Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN HIPERTENSI

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Tahap Stase Keperawatan Homecare

Disusun oleh:

FATHIA NUR BARKAH

0432950920012

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

BEKASI

2020
HIPERTENSI

A. DEFINISI
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara terus menerus lebih dari suatu periode,
dengan tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg [ CITATION
Asp16 \l 1057 ].
Batasan WHO tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin [ CITATION Udj101 \l
1057 ]. Kaplan memberikan batasan hipertensi dengan memperhatikan usia dan jenis kelamin
[ CITATION Udj101 \l 1057 ]
1. Pria berusia < 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring ≥
130/90 mmHg.
2. Pria berusia > 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >145/95 mmHg.
3. Wanita, hipertensi bila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg.

B. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi hipertensi pada klien berusia ≥ 18 tahun oleh The Joint National Committee
VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure adalah sebagai berikut (Puspitorini, 2009 : 9)
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII

C. ETIOLOGI
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar, yaitu :
a. Hipertensi Essensial atau Hipertensi Primer
Menurut [ CITATION Ard12 \l 1057 ] hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya. Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% klien
dengan hipertensi. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi, antara lain :
1) Faktor keturunan atau genetik; individu yang mempunyai riwayat keluarga
dengan hipertensi, beresiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit ini
ketimbang mereka yang tidak.
2) Jenis kelamin dan usia; laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
3) Diet; konsumsi diet tinggi garam atau kandungan lemak, secara langsung
berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
4) Berat badan atau obesitas (>25% di atas BB ideal) juga sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah
(bila gaya hidup yang tidak sehat tersebut tetap diterapkan).
b. Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit lain. Sekitar 5-10% dari klien yang mengalami hipertensi sekunder.
Beberapa gejala atau penyakit yang menyebabkan hipertensi jenis ini antara lain :
1) Coarctation aorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang (mungkin) terjadi
pada beberapa tingkat aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan ini
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan
tekanan darah di atas area konstriksi.
2) Penyakit parenkim dan vascular ginjal. Penyakit ini merupakan penyebab utama
hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular berhubungan dengan penyempitan
satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh
arterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).
Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
3) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen). Oral kontrasepsi yang berisi
estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme rennin-aldosteron-
mediate volume expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah
kembali normal setelah beberapa bulan (Udjianti, 2010 : 107).
4) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Kelebihan aldosteron
pada aldosteron primer menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Aldosteonisme
primer biasanya timbul dari adenoma korteks adrenal yang benign (jinak).
Pheochromocytomas pada medulla adrenal yang paling umum dan meningkatkan
sekresi katekolamin yang berlebihan (Ardiansyah, 2012 : 61).
5) Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga).
6) Stress yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara
waktu. Jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali
normal.
7) Kehamilan Hipertensi akibat kehamilan atau hipertensi gestasional adalah
peningkatan tekanan darah (≥ 140 mmHg pada sistolik; > 90 mmHg pada
diastolik) terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita non-hipertensi
dan membaik dalam 12 minggu pascapartum (Aspiani, 2016 : 213).
8) Peningkatan volume intravascular
9) Merokok. Nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin ini mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan
denyut jantung, serta menyebabkan vasokonstriksi yang kemudian meningkatkan
tekanan darah (Ardiansyah, 2012 : 61-62).

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut [ CITATION Pus19 \l 1057 ] gejala hipertensi yang dapat timbul antara lain : sakit
kepala; kelelahan; mual / muntah; sesak napas, napas pendek (terengah-engah); gelisah;
pandangan menjadi kabur, mata berkunang-kunang; mudah marah; telinga berdengung;
sulit tidur; rasa berat di tengkuk, nyeri di daerah kepala bagian belakang; nyeri di dada;
otot lemah; pembengkakan pada kaki, dan pergelangan kaki; keringat berlebihan; kulit
tampak pucat atau kemerahan; denyut jantung yang kuat, cepat, atau tidak teratur.

Sementara menurut [ CITATION Kur14 \l 1057 ] banyak klien dengan hipertensi tidak
mempunyai tanda-tanda yang menunjukkan tekanan darah meninggi dan hanya akan
terdeteksi pada saat pemeriksaan fisik. Sakit kepala di tengkuk merupakan ciri yang
sering terjadi pada hipertensi berat. Gejala lainnya adalah pusing, palpitasi (berdebar-
debar), dan mudah lelah. Namun, gejala-gejala tersebut kadang tidak muncul pada
beberapa klien, bahkan pada beberapa kasus klien dengan tekanan darah tinggi
biasanya tidak merasakan apa-apa. Peninggian tekanan darah kadang-kadang
merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru akan muncul setelah terjadi
komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung.

E. KOMPLIKASI
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai organ yang
mendapat suplai darah dari arteri tersebut Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
hipertensi yaitu : (Aspiani, 2016)
a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak dan
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan darah
tinggi.
b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12 trombus yang
bisa memperlambat aliran darah melewatipembuluh darah. Hipertensi kronis dan
hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel
dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel terjadilah
disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita hipertensi,
beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang
elastisitasnya, disebut dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi
memompa, banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak nafas
(eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.
d. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak sistem
penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan dalam
tubuh.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium, Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi/fungsi ginjal.
2. Glukosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin. Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisyaratkan
disfungsi ginjal dan ada DM.
3. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
4. EKG : dapat menunjang pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
5. IU: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal,perbaikan ginjal.
6. Foto Rontgen dada: menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat
ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter. 
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan
Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung.Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah :
Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati,
karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada
orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
5. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).Contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin,
Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit,
pusing, sakit kepala dan muntah.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.Obat-obatan yang
termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin
timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

H. PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGIS

Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga


pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda.
Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non
farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang
lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh.
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh dengan Jumlah asupan natrium yang
dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
3. Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara
pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih
baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
4. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
5. Melakukan Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kedaan jantung..
olahraga isotonik dapat juga meningkatkan fungsi endotel, vasoldilatasin perifer,
dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30menit sebanyak
3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya
arterosklerosis akibat hipertensi
6. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti merokok dan
tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka oanjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai
organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: DIVA Press
(Anggota IKAPI).

Aspiani, R. Y. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular


Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kurniadi, H., & Nurrahmani, U. (2014). STOP! Gejala Penyakit Jantung Koroner, Kolesterol
Tinggi, Diabetes Melitus, Hipertensi. Yogyakarta: Istana Media.

Puspotirini, M. (2019). HIPERTENSI Cara Mudah Mengatasi TekananDarah Tinggi.


Yogyakarta : Image Press.

Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai