

Indikasi lain yaitu:

 Cedera parah pada wajah dan leher


 Setelah pembedahan wajah dan leher
 Hilangnya reefleks laring dan ketidakmampuan unttuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

•Syarat dan Kontra Indiikasi

Perkutaneus trakeostomi memerlukan penahan rasa sakit, sedasi


dan penghambat neuro muscular pada pasien yang dipasang intubasi dan
ventilator mekanik.&erkutaneuus %rakeostomi tidak dapat dilakukan pada
pasien kegawat daruratan jalan nafas terutama pada trauma suprglotis atau
orofasial.Staf medik yang ada dirumah sakit harus terrlattih dan
berpengalaman dalam menajemen jalan nafas, &%, bronkoskopi dan
surgical tracheostomy jika &% gagal atau terjadi komplikasi.&asien umur
dibawah (8 tahun terutama umur (' tahun tidak dapat dilakukan PT.

25
Deformitas yang tampak jelas pada jalan nafas, jaringan parut yang
sebelumnya didapatkan dari operasi sepertti trakeostostomi atau
sternotomi, udem leher, obesitas, gondok, atau tumor pada leher yang
menyulitkan untuk palpasi lokasi lapangan operasi seperti kartillago
krikoid.&ada keadaan seperti ini dapat dianjurkan untuk SS%.&embuluh
darah yang tampak di bawah kulit, inflam
operasi juga merupakan kontra indikasi &*%. $esulitan untuk
mengoptimalkan regangan leher pasien akibat trauma servical atau
arthritis, adanya leher yang penndek ataau akibat kifosis yang berat adalah
kontra indikasi &*%.&*% harus ditunda jika hemodinamik pasien tidak
sttabil.Dntuk melakukan &*% pada pasien yang telah diketahui
mengalami gangguan jalan nafas bergantung pada opini dan pengalaman
operator. Pendarahan diathesis yang tidak teratasi merupakan risiko
mutlak yang dapat menimbulkan pendarahan yang tidak dapat dikontrol
selama prosedur.

 Pembagian Trakeostomi

Pembagian trakeotomi dippandang dari kesulitan dan


kedaruratannya adalah sebagai berikut:

1. Trakeotomi biasa

Trakeotomi pada penderita yang tidak sesak dan trakea mudah dicari,
indikasinya:

a. Tumor laring yang belum lanjut "belum sesak#, persiapan biopsi.


b. Tumor pangkal lidah
anestesi”.

2. Trakeotomi sulit

Di sini trakea sulit teraba, dapat terjadi karena:

a. Trakea letaknya 9dalam;, sulit dicapai< hal ini karena ada tumor koli.

26
b. Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
c. Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
d. Ada pembuluh vena besar karena bendungan disebabkan oleh tumor
koli.
e. Lubang operasi tidak konnsisten di garis teengah, karena asisten
memegang haak (pengait) tidak di garis tengah secara konsisten.
f. Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga sulit meraba
trakea.
g. Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor koli.
h. Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeotomi dahulu.

3. Trakeotomi darurat

Darurat karena penderita sesak bahkan mungkin sudah sianosis; sesak


karena lumen sudah menutup jalan napas lebih dari 90%.

4. Trakeotomi darurat dan sulit

Kombinasi ini bisa terjadi yang sangat membahayakan jiwa penderita.

•Jenis Tindakan Trakeostomi

1. Surgical trakeostomy

Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.

2. Percutaneous Tracheostomy

Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat
darurat. Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua
atau dua dan tiga. $arena lubang yang dibuat lebih kecil,

3. Mini tracheostomy

Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi


mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator.

27
•Alat-Alat Trakeostomi

A. Jenis pipa Trakeostomi


1. Cuffed tubes Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehinga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi
2. Dncuffed tubes digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita
yang tidak mempunyai risiko aspirasi.
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam) dua bagian trakeostomi ini
dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat
dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk
trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan
penderita dapat merawat sendiri.
5. Fenestrated tubes trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di
sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernapas
melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan
penderita untuk dapat berbicara.

