Anda di halaman 1dari 47

EVIDENCE BASED NURSING

Pengaruh Terapi Akupresur dan Pijat Oksitosin Terhadap


Peningkatan Produksi ASI pada Ibu Post Partum
DI Ruang Nifas RSUD dr. Haryoto Lumajang

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Maternitas

Oleh:
Angga Dwi Pradita (20020009) Fatimatus Zahro (20020035)
Dwina Wulan Febriyanti (20020028) Ifadhotul Qurroti A’yun (20020038)
Erza Ismilia (20020031) Muhammad Farid (20020059)
Evi Nurdiana Maulidah (20020032) Fuad Rusli (20020091)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER YAYASAN
JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2020/2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

Evidence based nursing yang berjudul ‘’Pengaruh Terapi Akupresur dan Pijat
Oksitosin Terhadap Peningkatan Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Ruang
Nifas” telah diperiksa dan disahkan pada:

Hari :
Tanggal :

Yang Mengesahkan,

Pembimbing Akademik,

( )
NIK.

Kepala Ruangan
Ruang Nifas Rumah Sakit Daerah dr. Haryoto Lumajang,

(Emi Suprapti., Amd. Kep)


NIP/NIK.

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Evidance Based Nursing ini dapat
terselesaikan. Evidance Based Nursing ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Pendidikan Profesi Ners STIKES
dr. Soebandi Jember dengan Judul “’Pengaruh Terapi Akupresur dan Pijat
Oksitosin Terhadap Peningkatan Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Ruang
Nifas”.

Selama proses penyusunan Evidance Based Nursing ini penulis dibimbing


dan dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Dosen dan Pembimbing Rumah Sakit yang telah senantiasa
membimbing, memberi masukan serta saran yang membangun guna
terselesaikannya penyusunan Evidance Based Nursing ini dengan baik.

Semoga amal kebaikan diterima oleh Allah SWT. Dalam penyusunan


Evidance Based Nursing ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dimasa
mendatang.

Jember, 15 Juli 2021

Penulis

2
iii
DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN

COVER ............................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

DAFTA ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iv


KATA PENGANTAR
............................................................................................v BAB 1
PENDAHULUAN ......................................................................................1

1.1 Latar Belakang .....................................................................................1


1.2 Rumasan Masalah ................................................................................4
1.3 Tujuan ..................................................................................................4
1.4 Manfaat ................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................7
2.1 Tinjauan teori .......................................................................................7
BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................................22
3.1 Pengumpulan data ..............................................................................22
3.2 Strategi pencarian artikel ...................................................................22
3.3 Kriteria inklusi dan ekslusi ................................................................23
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................33
4.1 Hasil ...................................................................................................33
4.2 Pembahasan........................................................................................33
BAB 5 PROSEDUR PELAKSANAAN ..............................................................34
5.1 Jumlah pasien.....................................................................................34
5.2 Prosedur pelaksanaan.........................................................................34
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................38
3
6.1 Kesimpulan ........................................................................................38
6.2 Saran ..................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................41

4
DAFTAR TABEL

3.1 Kriteria inklusi dan ekslusi...............................................................................23

3.2 Definisi Operasional.........................................................................................27

5
DAFTAR GAMBAR
3.2 Skema pengumpulan .........................................

BAB I

0
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perempuan merupakan salah satu makhuk yang mendapat anugrah dari

Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat mengandung, melahirkan dan menyusui.

Kodrat yang diberikan kepada perempuan ini ditandai oleh perangkat reproduksi

yang dimilikinya, yakni rahim dan semua bagiannya, untuk tempat tumbuh

kembang janin selama di dalam kandungan, dan payudara untuk dapat menyusui

anak ketika ia sudah dilahirkan, artinya semua perempuan berpotensi untuk

menyusui anaknya, sama dengan potensinya untuk dapat mengandung dan

melahirkan (Perinasia, 2010).

Fenomena yang terjadi pada ibu melahirkan anak pertama mengalami

masalah menyusui dengan ketidak lancaran keluarnya ASI, Selain itu ibu sering

mengeluhkan bayinya sering menangis atau menolak menyusu. Puting lecet

sehingga tidak memberikan ASI. Sering diartikan bahwa ASInya tidak cukup atau

ASI nya tidak enak, sehingga sering menyebabkan diambilnya keputusan untuk

menghentikan menyusui (Devi & Vivian, 2011).

Di Indonesia cakupan ASI eksklusif masih jauh dari target nasional

sebesar 80%. Hasil surfey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2013

bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif bayi 0-6 bulan hanya sebesar 42%.

Sedangkan presentase pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 0-6 bulan di

Provinsi Jawa Timur pada tahun 2016, Cakupan ASI eksklusif sebesar 74%.

Cakupan tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tapi belum

1
memenuhi cakupan ASI yang ditargetkan yaitu sebesar 77% (Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur, 2016). Dari data Dinas Kesehatan Jombang pencapaian ASI

Eksklusif dalam kurun waktu lima tahun terakhir trendnya mengalami

peningkatan dari 79,4%, pada tahun 2011 menjadi 83,30% pada tahun 2015. Pada

tahun 2017 meningkat menjadi 83,78% (Depkes, R. I., 2013).

Besarnya manfaat ASI tidak diimbangi oleh peningkatan perilaku

pemberian ASI sehingga bayi tidak mendapatkan ASI dengan baik. Beberapa

faktor diduga menjadi penyebab bayi tidak mendapatkan ASI dengan baik salah

satunya adalah faktor pengetahuan ibu. Keengganan ibu untuk menyusui karena

rasa sakit saat menyusui, kelelahan saat menyusui, ASI yang belum keluar, serta

kekhawatiran ibu mengenai perubahan payudara setelah menyusui Lubis (2011).

Faktor sosial budaya, kurangnya dukungan keluarga dan lingkungan dalam proses

menyusui juga sangat berpengaruh terhadap proses pemberian ASI. Kurangnya

pendidikan kesehatan mengenai faktor-faktor yang dapat meningkatkan produksi

ASI turut mempengaruhi pengetahuan ibu primipara yang dapat menyebabkan

kurangnya volume ASI (Budiharjo, 2010).

Karena Tidak semua ibu postpartum langsung mengeluarkan ASI karena

pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat komplek antara

rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon yang berpengaruh

terhadap pengeluaran oksitosin. Pengeluaran hormon oksitosin selain dipengaruh

oleh isapan bayi juga dipengaruhi oleh reseptor yang terletak pada sistem duktus,

bila duktus melebar atau menjadi lunak maka secara reflektoris dikeluarkan

2
oksitosin oleh hipofise yang berperan untuk memeras air susu dari alveoli (Roesli,

2019). Manfaat ASI selain untuk bayi juga memberikan keuntungan bagi ibu

seperti mengurangi kejadian osteoporosis, kanker indung telur dan payudara serta

diabetes type II (Astutik & Reni,2014).

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI,

diantaranya adalah terapi akupresur dan pijat oksitosin. Terapi akupresur atau bisa

dikenal dengan terapi totok / tusuk jari merupakan pemijatan dan stimulasi pada

titik-titik tertentu di daerah tubuh (Pangastuti and Mukhoirotin, 2018). Akupresur

yang digunakan adalah teknik Acupressure point for lactation. Pada Stimulasi

akupresur akan ditransmisikan ke sum-sum tulang belakang dan otak melalui

saraf akson. Sehingga terjadi rangsangan sinyal mencapai ke otak. Aktivasi sistem

saraf pusat (SSP) menyebabkan perubahan neurotransmitter, hormon (termasuk

prolaktin dan oksitosin), system kekebalan tubuh, efek biomekanik, dan zat

biokimia lainnya (endhorphin, sel kekebalan tubuh seperti sitokin). Hal tersebut

menimbulkan normalisasi modulasi dan efek keseimbangan pada Qi (Rahmaika

Arumsari, Wayan Agung Indrawan and Sri Wahyuni, 2018). Dengan demikian

akupresur dapat memaksimalkan reseptor prolakstin dan oksitosin serta

meminimalkan efek samping tertundanya proses menyusui. Hasil penelitiannya

sebelumnya dilakukan oleh Saraung dkk (2017) di Puskesmas Ranotana Weru

dengan 65 ibu postpartum di dapatkan hasil bahwa terapi akupresur efektif untuk

meningkatkan produksi ASI pada ibu postpartum yang mengalami penurunan

produksi ASI.

3
Cara yang kedua ialah dengan pijat oksitosin. Pijat oksitosin merupakan

massage sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima

keenam dan upaya stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan

Pijatan pada tulang belakang, neurotransmitter menstimulasi medulla oblongata

dan dilanjutkan ke hipotalamus dilanjut ke hipofise posterior untuk pengeluaran

hormon oksitosin sehingga payudara mengeluarkan air susu (Bahiyatun, 2019).

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh terapi Akupresur dan Pijat

Oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI pada ibu postpartum di Ruang

Teratai/ Ruang Nifas RSUD dr. Haryoto Lumajang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang rumusan masalah pada penelitian ini yaitu

“Bagaimanakah Penerapan Pengaruh Terapi Akupresur dan Pijat Oksitosin

Terhadap Peningkatan Produksi ASI pada Ibu Post Partum di Ruang Teratai/

Ruang Nifas RSUD dr. Haryoto Lumajang”?.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

4
Mahasiswa mampu menerapkan terapi Akupresur dan Pijat

Oksitosin terhadap peningkatan ASI pada ibu post partum diruang

Teratai/ Ruang Nifas RSUD dr. Haryoto Lumajang.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mampu mengetahui konsep dasar terapi Akupresur dan pijat

Oksitosin terhadap peningkatan ASI pada ibu post partum.

2. Mampu menganalisis hasil penelitian dari berbagai jurnal terkait

terapi akupresur dan pijat oksitosin terhadap peningkatan produksi

ASI pada ibu post partum.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Pelayanan Kesehatan

Dapat memberikan informasi dan sumbangan pikiran dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan maternitas pada pasien post partum di

ruang Teratai/ Ruang Nifas RSUD dr. Haryoto Lumajang

1.4.2 Bagi Pendidikan

Dapat menjadi referensi tambahan yang bermanfaat khususnya

bagi mahasiswa keperawatan serta dapat dijadikan sumber rujukan bagi

penulis yang akan datang.

1.4.3 Bagi Peneliti

5
Penulis memahami tentang pengaruh terapi Akupresur dan Pijat
Oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI pada Ibu post partum, baik
secara teoritis maupun secara klinis dan dapat mengaplikasikan
kemampuan tindakan keperawatan terhadap pasien post partum.

1.4.4 Bagi Pasien dan Keluarga

Dapat mengetahui informasi mengenai pengaruh terapi Akupresur

dan Pijat Oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI pada Ibu post

partum sebagai salah satu cara penanganan pada ibu post partum tentang

pemberian ASI.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Laktasi

6
2.1.1 Pengertian

ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi
fisik, psikologisosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur
kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup
hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2003). ASI adalah sebuah cairan tanpa
tanding ciptaan Allah yang memenuhi kebutuhan gizi bayi danmelindunginya dalam
melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat gizi dalam air susu ibu
berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh
bayi yang masih muda. Pada saat yang sama ASI juga sangat kaya akan sari makanan
yang mempercepat pertumbuhan sel otak dan perkembangan sistem saraf (Yahya,
2007).

2.1.2 Komposisi ASI

1. Mengandung zat gizi (nutrien)

Menurut Dewi (2011), ASI mengandung zat yang sangat dibutuhkan bayi,
yang terdiri dari:

a. Lemak
Lemak merupakan sumber kalori (energi) utama dalam ASI dengan kadar
yang cukup tinggi, yaitu sebesar 50%. Lemak ASI juga merupakan komponen
zat gizi yang sangat bervariasi, tetapi mudah diserap oleh bayi karena sudah
berbentuk emulsi. Lemak ASI terdiri dan trigliserida (98-99%). Enzim lipase
yang terdapat dalam sistem pencernaan bayi dan ASI akan mengurangi
trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Salah satu keunggulan lemak
ASI adalah kandungan asam lemak esensial, yaitu docosahexaenoic acid
(DHA) dan arachidnoic acid (AA). Selain itu juga mengandung kadar
kolesterol yang tinggi.
b. Karbohidrat
Karbohidrat utama (kadarnya paling tinggi) dalam ASI adalah lactose yang
mempertinggi penyerapan kalsium yang dibutuhkan bayi.

7
c. Protein
Keistimewaan protein dalam ASI dapat dilihat dari rasio protein whey= 60 :
40. Selain itu, protein ASI mempunyai kandungan alfa-laktabumin, asam
amino esensial taurin yang tinggi, serta kadar poliamin dan nukleotid yang
penting untuk sintesis protein pada ASI yang tinggi.
d. Mineral
ASI mengandung mineral lengkap. Total mineral selama laktasi adalah
konstan. Fa dan Ca paling stabil, tidak terpengaruh diet ibu. Garam organik
yang terdapat dalam ASI terutama kalsium, kalium, dan natrium dari asam
klorida dan fosfat. Bayi yang diberi ASI tidak akan menerima pemasukan
suatu muatan garam yang berlebihan sehingga tidak memerlukan air tambahan
di bawah kondisi umum.
e. Air
Sekitar 88% ASI terdiri atas ASI yang berguna melarutkan sat-sat yang
terdapat didalamnya sekaligus juga dapat meredakan rangsangan haus dari
bayi.
f. Vitamin
Kandungan vitamin dalam ASI adalah lengkap, vitamin A, D dan C cukup.
Sementara itu, golongan vitamin B kecuali riboflafin dan asam penthpthenik
lebih kurang.
1) Vitamin A; air susu manusia yang sudah masak (dewasa) mengandung
280 IU, vitamin A dan kolostrum mengandung 2 kali itu.
2) Vitamin D; vitamin D larut dalam air dan lemak terdapat dalam ASI
3) Vitamin E; kolostrum manusia kaya akan vitamin E, fungsinya adalah
untuk mencegah hemolitik anemia, akan tetapi juga membantu melindungi
paru-paru dan retina dari cedera akibat oxide.
4) Vitamin K; diperlukan untuk sintesis faktor pembekuan darah.
5) Vitamin B kompleks ; semua vitamin B pada tingkat yang diyakini
memberikan kebutuhan harian yang diperlukan.

8
6) Vitamin C; vitamin C sangat penting dalam sintesis kolagen, ASI
mengandung 43 mg/ml vitamin C.
2. Mengandung zat protektif
Menurut Perinasia (2009), mengemukakan bahwa ASI mengandung zat
protektif untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
a. Laktobasilus bifidus
Laktobasilus bifidus berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam
asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan bersifat asam segingga
menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E.Coli yang sering
menyebabkan diare. Laktobasilus mudah tumbuh cepat dalam usus bayi yang
mendapat ASI, karena ASI mengandung polisakarida yang berikatan dengan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan laktobasilus bifidus.
b. Laktoferin
Laktoferin adalah protein yang berikatan dengan zat besi. Konsentrasinya
dalam ASI sebesar 100 mg/100ml tertinggi diantara semua cairan biologis.
Dengan mengikat zat besi, maka laktoferin bermanfaat untuk menghambat
pertumbuhan kuman tertentu, yaitu stafilokokus dan E coli yang juga
mengeluarkan zat besi untuk pertumbuhannya. Selain menghambat bakteri
tersebut, laktoferin dapat pula menghambat pertumbuhan jamur kandida.
c. Lisozim
Lisozim adalah enzim yang dapat memecah dinding bakteri dan anti
inflamantori, bekerja sama dengan peroksida dan askorbat untuk menyerang E
Coli dan salmonela. Konsentarsinya dalam ASI sangat banyak dan merupakan
komponen terbesar dalam fraksi whey ASI. Keunikan lisozim lainnya adalah
bila faktor protektif lain menurun kadarnya sesuai tahap lanjut ASI, maka
lisozim justru meningkat pada 6 bulan pertama setelah kelahiran. Hal ini
merupakan keuntungan karena setelah 6 bulan bayi mulai mendapatkan
makanan padat dan lisozim merupakan faktor protektif terhadap kemungkinan
serangan bakteripatogen dan penyakit diare pada periode ini.
d. Komplemen C3 dan C4

9
Kedua komplemen ini walaupun kadarnya dalam ASI rendah, mempunyai daya
opsonik, anafilaktosis, dan kemotaktik yang bekerja bila diaktifkan oleh IgA
dan IgE yang juga terdapat dalam ASI.
e. Faktor antistreptokokus
Dalam ASI terdapat faktor antistreptokokus yang melindungi bayi terhadap
infeksi kuman tersebut.
f. Antibodi
Secara elektroforetik, kromatografik dan radio imunoassay terbukti bahwa ASI
terutama kolostrum mengandung imunoglobulin yaitu secretori IgA, IgE, IgM,
dan IgG. Dari semua imunoglobulin tersebut yang terbanyak adalah IgA.
Antibodi dalam ASI dapat bertahan di dalam saluran pencernaan bayi karena
tahan terhadap asam dan enzim proteolitik saluran pencernaan dan membuat
lapisan pada mukosanya sehingga mencegah bakteri patogen dan enterovirus
masuk ke dalammukosa usus.
2.1.3 Jenis ASI
Menurut Dewi (2011), ASI dibedakan dalam 3 stadium yaitu sebagai berikut:
1. Kolostrum
Cairan pertama yang diperoleh bayi pada ibunya adalah kolostrum, yang
mengandung campuran kaya akan protein, mineral, dan antibodi dari pada
ASI yang telah matang. ASI mulai ada sekitar hari ke 3 atau hari ke 4.
Kolostrum berubah selanjutnya menjadi ASI yang matang. ASI yang matang
sekitar 15 hari sesudah bayi lahir. Bila ibu menyusui sesudah bayi lahir dan
bayi sering menyusui maka proses adanya ASI akan meningkat. Kolostrum
merupakan cairan dengan viskositas kental, lengket dan berwarna kekuningan.
Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen,
sel darah putih, dan antibodi yang tinggi dari pada ASI matur. Selain itu,
kolostrum masih mengandung rendah lemak dan laktosa. Protein utama pada
kolostrum adalah imunoglobulin (IgG, IgA, dan Igm), yang digunakan sebagi
zat antibodi untuk menceah dan menetralisir bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurun, tetapi volume kolostrum

10
yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2
hari. Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam. Kolostrum juga
merupakan pencahar ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari
usus bayi.
2. ASI transisi atau peralihan
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum ASI
matang, yaitu sejak hari ke 4 sampai hari ke 10. Selam 2 minggu, volume ASI
bertambah banyak dan berubah warna, serta komposisinya. Kadar
imunoglobulin dan protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat.
3. ASI matur
ASI matur disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya. ASI matur tampak
berwarna putih, kandungannya ASI relatif konstan. ASI yang mengalir
pertama kali atau saat 5 menit pertama disebut foremilk. Foremilk lebih encer,
serta mempunyai kandungan rendah lemak, tinggi laktosa, gula, protein ,
mineral dan air. Selanjutnya ASI berubah menjadi hindmilk yang kaya akan
lemak dan nutrisi. Hindmilk akan membuat bayi lebih cepat kenyang.

Tabel 2.1 kandungan Kolostrum, ASI Transisi dan ASI matur

No Kandungan Kolostrum ASI transisi ASI matur


1 Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0
2 Laktosa (gr/100m) 6,5 6,7 7,0
3 Lemak 2,9 3,6 3,8
4 Protein 1,195 0,965 1,324
5 Mineral 0,3 0,3 0,3
Imunoglobin
1 IgA 335,9 - 119,6
2 IgG 5,9 - 2,9
3 IgM 17,1 - 2,9
4 Lisosin 14,4-16,4 - 24,3-27,5
5 Laktoferin 420-520 - 250-270

2.1.4 Jumlah Produksi ASI

11
Air susu ibu diproduksi dalam „alveolli‟, pada bagian awal saluran kecil air
susu. Jaringan di sekeliling saluran-saluran air susu dan alveoli terdiri dari jaringan
lemak, jaringan pengikat tersebut menentukan ukuran payudara. Selama masa
kehamilan, payudara membesar dua sampai tiga kali ukuran normalnya, dan saluran-
saluran air susu serta alveoli dipersiapkan untuk masa laktasi. Pada proses laktasi
tedapat 2 refleks yang berperan yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul
akibat perangsangan puting karena isapan bayi.
1. Refleks prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan
progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya plasenta dan
berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesteron menjadi
berkurang. isapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang payudara,
karena ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Isapan bayi
akan merangsang puting susu dan kalang payudara, karena ujung saraf sensoris
yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke
hipotalamus malalui medulla spinalis hipotalamus dan akan menekan
pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang
pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin
akan merangsang hipofise anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini
merangsang sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin
pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai
penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin
walau ada isapan bayi, namun pengeluaran ASI tetap berlangsung. Produksi
hormon prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti anastesi, operasi, stress
atau pengaruh psikis, hubungan seks, rangsangan puting susu. Sedangkan
keadaan yang menghambat pengeluaran hormon prolaktin adalah gizi ibu yang
jelek serta penggunaan obat-obatan (KB).
2. Refleks aliran (let down refleks)

12
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan
yangberasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior yang kemudian
dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus sehingga
menimbulkan kontraksi. Kontaraksi dari sel akan memeras air susu yang telah
terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir
melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor yang meningkatkan let down refleks adalah; melihat bayi,
mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
Sedangkan faktor yang menghambat refleks let down adalah keadaan
bingung/pikiran kacau, takut dan cemas.
ASI dihasilkan oleh kerja gabungan hormon dan refleks. Selama kehamilan,
terjadi perubahan pada hormon yang akan menyiapkan jaringan kelenjar
(alveolli) untuk memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai menghisap ASI, akan
terjadi dua refleks, yaitu refleks prolaktin dan reffleks oksitosin yang akan
menyebabkan ASI keluar pada saat dan dalam jumlah yang tepat. Pemahaman
yang tepat mengenai refleks ini dapat menerangkan mengapa dan bagaimana
seorang ibu dapat memproduksi ASI.
Hormon prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisa depan yang berada di
dasar otak. Prolaktin merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI.
Sedangkan rangsangan pengeluaran prolaktin ini adalah pengosongan ASI dari
gudang ASI (sinus lactiferus). Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari
payudara, makin banyak ASI yang diproduksi.
Sebaliknya apabila bayi berhenti menghidap atau sama sekali tidak
memulainya, maka payudara akan berhenti memproduksi ASI. Sehingga apabila
seorang ibu ingin menambah produksi ASI-nya, cara yang terbaik adalah dengan
merangsang bayi untuk menghisap lebih lama dan lebih sering. Harus tetap
dipahami, bahwa semakin sering ibu menyusui bayinya, akan semakin banyak
produksi ASI-nya. Semakin jarang ibu menyusui, makin berkurang jumlah
produksi ASI-nya (Roesli, 2007).

13
Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang kelenjar hipotesa yang
terdapat didasar otak. Sama halnya dengan hormon prolaktin, hormon ini
diproduksi bila ujung saraf sekitar payudara di rangsang oleh isapan bayi.
Oksitosin masuk ke dalam darah menuju payudara, membuat otot-otot payudara
mengerut dan disebut hormon oksitosin.
Kejadian ini disebut refleks pengeluaran ASI (let down reflex). Reaksi
bekerjanya hormon oksitosin dapat dirasakan pada saat bayi menyusu pada
payudara ibu. Kelenjar payudara akan mengerut sehingga memeras ASI untuk
keluar. Banyak wanita dapat merasakan payudaranya terperas saat menyusui, itu
menunjukkan bahwa ASI mulai mengalir dari pabrik susu (alveolli) ke gudang
susu (ductus latiferous).
Bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup apabila hanya mengandalkan refleks
prolaktin saja, akan tetapi harus dibantu oleh refleks oksitosin. Bila refleks ini
tidak bekerja, maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun
produksi ASI cukup. Refleks oksitosin lebih rumit dibandingkan refleks
prolaktin, karena refleks ini berhubungan langsung dengan kejiwaan atau sensasi
ibu. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan menghambat produksi ASI (Roesli,
2007).
Air Susu Ibu sebaiknya diberikan segera setelah bayi lahir. Air susu pertama
yang bertahan sekitar 4-5 hari, masih berupa kolustrum. Banyaknya kolustrum
yang disekresikan setiap hari berkisar antara 10-100 cc, dengan rata-rata 30 cc.
Air susu sebenarnya baru keluar setelah hari kelima. Ibu harus menjulurkan
payudaranya ke mulut bayi hingga seluruh puting dan areola “tergenggam” oleh
mulut bayi.
Tugas mengalirkan susu jangan dibebankan pada satu payudara saja.
Perlakuan berat sebelah ini, jika memang terjadi, akan menurunkan fungsi
payudara sebagai produsen ASI. Karena itu, kedua payudara sebaiknya digilir
masing-masing sekitar 7-10 menit. Selesai menyusui, payudara dibersihkan
dengan air bersih dan dibiarkan kering dalam udara selama 15 menit.

