Anda di halaman 1dari 2

Tak Ada Alternatif Selain Taliban di Afghanistan

Duta Besar Rusia untuk Afghanistan, Dmitry Zhirnov, memuji sikap Taliban sejak
pengambilalihan kekuasaan bahkan menyebut tak ada alternatif selain kelompok tersebut di
sana. Berbicara kepada Reuters dari Kabul melalui Zoom, Jumat (20/8), Zhirnov mengatakan
situasi keamanan di ibu kota Afghanistan tersebut kini lebih baik dibanding sebelum direbut
Taliban.
"Suasana di Kabul dapat digambarkan sebagai salah satu harapan yang hati-hati," kata Zhirnov.
"Ada rezim buruk yang menghilang dan masyarakat berharap. Mereka mengatakan tak bisa
lebih buruk jadi ini mestinya lebih baik. "Namun ini adalah ujian lain yang mesti dilalui
Taliban. Setelah mereka memulihkan ketertiban, mereka mesti mulai memperbaiki situasi
sosial-ekonomi," kata Zhirnov. Baik pihak NATO mau pun Taliban menyebutkan sebagian
besar wilayah Kabul telah tenang. Kecuali, di dalam dan sekitar Bandara Kabul di mana 12
orang telah tewas.
Komentar Zhirnov yang bernada positif ini bertolak belakang dengan sejumlah politisi Barat
dan kelompok pemerhati hak asasi manusia. Banyak politisi Barat dan aktivis HAM tak yakin
bahwa Taliban telah mengurangi aksi kekerasannya terhadap mereka yang dianggap tidak sesuai
dengan nilai mereka dan penerapan hukum syariat yang amat ketat. Zhirnov kemudian
mengatakan fakta di lapangan telah berubah dan Taliban sudah membuat serangkaian janji
yang menggembirakan.
"Kita tidak bisa mengesampingkan kenyataan. Mereka [Taliban] adalah otoritas de-facto. Tidak
ada alternatif selain Taliban di Afghanistan," kata Zhirnov. Di sisi lain, putra salah satu
pemimpin utama gerakan Anti-Soviet di Afghanistan pada dekade '80-an, Ahmad Shah
Massoud, telah berjanji untuk bertahan melawan Taliban di kubunya di lembah Panjshir, utara
Kabul. Kemudian Wakil Presiden Afghanistan, Amrullah Saleh, juga menyebut dia berada di
dalam negeri dan dirinya adalah "penjabat presiden yang sah" setelah Presiden Ashraf Ghani
kabur. Zhirnov menilai deklarasi Saleh melanggar konstitusi dan upaya kubu Panjshir untuk
melawan Taliban tak ada guna. Ia juga menilai orang yang pergi dari Afghanistan tak seutuhnya
disebabkan oleh keberadaan Taliban.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Rusia yang dulu bernama Uni Soviet bermusuhan
dengan Taliban di Afghanistan. Kini Rusia justru berbalik mendukung kelompok milisi tersebut.
Dukungan Rusia sudah terlihat ketika para diplomatnya tetap tinggal di Afghanistan, saat para
staf kedutaan besar negara lain dievakuasi setelah Taliban memasuki Kabul 16 Agustus 2021.
Kremlin, julukan Rusia, bahkan beberapa kali menjadi tuan rumah pembicaraan dengan Taliban
di Moskwa, walau mencap kelompok itu sebagai organisasi teroris terlarang di Rusia. Perlakuan
tersebut sangat kontras bila dibandingkan pada tahun 1992 tatkala Soviet berjibaku
mengevakuasi warganya akibat invasi ke Afghanistan yang berujung kekalahan. Apa motif
Rusia di balik dukungan mereka ke Taliban sekarang?
Para analis yang dihubungi AFP pada Senin 16 Agustus 2021 menyebutkan, Kremlin kini ingin
melindungi kepentingannya di Asia Tengah. Rusia memiliki beberapa pangkalan militer di sana
dan hendak menghindari ketidakstabilan serta potensi terorisme yang menyebar melalui wilayah
di dekat mereka. "Jika kita ingin ada perdamaian di Asia Tengah, kita perlu berbicara dengan
Taliban," kata Nikolai Bordyuzha, mantan sekretaris jenderal Organisasi Perjanjian Keamanan
Kolektif (CSTO) yang dipimpin Moskwa.
Dia mengatakan, Rusia ingin Afghanistan memiliki hubungan damai dengan semua negara di
dunia, dan Taliban menjanjikan mereka hal itu. Namun, Kementerian Luar Negeri Rusia
menyarankan untuk tidak terburu-buru menjalin hubungan dekat dengan Taliban. Rusia akan
memantau perilaku kelompok itu sebelum memutuskan pengakuan. Ketika Taliban kuasai
Afghanistan pertengahan bulan Agustus ini, Rusia mengadakan latihan perang dengan
sekutunya, Uzbekistan dan Tajikistan, di perbatasan Afghanistan.
Pakar Asia Tengah, Arkady Dubnov, berpendapat Moskwa sekarang akan berupaya
memperkuat kehadiran militernya di wilayah tersebut. "Untuk tingkat yang berbeda, negara-
negara ini akan diwajibkan untuk menerima bantuan Moskwa, tetapi tidak ada yang mau
menukar kedaulatan mereka dengan keamanannya," katanya. Menurut dia, tiga negara tetangga
Afghanistan di Asia Tengah yakni Uzbekistan, Tajikistan, dan Turkmenistan, memiliki
pendekatan yang berbeda terhadap konflik.
Uzbekistan dan Turkmenistan mengadakan pembicaraan tingkat tinggi dengan Taliban dan
kemungkinan akan mengakui kekuasaan milisi itu, sementara Tajikistan tidak berurusan
dengannya. Dialog Rusia dengan Taliban adalah buah dari beberapa tahun pendekatan. Menteri
Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, pada Juli memuji kekuatan Taliban dan menyalahkan
pemerintah Afghanistan karena tak kunjung menghasilkan kemajuan dalam pembicaraan damai.
"Bukan tanpa alasan kami telah menjalin kontak dengan gerakan Taliban selama tujuh tahun
terakhir," ujar utusan Kremlin Afghanistan, Zamir Kabulov, kepada stasiun radio Ekho Moskvy
pada Senin 16 Agustus 2021.

Anda mungkin juga menyukai