Anda di halaman 1dari 26

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Pengertian Recovery dan Supprortive Environment
Recovery merupakan suatu proses mencapai kesembuhan dan transformasi
yang memampukan seseorang dengan gangguan jiwa untuk hidup bermakna
dikomunitas yang dipilihnya untuk mencapai potensi yang dimilikinya
(USDHHS, 2006 dalam Stuart, 2013). Recovery juga merupakan proses dimana
seseorang mampu untuk hidup, bekerja, belajar, dan berpartisipasi secara penuh
dalam komunitasnya. Recoveri brimplikasi terhadap penurunan atau pengurangan
gejala secara keseluruhan (Ware et al, 2008 dalam Stuart 2013).
Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem recovery yang
berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting dari recovery
didefinisikan oleh setiap individu dengan pertolongan dari pemberi kesehatan jiwa
dan orang yang sangan penting dalam kehidupannya (Stuart, 2010). Individu
menerima dukungna pemulihan melalui aktivitas yang didefinisikan sebagai
rehabilitasi, yang merupakan proses menolong seseorang kembali kepada level
fungsi tertinggi yang dapat dicapai. Recovery gangguan jiwa merupakan
gabungan pelayanan sosial, edukasi, okuoasi, perilaku dan kognitif yang
bertujuuan pada pemulihan jangka panjang dan memaksimalkan kecukupan diri
(Stuart, 2013).
Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan pemulihan
meliputi: tritmen asertif komunitas, dukungan bekerja, manajemenn dan
pemulihan penyakit , teritmen terintegrasi untuk mendampingi kejadian berulang
gangguan jiwa dan oenyalahgunaan zat, psikoedukasi keluarga, manajemen
pengobatan. Dukungan pemulihan dalam asuhan keperawatan jiwa meliputi
bekerja dengan tim treatment multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog,
pekerja sosial, konselor, terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat,
manajer kasus, pengacara keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan ini
juga membutuhkan perawat untuk berfokus pada tiga elemen yaitu:Individu,
Keluarga, dan komunitas (Stuart, 2013).
B. Pengertian Keperawatan Jiwa, Gangguan Jiwa dan Pelayanan
Kesehatan Jiwa
Menurut WHO kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya. Kesehatan jiwa adalah kondisi seseorang yang terus
tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri,
serta terbatas dari stress yang serius (Rosdahi, 1999).
Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini
berjalan selaras dengan orang lain (UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966).
Menurut Johnson kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional,
psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan,
perilaku dan koping yang efektif, kondisi diri yang positif serta kestabilan
emosional.
Kesehatan jiwa adalah sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh,
berkembang, memiliki aktualitas diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi
sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan (Yohanda
dalam Stuart&Laraia, 1998).
Menurut Maslim gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan
variasi penyebab. Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan
penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya
penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi serta
adanya afek yang tidak wajar atau tumpul.
Gangguan jiwa adalah sindrom pola prilaku seseorang yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impaiment)
didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia yaitu fungsi psikologik,
perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak dalam hubungan antara
orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim 2002;Maramis, 2010) .
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia pelayanan adalah usaha melayani
kebutuhan orang lain. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan
kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan
tidak dapat dimiliki.
Pelayanan kesehatan jiwa dimasyarakat bahwa dasarnya adalah memenuhi
kebutuhan pengguna layanan, bukan hanya sekedar memberi pelayanan.
Pelayanan kesehatan tidak hanya berorientasi kepada tindakan-tindakan untuk
mengurangi gejala tapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan pasien dalam jangka
panjang.
Menurut Depkes RI (2009) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, ataupun
masyarakat.
Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan
jiwa adalah usaha memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang tidak hanya
memberikan pelayanan tetapi lebih kepada meningkatkan kesehatan yang
diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi.

