OLEH:
Supervisor :
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua
bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Sumbatan Jalan Nafas” dalam
rangka tugas kepaniteraan klinik Departemen Anastesiologi Program Pendidikan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama,
serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis
sehingga penulisan dan penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan
penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang
terhormat:
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pada Tanggal……….
Oleh:
Supervisor Pembimbing
Mengetahui,
3
dr. Azizah Nurdin, Sp.OG, M. Kes
NIP. 198409052009012011
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v
A. Definisi .............................................................................................. 3
B. Epidemiologi ..................................................................................... 3
C. Etiopatogenesis .................................................................................. 4
D. Patofisiologi ........................................................................................ 5
E. Gejala Klinis ..................................................................................... 12
F. Diagnosis .......................................................................................... 15
G. Penatalaksanaan................................................................................ 17
H. Diagnosis Banding............................................................................ 21
I. Komplikasi ....................................................................................... 21
J. Prognosis .......................................................................................... 22
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 26
A. Kesimpulan ..................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I
PENDAHULUAN
Saluran nafas atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Masing- masing
memiliki fungsi yang berperan dalam hal menjaga saluran nafas atas. Hidung dan
cavitas nasi berhubungan dengan fungsi penghidu, pernafasan, penyaringan debu
dan pelembbapan udara pernafasan. Faring berfungsi dalam hal respiratorik dan
memungkinkan terjadinya vokalisasi serta larring untuk melindungi jallan napas
bawah dari obstruksi benda asing.
Obstruksi saluran nafas atas adalah sumbatan pada saluran nafas atas yang
disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor, dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral, sehingga ventilasi pada saluran nafas terrganggu "buuku
hijjau#. !bstruksi saluran nafas atas dapat menyebabkan kegawatdaruratan saluran
nafas mulai dari asfiksia hingga kematian. Kegawatdaruratan saluran nafas
membutuhkan tindakan segera diantaranya dengan menggunakan perasat
Heimlich, inttubasii endotrakea, laringoskopi, trakeostomi, dan krikotiroidostomi.
Oleh karena bahaya obstruksi pada saluran nafas atas, yang dapaat
menyebabkan kematian, dan pentingnya penatalaksanaan awal pada obstruksi
jalan nafas, maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan
makalah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a.Hidung
a.Fungsi penghidu
c.Penyaringan debu
Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama
karena perbedaan pada tulang rawan hidung. Punggung hidung yang meluas dari
akar hidung di wajah ke puncaknya (ujung hidung). Hidung meliputi bagian
eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung
sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disupport
oleh sepasang tulang hidung. Rongga hidung terdiri atas:
7
•Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai
penapis udara
•Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara
luar karena 94 strukturnya yang berlapis
•Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar
dalam usaha untuk membersihkan jalan napas.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihiruupkan ke dalaam paru-paru. Hidung
bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi
terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan
usia.
Pendarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui cabang
arteria sphheno palatina, arteria ethmoidalis anterior dan arteria ethmmoidalis
posterior, arteri palatina mayor, arteri labialis superior, dan rami lateralis arteria
8
facialis. Plexus venosus menyalurkaan darah keemballi ke daalam vena
sphenopalatina, vena facialis, dan vena ophtalmica.
b. Faring
9
cricoidea di sebelah anterior dan sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di
sebelah posterior. Dinding faring terrutama dibentuk oleh dua lapis otot-otott
faring. Lapisan otot sirkular di sebelah luar terdiri dari tiga otot
konstriktor.Lapisan otot internal yang terutama teratur longitudinal, terdiri dari
muskulus palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan musculus
salphiingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan larring sewaktu
menelan dan berbicara.
2.2.1 Kongenital
a..Atresia koana
Atresia koana adalah tertutupnya satu atau kedua posterior kavum nasi
oleh membran abnormal atau tulang. Hal ini terjjadi akibbat kegagalan
eembriologik darri membran bukonasal untuk membelah sebelum kelahiran.gejala
yang paling khas pada atresia koana adalah tidak adanya atau tidak adekuatnya
jalan napas hidung. Dada bayi baru lahir yang hanya bisa bernapas melalui
hidung, kondisi ini merupakan keadaan gawat darurat dan perrluu pertolongan
yang cepat pada jalan napas atas untuk menyelamatkan hidupnya.Obstruksi koana
unilateral kadang-kadang tidak menimbulkan gejala pada saat lahir tapi kemudian
akan menyebabkan gangguan drainase nasal kronis unilateral pada masa anak-
anak sedangkan atresia koana bilateral menyebabkan keadaan darurat pada saat
kelahiran.
10
Atresia koana bilateral memerlukan tindakan yang darurat bertujuan untuk
menjamin jalan napas, karena dapat menyebabkan asfiksia berat dan kematian
setelah kelahiran. Kelainan penyerta yaitu adanya meningosil sehingga operasi ini
dilakukan bersama bagian bedah Saraf. Tindakan yang dilakukan adalah
koanoplasti dan pemasangan stent menggunakan pipa nasogastrik ukuran 12
b.Stenosis subglotik
11
Pada umumnya terapi stenosis subglotik yang disebabkan oleh kelainan
suubmukosa ialah dilatasi atau dengan laaser 7!'. Steenosis subglotik yang
c..1aringomalasia
12
2.2.2 Radang
•Epiglotitis akut
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada
daerah supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dann
lipatan ariepiglotika.0 4piglotitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri,
bakteri paling sering ditemukan adalah Haemophilus influenza. 4pigllotitis akut
paling sering terjadi pada anak-anak berusia '-0 tahun namun akhir-akhir inii
dilaporkan bahwa prevalensi dan insidennya meningkat pada orang dewasa.
2.2.3Trauma
Fraktur ini paling sering terjadi. Fraktur mandibula ini sangat penting
dihubungkan dengan adanya otot yang bekerja dan berregio atau berisersio pada
mandibula yaitu otot elevator, otot depressor, dan otot protusor. Diaagnosis
13
ditegakkan berdasarkan adanya riwayat kerusakan rahang bawah dengan gejala
berikut:
• Nyeri
•Maloklusi
b. Paralisis larring
14
kompensasi oleh otot aduktor kontralateral sehingga pita suara yang sehat
bergerak melewati garis tengah sehingga bertemu dengan pita suara yang lumpuh.
Larutan assam kuuat sepeertti asam sulfatt, niitrrat daan hidroklorid atau
basa kuat seperti soda kaustik, potassium kaustik dan amonium bila terrtellan
dapat mengakibatkan terrbakarnya mukosa saluran cerna. &ada penderita yang
tidak sengaja minum bahan tersebut, kemungkinan besar luka bakar hanya pada
mulut dan faring, karena bahan tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit saja masuk
ke dalam lambung. &ada mereka yang mencoba bunuh diri akan terjadi luka bakar
yang luas pada esofagus bagian tengah dan distal karena larutan terrsebut berada
agak lama sebelum memasuki kardiak lambung. Diagnostik berdasarkan riwayat
menelan Aat kaustik dan adanya luka bakar di sekitar dan dalam mulut.
C. Trauma trakea
Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi dapat juga
mengakibatkan kelainan lebih hebat berupa sesak nafas karena penekanan jalan
nafas atau aspirasi darah atau emfisema kutis bila trakea robek. trauma tumpul
trakea jarang memerlukan tindakan bedah. Penderita diobservasi. Bila terjadi
obstruksi jalan nafas dikerjakan trakeostomi. Pada trauma tajam yang
menyebabkan robekan trakea, dilakukan trakeotomi di distal robekan, dan dijahit.
D. Trauma intubasi
15
pernafasan. Pengobatan yang diberikan kortikossteroid. Bila obstrruksi nafas
teerllalu hebat, dilakukan trakeostomi.
2.2.Tumor
a.Hemangioma
16
b. Papiloma laring
Terapi:
17
Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau juga dengan sinar
laser. Karena sering tumbuh lagi, tindakan ini diulang berkali-kali.
Kadang dalam seminggu tampak papiloma tumbuh lagi.
Sekarang terssanngka peenyababnya iaalaah viirus, untuk terapinya
diberikan vaakssin dari masssa tuumor, obat anti viirus, hormone,
kalsium atau ID methionin. Tidak dianjurkan memberikan
radioterapi karena papilloma dapat berubah menjadi ganas.
18
•Benda asing di hidung
Benda asing di hidung sering terjadi pada anak, dan pada anak sering
luput darri perhatian, gejala yang sering dittimbul yaitu hidung tersumbat, rinore
unilateral dengan cairan kental dan berbau, kadang-kadang demam, nyeri,
epitaksisi dan bersin. Hasil pemeriksaan tampak edem dengan inflamasi mukosa
hidung unilatteral dan dapat terrjadii ulserasi.
19
•Benda asing di laring
Benda asing pada laring bisa bersiffat tottal atau subtotal. jika benda
asing dilaring menutupi secara total merupakan kegawatan dan akan
menimbulkan gejala berupa disfonia sampai afonia, apne dann sianosis.
&ertolongan pertamma harus segera dilakukan karena asfiksia dapat terjadi dalam
waktu hany abeberapa menit. Tehnik yang dilakukan berupa Heimlich “Heimlich
manueuver”. Menurut teori Heimlich , benda asing masuk ke dalam laring ialah
pada waktu inspirasi, dengan demikian paru penuh oleh udara, diibaratkan
sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu maka sumbatan
akan terlempar keluar.
20
perasat Heimlich, pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat untuk di
beri pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau jika alat
C alat terssebbut tiidak teerssedia maka dapat di laakukan trakeostomi, dengan
pasien tidur dengan posisi %rendelenburg, kepala lebih rendah dari badan, supaya
benda asing tidak turun ke trakea.
lambung
−1aringoskopi
−Pipa endotrakea
−Plester
21
−Forsep intubasi
−Suction
Pipa endotrakea dapat juga dimasukan melalui salah satu lubang hidung
saampai rongga mulut dan dengan cunan magiili ujung piipa endotrakea
dimasukan kedalam celah antara kedua pita suara sampai ke trakea. $emudian
balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik. 6pabila
menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur terlentang itu,
pundaknya harus diganjang dengan bantal pasir sehingga kepala mudah
diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukan mengikuti dinding faring posterrior dan epiglottis diangkat horiAontal
ke atas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat.
2.3.2 Trakeostomi
22
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinnding depan
anterior trakea untuk mempertahankan jallan nafas agar udarra dapat masuuk ke
paru-parru dan memiintas jaalaan nafas bagiian atas. Menurut letak stoma,
trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini
adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka
trakeostomi dibagi dalam (# trakeostomi darurat "dalam waktu yang segera dan
perrsiapan sarana sangat kurang# '# trakeostomi berencana "persiapan sarana
cukup# dan dapat dilakukan secara baik.
•Anatomi
23
•Indikasi trakeostomi
24
ekuungan seelain di daerrah suuprrassteernnall, epigaasttriium juuga
teerdapat dii 5nfrakalvikula dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan
dispnea. Stridor saat inspirasi dan ekspirasi
Cekungan-cekungan di-atas bertambah jellas, pasien sangat gelisah dan
tampak sangat ketakutan serta sianosis. 2ika keadaan ini berlangsung
terus, maka pasien akan kehabisan tennaga, pusat perrnafasaan parraliitiik
karena hiperkapnea. &asien lemah dan tertidur dan akhirnya meninggal
karena asfiksia.
25
Deformitas yang tampak jelas pada jalan nafas, jaringan parut yang
sebelumnya didapatkan dari operasi sepertti trakeostostomi atau
sternotomi, udem leher, obesitas, gondok, atau tumor pada leher yang
menyulitkan untuk palpasi lokasi lapangan operasi seperti kartillago
krikoid.&ada keadaan seperti ini dapat dianjurkan untuk SS%.&embuluh
darah yang tampak di bawah kulit, inflam
operasi juga merupakan kontra indikasi &*%. $esulitan untuk
mengoptimalkan regangan leher pasien akibat trauma servical atau
arthritis, adanya leher yang penndek ataau akibat kifosis yang berat adalah
kontra indikasi &*%.&*% harus ditunda jika hemodinamik pasien tidak
sttabil.Dntuk melakukan &*% pada pasien yang telah diketahui
mengalami gangguan jalan nafas bergantung pada opini dan pengalaman
operator. Pendarahan diathesis yang tidak teratasi merupakan risiko
mutlak yang dapat menimbulkan pendarahan yang tidak dapat dikontrol
selama prosedur.
Pembagian Trakeostomi
1. Trakeotomi biasa
Trakeotomi pada penderita yang tidak sesak dan trakea mudah dicari,
indikasinya:
2. Trakeotomi sulit
a. Trakea letaknya 9dalam;, sulit dicapai< hal ini karena ada tumor koli.
