Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

FRAKTUR TIBIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Departemen Keperawatan Gawat Darurat


Dosen Pengampuh
Vita Maryah A, S.Kep,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
Denpiana Natalia R. K Lolo
2019 611 010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTASILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2020
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, terjadi ketika adanya stress yang
berlebihan dan tidak dapat diabsorpsi (Black, 1993).

Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan


sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang , yang biasanya


disertai kerusakan jaringan luna, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah
dan luka organ-organ tubuh (Lilian Sholtis, 1997).

Patah batang tibia merupaan fratur yang sering terjadi dibandingkan fraktur tulang
panjang lainnya. (Sjamjuhidajat & Wim de Jong, 2004 hal 886)

2. Etiologi

Penyebab fraktur :

1.Trauma langsung dan trauma tidak langsung

2. Kondisi patologis : osteomielitis, osteoprosis/osteomalacia, osteosarkoma

Penyebab 70-80% osteomielitis adalah staphylococus aureus. Organisme patogen


lainnya adalah proteus, pseudomonas, e. coli, salmonella, pseudomonas aeruginosa,
staphylococus haemoliticus, haemophilus influenza, gonorhoae, salmonella tuberculosis.
Virus dan jamur dapat juga menyebabkan osteomyelitis.

3. Patofisiologi Fraktur tibia

Adanya faktor prediposisi riwayat fraktur terbuka, riwayat pembedahan dengan


pemasangan fiksasi internal pada tibia, tidak adekuatnya nutrisi, dan higiene, faktor imunitas,
dan virulensi kuman serta adanya port de entree luka terbuka menimbulkan invasi kuman
atau bakteri ke tulang dan tibia sehingga terjadi osteomielitis kronis tibia. Ketidakmampuan
tulang tibia dalam menahan berat badan dapat menimbulkan fraktur patologis tibia dan
osteomielitis kronis.
Kondisi ini dapat menimbulkan kerusakan neurovaskuler yang ditandai dengan
peningkatan resiko syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke dalam jaringan
maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat yang dialami klien. Respon
terhadap pembengkakkan yang hebat adalah sindroa kompartemen. Sindroma kompartemen
adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, jaringan saraf akibat
pembengkakkan lokal yang melebihi kemampuan suatu kompartemen/ruang lokal dengan
menifestasi gejala yang khas, meliputi keluhan nyeri hebat pada area pembengkakkan,
penurunan perfusi perifer secara unilateral pada sisi distal pembengkakkan, CRT > 3 detik
pada sisi distal pembengkkan, penurunan denyut nadi pada sisi distal pembengkakkan.
Komplikasi yang terjadi akibat situasi ini adaperan perawat dalam kontlah kematian jaringan
bagian distal dan memberikan implikasi pada peran perawat dalam kontrol  yang optimal 
terhadap pembengkakkan yang hebat pada klien fraktur tibia.

Kerusakan fragmen tulang tibia diikuti dengan spasme otot menimbulkan deformitas
khas pada tibia, yaitu pemendekan tungai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa
dilakukan intervensi yang optimal akan menimbulkan resiko terjadinya malunion pada tulang
tibia.

Intervensi medis yang dapat dilakukan adalah debridemen luka, dan pemasangan


fiksasi internal maupun eksternal yang memberikan implikasi pada masalah resiko tinggi
infeksipaska bedah. Nyeri akibat trauma jaringan lunak, resiko tinggi trauma sekunder akibat
pemasangan fiksasi eksternal, dampak psikologis amsietas sekunder akibat rencana bedah
dan prognosis penyakit, dan pemenuhan informasi.

Jenis fraktur :

1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran
2. Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
4.  Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada
kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi
menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas,
Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade III,
yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi,
merupakan yang paling berat.

Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum
terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada
daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk
tulang premitif (osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas
akan mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal
(kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian
kalus dari fragmen yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut
dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas
menyebrangi lokasi fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan
mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru sementara osteoklas
akan menyingkirkan bagian yanng rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang
menyerupai keadaan tulang aslinya
4. Pathway