14
Jumlah ASI yang disekresikan pada 6 bulan pertama 750 cc sehari. Sekresi
pada hari pertama hanya terkumpul sebanyak 50 cc yang kemudian meningkat
menjadi 500, 650 dan 750 cc, masing-masing pada hari V, bulan I dan III.
Volume ASI pada 6 bulan berikutnya menyusut menjadi 600 cc. Banyak
anggapan bahwa ibu dengan status gizi kurang akan tetap mampu menyusui
bayinya sama dengan ibu yang status gizi normal, walaupun sebenarnya
komposisi ASI tetap sama tetapi volume ASI yang dikeluarkan ibu status gizi
kurang dengan status gizi normal berbeda. Kategori untuk pembagian jumlah
produksi ASI menurut (Jellife & Jellife, 2006) menyebutkan bahwa rata-rata
volume ASI wanita berstatus gizi baik sekitar 700-800 cc/hari, sementara mereka
yang berstatus gizi kurang hanya berkisar 500-600 cc/hari sehingga hal inilah
yang dapat menyebabkan lamanya memberikan ASI Ekslusif berbeda.
Pijat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi
ASI. Pijat adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai
tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon
prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli, 2009). Pijatan ini
berfungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin yang dapat menenangkan ibu,
sehingga ASI pun otomatis keluar. Penelitian yang dilakukan oleh Eko (2011)
menunjukkan bahwa kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin dapat
meningkatkan produksi ASI.
2.1.5 Fisiologi Pemberian ASI
Menurut Ambarwati (2010), pemberian ASI tidak hanya bermanfaat untuk
bayi saja tetapi juga untuk ibu, keluarga dan negara.
1. Manfaat pemberian ASI untuk bayi
a. Kesehatan
Kandungan antibody yang terdapat dalam ASI tetap ampuh di segala
zaman. Karenanya bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih sehat dan lebih
kuat dibanding yang tidak mendapat ASI. ASI juga mampu mencegah
terjadinya.

15
Manfaat ASI untuk kesehatan lainnya adalah bayi terhindar dari alergi,
mengurangi kejadian karies dentist dan kejadian malokulasi yang
disebabkan oleh pemberian susu formula.
b. Kecerdasan
Dalam ASI terkandung docosahexaenoic acid (DHA) terbaik, selain
laktosa yang berfungsi untuk mielinisasi otak yaitu proses pematangan
otak agar dapat berfungsi optimal. Selain itu pada saat dilakukan
pemberian ASI terjadi proses stimulasi yang merangsang terjalinnya
jaringan saraf dengan lebih banyak.
c. Emosi
Saat menyusui, bayi berada dalam dekapan ibu. Ini akan merangsang
terbentuknya EI (Emotional Intelegence). Selain itu ASI merupakan
wujud curahan kasih sayang ibu pada bayi.
2. Manfaat pemberian ASI untuk ibu
a. Aspek kesehatan ibu
Isapan bayi pada payudara akan merangsang pembentukan oksitosin oleh
kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah
terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan berkurangnya
perdarahan pasca persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi
besi. Kejadian karsinoma mammae pada ibu yang menyusui lebih rendah
daripada ibu ynag tidak menyusui. Mencegah kanker hanya dapat
diperoleh ibu yang memberikan ASI secara eksklusif.
b. Aspek kontrasepsi
Isapan mulut bayi pada puting susu merangsang ujung saraf sensorik
sehingga post anterisor hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolaktin masuk
ke indung telur, menekan produksi estrogen akibatnya tidak ada ovulasi.
Menjarangkan kehamilan, pemberian ASI memberikan 98% metode
kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila
diberikan hanya ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi
kembali.

16
c. Aspek penurunan berat badan
Ibu yang menyusui secara eksklusif tenyata lebih mudah dan lebih cepat
kembali ke berat badan semula seperti sebelum hamil. Pada saat hamil,
badan bertambah berat, selain karena ada janin juga karena penimbunan
lemak pada tubuh. Cadangan lemak ini sebetulnya memang disiapakan
sebagai sumber tenaga dalam produksi ASI. Pada saat menyusui tubuh
akan menghasilkan ASI lebih banyak sehingga timbunan lemak yang
berfungsi sebagai cadangan tenaga akan terpakai. Logikanya, jika
timbunan lemak menyusut, berat badan ibu akan segera kamebali seperti
sebelum hamil.
d. Aspek psikologis
Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga
untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan
oleh sesama manusia.
3. Manfaat pemberian ASI untuk keluarga
a. Aspek ekonomi
ASI tidak perlu dibeli sehingga uang yang seharusnya digunakan untuk
membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Selain itu,
penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih
jarang sakit sehingga mengurang biaya berobat.
b. Aspek psikologi
Kebahagiaan keluarga bertambah karena kelahiran lebih jarang, sehingga
suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan
keluarga.
c. Aspek kemudahan
Menyusui sangat praktis karena dapat diberikan dimana saja dan kapan
saja. Keluarga tidak perlu menyiapkan air, botol, susu formula dan
sebagainya.
4. Manfaat pemberian ASI untuk Negara
a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi.

17
Adanya faktor protektif dan nutrien dalam ASI menjamin status gizi bayi
baik sehingga kesakitan dan kematian anak menurun.
b. Menghemat devisa Negara.
ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu menyusui
diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp 8,6 miliar yang
seharusnya dipakai untuk membeli susu formula.
c. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit.
Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung akan
memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi
persalinan dan infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang
diperlukan untuk perawatan anak sakit. Anak yang mendapat ASI lebih
jarang sakit dibanding anak yang mendapat susu formula.
d. Peningkatan kualitas penerus bangsa.
Anak yang mendapat ASI akan bertumbuh dan berkembang optimal
sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin.

Menurut Dewi 2011, bayi usia 0-6 bulan, dapat dinilai mandapat
kecukupan ASI bila mencapai keadaan sebagai berikut:
1. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapat
ASI 8 kali pada 2-3 minggu pertama.
2. Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering dan warna menjadi
lebih mudah pada hari ke 5 setelah lahir.
3. Bayi akan buang air kecil (BAK) paling tidak 6-8 kali sehari
4. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI
5. Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis
6. Warna bayi merah, dan kulit terasa kenyal
7. Pertumbuhan berat badan dan tinggi badan bayi sesuai dengan grafik
pertumbuhan
8. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai dengan
rentang usianya)

18
9. Bayi kelihatan puas, sewaktu saat lapar akan bangun dan tidur dengan
cukup
10. Bayi menyusu dengan kuat (rakus), kemudian melemah dan tertidur
pulas.
2.1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Produksi ASI.
Menurut Dewi (2011), ibu yang normal akan menghasilkan ASI kira-kira 550-
1000 ml setiap hari, jumlah ASI tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Makanan.
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu,
apabila makanan ibu secara teratur dan cukup mengandung gizi yang
diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, karena kelenjar pembuat ASI
tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup. Untuk
membentuk produksi ASI yang baik makanan ibu harus memenuhi jumlah
kalori, protein, lemak, dan vitamin serta mineral, yang cukup selain itu ibu
dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas per hari. Bahan
makanan yang dibatasai untuk ibu menyusui:
a. Yang merangsang seperti cabe, merica, jahe, kopi, alkohol.
b. Yang membuat kembung seperti ubi, singkong, kool sawi dan daun
bawang
c. Bahan makanan yang banyak mengandung gula dan lemak.
d. Ketenangan jiwa dan pikiran
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu
dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk
ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan
terjadi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam
keadaan tenang.
2. Penggunaan alat kontrasepsi.
Penggunaan alat kontrasepsi khususnya yang mengandung estrogen
dan progesteron berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI,

19
sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak
terhadap produksi ASI.
3. Perawatan payudara
Perawatan payudara yang dimulai dari kehamilan bulan ke 7-8
memegang peranan penting dalam menyusui bayi. Payudara yang terawat
akan memproduksi ASI yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan
dengan perawatan payudara yang baik, maka puting susu tidak akan lecet
sewaktu dihisap bayi.
4. Faktor aktivitas/istirahat.
Kondisi kelelahan akibat aktivitas serta kondisi kurang istirahat akan
memberikan efek kelemahan pada sistem yang terkait dalam proses laktasi
dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI berkurang.
5. Faktor isapan anak.
Isapan mulut bayi akan menstimulus hipotalamus pada bagian
hipofisis anterior dan posterior. Hipofisis anterior menghasilkan rangsangan
(rangsangan prolaktin) untuk meningkatkan sekresi prolaktin. Prolaktin
bekerja pada kelanjar susu (alveoli) untuk memproduksi ASI. Isapan bayi
tidak sempurna, frekuensi menyusui yang jarang serta puting susu ibu yang
sangat kecil akan membuat produksi hormon oksitosin dan hormon prolaktin
akan terus menurun dan produksi ASI terganggu.
6. Berat lahir bayi dan usia kehamilan saat persalinan.
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 36
minggu), dan dengan berat badan yang kurang, sangat lemah dan tidak
mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah dari
pada bayi yang lahir tidak prematur atau yang lahir dengan berat badan
normal (> 2.500 gr). Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur
dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi
organ.
7. Konsumsi alkohol dan rokok.