26
b. Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
c. Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
d. Ada pembuluh vena besar karena bendungan disebabkan oleh tumor
koli.
e. Lubang operasi tidak konnsisten di garis teengah, karena asisten
memegang haak (pengait) tidak di garis tengah secara konsisten.
f. Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga sulit meraba
trakea.
g. Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor koli.
h. Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeotomi dahulu.
3. Trakeotomi darurat
1. Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat
darurat. Dilakukan pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua
atau dua dan tiga. $arena lubang yang dibuat lebih kecil,
3. Mini tracheostomy
27
•Alat-Alat Trakeostomi
•Teknik Trakeostomi
28
Dimulai pada insisi transversal 2-3 mm pada midline subkrikoid
dibuat pada kulit yang ditandai. Pasang curved mosGuito forceps dapat
digunakan untuk diseksi tumpul secara vertikal dan tranversal pada fasia
pretrakea. Dengan ujung jari, trakea bagian depan yang tellah dipotong
dibebaskan dari semua jaringan sampai terasa area interkartilago. Jika
terdapat isthmus, isthmus dipisahkan dari area interkartilago yang akan
ditusuk. Jarum pertama bersama kateter dimasukkan melalui semprit yang
berisi larutan saline untuk suction continous diarahkan pada midline
trakea, posterior dan kaudal. Jarum insersi paramedian akan terpasang
benar dengan percobaan berulang dituntun dengan bronkoskopik. Tanda
telah masuknya jarum pada jalan udara di trakea dibuktikan dengan
adanya gelembung udara pada aspirasi semprit. Mengatur jalan nafas
dipastikan dengan jarum yang dimasukkan dari pipa translaringeal dengan
melihat pergerakan jarum yang pelan dari pipa. Selanjutnya jarum ditarik
peerlahan ketika memasuukkan kateeteer beberapa miilimeter ke dalam
trakea, daan diperiikssa pengaturaan jaalaan nafas dengan bronkoskopi.
29
yang ditandai. Ujung proksimal dari kateter dan kawat dijaga agar tetap
lurus, ini dapat dipastikan ujung distal dari kateter telah diposisiskan
dengan baik dibelakang kawat untuk mencegah trauma dinding posterior
trakea selam tindakan berikutnya.
30
dulu untuk insersi dan kemudian prosedur selanjutnya dapat
dijaalaankann. &ipa trakkeoostomi kemudiaan dimasuukkan pada
cincinnnya. 2iika menggunakan pipa dengan dual kanul, kanul yang lebih
dalam dimasukkan pada titik ini. Sekarang pipa telah terhubung dengan
ventilator, balon dikembangkan dan pipa translaringeal dikeluarkan
setelah dipastikan ventilaasi tellah dapatt meleewati pipa baru yang
dimasuukkan. 6M meliihat trrakea melaaluui piipa trakeostomi dengan
menggunakan bronkoskopi, unttuk menncari daerah yang terluka pada
dinding trakea posterior dan menghisap darah jika ada.
1. Rontgen dada untuk menilai possisi tuba dan meelihat timbul atau
tidaknya komplikasi
2. Antibiotik unntuk mennurunnkaan risiko timbuulnya infeksi
3. Mengajari pihak keluarga dan pendderrita sendiiri cara merawat piipa
trakeostomi
31
•'Komplikasi
1. Segera
b. Perdarahan
2. Menengah
c. Hiperkapnea
d. Atelektasis
32
sebelum keadaan saluran stabil terbentuk dapat menyebabkan hilangnya
saluran udara. Beberapa yang dapat mempengaruhi pasien untuk pelepasan
tabung secara paksa, termasuk: (a) melonggarkan tali/jahitan pengaman
tabung trakeostomi. (b) penggunaan tabung trakeostomi yang pannjangnya
bias diatur. (c) batuk yang berlebihan.(d) seorang pasien yang lebih berat
badan dengan saluran memanjang dari kulit trakea menyebabkan posisi
tabung tidak pada semestinya.
g. Emfisema subkutan
3. Lanjut
c. Granulasi trakea
d. Trakeomalasia
e. Kesukaran dekanulasi
f. Fistel trakeoesofagus
h. Infeksi stoma
2.3.3 Krikotiroidotomi
•Definisi
33
darah sehingga lebih mudah dicapai. Tindakan ini harus dikerjakan cepat
walaupun persiapannya darurat.
