OLEH :
HALWIA
A1C4 14 014
A. Latar Belakang
Sabun adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari yang merupakan produk
kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sabun berbahan dasar
minyak yang berfungi untuk membersihkan tubuh dari kotoran, keringat, debu dan
lain lain (Sumarna, 2007). Sabun adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi antara
asam lemak dengan alkali. Asam lemak ini terdapat di dalam minyak nabati dan
lemak hewan. Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam
linolinat terdapat dalam minyak goreng bekas yang merupakan trigliserida yang
dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun mandi padat
menggantikan asam lemak bebas jenuh yang merupakan produk samping proses
pengolahan minyak goreng. Reaksi dari minyak nabati dan lemak hewan dengan
alkali disebut dengan reaksi saponifikasi. Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi,
yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Kondisi
basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan kalium
Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi
berupa sabun keras (padat), sedangkan basa yang digunakan berupa KOH maka
produk reaksi berupa sabun cair. Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran
dikonsumsi masyarakat luas. Kurang lebih 290 juta ton minyak dikonsumsi tiap
tahun. Banyaknya permintaan akan bahan pangan digoreng merupakan suatu bukti
yang nyata mengenai betapa besarnya jumlah bahan pangan digoreng yang
dikonsumsi manusia oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat usia (Ketaren,
2005). Salah satu kebutuhan penting yang diperlukan oleh masyarakat Indonesia
adalah minyak goreng. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit
asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25°C), dan lebih banyak mengandung
asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Dalam penggunaanya,
minyak goreng yang dipakai berulang-ulang sudah tentu tidak layak untuk dipakai
sehingga dapat menyebabkan keruskan pada minyak goreng tersebut. Melalui proses-
salah satunya Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak bebas (Ketaren, 1996).
Kerusakan pada minyak dapat diamati secara visual yaitu timbulnya bau,
warna kecoklatan dan rasa tengik yang disebabkan oleh autooksidasi minyak.
Semakin besar kadar asam lemak bebasnya, maka semakin rendah kualitas
sejalan dengan peningkatan kekentalan, akan naik kandungan asam lemak bebas dan
asam lemak jenuhnya, dan turun jumlah asam lemak tak jenuhnya. Kadar ALB
merupakan sifat yang paling umum untuk mengendalikan mutu minyak goreng.
Syarat mutu minyak goreng (SNI 01-3741-2002) menetapkan bahwa kadar ALB
ALB yang terdapat dalam minyak goreng bekas, salah satunya dengan cara adsorpsi
(Romaria, 2008).
Salah satu metode untuk memperbaiki mutu minyak jelantah adalah
bahan alami seperti arang aktif dan tanah pemucat (Anggono, 1996). Tiap jenis
dalam minyak jelantah. Selain itu, tiap bahan adsorben perlu diproses dulu sebelum
yang merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar asam lemak bebas pada
serap yang besar terhadap solut, zat padat yang mempunyai luas permukaan yang
besar, tidak larut dalam zat cair yang akan diadsorpsi, tidak beracun dan mudah
didapat, serta memilikim harga yang relatif murah (Syabanu dan Cahyaratri, 2009).
juga yang menghasilkan temuan dalam bentuk paten. Proses pengolahan minyak
jelantah telah dilakukan oleh (Wulyoadi dkk, 2004), dimana minyak jelantah
goreng jelantah hasil pemurnian mengalami penurunan bilangan asam dan bilangan
Oleh karena itu perlu secara terus menerus diupayakan berbagai alternatif adsorben
yang dapat meremajakan minyak jelantah dari bahan yang murah dan aman. Salah
satu yang dapat diupayakan adalah penggunaan ampas sagu sebagai adsorben.