20
Merokok dan konsumsi alkohol dapat mengurangi produksi ASI
karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI.
Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin
akan menghambat pelepasan oksitosin.
2.1.7 Pengukuran kelancaran ASI
Menurut Budiarti (2009), yang menyatakan bahwa untuk mengetahui
banyaknya produksi ASI beberapa kriteria sebagai patokan untuk mengetahui
jumlah ASI cukup atau tidak cukup yaitu :
1. ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting.
2. Sebelum disusukan payudara terasa tegang.
3. Jika ASI cukup, setelah bayi menyusu bayi akan tertidur/tenang selama 3-4
jam.
4. Bayi BAK 6-8 kali dalam satu hari.
5. Bayi BAB 3-4 kali sehari.
6. Bayi paling sedikit menyusu 8-10 kali dalam 24 jam.
7. Ibu dapat mendengar suara menelan yang pelan ketika bayi menelan ASI.
8. Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI setiap kali bayi mulai
menyusu.
9. Warna urin bayi kuning jernih.
10. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang berwarna hijau
pekat, kental dan lengket, yang dinamakan meconium.
Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kelancaran ASI pada
penelitian ini berisi 10 pertanyaan tentang ASI yang dihasilkan pada ibu post
partum dengan pilihan jawaban ya atau tidak, setiap pertanyaan diberi nilai 1
bila jawaban “YA“ dan bila jawaban “TIDAK“ diberi nilai 0. Kriteria
penilaian dalam penelitian ini adalah :
a. Lancar (76-100%).
b. Cukup lancar (56-75%).
c. Kurang lancar (≤55%).
2.2 Pijat Oksitosin

21
2.2.1 Pengertian
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran
produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang
(vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk
merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli,
2009). Pijat oksitosin yang sering dilakukan dalam rangka meningkatkan
ketidaklancaran produksi ASI adalah pijat oksitosin. Pijat oksitosin, bisa dibantu pijat
oleh ayah atau nenek bayi. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks
oksitosin atau reflex let down. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat
pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak
(engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007).

2.2.2 Langkah-langkah melakukan pijat Oksitsin


Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin dengan metode oksitosin sebagai
berikut (Depkes RI, 2007):
1. Melepaskan baju ibu bagian atas.
2. Ibu miring ke kanan maupun kekiri, lalu memeluk bantal, namun ada dua
posisi alternatif, yaitu: boleh telungkup di meja
3. Memasang handuk.
4. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil.
5. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan dua
kepala tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan. Area tulang belakang
leher, cari daerah dengan tulang yang paling menonjol, namanya processus
spinosus/cervical vertebrae 7.
6. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan
melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya.
7. Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang kearah bawah, dari
leher kearah tulang belikat, selama 2-3 menit.
8. Mengulangi pemijatan hingga 3 kali.

22
9. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara
bergantian.

2.3 Ibu primipara


Primipara merupakan wanita yang pertama kali mengalami satu kali persalinan
pada masa gestasi lebih dari minggu ke-20 (Hamilton, 1995). Ibu primipara adalah
wanita yang baru pertama kali mempunyai anak yang hidup dan baru menjadi
seorang ibu (Lowdermilk, 2004). Beberapa ibu primipara biasanya mempunyai
keinginan untuk melahirkan bayi yang bebas dari gangguan, sehingga hal tersebut
akan memotivasi ibu untuk mencari pengetahuan banyak tentang perawatan maternal.
Pengetahuan tersebut termasuk didalamnya tentang cara pemberian ASI yang benar
(Lowdermilk, 2004). Pengetahuan dasar tentang ASI dan keterampilan dalam
menyusui merupakan proses bagi seorang ibu untuk dapat memberikan ASI dengan
tepat. Penghentian menyusui oleh ibu primipara karena kurangnya pengetahuan dasar
tentang ASI, keterampilan yang kurang, perubahan hidup yang baru, dan pengalaman
awal yang menyakitkan ketika mereka tidak siap untuk melakukan pengeluaran ASI
(Smith, dkk, 2012).

2.4 Pengaruh pijat oksitosin terhadap kelancaran ASI pada ibu menyusui
Tidak semua ibu postpartum langsung mengeluarkan ASI karena pengeluaran
ASI merupakan suatu interaksi yang sangat komplek antara rangsangan mekanik,
saraf dan bermacam-macam hormon yang berpengaruh terhadap pengeluaran
oksitosin. Pengeluaran hormon oksitosin selain dipengaruh oleh isapan bayi juga
dipengaruhi oleh reseptor yang terletak pada sistem duktus, bila duktus melebar atau
menjadi lunak maka secara reflektoris dikeluarkan oksitosin oleh hipofise yang
berperan untuk memeras air susu dari alveoli (Soetjiningsih, 2004), oleh karena itu
perlu adanya upaya mengeluarkan ASI untuk beberapa ibu postpartum.
Pengeluaran ASI dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu produksi dan
pengeluaran. Produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin sedangkan
pengeluaran dipengaruhi oleh hormon oksitosin. Hormon oksitosin akan keluar

23
melalui rangsangan ke puting susu melalui isapan mulut bayi atau melalui pijatan
pada tulang belakang ibu bayi, dengan dilakukan pijatan pada tulang belakang ibu
akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya,
sehingga dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar (WBW,
2007).
Pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter akan merangsang
medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus di hypofise posterior
untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah dada mengeluarkan air
susunya. Pijatan di daerah tulang belakang ini juga akan merileksasi ketegangan dan
menghilangkan stress dan dengan begitu hormon oksitosoin keluar dan akan
membantu pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan isapan bayi pada puting susu
pada saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal (Guyton, 2007).
Pijat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI.
Pijat adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang
costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan
oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli, 2009). Pijatan ini berfungsi untuk
meningkatkan hormon oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI pun
otomatis keluar. Penelitian yang dilakukan oleh Eko (2011) menunjukkan bahwa
kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin dapat meningkatkan produksi ASI. Pijat
oksitosin bisa dilakukan kapanpun ibu mau dengan durasi 3-5 menit, lebih
disarankan dilakukan sebelum menyusui atau memerah ASI (Kaltimpos.co.id).
Sehingga untuk mendapatkan jumlah ASI yang optimal dan baik, sebaiknya pijat
oksitosin dilakukan setiap hari dengan durasi 3-5 menit.
Hasil penelitian Siti Nur Endah dan Imas Masdinarsah (2011) menunjukkan
bahwa pengeluaran kolostrum kelompok perlakuan rata–rata 5,8 jam, sedangkan lama
waktu kelompok kontrol adalah rata–rata 5,89 jam. Jumlah kolostrum yang
dikeluarkan kelompok perlakuan rata–rata 5,333 cc sedangkan kelompok kontrol
adalah rata–rata 0,0289 cc. Pijat oksitosin berpengaruh terhadap jumlah produksi
kolostrum dengan Pvalue 0,009, dan pijat oksitosin tidak berpengaruh terhadap lama
waktu pengeluaran kolostrum ibu post partum dengan Pvalue 0,939.

24
2.5 Teknik akupresure
2.5.1 Pengertian
Akupresur merupakan suatu metode tusuk jari yang didasarkan pada pengetahuan
bahwa semua organ tubuh manusia dihubungkan satu sama lain oleh suatu saluran
(meridian) yang menjelajahi seluruh permukaan tubuh untuk menghantarkan energi
ke seluruh tubuh (Sunetra, 2004). Akupresur adalah salah satu bentuk pelayanan
kesehatan tradisional jenis keterampilan dengan cara merangsang titik tertentu
melalui penekanan pada permukaan tubuh dengan menggunakan jari maupun benda
tumpul untuk tujuan kebugaran atau membantu mengatasi masalah kesehatan
(Kemenkes, 2011). Menurut Wong, (2011), menjelaskan perbedaan akupresur dengan
akupunktur, akupresur dilakukan dengan menggunakan jari tangan sedangkan
akupunktur dengan menggunakan jarum, namun menggunakan titik tekan yang sama
pada meridian organnya. Meridian merupakan jalur-jalur aliran energi vital yang ada
pada tubuh manusia yang menghubungkan masing-masing bagian tubuh membentuk
sebuah kesatuan yang utuh dalam tubuh (Kemenkes, 2015).