5. Manifestasi klinis:
1.      Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang   diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi  normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah  tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. X-ray : terlihat garis patah pada tulang tibia dan pada beberapa kondisi fraktur tibia
yang telah lama akan didapatkan gambaran malunion.
b. Foto Rontgen : Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung,
mengetahui tempat dan type fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan
operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik.
c. Scan tulang, tomografi/MRI digunakan mengidentifikasi   kerusakan jaringan lunak.
d. Arteriogram à dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler
2. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap : hematokrit mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
b. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, fraktur multiple atau
cedera hati (Doenges, 1999 : 76 )
c. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
7. Penatalaksanaan
a. ·Antitetanus : TT, dan ATS untuk mencegah infeksi kuman tetanus.
b. ·Antibiotik untuk mencegah infeksi bakteri
c. Analgesik-anti inflamasi untuk mengurangi nyeri.
d. Anti perdarahan, jika ada perdarahan hebat.
e. Pemasangan bidai/spalk (pre operatif)
f. Pembedahan : debridemen  dan pemasangan fiksasi ekternal
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

1. Pengkajian
Menurut hidayat (2004.,98) pengkajian merupakan langkah pertama dari
proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga
akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Adapun pengkajian pada pasien post
operasi menurut Suratun (2008:66) adalah :
a. lanjutkan perawatan pra operatif
b. kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan kebutuhan rasa nyeri, perfusi
jaringan, promosi kesehatan, mobilitas dan konsep diri
c. Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan: tanda
Vital,derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas, bising usus.
Keseimbangan cairan dan nyeri
d. Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat pembedahan
mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi dan gelisah).
e. Kaji peningkatan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan frekuensi
nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung
sebelumnya.
f. Sistem perkemihan: pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi urin. Retensi
dapat disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah, pembesaran prostat, dan
adanya infeksi saluran kemih
g. Observasi tanda infeksi ( infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya timbul
selama minggu kedua), dan tanda vital
h. Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, panas,
kemerahan, dan edema pada betis.
i. Kaji komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku dan
perubahan kesadaran
Sedangkan menurut Doenges (2000:761), data dasar pengkajian pada pasien
dengan post op fraktur femur berhubungan dengan intervensi bedah umum yang
mengacu pada pengkajian fraktur, yaitu:
a. Aktivitas:istirahat: keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b. Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia, pengisipan kapiler lambat, pucat pada
bagian yang tekena, pembengkakan jaringan.
c. Neurosensori : hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas local.
d. Nyeri kenyamanan: nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera, spasme/keram otot.
e. Keamanan* laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan local.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Sumijantun (2010:189), diagnosa keperawatan merupakan langkah
kedua dari proses keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat terhadap permasalahan kesehatan
baik actual maupun potensial. Adapun diagnosa keperawatan pada kasus post op
fraktur menurut Suratun (2008:67) adalah:
a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan
imobilisasi.
b. Potensi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan,
alat yang mengikat, dan ganguan peredaran darah.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur
pembedahan, serta adanya imobilisasi, bidai, traksi, gips.
e. Perubahan citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak musculoskeletal
f. Resiko tinggi syok hipovolemik.
g. Resiko tinggi infeksi
Sedangkan menurut Wilkinson dalam jitowiyono (2010:24), Diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur meliputi :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi immobilisasi, stress, ansietas.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak
adekuatan oksigenisasi.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh terdapat
luka/ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi
3. Intervensi
Menurut Sumijantun (2010:203), perencanaan adalah fase proses keperawatan
yang sistematik mencakup pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Adapun
perencanaan keperawatan pada klien dengan post op fraktur femur menurut Suratun
dkk, (2006:66) adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan
imobilisasi.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
□ Nyeri berkurang/hilang
□ Klien tampak tenang
Intervensi
a. kaji tingkat nyeri pasien.
b. Tinggikan ekstremitas yang dioperasi.
c. Kompres dingin bila perlu.
d. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
e. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat
yang mengikat, gangguan peredaran darah.
Tujuan : Memelihara perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil : tidak ada sianosis
Intervensi :
a. Rencana pra operatif dilanjutkan.
b. Pantau status neurovaskular, warna kulit, suhu, pengisian kapiler, denyut
nadi, nyeri,edema.
c. Anjurkan latihan otot.
d. Anjurkan latihan pergelangan kaki dan otot betis setiap jam
DAFTAR PUSTAKA

Brunner&Suddarth.2014.KEERAWATAN MEDIKAL BEDAH.Jakarta.EGC


Lukman, Ningsih. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika.
M. Black, Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Singapura : CV Pentasada Media
Edukasi.
M. Wilkinson, Nanc. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Nurarif, Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction
Rosyidi Kholid. 2013. MUSKULOSKELETAL. DKI Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA.

Anda mungkin juga menyukai