C. Konsep Recovery dan Supportive Environment dalam Pelayanan


Kesehatan Jiwa
Orang dengan gangguan jiwa berat yang mendapatkan dukungan tepat dan
secara individual, dapat pulih dari penyakitnya dan memiliki kehidupan yang
memuaskan serta produktif. Recovery merupakan suatu proses perjalanan
mencapai kesembuhan dan transformasi yang memampukan seseorang dengan
gangguan jiwa untuk hidup bermakna di komunitas yang dipilihnya untuk
mencapai potensi yang dimilikinya (USDHHS, 2006 dalam STUART,2013).
Recovery merupakan proses dimana seseorang mampu untuk hidup, bekerja,
belajar, dan berpartisipasi secara penuh dalam komunitasnya. Recovery
berimplikasi terhadap penurunan atau pengurangan gejalan secara keseluruhan
(ware et all 2008 dalam Stuart 2013).
Kekuatan diri merupakan pondasi dari dukungan dan sistem recovery yang
berpusat pada diri sendiri dan motivasi diri. Aspek terpenting dari recovery
didefinisikan oleh setiap individu dengan pertolongan dari pemberi layanan
kesehatan jiwa dan orang orang yang sangat penting dalam kehidupannya (Stuart,
2010) .Individu menerima dukungan pemulilan melalui aktivitas yang
didefinisikan sebagai rehabilitasi, yang merupakan proses menolong seseorang
kembali kepada level fungsi tertinggi yang dapat dicapai. Recovery gangguan jiwa
merupakan gabungan pelayanan sosial, edukasi okupasi, perilaku dan kognitif
yang bertujuan pada pemulihan jangka panjang dan memaksimalkan kecukupan
diri (Stuart, 2013).
Sejumlah praktik berbasis bukti mendukung dan meningkatkan pemulihan
meliputi ; tritmen asertif komunitas komunitas, dukungan bekerja, manajemen dan
pemulihan penyakit, tritmen terintegrasi untuk mendampingi kejadian berulang
gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat, psikoedukasi keluarga, manajemen
pengobatan. Dukungan pemulihan dalam asuhan kcpcrawatan jiwa meliputi
bekerja dengan tim tritmen multidisiplin yang meliputi psikiater, psikolog, pekerja
sosial, konselor, terapis okupasi, pakar konsumen dan teman sejawat manajer
kasus, pengacara keluarga, pakar pengambil kebijakan. Dukungan ini juga
membutuhkan perawat untuk berfokus pda tiga elemen yaitu individu, keluarga
dan komunitas (Stuart, 2013).
1. Mental Health Recovery Model & The Recovery Model in Psychiatric
Nursing
Selama ini kita mengetahui bahwa recovery sama halnya dengan atau
sembuh terhadap suatu penyakit, tetapi dalam kesehatan jiwa kita sepakati bahwa
recovery memiliki arti yang berbeda. Recover Model pada kesehatan jiwa tidak
berfokus pada pengobatan, tetapi sebagai gantinya lebih menekankan dapat hidup
beradaptasi dengan sakit jiwa yang sifatnya kronis. Pada model ini lebih
menekankan kepada hubungan sosial, pemberdayaan, strategi koping, dan makna
hidup.
Peplau (1952 dalam Varcarolis 2013) menciptakan teori bahwa pentingnya
hubungan interpersonal terapeutik, model recovery berubah dari hubungan nurse-
patient menjadi nurse-partner Berdasarkan penelitian Hanrahan et al (2011 dalam
Varcarolis 2013) menyatakan pentingnya meningkatkan p individu dan keluarga
dala m proses oran recovery. Caldwell et al (2010 dalam Varcarolis 2013)
menegaskan perawat jiwa harus mengajarkan tenaga kesehatan lain tentang
konsep recovery dan menyarankan cara memberdayakan pasien dan memajukan
proses recovery.
Models, Theories, and Therapies in Current Practice
No Theorist Model/Theory Focus of Nursing
1. Dorothy Behavior system system Membantu pasien kembali pada keadaan
Johnson seimbang ketika mengalami stess melalui atau
pengurangan menghilangkan sumber stress dan
mendukung proses adaptif (Johnson, 1980)
2. Imogene King Goal attainment Membangun hubungan interpersonal dan
membantu pasien untuk mencapai tujuan nya
berdasakan peran nya dalam konteks sosial
(King, 1981)
3. Betty Neuman System Model Membangun hubungan perawat-pasien untuk
membantu menghadapi respon stres (1982)
4. Dorothes Orem Self-Care Deficit Mengatasi defisit perawatan diri dan mendorong
pasien untuk terlibat secara aktif pada perawatan
diri mereka (Orem, 2001)
5. Hildegard Interpersonal Menggunakan hubungan Relations interpersonal
Peplau Relations sebagai alat untuk terapeutik untuk
menyembuhkan dan mengurangi kecemasan
(Peplau, 1992)
6. Jean Watson Transpersonal Caring merupakan prosedur dan tugas penting;
Caring membangun hubungan perawat pasien sehingga
menghasilkan Therapeutic Outcome (Watson,
2007)

2. Manfaat & Peran Perawat Pada Pemberian Terapi Pada Proses Penyembuhan
Pemberian terapi adalah berbagai pendekatan penenganan klien gangguan
jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan
gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik
tolak terapi atau penyembuhan dengan memberikan berbagai macam terapi
Generalis maupun Spesialis.
Dalam pemberian terapi perawat seabagai terapis senantiasa berdasarkan
pada kompetensi yang dia miliki dan kondisi pasien yang menjadi titik tolak
terapi atau penyembuhan.
Efektivitas terapi komplementer dan alternatif (CAM) telah banyak
dibuktikan oleh klinisi yang merujuk klien ke praktisi CAM baik sebagai
terapi tunggal ataupun terapi tambahan dalam terapi konvensional.
Keperawatan termasuk dalam posisi yang ideal dalam memberikan perawatan
dengan menggabungkan banyak terapi CAM untuk mengatasi gejala yang
dialami oleh klien dengan gangguan jiwa. Disamping itu terapi CAM yang
memberdayakan klien dapat memperkuat hubungan antar perawat dan klien
dalam meningkatkan proses pemulihan (Stuart, 2013).
Terapi Generalis
a. Terapi Psikofarmakologi
Psikofarmakologi merupakan sebuah standar yang telah ditetapkan
dalam menangani penyakit-penyakit neurobiologis. Namun, obat tidak
dapat berjalan sendiri dalam menangani masalah personal, social atau
komponen lingkungan klien atau respon terhadap penyakit. Kondisi
kondisi tersebut membutuhkan pendekatan yang terintegrasi dan
komperensif dalam merawat individu dan gangguan jiwa.
b. Terapi Kejang Listrik (Elektroconvulsive Therapis)
Terapi kejang listrik (elektrocomulsive therapis LCT) pertama kali
dilakukan pada tahun 1938 sebagai tritmen untuk klien skizofrenia, ketika
diyakini bahwa klien cpilcpsy jarang mengalami skizofrenia, dan dianggap
bahwa pemberian kejang biasa menyembuhkan skizofren.
Terapi Kejang listrik adalah pengobatan dengan pemberian kejang
yang cukup berat melalui alat yang diindukdi pada klien yang yang dibius
dengan memberikan arus listrik melalui elektroda melalui elektroda yang
dipasang pada klien (Manked et,al 2010).
c. Terapi Tindakan Pada Keluarga
Tindakan pada keluarga merupakan terapi yang ditujukan untuk
melibatkan keluarga dan mendorong mereka untuk menjadi peserta aktif
dalam ritmen dan pemulihan, sehingga meningkatkan keterampilan
koping pada klien dan keluarga mereka.
Peran Perawat dalam terapi keluarga yaitu untuk mendorong
hubungan keluarga yang sehat melalui psikoedukasi, penguatan kekuatan,
konseling sportif, dan rujukan untuk terapi dan dukungan. Perawat sudah
dipersiapkan dengan baik untuk meningkatkan fungsi keluarga dalam
enyaluran klinis tradisional dan nontradisional.
Perawat harus mengintegrasikan teori berbasis keluarga dengan
ilmu tindakan pada keluarga dalam program klinis, memberikan dan
mompromosikan tindakan pada keluarga berbasis bukti, dan advokasi
untuk keluarga dan penggantian pihak ketiga untuk tindakan pada
keluarga.
1) Advokasi Keluarga merupakan model bekeria dengan orang tua dan
anggota keluarga untuk membantu mereka bertindak sebagai advokat
dengan dan atas nama anggota keluarga yang memiliki
ketidakmampuan.
2) Praktik yang berorientasi pada keluarga mengacu pada tindakan
tertentu pada keluarga dan kerangka konseptual yang lebih luas untuk
tindakan yang mencakup asuhan keperawatan yang berpusat pada
keluarga.
3) Ilmu tindaka keluarga merupakan area keilmuan yang didefinisikan
dengan penelitian dalam mengubah perilaku keluarga
d. Iktisas Terapi Kelompok
Kelompok menawarkan berbagai hubungan antara anggota karena
setiap anggota kelompok akan berinteraksi satu sama lain dengan
pemimpin kelompok. Anggota kelompok berasal dari berbagai latar
belakang dan masing-masing memiliki kesempatan untuk belajar dari
orang lain diluar lingkaran sosialnya mereka dihadapkan dengan rasa iri
hati, daya tarik, daya saing, dan banyak emosi lainnya dan perasaan yang
diungkapkan oleh orang lain (Yalom, 2005).
Kelompok terapeutik memiliki tujuan bersama yaitu kelompok
memiliki tujuan kelompok untuk membantu anggota yang secara konsisten
terlibat dalam mengidentifikasi hubungan destruaktif dan mengubah
perilaku maladaptive mereka.
Terapi Spesialis
a. Guided Imagery
Guided imagery merupakan program yang mengarahkan pikiran
dengan memandu imajinasi seseorang terhadap situasi santai, fokus pada
kondisi untuk mengurangi stres dan meningkatkan kenyaman serta suasana
hati (Stuart, 2013). Klien yang menerima GI memiliki tingkat kenyamanan
yang lebih tinggi dan tingkat depresi, ansietas dan stres yang lebih rendah