Ampas sagu mempunyai prospek yang sangat baik, jika mendapat perlakuan
yang tepat. Kandungan pati yang terdapat dalam empelur sagu hanya 18,5% dan
sisanya 81,5% merupakan ampas sagu. Ampas sagu mengandung serat kasar sekitar
10.11%, abu 0.01%, dan air 12.3% sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan
sebagai arang aktif (Nurdin, 1995). Limbah ampas sagu merupakan limbah
lignoselulosa yang kaya akan selulosa dan pati, sehingga dapat dimanfaatkan secara
optimal sebagai sumber karbon. Limbah sagu berupa ampas mengandung 65,7% pati
dan sisanya berupa serat kasar, protein kasar, lemak dan abu. Berdasarkan persentase
selulosanya sebesar 20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Dengan
diketahuinya kandungan serat kasar dalam ampas sagu, diharapkan nilai guna ampas
arang aktif buatan sendiri seperti arang ampas sagu dari berat minyak goreng yang
digunakan, semakin banyak ALB yang diadsorpsi. Hal ini memperkuat penelitian
minyak jelantah dengan adsorben ampas sagu untuk pembuatan sabun padat
C. Tujuan
goreng bekas
D. Manfaat
goreng bekas
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk dalam
golongan lipid yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam pelarut organic nonpolar misalnya kloroform (CHCl3),
benzena, hidrokarbon dan lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang
disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini
berarti triester dari gliserol. Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu
lemak atau minyak, yang disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon
Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang
dikonsumsi seluruh lapisan masyarakat. Minyak goreng adalah minyak nabati yang
telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Konsumsi minyak
goring biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan dan penambah
Minyak sisa penggorengan atau minyak jelantah (waste cooking oil) adalah
minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sawit, jagung, minyak sayur dan
minyak samin yang telah digunakan sebagai minyak goreng. Minyak goreng yang
telah dipakai akan mengalami perubahan dan bila ditinjau dari komposisi kimianya,
terjadi selama proses penggorengan. Perubahan sifat ini menjadikan minyak goreng
tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai bahan makanan (Rosita, 2009).
disebabkan oleh panas, udara dan air, sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi,
hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa
aldehid, keton, hidroperoksida, polimer dan oxidized monomer dan berbagai produk
oksidasi minyak yang lain dilaporkan memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan
(Lee, 2002).
Minyak yang tinggi kandungan LTJ (Lemak Tak Jenuh)-nya memiliki nilai tambah
hanya pada gorengan pertama saja, sementara yang tinggi ALJ (Asam Lemak
Jenuh)nya bias lebih lama lagi, meski pada akhirnya akan rusak juga. Oleh proses
penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh. Penggunaan yang lama
Minyak kelapa kaya akan asam lemak berantai sedang (C8-C14), khususnya
asam laurat dan asam meristat. Asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun
karena asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik untuk
produk sabun serta vitamin A dan C yang berfungsi sebagai antioksidan untuk
melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang bias merusak kulit seperti kulit
kering, noda hitam, kusam, dan keriput.Penambahan tepung tapioca pada sabun
umumnya bertujuan untuk memperoleh padatan sabun yang tidak terlalu lunak,
selain itu penambahan tepung tapioka pada saat pembuatan sabun dapat memberikan
nilai ekonomis karena akan lebih banyak sabun yang dapat dihasilkan dengan jumlah
minyak dan NaOH yang sama. Tepung tapioka dikenal juga dengan sebutan tepung
kanji atau pati singkong.Tepung tapioca berasal dari tanaman singkong (ubi
kayu).Pati singkong memiliki karakteristik yang luar biasa, termasuk pasta dengan
viskositas yang tinggi, pasta dengan kejernihan yang sangat tinggi, stabil dalam
keadaan cair, yang sangat berguna pada banyak industri (Masri, 2009).
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan
minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
gliserol akan mengalami kerusakan dan minyak tersebutakan mengeluarkan asap biru
menjadi kering dan membentuk aldehida tidak jenuh yang disebut akrolein. Titik
asap suatu minyak goreng bergantung pada kadar gliserol bebasnya. Semakin tinggi
titik asapnya, semakin baik mutu minyak goreng tersebut (Winarno, 1986).
Perubahan sifat fisika dan kimia pada minyak dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu
keberadaan komponen air di dalam bahan pangan yang digoreng yang dapat
menyebabkan reaksi hidrolisis minyak, adanya oksigen dari atmosfer yang dapat
mempercepat reaksi oksidasi minyak, dan suhu proses yang sangat tinggi yang
berdampak pada percepatan proses kerusakan minyak. Dalam proses penggorengan ,
menambah nilai gii, dan sumber kalori dalam pangan. Kerusakan minyak akibat
bilangan peroksida. Selain itu dapat juga dilihat dari penurunan bilangan iod dan
marga Metroxylon, dengan ordo Spadiciflorae. Sagu memiliki kandungan pati yang
lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak
dimanfaatkan dalam berbagai industri pertanian. Saat ini, pemanfaatan sagu hanya
dimanfaatkan
Limbah sagu merupakan limbah lignoselulosa yang kaya akan selulosa dan
pati, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber karbon. Limbah
sagu berupa ampas mengandung 65,7% pati dan sisanya berupa serat kasar, protein
kasar, lemak, dan abu. Berdasarkan presentase tersebut ampas mengandung residu
lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosanya sebesar 20% dan sisanya
merupakan zat ekstraktif dan abu. Selain itu, kulit batang sagu mengandung selulosa
(57%) dan lignin yang lebih banyak (38%) dari pada ampas sagu (Kiat, 2006).
Limbah pemrosesan pohon sagu, khususnya ampas sagu sampai saat ini
belum dimanfaatkan secara optimal dan hanya sebagian kecil digunakan sebagai
pakan ternak. Padahal, potensinya cukup besar, utamanya di Irian Jaya, Sulawesi
dan Sumatera. Indonesia adalah Negara yang memiliki areal tanaman sagu
(Metroxylon sp.) terbesar di dunia hingga 1.2 juta ha. Di Indonesia luas areal
tanaman sagu mencapai 1,128 juta ha atau 51,3% dari 2,201 juta ha areal sagu dunia
(Deptan, 2009).
2.5 Adsorpsi
Secara umum adsorbsi adalah proses pemisahan komponen tertentu dari satu
fasa fluida (larutan) ke permukaan zat padat yang menyerap (adsroben). Pemisahan
molekul terikat lebih kuat pada permukaan dari pada molekul lainnya. Adapun
syarat-syarat untuk berjalannya suatu proses adsorbsi, yaitu terdapat : 1. Zat yang
mempunyai daya serap yang besar terhadap solut, zat padat yang mempunyai luas
permukaan yang besar, tidak larut dalam zat cair yang akan di adsorpsi, tidak beracun
dan mudah didapat, serta memiliki harga yang relatif murah (Syabanu dan
Cahyaratri, 2009).
tersedia untuk interaksi antara larutan dengan permukaan. Dengan kata lain
penyerapan dari material yang mempunyai ukuran partikel lebih kecil dapat
bobot adsorben. Karena itu, nilainya dipengaruhi oleh besarnya bobot adsorben. Jika
bobot adsorben dinaikkan, sedangkan waktu adsorpsi dan konsentrasi adsorbat tetap,
per satuan bobot adsorben tidak secara penuh mengadsorpsi adsorbat. Di sisi lain,
Karena itu, nilainya hanya ditentukan oleh perubahan konsentrasi ALB setelah
diadsorpsi. Semakin banyak adsorben yang digunakan, semakin banyak ALB yang
diadsorpsi. Hal ini memperkuat penelitian Victoria (2009) yang menyatakan bahwa
2.7 Sabun
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau
lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik
dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat
kotoran (biasanya lemak) dari bdan atau pakaian. Sabun adalah garam logam alkali
(biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun mengandung garam C 16 dan
C18 namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih
rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol
Sabun dapat dibuat dari minyak (trigliserida), asam lemak bebas (ALB) dan
metil ester asam lemak dengan mereaksikan basa alkali terhadap masing-masing zat,
yang dikenal dengan proses saponifikasi. Salah satu minyak yang bisa digunakan
pada pembuatan sabun yaitu minyak kelapa sawit. Jika dibandingkan dengan minyak
nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya
kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak
hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan tetapi juga memenuhi kebutuhan non
Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
untuk sabun yang beredar di pasaran hanya mencakup sifat kimiawi dari sabun
mandi, yaitu jumlah asam lemak minimum 71%, asam lemak bebas maksimum 2,5%,
alkali bebas dihitung sebagai NaOH maksimum 0,1%, bagian zat yang tak terlarut
dalam alkohol maksimum 2,5%, kadar air maksimum 15%, dan minyak mineral
(negatif). Sementara sifat fisik sabun seperti daya membersihkan, kestabilan busa,
2.8 Saponifikasi
dimurnikan. Sabun yang terbentuk dari proses ini dapat dipisahkan dengan 30
sentrifugasi. Penambahan basa pada proses saponifikasi akan bereaksi dengan asam
lemak bebas membentuk sabun yang mengendap dengan membawa serta lendir,
kotoran dan sebagian zat warna. Saponifikasi adalah suatu proses untuk memisahkan
asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak
bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga memmbentuk sabun (Ketaren,
1986).
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur
dengan larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun
yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan
sintesa dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Ada dua produk yang dihasilkan
dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah hasil reaksi
kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak
utama dan gliserin sebagai produk samping. Sabun dengan berat molekul rendah
akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun
memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel
yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion (Prawira, 2008).
2.9 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pembuatan Sabun
Hidroksida, air, dietanolamida, gliserin, asam stearat, alkohol, gula dan pewangi.
1. Minyak Jelantah
merupakan turunan dari CPO. Minyak ini sebelumnya harus dijernihkan terlebih
dan konsumsi minyak goreng, ketersediaan minyak jelantah kian melimpah. Angka
asam lemak jenuh jauh lebih tinggi dari pada angka asam lemak tidak jenuhnya.
Pada minyak jelantah, asam lemak jenuh sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat
dan kanker. Minyak yang telah dipakai untuk menggoreng menjadi lebih
kental, mempunyai asam lemak bebas yang tinggi dan berwarna kecokelatan.
2. Natrium Hidroksida
Senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali seperti kalium
dan natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang bersifat basa dan akan
pembuatan sabun padat karena sifatnya yang tidak mudah larut dalam air (Rohman,
2009). Senyawa NaOH berwarna putih, massa lebur, berbentuk pellet, serpihan atau
batang atau bentuk lain, sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur.
Kaustik soda adalah senyawa alkali dengan berat molekul 40 yang dapat
mengakibatkan iritasi pada kulit. Senyawa NaOH larut dalam air dan bersifat basa
kuat, mempunyai:
disimpan pada tempat yang tertutup rapat untuk mengurangi konsentrasi basa yang
3. Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen.
Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu
pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini
merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan
banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan
banyak macam molekul organik. Dalam pembuatan sabun, air yang baik digunakan
sebagai pelarut yang baik adalah air sulingan atau air minum kemasan. Air dari PAM
4. Gliserin
Gliserin adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati
dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin merupakan humektan sehingga
dapat berfungsi sebagai pelembap pada kulit. Pada kondisi atmosfer sedang ataupun
pada kondisi kelembapan tinggi, gliserin dapat melembapkan kulit dan mudah di
bilas. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis (Arita
dkk, 2009).
5. Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak
dan minyak yang sebagian besar terdiri atas asam oktadekonat dan asam
heksadekonat, berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur putih
atau kuning pucat, mirip lemak lilin, praktis tidak larut dalam air, larut dalam bagian
etanol (95%), dalam 2 bagian kloroform dan dalam 3 bagian eter, suhu lebur tidak
6. Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan suatu asidulan yaitu senyawa kimia yang bersifat
asam. Asam sitrat memiliki fungsi seperti dapat mengurangi kekeruhan, mengubah
logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan
7. Etanol
Etanol (etil alkohol) berbentuk cair, jernih dan tidak bewarna. Merupakan
senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Etanol digunakan sebagai pelarut
pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut dalam air
dan lemak. Gliserin adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak
nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak (Arita dkk, 2009).
8. Gula
warna gula akan semakin jernih sabun transparan yang dihasilkan. Terlalu banyak
gula, produk sabun menjadi lengket , pada permukaan sabun keluar gelembung kecil
– kecil. Gula yang paling baik untuk sabun transparan adalah gula yang apabila
dicairkan berwarna jernih seperti glyserin, karena warna gula sangat mempengaruhi
warna sabun transparan akhir. Gula lokal yang berwarna agak kecoklatan, hasil sabun
akhir juga tidak bening, jernih tanpa warna tetapi juga agak kecoklatan (Arita dkk,
2003).
9. Pewangi
Pewangi atau pengaroma adalah suatu zat tambahan yang ditujukan untuk
memberikan aroma wangi pada suatu sediaan agar konsumen lebih tertarik
(Ramdaniati, 2016).
seperti yang telah ditetapkan dalam Dewan Standarisasi Nasional (DSN).Syarat mutu
dibuat untuk memberi acuan kepada pihak industri besar ataupunindustri rumah
tangga yang memproduksi sabun mandi untuk menghasilkan sabun dengan mutu
yang baik dan dapat bersaing di pasaran lokal. Sifat mutu yang paling penting pada
sabun adalah total asam lemak, asam lemak bebas, dan alkali bebas. Pengujian
parameter tersebut dapat dilakukan sesuai dengan acuan prosedur standar yang
ditetapkan SNI. Begitu juga dengan semua sifat mutu pada sabun yang dapat
dipasarkan, harus memenuhi standar mutu sabun yangditetapkan yaitu SNI 06–3532–
1994. Syarat mutu sabun mandi padat menurut SNI 06-3532-1994 dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
1. Kadar Air
Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu.
Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang
dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak
mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti,
2009).
Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun
yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali (SNI,1998). Sabun yang
berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%, hal ini
sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses pembersihan
kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang
biasa ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass, protein susu dan lain
kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh kulit
(Qisti, 2009).
3. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat
sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral) (DSN, 1994).
Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan
sabun, karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam
proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam
lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung
(Qisti, 2009).
4. Alkali Bebas
Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai
senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk
sabun Na, dan 0, 14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras
dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat
disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses
penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun
5. Derajat Keasaman
besar dari 9,5. Mencuci tangan dengan sabun dapat meningkatkan pH kulit
sementara, tetapi kenaikan pH kulit ini tidak akan melebihi 7 (Wasitaatmadja, 1997).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan yaitu labu Erlenmeyer, Alat Titrasi, gelas beker, Hot
plate, batang pengaduk, Pipet tetes, Termometer, Oven, Kertas saring, Corong,
Neraca analitik, Ayakan, Gelas ukur, pH meter, Cawan petri dan Spatula.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi minyak goreng bekas yang berasal dari
Minyak, Ampas Sagu, Alkohol 96%, Indikator Amilum 1%, Indikator PP, Larutan
Na2SO3, Larutan KI, NaOH, Asam Asetat Glasial, Asam Sitrat, Asam Stearat,
hasil saponifikasi dan uji karakter sabun yang dihasilkan terlihat seperti pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1 perlakuan terhadap hasil pemurnian Minyak
Waktu Mas Volu Kadar KadaWarnaBilangan
Perendaman r Peroksida
A
s
a
m
L
e
m
a
k
B
e
b
a
s
Ampas sagu diperoleh dari hasil penggilingan sari sagu yang ada di
Kecamatan Sampara Kota Kendari. Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang
Campuran diaduk selama 6 jam kemudian disaring. Residu padat ampas sagu yang
telah diaktivasi tersebut dicuci beberapa kali dengan aquades untuk mengeluarkan
tahu dan ikan secara berulang sehingga menjadi minyak goreng bekas sebagai bahan
disiapkan, kemudian diambil minyak yang bebas dari kotoran padatan dengan
2. Proses Bleaching
Ditimbang bubuk ampas sagu yang telah diaktifasi dengan variasi massa
telah disiapkan sebanyak 100 mL kedalam gelas beker, lalu diaduk hingga homogen,
kemudian campuran direndam hingga 72 jam. Diamati perubahan warna serta dihitung
1. Kadar air
dimasukkan dalam oven dan dikeringkan pada suhu 100-105oC selama 3 jam. Sampel
diangkat dari oven dan didinginkan dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian
tidak lebih dari 0,01%. Kemudian dihitung kadar air dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
A−B
x 100 %
Kadar air = A
96%. Dipanaskan hingga mendidih selama 10 menit lalu dikocok dengan kuat untuk
melarutkan asam lemak bebas. Setelah dingin lalu dititrasi dengan NaOH 0,1 N
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak. Kemudian asam
selanjutnya ditambahkan 30 mL campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial
dan 40% kloroform. Setelah minyak larut kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh
aquades. Kelebihan iod dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,2 N hingga larutan berwarna
kuning. Ditambahkan 0,5 mL indikator amilum 1% dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru
tepat hilang. Dihitung angka peroksida yang dinyatakan dalam mili-equivalen dari
V Na 2 S 2 O3 X N Na2 S 2O 3 x 1000
Angka Peroksida =
bobot sampel ( gram)
Keterangan :
NaOH dengan konsentrasi 30%. Pertama-tama disiapkan 12.5 gram sampel minyak
dan asam stearat, lalu dimasukkan larutan NaOH tersebut secara perlahan kedalam
sampel tersebut, kemudian diaduk dengan stirrer hingga suhu 60°C.Setelah homogen,
ditambahkan 2 gram asam sitrat dan 15 gram gula. Dinginkan hingga suhu 40°C lalu
Analisa dari penelitian ini yaitu menghitung berat sabun yang dihasilkan,
Kadar air, Angka penyabunan, uji Asam lemak Bebas/ Alkali Bebas, derajat
keasaman (pH),.
1. Kadar Air
cawan dan masukkan dalam desikator agar suhu cawan normal kembali. Lalu
Ditimbang berat kosong cawan dan catat beratnya. Dimasukkan 5 gram contoh dalam
cawan lalu keringkan dalam lemari pengering selama 2 jam dan pada suhu 105oC.
Perhitungan :
W 1−W 2
Kadar air = x 100%
W
Keterangan :
Timbang minyak dengan teliti antara 1,5 – 5,0 gram dalam Erlenmeyer 200
ml. Tambah 50 ml larutan NaOH yang dibuat dari 40 gram NaOH dalam 1 liter
alkohol. Setelah itu ditutup dengan pendingin balik, didihkan dengan hati-hati selama
phenolphthalein (PP) dan titrasilah kelebihan larutan NaOH dengan standar 0,5 N
HCL. Untuk mengetahui kelebihan larutan NaOH ini perlu dibuat titrasi blanko, yaitu
dengan prosedur yang sama kecuali tanpa bahan minyak. penyabunan dinyatakan
erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 0,5 mL indikator pp dan didinginkan sampai suhu
70ºC kemudian dinetralkan dengan NaOH 0,1 N dalam alkohol. Ditimbang 5 g sabun
dan dimasukkan ke dalam alkohol netral di atas, dan dipanaskan agar cepat larut di
atas penangas air, dididihkan selama 30 menit. Apabila larutan tidak berwarna
merah, didinginkan sampai suhu 70ºC dan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dalam
bukan asam lemak bebas tetapi alkali bebas dengan dititrasi menggunakan HCl 0,1 N
dalam alkohol dari mikro buret, sampai warna merah cepat hilang.
3. Uji pH
Sejumlah sabun dilarutkan dalam air sampai larut. pH diukur pada masing-
masing formula sabun ekstrak etanol bawang Tiwai dengan menggunakan kertas