Alat yang diperlukan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit


yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang tumpul,
sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul
trakea dengan ukuran sesuai.

•Teknik Trakeostomi

Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil


sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian
atalantooksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea
akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit leher
dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup
dengan kain steril. Obat anestetikum dengan (10%-15% 1idokain dengan
1:200.000 disuntikkan dikartilago tarakeal 1 dan 2 atau 2 dan 3 secara
infiltrasi.

28
Dimulai pada insisi transversal 2-3 mm pada midline subkrikoid
dibuat pada kulit yang ditandai. Pasang curved mosGuito forceps dapat
digunakan untuk diseksi tumpul secara vertikal dan tranversal pada fasia
pretrakea. Dengan ujung jari, trakea bagian depan yang tellah dipotong
dibebaskan dari semua jaringan sampai terasa area interkartilago. Jika
terdapat isthmus, isthmus dipisahkan dari area interkartilago yang akan
ditusuk. Jarum pertama bersama kateter dimasukkan melalui semprit yang
berisi larutan saline untuk suction continous diarahkan pada midline
trakea, posterior dan kaudal. Jarum insersi paramedian akan terpasang
benar dengan percobaan berulang dituntun dengan bronkoskopik. Tanda
telah masuknya jarum pada jalan udara di trakea dibuktikan dengan
adanya gelembung udara pada aspirasi semprit. Mengatur jalan nafas
dipastikan dengan jarum yang dimasukkan dari pipa translaringeal dengan
melihat pergerakan jarum yang pelan dari pipa. Selanjutnya jarum ditarik
peerlahan ketika memasuukkan kateeteer beberapa miilimeter ke dalam
trakea, daan diperiikssa pengaturaan jaalaan nafas dengan bronkoskopi.

Saat jarum dan semprit sepenuhnya telah dilepaskan, kawat


penuntun telah terpasang beberaapa sentimmeter ke dalaam trakea.
Kateter kemudian sepenuhnya dicabut jika kawat penuntun telah masuk
ke lumen trakea.Untuk menjaga kaawat penuntun tetap pada kulit yang
teelaah ditandai, kawat taadi dimasukkan pada dilator yang telah
dilubrikasi untuk melebarkan jalan masuk ke trakea dengan geraakan
memutar pelan. Dilator ini dileepaskan jiika kawat penuntun ini telah tepat
pada posisi yang telah ditandai. Selama menjaga posisi kawat penuntun
pada kateter dan dilator yang digunakan akan mencegah trauma pada
dinding posterior.

Menurut arah dari tuntunan kateter dan menjaga ujungnya dengan


safety ridge mengarah pada pasien agar kawat penuntun tetap pada kulit
yang telah ditandai. $ateter dengan kawat penuntun dimasukkan sebagai
satu unit ke dalam trakea sampai safety ridge pada kateter tepat pada kulit

29
yang ditandai. Ujung proksimal dari kateter dan kawat dijaga agar tetap
lurus, ini dapat dipastikan ujung distal dari kateter telah diposisiskan
dengan baik dibelakang kawat untuk mencegah trauma dinding posterior
trakea selam tindakan berikutnya.

Dilator serial yang telah dilubrikasi seluruhnya dan pelebaran


dimulai pada jalan masuk ke trakea. %indakan ini dimulai dengan terlebih
dahulu memasuukkan kateter dan kawat penuntun pada dilaatoor curved
biiru secara serentak. Dntuk meletakkan alat tadi secara tepat, ujung
proksimal dari dilator ditempatkan pada tanda posisi tunggal di kateter
penuntun. &enempatan ujung distal dilator tepat pada safety ridge dalam
kateter penuntun. &erhatikan posisi amam, dimana tiga uniut tersebut
dimasukkan dengan gerakan memutar. Ketiga alat tadi dimasukkan dan
ditarik sewaktu-waktu,saat memutar, untuk melakukan dilatasi yang
efektif pada tempat masuk trakea. Kemudian dilator tadi dilepaskan dan
kawat serta kateter tetap pada tempatnya.

Pelebaran pada trakeostomi ini dilanjutkan dengan menggunakan


dilator yang lebih besar. Jalan masuk trakea tadi telah dilebarkan sedikit
sampai ukuran yang muat untuk pipa trakeostomi yang dipilih. pelebaran
ini memudahkan untuk memasukkan bagian balon dari pipa ke dalam
trakea. Tabel 1 memuat ukuran dilator yang digunakan untuk melebarkan
stoma sesuai dengan pipa trakeostomi yang dimasukkan.

Pipa trakeostomi yang akan dimasukkan sebelumnya diisi pada


dilator biru yang telah dilubrikasi dengan ukuran yang sesuai. &ipa
dengan balon yang kempis dimasukkan ke dalam dilator, sehingga
ujungnya kira-kira ' cm dari dilator. Sistim ini dimasukkan mengikuti
kateter penuntun sampai ke safety ridge dan selanjutnya dimasukkan
sebagai satu unit ke dalam trakea. Segera setelah balon memasuki trakea,
dilator biru, kateter dan kawat penuntun dikeluarkan. Dntuk memasuukkan
pipa trakkeostomi dual kanul, kanul yang leebiih dalaam dikeluarkan lebih

30
dulu untuk insersi dan kemudian prosedur selanjutnya dapat
dijaalaankann. &ipa trakkeoostomi kemudiaan dimasuukkan pada
cincinnnya. 2iika menggunakan pipa dengan dual kanul, kanul yang lebih
dalam dimasukkan pada titik ini. Sekarang pipa telah terhubung dengan
ventilator, balon dikembangkan dan pipa translaringeal dikeluarkan
setelah dipastikan ventilaasi tellah dapatt meleewati pipa baru yang
dimasuukkan. 6M meliihat trrakea melaaluui piipa trakeostomi dengan
menggunakan bronkoskopi, unttuk menncari daerah yang terluka pada
dinding trakea posterior dan menghisap darah jika ada.

Pipa trakeostomi difiksasi dengan sutura dan dibalut dengan


sebaik-baiknya &asien dihindari dari ektensi leher dan alas kepala
dinaikkan 30-40 derajat selama satu jam.Pemeriksaan rontgen dada segera
setelah tiindakan diperlukan untuk menilai pemasangan yang benar dari
pipa trakeostomi dan untuk mencegah terjadinya pneumotorak. &emberian
analgetik jika diperlukan.

•Perawatan Pasca Trakeostoi segera setelah trakeostomi dilakukan

1. Rontgen dada untuk menilai possisi tuba dan meelihat timbul atau
tidaknya komplikasi
2. Antibiotik unntuk mennurunnkaan risiko timbuulnya infeksi
3. Mengajari pihak keluarga dan pendderrita sendiiri cara merawat piipa
trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret dapat


menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea
dan kanul harus sering diisap ke luar dan kanul dalam dicuci sekurang-
kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul
luar. Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul
harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus
diganti untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat
untuk mengurangi rasa nyeri pada daerah insisi.

31
•'Komplikasi

Komplikasi trakeostomi dibagi menjadi:

1. Segera

a. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernapasan

b. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya pembuluh darah utama di leher


terutama di bawah cincin trakea ke-0. Dntuk mencegah dapat dilakukan palpasi
pada regio substernal terlebih dahulu untuk mengetahui daerah yang terdapat
pulsasi sebelum melakukan tindakan pembedahan.

c. Pneumothoraks dan pneumomediastinum

d. Trauma kartilago krikoid

2. Menengah

a. Trakeitis dan trakeobronkitis

b. Erosi trakea dan perdarahan

c. Hiperkapnea

d. Atelektasis

e. Pergeseran pipa trakeostomi

Pasien trakeostomi membutuhkan pengawasan ketaat untuk


mencegah terjadinya komplikasi, terrutama dalam beberapa harri post-
operasi. Salah satu komplikasi yanng paling berbahaya dari trakeostomi
adalah dekanulasi tidak sengaja yang berlangsung sebelum saluran udara
antara kulit dan trakea matang, kira-kira 5sampai 6 hari setelah prosedur.
jika stoma belum cukup matang, maka jaringan akan saling tumpang
tindih saat tabung trakeostomi dilepaskan. dekaanulasi tidak sengaja

32
sebelum keadaan saluran stabil terbentuk dapat menyebabkan hilangnya
saluran udara. Beberapa yang dapat mempengaruhi pasien untuk pelepasan
tabung secara paksa, termasuk: (a) melonggarkan tali/jahitan pengaman
tabung trakeostomi. (b) penggunaan tabung trakeostomi yang pannjangnya
bias diatur. (c) batuk yang berlebihan.(d) seorang pasien yang lebih berat
badan dengan saluran memanjang dari kulit trakea menyebabkan posisi
tabung tidak pada semestinya.

f. Obstruksi pipa trakeostomi

g. Emfisema subkutan

h. Aspirasi dan abses paru

3. Lanjut

a. Fistel trakeokutan menetap

b. Stenosis laring atau trakea

c. Granulasi trakea

d. Trakeomalasia

e. Kesukaran dekanulasi

f. Fistel trakeoesofagus

g. Masalah jaringan parut trakeostomi.

h. Infeksi stoma

2.3.3 Krikotiroidotomi

•Definisi

Krikotiroidotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien


dalam keadaan gawat napas. Dengan cara membelah membrane krikotiroid
untuk dipasang kanul. Membrane ini terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya

33
darah sehingga lebih mudah dicapai. Tindakan ini harus dikerjakan cepat
walaupun persiapannya darurat.

•Klasifikasi

Krikotiroidotomi dibagi menjadi 2 macam yaittu needle


cricothyroidotomy dan surgical cricothyroidotomy.

a. Needle cricothyroidotomy

Pada needle cricothyyroidotomy,sebuah semprit deengan jarum


digunakan untuk melubangi melewati membran krikoid yang berada sepanjang
trakea. Setelah jaarum menjangkau trakea, kateter dilepaaskan dari jarumnya dan
dimasukkan ke tenggorokan dann dilekatkan pada sebuah kantung berkatup.

b. Surgical cricothyroidotomy

Pada surgical crriccothyrooidotomy, doktter dan tiim medis lainnya


membuat insisi melewati membran krikoid sampai ke trakea dengan tujuan
memasukkan pipa untuk ventilasi pasien.

 Teknik Krikotiroidotomi

34
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto
oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid (Adam’s apple) mudah diidentifikasi
difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan
tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid.Membrane krikotiroid

terdapat diantara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan
anestetikum kemudian dibuat sayatan horiAontal pada kulit.Jaringan dibawah
sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.Setelah tepi bawah kartilago tiroid
terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila
tersedia.Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara. Krikotirodotomi
merupakan kontraindikasi pada anak dibawah 12 tahun, demikian juga pada tumor
laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat larynggitis. Stenosis subglotik
akan timbul bila kanul dibiarrkan terrlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi
akan mengiritasi jaringan-jaringan disekitar subglotis, sehingga terbentuk jaringan
granulasi dan sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.

•Indikasi dan Kontraindikasi

a. Indikasi absolut krikotiroidotomi:

−gagal intubasi, tidak terjadi ventilasi, atau pasien tidak bias tenang terhadap
pemasangan alat bantu nafas.

b. Indikasi relative krikotiroidotomi:

−trauma wajah atau orofaringeal yang massif

− pembengkakan wajah atau orofaringeal yang masif.

•Kontraindikasi

a. Kontraindikasi absolute:
 Tidak ada kontraindikasi absolute untuk dilakukan krikotiroidotomi
b. Kontrainsokasi relative:
 Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum

35
 Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid
 Tumor laring
 Anak usia <8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya sangat
lembut
 Gangguan perdarahan
 Edema leher yang massif
 Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi kimia,
TB)

•Komplikasi

Komplikasi dari krikotiroidotomi :

 Gagal napas
 Perdarahan local dan hematoma
 Emfisema subkutis
 Infeksi
 Perforasi esophageal
 Mediastinitis
 Pneumotoraks
 Pneumomediastinum
 Trauma pita suara
 Trauma laring
 Trauma kelenjar tiroid
 Trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus
 Stoma persisten
 Stenosis subglotik

36
BAB III

PENUTUP

Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor, dan
kelumpuhan nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan
terganggu. Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh radang akut dan
radang kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan
bunuh dirii dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan medik yang
dilakukan dengan gerakan tangan kasar, tumor pada laring berupa tumor jinak
maupun tumor ganas, serta kelumpuhan nervus rekuren bilateral.

Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas bertujuan agar


jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian
antiinflamasi, anti alergi, antibiotika serta pemberian oksigen intermiten, yang
dilakukan pada sumbatan laring stadium 5 yang disebabkan oleh peradangan.
Tindakan operatif atau resusitasi dengan memasukan pipa endotrakeal melalui
mulut "intubasi orotrakea” atau melalui hidung "intubbasi nasotrakeea” membuat
trakeostoma yang dilakukan pada summbatan laring stadium II dan III atau
melakukan krikotirotomi yang dilakukan pada sumbatan laring stadium IV.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman, Robert M. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th Ed. Philadelphia;


Elsevier Inc: 2018.
2. Gulati, S., & Sondhi, V. airway obstruction : An Overview. The Indian Journal
of Pediatrics. Vol 85, pp 1006–1016 (2018) DOI 10.1007/s12098-017-2475-1
3. Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta; 2010.
4. NHS. airway obstruction . National Health Service. 2020
https://www.nhs.uk/conditions/cerebral-palsy/
5. Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor NF. Swaiman’s Pediatric
Neurology Principle and Practice. 5th Ed. vol 1. Saunders Elsevier; 2011.
6. MacLennan, Alastair H., Thompson, Suzanna C., airway obstruction
causes, pathways, and the role of genetic variants. American Journal of
Obstetrics & Gynecology. December 2015.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ajog.2015.05.034
7. NSW Ministry of Health. Management of airway obstruction in Children:
A Guide for Allied Health Professionals. NSW Ministry of Health.
Australia. 2017

38
8. Farhana, M. Characteristics of airway obstruction Attended at Centre for
Rehabilitation of the Paralysed. Bangladesh Health Professions Institute
(BHPI) (Departement of Physiotherapy). Bangladesh. February 2013;7-8
9. Sheresta N, P. Children With airway obstruction and Their Quality of life
in Nepal. Nepal: Nepal Paediatr. vol 37/issue 2. 2017.
10. Adam RD and Victor M. Adams and Victor's Principles of Neurology. 11th
Ed. Mc. Graw Hill. New York; 2019.
11. Functional Profiles Of Children With kongenital airway obstruction In
Jordan Based On The Association Between Gross Motor Function And
Manual Ability. BMC Pediatrics. Volume 18, no 276 .2018.
12. Velde, Anna te. Morgan, Catherine. et al . Early Diagnosis and
Classification of airway obstruction : An Historical Perspective and
Barriers to an
Early Diagnosis. Journal of Clinical Medicine. 2019, 8,
1599; doi:10.3390/jcm8101599
13. Burkhardt, J. S Management of airway obstruction ; A Systemic Review.
American Journal of Occupational Therapy. Vol. 71, 389-394. 2017.
doi:10.5014/ajot.2017.71S1- PO6088
14. Saharso D. Palsi Serebral: Pedoman Diagnosis dan Terapi airway obstruction
Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: FK
UNAIR/RS DR. Soetomo, 2006
15. Al-Quran Karim
16. Forsyth, Rob. Paediatric Neurology. 3rd Ed. Oxford University Press; 2018
17. Sitorus, F. S. Pravelensi airway obstruction di Instalasi Rehabilitasi Medik
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado . Jurnal Kedokteran Klinik, 1-5; 2016.
18. CDC. airway obstruction : What is airway obstruction . Centers for Disease
Control and Prevention. 2019 https://www.cdc.gov/ncbddd/cp/facts.html
19. Braun, K. V. Birth Pervalence of kongenital airway obstruction : A Population
Based Study. Journal Pediatrics ,137(1), 1-9. 2016.

39

Anda mungkin juga menyukai