2.5.2 Macam – macam rangsangan

Akupuntur adalah ilmu akomodatif yang dapat dilakukan dengan berbagai


cara. Penekanan dengan atau tanpa alat (akupresur), jarum (akupunktur), panas
(thermis), listrik, magnet, getaran suara, obat-obatan, laser, serta kombinasi dari
berbagai manipulasi itu adalah berbagai cara manipulasi yang telah digunakan dalam
pelayanan akupuntur/akupresur (Dharmojono, 2001).

2.5.3 Mekanisme kerja

Menurut Saputra, (2000) menjelaskan bahwa mekanisme kerja dari


akupunktur/akupresur masih belum bisa dijelaskan secara tuntas oleh para peneliti.
Hal tersebut juga didukung oleh Sunetra, (2004) yang menjelaskan bahwa berbagai
penelitian yang dilakukan oleh peneliti di negara China dan negara-negara barat,
belum dapat menjelaskan secara menyeluruh tentang mekanisme kerja dari

25
akupuntur/akupresur. Teori (endorfin) dan teori kekebalan tubuh menjelaskan bahwa
penekanan pada permukaan tubuh akan merangsang keluarnya zat-zat yang dapat
menghilangkan rasa nyeri dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
(Kemenkes, 2015).

2.5.4 Cara penekanan

Penekanan atau pemijatan pada titik akupresur dilakukan dengan


mempertimbangkan reaksi “yang“ yaitu reaksi yang menguatkan energi (qi) sedang
yang melemahkan energi (qi) disebut reaksi “yin”. Reaksi “yang dan yin”
dipengaruhi oleh lamanya penekanan atau arah penekanan. Penekanan yang bereaksi
menguatkan “yang”, dilakukan sebanyak 30 kali tekanan dengan putaran mengikuti
arah jarum jam atau searah dengan jalannya meridian. Sedangkan 3 penekanan untuk
melemahkan atau menguatkan “yin” dilakukan sebanyak 50 kali, putaran yang
berlawanan dengan jarum jam, berlawanan arah dengan meridiannya (Sunetra, 2004).

2.5.5 Manfaat
Akupresur dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit, penyembuhan,
rehabilitasi, menghilangkan rasa sakit, serta mencegah kekambuhan penyakit
(Sunetra, 2004). Di dalam tubuh manusia terdapat 12 (dua belas) meridian umum dan
2 (dua) meridian istimewa yang mewakili organ-organ dalam tubuh, yang dapat
dimanipulasi untuk melancarkan energi (qi), sehingga tubuh menjadi seimbang/sehat
(Wong, 2011). Menurut Kemenkes, (2015) menjelaskan bahwa akupresur dapat
digunakan untuk meningkatkan stamina tubuh, melancarkan peredaran darah,
mengurangi rasa sakit, serta mengurangi stres/menenangkan pikiran. Penelitian uji
klinis tentang pengaruh akupresur pada titik neiguan pada pasien sectio caesaria yang
dilakukan di Rumah Sakit Sin-Lau, Taiwan, menyimpulkan bahwa akupresur pada
titik tersebut dapat menurunkan kecemasan, persepsi nyeri, serta meningkatkan
kenyamanan pasien selama dilakukan tindakan operasi (Chen et al., 2005). Hal
senada juga disimpulkan dalam penelitian Reza et al., (2010) yang menyimpulkan
bahwa akupresur efektif untuk memperbaiki kualitas tidur pada usia lanjut yang
dirawat di rumah di Negara Iran. Penelitian uji klinis yang dilakukan oleh Gharloghi

26
et al., (2012) juga menjelaskan bahwa akupresur pada titik (Sp.6) dan (Sp. 8) dapat
mengatasi nyeri pada saat haid.

2.5.6 Larangan pemijatan


Akupresur sebaiknya tidak dilakukan pada daerah yang terasa nyeri, suhu badan
meningkat, influenza berat, nyeri rematik, tidak sadar, daerah kemaluan, serta tidak
dilakukan pada kamar yang lembab (Sunetra, 2004). Pemanfaatan akupresur
sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dalam keadaan terlalu lapar, kenyang, capai,
emosi, setelah donor darah, serta setelah berolahraga (Kemenkes, 2011). Menurut
Kemenkes, (2015) menjelaskan bahwa tindakan akupresur perlu dilakukan secara
hati-hati atau dikonsultasikan dengan dokter sebelum melakukan akupresur mandiri,
seperti pada pasien yang mengalami gangguan pembekuan darah, kasus gawat
darurat, memerlukan tindakan operasi, menggunakan obat pengencer darah, tumor
ganas, serta dalam keadaan hamil.

BAB 3

METODE PENELITIAN

27
3.1 Pengumpulan data

3.1.1 Desain penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Studi Literatur, yaitu


merupakan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan
sejumlah buku, artikel, dan jurnal yang berkaitan dengan masalah dan tujuan
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Jenis penelitian yang digunakan sebagai
literatur adalah penelitian dengan desain studi literatur, penelitian mixed
methode study, dan penelitian kuantitatif baik penelitian, quasi eksperimental.
Sumber data yang digunakan merupakan data skunder yang diperoleh penulis
dari penelitian terdahulu ataupun dari berbagai database seperti Google
Scholar, Doaj, Pubmed, maupun scient Direct

3.2 Strategi pencarian artikel

3.2.1 Framework yang digunakan

Strategi yang digunakan untuk mencariartikel menggunakan PICOS


framework

1. Population/problem, populasi atau masalah yang dianalisis

2. Intervention, suatu tindakan penatalaksanaan terhadap kasus perorangan

atau masyarakat serta pemaparan tenaga pelaksanaan

3. Comparation, penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai pembanding

4. Outcome, hasil atau atau luaran yang diperolehpada penelitian

5. Study design, desain penelitian yang digunakan oleh jurnal yang akan di

Review

3.2.2 Kata kunci

28
Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan Boolean operator
(AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk memperluas atau
memsprekulasi pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan artikel
atau jurnal yang digunakan. Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu, “terapi Akupresur pada pasien postpartum ” OR NOT “intervensi pada
pasien post partum”

3.2.3 Database Atau Search Engine

Data yang digunakan dalam pencarian ini adalah data skunder yang
diperoleh bukan dari pengamatan langsung akan tetapi diperolehdari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti peneliti terdahulu. Sumber data
skunder yang didapat berupa artikel atau jurnal yang relevan dengan topik
dilakukan menggunakan Google Scholar,Doaj,Pubmed, maupun Scient Direct.

3.3 Kriteria Inklusi dan Eklusi

Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian dari


suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti, sedangkan Kriteria ekslusi
merupakan menghilangkan beberapa subjek yang memenuhi kriteria inklusi
dari penelitian dikarenakan kriteria dan sebab tertentu (Nursalam, 2017).
Adapun kriteria inklusi dan ekslusi dalam membuat karya ilmiah ini diuraikan
berdasarkan tabel berikut:

Kriteria Inklusi Ekslusi


Population / problem Jurnal atau artikel yang Jurnal atau artikel yang
berkaitan dengan topik tidak berkaitan dengan
pengaruh terapi topik pengaruh terapi
Akupressur pada pasien Akupressur pada pasien
postpartum postpartum
Intervention Terapi akupressur untuk Intervensi lain yang
meningkatkan produksi dapat
ASI meningkatkan produksi
ASI
Comparation Terdapat faktor -
pembanding, tidak ada

29
faktor pembanding
Outcome Ada hubungan atau ada Tidak ada hubungan atau
pengaruh untuk pengaruh untuk
meningkatkan produksi meningkatkan produksi
ASI pada ibu Postpartum ASI
Study desain Kuantitatif, mixed Kualitatif, sistematic
method review
study, literatur review
Tahun terbit Jurnal atau artikel Jurnal atau artikel
dengan dengan
tahun terbit tahun 2015- tahun terbit kurang dari
2021 tahun 2015
Tabel 3.1 kriteria inklusi dan ekslusi

3.1.1 Hasil pencarian dan seleksi study

Jurnal dalam penulisan karya ilmiah ini ditemukan diberbagai


Database yaitu Pubmed, Science Direct, dan Google Scholar. Kata kunci
yang digunakan dalam pencarian adalah “terapi akupresur pada pasien
postpartum” OR
NOT “intervensi pada pasien postpartum”. dengan pemilihan
rentang waktu lima tahun terakhir (2016-2021) dan ditemukan sebanyak 20
jurnal yang berhubungan dengan kriteria penulisan. Setelah dilakukan analisa
pada jurnal tersebut, penulis mendapat 2 jurnal yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan ekslusi penelitian.

30
Pencarian dengan
keyword dini pada
pasien postpartum OR
NOT intervensi pada
pasien postpartum
n=20

Seleksi jurnal 5 tahun


terakhir menggunakan
bahasa Indonesia dan Exclude n=7
bahasa inggris
Population (n=4)
n=15 -tidak sesuai topik (n=4)
Intervention (n=0)
Seleksi judul dan Comparation (n=2)
duplikat - tidak ada pembanding (n=1)
n=12 Outcome (n=1)
-tidak ada hubungan (n=1)

Identifikasi abstrak Study design (n=0)

n=5

Jurnal akhir yang didapat


dianalisa sesuai dengan
rumusan masalah dan
tujuan
n=2

31
Gambar 3.1 Skema pengumpulan data

No Author Tahun Jurnal Judul Metode Hasil penelitian Database


name (desain,sampel,
variabel,instru
ment,analisis)
1. Anita 2020 Commu Pengar D: quasi Hasil penelitian Goggle
Liliana nity of uh experiment menunjukkan ada scholar
Publish terapi S: 17 orang perbedaan yang
Melania ing in akupres V: variabel significant
Wahyuni Nursin ur eksogen produksi ASI
ngsih g terhada meliputi terapi sebelum dan
(COPI p akupresur sesudah akupresur
NG) peningk sedangkan p value 0,000 (p
atan variabel value < 0,05).
produks endogen adalah Ada perbedaan
i asi pada pasien produksi
pada postpartum produksi ASI
ibu I: Pre-test and yang significant
postpart Post-test pada kelompok
um nonequivalent kontrol sebelum
control group dan sesudah
A: desain diberikan leaflet
kuantitatif teknik menyusui
p
value 0,001 (p
value < 0,05).
2. Lailatul 2019 Jurnal Pengar D: uji paired T- Hasil Penelitian Goggle
Khabiba EDUN uh test menunjukkan ada scholar
h, ursing terapi S: 20 ibu pengaruh
akupres postpartum terapi akupresur
Mukhoir ur dan V: variabel dan pijat oksitosin
otin pijat eksogen terapi terhadap
Mukhoir oksitosi akupresur dan peningkatan
otin n pijat oksitosin produksi ASI
terhada sedangkan pada ibu
p variabel postpartum. Oleh

32
peningk endogen sebab itu
atan peningkatan disarankan untuk
produks produksi ASI menerapkan
i ASI postpartum terapi akupresur
pada I: alat ukur dan pijat oksitosin
ibu menggunakan pada ibu post
postpart Weighing Test partum sehinga
um A: purposive produksi dan
sampling pengeluaran ASI
meningkat.

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akupresur dapat digunakan sebagai

terapi untuk meningkatkan produksi ASI terapi akupresur sebagai terapi alternatif.

Akupresur merupakan satu fisioterapi dengan memberikan pijatan dan stimulasi pada

titik-titik tertentu pada tubuh yang berguna untuk mengurangi atau mengobati

berbagai jenis penyakit dan nyeri serta mengurangi ketegangan dan kelelahan.

Rangsangan perpaduan pada beberapa titik akupresur yang menuju sentral terutama

hipofisis dan pituitari berdampak pada perbaikan kerja fungsi dan hormon dengan

tujuan produksi ASI meningkat (Cholifah dkk, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan usia sebagian besar pada rentang usia

20-35 (88,2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wijayanti dan Nuryanti (2013) yang mendapatkan hasil sebagian besar ibu

postpartum berada pada rentang usia 20-35 tahun sebanyak 84,3%. Hal ini sejalan

dengan Cuningham (2016) bahwa usia reproduksi sehat dan subur pada wanita antara

20-35 tahun.

33
4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ini, akupresur mempunyai pengaruh terhadap

produksi ASI karena penekanan yang dilakukan dapat mempengaruhi pelepasan

hormon prolaktin yang selanjutnya akan membantu peningkatan produksi ASI. Hal

ini telah dipaparkan menurut Cholifah, Setyowati dan Mareta (2014), akupresur

dapat memberikan rangsangan pada syaraf-syaraf kelenjar payudara, respon dari

rangsangan dikirim ke hipotalamus untuk memproduksi hormon prolaktin dan

dialirkan menuju hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin menuju ke

payudara. Hal ini sejalan juga dari hasil penelitian Susilawati dan Halim (2018)

bahwa terdapat perbedaan terhadap produksi ASI sebelum dan setelah dilakukan

intervensi akupresur yang meningkat menjadi 46,8%. Akupresur atau penekanan

merupakan salah satu intervensi atau penatalaksanaan non farmakologis untuk

merangsang pengeluaran hormon prolaktin menurut Rahayu, Santoso dan Yunitasari

(2015).

Akupresur merupakan penekanan menggunakan jari yang dapat memberikan

stimulasi sensori stomatic melalui jalur aferen sehingga merangsang hipofisis

posteriror untuk melepaskan hormone oksitosin yang akan merangsang terjadinya let

down reflex sehingga terjadi proses ejeksi ASI dari alveoli dan ductus lactiferious

yang secara otomatis ASI pun keluar (Dewi dkk, 2018). Menurutu Marmi, (2015)

tujuan menyusui yang benar adalah untuk merangsang kecukupan produksi ASI serta

memperkuat reflex menghisap bayi. Informasi tentang teknik menyusui tersebut

diterapkan oleh ibu poatpartum dalam menyusui bayinya, sehingga produksi ASI

34
setelah diberikan leaflet dan pendidikan kesehatan mejadi kategori cukup 70,5 % dan

tidak cukup 29,5 %.

Akupresur merupakan pengobatan dari Cina yang muncul sejak ribuan tahun

lalu yang dilakukan dengan teKnik pijatan untuk merangsang titik titik tertentu dalam

area tubuh (Fengge, 2012). Titik untuk penanganan defisiensi produksi ASI dengan

memberikan pemijatan pada titik SI1 (Shaoze), dan CV17 (Shanzhong), ST 18

(Rugen) dan LI4 (Hegu) merupakan titik kombinasi yang terletak antara os

metekarpalis I dan II pertengahan tepi radial os metakarpalis II yang biasanya disebut

dengan titik dewa (Rajin, Masruroh and Ghofar, 2015). Stimulasi akupresur

ditransmisikan ke sum-sum tulang belakang dan otak melalui saraf akson. Sinapsis

akan terjadi hingga rangsangan sinyal mencapai ke otak. Aktivasi sistem saraf pusat

(SSP) menyebabkan perubahan neurotransmiter, hormon (termasuk prolaktin dan

oksitosin), sistem kekebalan tubuh, efek biomekanik, dan zat biokimia lainnya

(endhorphin, sel kekebalan tubuh seperti sitokin) hal tersebut menimbulkan

normalisasi modulasi dan efek keseimbangan pada Qi (Sharp & Moriarty, 2013

dalam Rahmaika Arumsari, Wayan Agung Indrawan and Sri Wahyuni, 2018).

Dalam pemijatan sebaiknya jangan terlalu keras. Sensasi rasa (nyaman),

panas, pegal, perih, gatal, kesemutan, dan lain sebagainya akan muncuk jika

pemijatan dilakukan dengan benar. Stimulasi pada beberapa titik dalam tubuh dapat

menyebabkan keseimbangan dalam sirkulasi darah, sekresi hormon, dan faktorfaktor

lain, yang dapat meningkatkan produksi dan sekresi ASI. Stimulasi beberapa titik lain

dapat meningkatkan prolaktin dan oksitosin yang menyebabkan menyusui lebih baik

(Anderson and Valdés, 2007; Backer and Michael, 2010; Gao, Wu and Gao, 2012)

35
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017) menjelaskan bahwa usia

2535 tahun adalah rentang usia produktif terbanyak dan sangat mendukung dalam

pemberian ASI eksklusif karena ibu mudah 56 menerima dan informasi yang

diperoleh mengenai ASI, sedangkan usia kurang dari 20 tahun dianggap belum

matang secara mental, fisik, dan psikologis dalam menghadapi kehamilan, persalinan,

serta pemberian ASI. Usia lebih dari 35 tahun beresiko, karena telah terjadinya

penurunan fungsi alat reproduksi (Wadud, 2013).

Penelitian ini dilakukan dengan pemberian akupresur selama 2 sesi dalam

waktu 15 menit dapat meningkatkan produksi ASI pada ibu karena penekanan pada

titik akupresur dapat menstimulasi refleks prolaktin. Hipotalamus menstimulasi saraf

untuk menyekresi prolaktin ke dalam darah dalam interval waktu sepuluh sampai dua

puluh menit setelah mendapatkan rangsangan (Ward, Clarke, & Linden, 2009).

Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, dengan perlengkapan

memerah ASI yang benar dan pengetahuan tentang cara menyusui ibu yang bekerja

tetap dapat memberikan ASI eksklusif (Mardiyaningsih, 2010). Hal ini sejalan

dengan penelitian yang menyatakan bahwa ibu bekerja dapat memberikan ASI

eksklusif setelah mendapakan konseling dari perawat (Rejeki, 2010).

Terapi akupresur bekerja dengan merangsang titik sentral/pusat dan lokal ASI.

Terapi akupresur menstimulasi titik meridian untuk memberikan fungsi kerja yang

optimal yang berkaitan dengan organ tersebut. Rangsangan tersebut melewati jalur

saraf, samotoviscal, garis meridian dan reaksi lokal. Rangsangan perpaduan pada

beberapa titik akupresur yang menuju sentral terutama hipofisis dan pituitari

36
berdampak pada perbaikan kerja fungsi dan hormon dengan tujuan produksi ASI

meningkat. Titik yang akan distimulasi untuk pijat akupresur adalah tangan, dan titik

lokal pada payudara sehingga membantu pengeluaran ASI secara maksimal. Pijat

oksitosin dapat dilakukan sepanjang tulang belakang vertebrae merupakan usaha yang

dapat menstimulasi hormon oksitosin

setelah melahirkan. Pijat oksitosin dilakukan untuk menstimulasi reflek oksitosin atau

reflek let down. Pemijatan membuat ibu merasa rileks, kelelahan setelah melahirkan

hilang, sehingga hormon oksitosin keluar dan ASI juga keluar (Mardiyaningsih,

2010).

Daftar Pustaka

37
Ambarwati. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Press
Astutik, Reni Yuli. (2014). Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika
Bahiyatun (2019) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Breastfeeding the newborn: Clinical strategies for nurses. St. Louis: Mosby

Budiharjo, N.S.D. (2013) Masalah-masalah dalam menyusui, Jakarta;


Perkumpulan perinatology Indonesia

Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD. (1995). Buku Ajar KeperawatanMaternitas
(Maternity Nursing) Edisi 4, Maria A Wijayarti dan PeterAnugerah
(penterjemah). (2005). Jakarta: EGC
Depkes R.I., (2013). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta
Dewi, Vivian Nanny Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Dewi, A., Dasuki, D., & Kartini, F. (2018). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Eko Mardiyaningsih. (2011). Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet Dan
PijatOksitosin Terhadap Produksi Asi Ibu Post Seksio Di Rumah Sakit Wilayah
Jawa Tengah
Hamilton, Persis Mry, (1995), Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta :EGC
Lowdermilk, Bobak, dan Jensen, (2006), Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). EGC. Jakarta
Lubis,P. et al.(2010). Alasan Wanita Enggan Menyusui
Lailatul ,. and Mukhoirotin (2019) Pengaruh Akupresur terhadap peningkatan
produksi air susu ibu pada ibu pospartum di RSUD Jombang
Mardiyaningsih, E. (2010) Efektivitas Kombinasi Tehnik Marmet dan Pijat Oksitosin

Terhadap Produkasi ASI Ibu Post Sektio Sesarea di Rumah Sakit Wilayah Jawa

Tengah. Universitas Indonesia.

Marmi. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas “Peuperium Care.”Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

38
Pangastuti, D. and Mukhoirotin (2018) ‘Pengaruh Akupresur Pada Titik Tai Chong

Dan Guanyuan Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Haid (Dismenorhea)


Pada Remaja Putri’, JURNAL EDUNursing, 2(2), pp. 54–62.

Perinasia. (2010). Manajemen Laktasi. Jakarta: Gramedia

Rahmaika Arumsari, D., Wayan Agung Indrawan, I. and Sri Wahyuni, E. (2018) ‘The
Combination of Acupressure and Affirmation Relaxation as an Alternative Method to
Increase Breast Milk Production and Breastfeeding Self-efficacy’, Research Journal
of Life Science, 5(1), pp. 66–76. doi: 10.21776/ub.rjls.2018.005.01.7.

Roesli, U, (2019). Mengenal ASI Eksklusif. Jakrta : PT. PustakaPembangunan

Swadaya Nusantara.

Saraung, M. W., Rompas, S. and Bataha, Y. B. (2017) ‘Analisis Faktor-Faktor Yang


Berhubungan dengan Produksi ASI Pada Ibu Postpartum di Puskesmas
Ranotana Weru’, Je-Jurnal Keperawatan (e-Kp), 5(2), pp, 1-8.
Perinasia. (2010). Manajemen Laktasi. Jakarta: Gramedia
Roesli, U, (2009). Mengenal ASI Eksklusif. Jakrta : PT. Pustaka Pembangunan
Swadaya Nusantara.
Rusdiarti. (2014). Pengaruh Pijat Oksitosin Pada Ibu Nifas TerhadapPengeluaran
ASI di Kabupaten Jember. Akademi Kebidanan Jember
Risani Siska Edy Perdana. (2013). Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Kelancaran
Air Susu Ibu Pada Ibu Nifas Primipara Di Wilayah Kerja Puskesmas Leyangan
Kabupaten Semarang
Putri’, JURNAL EDUNursing, 2(2), pp. 54–62. Parwati, D. M. W., Hartati, L. E. and
Suheri, T. (2017) ‘The Effect of Breast Acupressureand Oxylosins Massage to
Improve the Breast Milk Production in Postpartum Mother’, JMSCR, 05(10),
pp. 28756–28760.
Susilawati, F., & Halim, A. (2018). Pengaruh pemberian aroma terapi rose dan

akupresur pada ibu menyusui pasca saesar caesarea terhadap kecukupan asi pada

39
bayi. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 14(1), 59-67. Diperoleh tanggal 01 Mei

2019 http://www.ejurnal.poltekkestjk.ac.id/in dex.php/JKEP/article/view/ 1009

Rahayu, D., Santoso, B., & Yunitasari, E. (2015). Produksi asi ibu dengan intervensi

acupresure point lactation dan pijet oksitosin (The difference in breastmilk

production between acupresure point for lactation and oxytocin massage). Jurnal

ners, 10 (1). Diperoleh tanggal 02 Desember 2018 dari http://e

journal.unair.ac.id/index.php/JNERS/art icle/view/1852

Produksi ASI Pada Ibu Pasca Bedah Sesar Di RSUD Kebumen.

Gao, S., Wu, H. and Gao, C. (2012) ‘Effects of Guoshu acupoint pressure therapy on

acute

mastitis during lactation’, Zhongguo Zhen Jiu Pubmed, 32, pp. 833–840.

Rahmaika Arumsari, D., Wayan Agung Indrawan, I. and Sri Wahyuni, E. (2018) ‘The

Combination of Acupressure and Affirmation Relaxation as an Alternative Method to

Increase Breast Milk Production and Breastfeeding Self-efficacy’, Research Journal

of Life Science, 5(1), pp. 66–76. doi: 10.21776/ub.rjls.2018.005.01.7.

Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia 2016. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Rejeki, S. (2010). Studi fenomenologi: pengalaman menyusui eksklusif ibu bekerja di

wilayah Kendal Jawa Tengah. Nurse Media Journal of Nursing, 2(1). Diperoleh

Tanggal 19 Mei 2019 dari

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/view/734

40

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Trauma Abdomen
    LP Trauma Abdomen
    Dokumen20 halaman
    LP Trauma Abdomen
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Cos
    LP Cos
    Dokumen22 halaman
    LP Cos
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Apb
    LP Apb
    Dokumen13 halaman
    LP Apb
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    Belum ada peringkat
  • LP Abses Hepar Fix
    LP Abses Hepar Fix
    Dokumen23 halaman
    LP Abses Hepar Fix
    Muhammad Farid Ariful Hadi
    100% (1)