dibandingkan dengan klien yang tidak menerima GI (Apostolo dan
Kolcaba, 2009).
b. Music Intervention
Terapi musik digunakan dengan menerapkan unsur-unsur
penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan spesifik pada individu.
Meskipun terapis musik secara khusus dilatih untuk menggunakan musik
dalam berbagai cara terapi, ada banyak situasi di mana perawat dapat
menerapkan intervensi musik ke dalam rencana perawatan pasien
(Lindquist, 2014).
c. Yoga
Yoga merupakan kegiatan yang mengatur tubuh secara fisik dan
emosional dengan menggunakan berbagai posisi tubuh, latihan
peregangan, kontrol nafas dan meditasi. Teknik pernapasan yang
digunakn dalam yoga dapat berhubungan dengan stimulasi saraf vagus
dan menyeimbangkan sistem saraf otonom. Kegiatan yoga dapat ini dapat
mengurangi agitasi dan aktivitas pada beberapa klien depresi saat berlatih
mcditasi (Stuart, 2013).
d. Humor
Psikoterapis Steven Sultanoff menjelaskan bahwa perbedaan utama
antara komedi-klub humor dan humor terapi. 2014). Humor terapi telah
didefinisikan sebagai setiap intervensi yang mempromosikan kesehatan
dan kesejahteraan dengan merangsang ekspresi. Intervensi ini dapat
meningkatkan kesehatan, sebagai terapi komplementer, memfasilitasi
penyembuhan atau mengatasi baik fisik, emosi, kognitif, sosial dan
spiritual "(AATH, 2000 dalam Lindquist, 2014).
e. Storytelling
Mendongeng/bercerita didefinisikan sebagai seni atau tindakan
bercerita (Dictionary.com, 2013). Sebuah cerita adalah narasi, baik benar
atau fiktif, dalam bentuk prosa atau ayat yang dirancang untuk menarik,
menghibur, atau menginstruksikan pendengar atau pembaca. Penggunaan
cerita di layanan kesehatan penelitian kesehatan, dan pendidikan tidak
terbatas. Perawat dapat menggunakan cerita dalam beberapa situasi di
masa hidup untuk berbagai tujuan.
f. Meditation
Meditasi kesadaran (Mindlulnuss meditalion) mengajarkan klien
berfokus pada pengalaman mereka. Klien diajarkan untuk menyadari
sensasi, pikiran dan perasaan yang dialami saat ini yang bertujuan untuk
memungkinkan diri mengamati pengalaman membuat tujuan, tidak
menghakimi, serta menerima cara dan menemukan sifat yang lebih dalam
dari pengalaman (Tusaie dan Edds, 2009 dalam Stuart, 2013).
g. Prayer
Stabile (2013) mendefinisikan doa sebagai komunikasi antara
manusia dan Tuhan, komunikasi timbal balik yang meliputi berbicara
kepada Tuhan (Lindquist, 2014). Banziger, Van Uden, dan Janssen
(2008) mencatat bahwa orang dapat melihat doa sebagai kerjasama
dengan Tuhan di mana mereka berada dalam kontak dan persekutuan
dengan Tuhan. Dua dapat dilakukan secara individual, dalarn suatu
kelompok, atau sebagai bagian dari iman atau komunitas agama
(Lindquist, 2014).
h. Storytelling
Mendongeng/bercerita didefinisikan sebagai seni atau tindakan
bercerita (Dictionary, 2013). Sebuah cerita adalah narasi, baik benar atau
fiktif, dalam bentuk prosa atau ayat yang dirancang untuk menarik,
menghibur atau menginstruksikan pendengar atau pembaca. Perawat dapat
menggunakan cerita dalam beberapa situasi di masa hidup untuk bebagai
tujuan. Cerita dapat digunakan dalam terapi keluarga dan dapat membantu
anggota dalam memasuki makna dari masa lalu, sekarang, dan masa depan
serta membantu pasien untuk “membuat makna” dan penyembuhan
(Robert, 1994 dalam Lindquist, 2014)
i. Animal-Assisted Therapy
Terapi dengan bantuan hewan didefinisikan sebagai intervensi
yang diarahkan pada tujuan yang menggunakan ikatan manusia-hewan
sebagai bagian integral dari proses pengobatan (American Veterinary
Medical Association, 2012). Meskipun berbagai spesies hewan dan
keturunan, seperti kucing, burung, kelinci, kuda, dan lumba-lumba, yang
terlibat dalam ATT, anjing memiliki persentase tertinggi dari hewan yang
digunakan untuk ATT (Hart, 2000).
j. Massage
Pijat istilah berasal dari kata Yunani massein, yang berarti uleni
(Calvert, 2002). Kata arab massal atau mash, untuk menekan lembut, juga
berarti pijat (Goodall-Copestake, 1919). Keperawatan merupakan salah
satu disiplin ilmu pertama yang menggunakan pijat. Dokter, terpais
fisik,terapis pijat, dan bahkan cosmetologists juga menggunakan pijat.
Orang-orang yunani dan romawi dipengaruhi dokter untuk menggunakan
pijat. Terapis fisik menggunakan pijat di kedokteran olahraga untuk
mengurangi rasa sakit, merehabilitasi, dan meningkatkan kinerja fisik bagi
para atlet (Brummit, 2008).
Perawat menggunakan pijat sebagai intervensi untuk
menghilangkan stress fisiologis dan fisikologis dan mempromosikan
relaksasi (Harris & Ricard, 2010). Tai Chi
k. Terapi Relaksasi (Terapi Pijat)
Teknik relaksasi adalah teknik untuk menurunkan respon relaksasi
sebagai mekanisme protektif terhadap stress yang menurunkan denyut
nadi, metabolism laju pernafasan dan tonus otot. Relaksasi adalah suatu
kondisi untuk membebaskan fisik dan mental dari tekanan atau stress.
Teknik relaksasi memberikan kemampuan kepada individu untuk dapat
mengkontrol dirinya sendiri ketika terjadi ketidaknyamanan atau nyeri dan
memperbaiki keadaan fisik dan stress emosional (Potter & Perry, 2002).
Salah satu teknik relaksasi adalah terapi pijat (Sharon et. All, 2000 dikutip
dari Wahyuni, 2002). Terapi pijat adalah terapi relaksasi dengan
memberikan tekanan-tekanan tertentu pada anggota badan.
Dalam terapi relaksasi, perawat menggunakan pijat sebagai
intervensi untuk menghilangkan stress fisologis dan fisikologis dan
mempromosikan relaksasi (Harris & Ricard, 2010).
l. Exercise (Olahraga)
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai “mengerakan tubuh yang
bertujuan untuk pengeluaran kalori” (American College of Sports
Medicine, 2006). Secara umum pengertian olahraga adalah sebagai salah
satu aktivitas fisik maupun psikis seseorang yang berguna untuk menjaga
dan meningkatkan kualitas kesehatan seseorang. Latihan fisik sangat
bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya :
1. Mengurangi risiko kematian dini
2. Mengurangi risiko kematian dini akibat penyakit jantung
3. Mengurangi risiko diabetes tipe 2
4. Mengurangi risiko tekanan darah tinggi
5. Mengurangi risiko tekanan darah tinggi pada individu hipertensi
6. Mengurangi risiko kanker usus
7. Mengurangi perasaan gelisah dan putus asa
8. Membantu dalam mengontrol berat badan
9. Membantu dalam penguatan dan pemeliharaan otot sendi dan tulang
10. Membantu orang dewasa yang lebih tua keseimbangan dan mobilitas
11. Menumpuk perasaan kesejahteraan psikologis
m. Aromaterapi
Styles (1997) mendefinisikan aromaterapi sebagai penggunaan
minyak esensial untuk tujuan yang mencakup pikiran, tubuh, dan jiwa-
luas, definisi yang konsisten dengan praktik keperawatan holistic.
n. Obat Herbal
Herbal dan produk-produk alami terkait seperti rempah-rempah,
banyak digunakan untuk pengobatan di dunia. Penggunaan herbal untuk
pengobatan penyakit dan menjaga kesehatan bias digunakan pada banyak
budaya didunia setidaknya sejak 2.500 tahun yang lalu.
o. Functional Foods and Nutraceuticals
Menurut Haller (2010), istilah nutraceutical dari kata-kata nutrisi
dan farmasi. Awalnya diciptakan oleh Dr. Stephen DeFelice,
nutraceuticals didefinisikan sebagai “makanan atau bagian dari makanan,
yang berfungsi untuk pengobatan atau memiliki manfaat untuk kesehatan,
termasuk pencegahan dan pengobatan penyakit” (National Nutraceutical
Pusat, 2012).
p. Terapi Cahaya
Terapi Cahaya didefinisikan sebagai paparan yang dilakukan
dengan menggunakan Spektrum cahaya atau cahaya terang untuk
mengobati kondisi seperti gangguan afektif musiman atau Seasonal
Affective Disorder (SAD). Terapi ini berbeda dengan fototerapi, yang
digunakan untuk pengobatan kondisi seperti hiperbilirubinemia atau
psoriasis (Lam 1998). Gangguan afektif musiman (SAD) merupakan
gangguan mood yang sering terjadi pada saat musim dingin yang gelap
dan biasanya terjadi berulang-ulang dari tahun ke tahun. Healing Touch
q. Akupresur
Akupresur didefinisikan oleh Gach (1990) sebagai “Seni
penyembuhan kuno yang menggunakan jari-jari untuk menekan titik-titik
tertentu pada tubuh untuk merangsang kemampuan penyembuhan tubuh
secara mandiri”
r. Reflexology
Reflexology adalah terapi alternatif komplemener yang digunakan
secara global untuk mengatur dan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Dalam refleksi, seluruh tubuh telah dipetakan, baik di tangan dan di kaki
dan dapat dimanipulasi secara langsung menggunakan teknik pijat khusus.
Daerah pada kaki lebih mudah dilakukan karena mereka memiliki area
yang lebih luas dan lebih spesifik, sehingga pada area tersebut lebih
mudah di lakukan dibandingkan pada area tangan.
s. Magnet Terapi
Magnet terapi telah digunakan untuk tujuan penyembuhan selama
berabad-abad di banyak negara-negara seperti Cina, Mesir, Yunani , dan
India. Mereka disebutkan dalam teks medis tertua yang pernah ditemukan,
dalam kitab suci Hindu kuno, Veda (Whitaker & Adderly, 1998) Di Eropa
selama abad ke-16, Paracelsus, seorang dokter Jerman-Swiss berteori
bahwa karena magnet menarik besi mereka mungkin menarik “menarik
keluar” penyakit dari tubuh.

D. Peran Perawat Jiwa


Menurut Peplau, keperawatan adalah terapeutik dalam seni penyembuhan,
membantu individu yang sakit atau membutuhkan perawatan kesehatan yang
dinilai dalam proses interpersonal sebab melibatkan interaksi antara dua atau lebih
individu yang mempunyai tujuan. Setiap individu dianggap unik secara biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual, serta tidak akan bereaksi sama seperti yang lain.
Setiap orang mempunyai pengalaman belajar yang berbeda dari lingkungan, adat
istiadat, kebiasaan, dan keyakinan dari setiap kultur. Setiap orang dating dengan
ide-ide yang terbentuk yang sebelumnya yang mempengaruhi persepsi, dimana
persepsi sangat mempengaruhi proses interpersonal. Peplau mengidentifikasi
empat tahap dalam hubungan interpersonal yaitu sebagai berikut :
a. Orientasi : fokus menentukan masalah
b. Identifikasi : fokus respons pasien terhadap perawat
c. Eksploitasi : fokus meminta bantuan professional
d. Resolusi : fokus mengakhiri hubungan interpersonal
Dalam proses ini perawat mempunyai peran sebagai pendidik, narasumber,
penasihat dan pemimpin.
1. Peran perawat yang lain diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Bekerja sama dengan lembaga kesehatan mental
b. Konsultasi dengan yayasan kesejahteraan
c. Memberikan pelayanan kepada klien diluar klinik
d. Aktif melakukan penelitian
e. Membantu pendidikan masyarakat
f. Pencipta lingkungan terapeutik
g. Agen sosial
h. Sebagai konselor
i. Sebagai terapis
2. Asuhan yang kompeten bagi perawat jiwa :
a. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya
b. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga
c. Peran serta dalam pengelolaan kasus : mengorganisasikan, mengkaji,
negosiasi, koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga
d. Memberikan pedoman pelayan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk
menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental,
termasuk pelayanan terkait, teknologi dan system sosial yang paling tepat
e. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental serta mengatasi
pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling
f. Memberikan asuhan keperawatan pada penyakit fisik yang mengalami
masalah psikologis dan penyakit jiwa dengan masalah fisik
g. Mengelola dan mengkoordinasi system pelayanan yang
mengintegrasikan kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat
kebijakan.
3. Tindakan Penyelamatan Jiwa
Tindakan penyelamatan jiwa merupakan teknik perawatan fisik yang
digunakan saat kondisi fisiologis atau psikologis klien berada dalam ancaman.
Tujuan tindakan penyelamatan jiwa adalah mengembalikan keseimbangan
fisiologis atau psikologis. Tindakan ini dapat berupa pemberian obat darurat,
resusitasi jantung paru, intervensi untuk melindungi klien yang kasar atau
kebingungan, dan memperoleh konseling segera dari sentra krisis bagi klien
dengan ansietas berat. Jika perawat yang belum berpengalaman menghadapi
keadaan darurat, tindakan keperawatan yang tepat adalah memanggil profesional
yang berpengalaman.

E. Interdisiplin Dalam Kesehatan dan Keperawatan Jiwa


Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional
(perawat, dokter, tim kesehatan lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit
jiwa) yang mempunyai hubungan yang jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa,
tindakan-tindakan medis, dorongan moral dan kepedulian khususnya kepada
pasien sakit jiwa. Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi
dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien
sakit jiwa. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi
interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab
dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok
profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda
keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim
dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi :
pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan
apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang
efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi
efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai
jika pasien sebagai pusat anggota tim. Perawat sebagai anggota membawa
persfektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu
pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan
lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota
tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan. Kolaborasi
menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam
mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi
kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi seperti
skema di bawah ini.
F. Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin dalam Kesehatan dan
Keperawatan Jiwa
1. Pemahaman kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar
jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi
itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-
masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak
sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa
diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum
kedokteran terus berkembang. Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak
formal dengan para perawat, pekerja sosial atau profesional kesehatan lain.
Sebagai praktisi memang mereka berbagi lingkungan kerja dengan para perawat
tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega.
(Siegler dan Whitney, 2000)
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini?
Bagaimana pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan apa
yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai
status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan rencana,
mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik
menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar
argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang
membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang mendukung
kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan
dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar
merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab
bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama
antara tenaga profesional kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam
lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan
dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan
pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap
perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
2. Anggota Tim interdisiplin
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional
yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan
berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan
pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat,
dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu
tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab
dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien
dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana
menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat
dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam
interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan
seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan
anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja
dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai
kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab,
komunikasi, otonomi dan kordinasi seperti skema di bawah ini.

Communic
Responsibi
ations
lity
Autonomy

cooperation
Efective collaboration
Common
purpose

Assertiveness

Coordinatio
n
Mutuality

Gambar 1
Elemen kunci efektifitas kolaborasi
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas
penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar
dan konsensus untuk dicapai. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam
batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan
dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien.
Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional
untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau
menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang
sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang
memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan
maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Otonomi akan ditekan
dan koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami
orang lain.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan
dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari
vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari
perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung
jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian.
Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari
pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari
perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus
berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi
perubahan. (www. kompas.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007)
Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak
terjadi dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat
menjadi fasilitator demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan
menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai
profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan
pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan strategi untuk
mencapai tujuan tersebut.
Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara
dokter-perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan
tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien.
Dokter dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan
pasien secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk
menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses
penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan
pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi trasnfer
pengetahuan diantara anggota tim.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal
tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data
kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi
semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu
dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi
dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan
kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan
formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang
dapat meningkatkan keahlian perawat

3. Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa


Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional
(perawat, dokter, tim kesehatan lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit
jiwa) yang mempunyai hubungan yang jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa,
tindakan-tindakan medis, dorongan moral dan kepedulian khususnya kepada
pasien sakit jiwa. Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi
dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien
sakit jiwa. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi
interdisiplin hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab
dan saling menghargai antar sesama anggota tim. Secara integral, pasien adalah
anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan akan
menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan
kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat
anggota tim. Karena dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir dengan
nalar dan pikiran yang rasional, maka keluarga pasienlah yang dapat dijadikan
pusat dari anggota tim. Disana anggota tim dapat berkolaborasi dalam
menentukan tindakan-tindakan yang telah ditentukan. Apabila pasien sakit jiwa
tidak memiliki keluarga terdekat, maka disinilah peran perawat dibutuhkan
sebagai pusat anggota tim. Karena perawatlah yang paling sering berkomunikasi
dan kontak langsung dengan pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping pasien
selam 24 jam sehingga perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan
banyak kesempatan untuk memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang
baik. Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin
tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Dokter
memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit.
Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian
obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya
sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.

4. Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja
dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai
kolaborasi interdisiplin yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung
jawab, komunikasi, kewenangan dan kordinasi.
a. Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
b. Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
c. Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari
hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
d. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu
yang relevan untuk membuat keputusan klinis.
e. Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan
tindakan pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah
disepakati.
f. Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas
kompetensinya.
g. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan
pasien sakit jiwa, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
h. Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan
memiliki tujuan untuk kesehatan pasien sakit jiwa.

5. Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika


a. Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
b. Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
c. Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
d. Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang
tergabung dalam tim.

6. Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa


Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien.
Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional
untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau
menghindari tangung jawab. Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam
pelayanan keperawatan jiwa antara lain :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional untuk pasien sakit jiwa
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi
c. kohesifitas antar profesional
d. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
e. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang
lain.
7. Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan
Jiwa
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah.
Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :
a. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
b. 2 Struktur organisasi yang konvensional
c. Konflik peran dan tujuan
d. Interpersonal
e. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri
BAB III
PEMBAHASAN
IDENTIFIKASI JURNAL
JUDUL : Pengaruh Pelatihan Kesehatan Jiwa Pada Tenaga Kesehatan Terhadap
Pengetahuan Dan Kolaborasi Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Kota
Yogyakarta
Author : Susi Rutmalem Bangun, H Soewadi
Isi Jurnal :
Latar belakang : Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah
penderita gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai angka sekitar satu juta jiwa
lebih atau sekitar 0,46%. Sebanyak 31.168 warga Kota Yogyakarta mengalami
gangguan jiwa. “Jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa di Yogyakarta
cukup tinggi. Angka perkiraannya 0,5% dari total jumlah penduduk di Kota; data
Bidang Fasilitasi Pelayanan Medik Rumah Sakit Jiwa Grhasia. Sedangkan jumlah
kapasitas tempat tidur di rumah sakit jiwa 200 tempat tidur. Salah satu strategi
mengatasi permasalahan tersebut dengan memasukkan layanan kesehatan jiwa ke
puskesmas. Sehingga sumber daya manusia di puskesmas harus ditingkatkan
dengan pelatihan tentang kesehatan jiwa. Penyebab gangguan jiwa bersifat
multifaktor, maka penanganannya pun harus melewati diagnostik yang
multikasual. Sehingga diperlukan kolaborasi dari berbagai profesi kesehatan
dalam menangani masalah gangguan jiwa.
Tujuan : mengukur pengaruh pelatihan kesehatan jiwa pada tenaga
kesehatan di puskesmas Kota Yogyakarta.
Metode : penelitian ini kuasi eksperimental. Responden 28 petugas
kesehatan yaitu dokter, perawat, psikolog dan bidan. Pelatihan 5 hari, berlangsung
8-9 jam/hari. Instrumen test pengetahuan kesehatan jiwa dan data sekunder dari
rekam medis.
Hasil : Didapatkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah
pelatihan pada pengetahuan p = 0,000 (p < 0,05). Tetapi tidak terdapat perbedaan
yang bermakna sebelum dan sesudah pelatihan pada kolaborasi pelayanan
kesehatan jiwa di puskesmas.
Kesimpulan : Pengaruh pelatihan kesehatan jiwa pada tenaga kesehatan
terhadap pengetahuan bermakna tetapi terhadap kolaborasi pelayanan kesehatan
jiwa di puskesmas Kota Yogyakarta tidak bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Referseni : Stuart, W.Gail. (2013). Principles Of Psychiatric Nursing. 10 Edition.
Singapore: ELSAVIER.

Anda mungkin juga menyukai