•Klasifikasi
a. Needle cricothyroidotomy
b. Surgical cricothyroidotomy
Teknik Krikotiroidotomi
34
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto
oksipitalis. Puncak tulang rawan tiroid (Adam’s apple) mudah diidentifikasi
difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan
tiroid diraba ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid.Membrane krikotiroid
terdapat diantara kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan
anestetikum kemudian dibuat sayatan horiAontal pada kulit.Jaringan dibawah
sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.Setelah tepi bawah kartilago tiroid
terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah. Kemudian, masukkan kanul bila
tersedia.Jika tidak, dapat dipakai pipa plastic untuk sementara. Krikotirodotomi
merupakan kontraindikasi pada anak dibawah 12 tahun, demikian juga pada tumor
laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat larynggitis. Stenosis subglotik
akan timbul bila kanul dibiarrkan terrlalu lama karena kanul yang letaknya tinggi
akan mengiritasi jaringan-jaringan disekitar subglotis, sehingga terbentuk jaringan
granulasi dan sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48 jam.
−gagal intubasi, tidak terjadi ventilasi, atau pasien tidak bias tenang terhadap
pemasangan alat bantu nafas.
•Kontraindikasi
a. Kontraindikasi absolute:
Tidak ada kontraindikasi absolute untuk dilakukan krikotiroidotomi
b. Kontrainsokasi relative:
Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum
35
Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid
Tumor laring
Anak usia <8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya sangat
lembut
Gangguan perdarahan
Edema leher yang massif
Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi kimia,
TB)
•Komplikasi
Gagal napas
Perdarahan local dan hematoma
Emfisema subkutis
Infeksi
Perforasi esophageal
Mediastinitis
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Trauma pita suara
Trauma laring
Trauma kelenjar tiroid
Trauma arteri karotis, vena jugularis, dan nervus vagus
Stoma persisten
Stenosis subglotik
36
BAB III
PENUTUP
Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor, dan
kelumpuhan nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan
terganggu. Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh radang akut dan
radang kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan
bunuh dirii dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan medik yang
dilakukan dengan gerakan tangan kasar, tumor pada laring berupa tumor jinak
maupun tumor ganas, serta kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
8. Farhana, M. Characteristics of airway obstruction Attended at Centre for
Rehabilitation of the Paralysed. Bangladesh Health Professions Institute
(BHPI) (Departement of Physiotherapy). Bangladesh. February 2013;7-8
9. Sheresta N, P. Children With airway obstruction and Their Quality of life
in Nepal. Nepal: Nepal Paediatr. vol 37/issue 2. 2017.
10. Adam RD and Victor M. Adams and Victor's Principles of Neurology. 11th
Ed. Mc. Graw Hill. New York; 2019.
11. Functional Profiles Of Children With kongenital airway obstruction In
Jordan Based On The Association Between Gross Motor Function And
Manual Ability. BMC Pediatrics. Volume 18, no 276 .2018.
12. Velde, Anna te. Morgan, Catherine. et al . Early Diagnosis and
Classification of airway obstruction : An Historical Perspective and
Barriers to an
Early Diagnosis. Journal of Clinical Medicine. 2019, 8,
1599; doi:10.3390/jcm8101599
13. Burkhardt, J. S Management of airway obstruction ; A Systemic Review.
American Journal of Occupational Therapy. Vol. 71, 389-394. 2017.
doi:10.5014/ajot.2017.71S1- PO6088
14. Saharso D. Palsi Serebral: Pedoman Diagnosis dan Terapi airway obstruction
Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: FK
UNAIR/RS DR. Soetomo, 2006
15. Al-Quran Karim
16. Forsyth, Rob. Paediatric Neurology. 3rd Ed. Oxford University Press; 2018
17. Sitorus, F. S. Pravelensi airway obstruction di Instalasi Rehabilitasi Medik
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado . Jurnal Kedokteran Klinik, 1-5; 2016.
18. CDC. airway obstruction : What is airway obstruction . Centers for Disease
Control and Prevention. 2019 https://www.cdc.gov/ncbddd/cp/facts.html
19. Braun, K. V. Birth Pervalence of kongenital airway obstruction : A Population
Based Study. Journal Pediatrics ,137(1), 1-9. 2016.
39