Anda di halaman 1dari 20

RESUME SKENARIO 1 STEP 7

OLEH

KELOMPOK 5
1. 15120200110 (SUHARDIMAN SUWAKBUR)
2. 15120200118 (DIAN RAHAYU)
3. 15120200119 (DWI JAYANTI)
4. 15120200124 (FAUZIAH SYAMSUDDIN)
5. 15120200143 (MAHFHUMUL ZULHIJJAH)
6. 15120200145 (RIZKA ASHOKAWATI)
7. 15120200162 (NUR FATNILA)
8. 15120200164 (MUCHLISHAH)
9. 15120200168 (NUR ALFIAH)
10. 15120200190 (DELLA LESTARI)
11. 15120200191 (NINDY PRECYLLIA RIZALDY)

BLOK ISLAM DISIPLIN ILMU APOTEKER


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
1. Mahasiswa mampu menjelaskan peraturan penggunaan obat
narkotika, psikotropika dan precursor serta obat obat tertentu
(OOT). (Rizka 145)
Jawab:
Nindy (191)
A. Psikotropika (Menurut Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997)
Pasal 1
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pasal 2
(1) Ruang lingkup pengaturan dibidang psikotropika dalam undang-
undang ini adalah kegiatan yang berhubungan dengan
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
(2) Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom
ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digolongkan menjadi :
a. psikotropika golongan I;
b. psikotropika golongan II;
c. psikotropika golongan III;
d. psikotropika golongan IV.
(3) Jenis psikotropika golongan I, psikotropika golongan II,
psikotropika golongan III, psikotropika golongan IV sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) untuk pertamakali ditetapkan dan
dilampirkan dalam undang-undang ini, yang merupakan bagian
yang tak terpisahkan.
Pasal 4
(1) Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan.
(2) Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan.
(3) Selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang
Pasal 5
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat
yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
(1) Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik
obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah.
(2) Penyaluran psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan oleh :
a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah,
rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan.
b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar
farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan.
c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah
kepada rumah sakit Pemerintah, puskesmas dan balai
pengobatan Pemerintah.
(3) Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik
obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu
pengetahuan.
B. Narkotika (Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009)
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini.
Pasal 6
(1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke
dalam :
a. Narkotika Golongan I;
b. Narkotika Golongan II; dan
c. Narkotika Golongan III.
(2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 7
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Pasal 8
(1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan.
(2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas
rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 14
(1) Narkotika yang berada dalam penguasaan Industri Farmasi,
pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,
balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
disimpan secara khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan secara
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jangka waktu,
bentuk, isi, dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

C. Precursor (Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat Dan


Makanan Nomor 4 Tahun 2018)
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan
baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi
atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang
mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine
/phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium
Permanganat.
Pasal 2
Prekursor Farmasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Badan ini dalam bentuk produk jadi/Obat.
Pasal 3
(1) Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi yang
diedarkan harus memiliki izin edar.
(2) Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi yang
diedarkan harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan
mutu.
(3) Persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

D. Obat – obat tertentu (Menurut Peraturan Badan Pengawas


Obat Dan Makanan Nomor 10 Tahun 2019)
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
1. Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan yang
selanjutnya disebut dengan Obat-Obat Tertentu adalah obat
yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain narkotika
dan psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi
dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku.
2. Bahan Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan yang
selanjutnya disebut dengan Bahan Obat adalah bahan.
Pasal 2
(1) Kriteria Obat-Obat Tertentu dalam Peraturan Badan ini terdiri
atas obat atau Bahan Obat yang mengandung:
a. tramadol;
b. triheksifenidil;
c. klorpromazin;
d. amitriptilin;
e. haloperidol; dan/atau
f. dekstrometorfan.
(2) Obat-Obat Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau ilmu pengetahuan.

Dian Rahayu (118)


 Menurut BPOM No. 4 tahun 2018 tentang Pengawasan
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Dan
Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
a. Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Golongan Obat Keras kepada pasien hanya dapat dilakukan
berdasarkan resep dokter.
b. Resep yang diterima dalam rangka penyerahan Narkotika,
Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi wajib dilakukan
skrining.
c. Resep yang dilayani harus asli; ditulis dengan jelas dan
lengkap; tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan
fotokopi, termasuk fotokopi blanko resep.
d. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas hanya dapat
melayani resep Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor
Farmasi berdasarkan resep dari Instalasi Farmasi Rumah
Sakit dan Puskesmas tersebut.
e. Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika berdasarkan
resep yang ditulis oleh dokter yang berpraktek di provinsi
yang sama dengan Apotek tersebut, kecuali resep tersebut
telah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota tempat Apotek yang akan melayani resep
tersebut.
f. Dalam menyerahkan Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor
Farmasi berdasarkan resep, pada resep atau salinan resep
harus dicatat nama, alamat, dan nomor telepon yang bisa
dihubungi dari pihak yang mengambil obat.
 Menurut BPOM No. 28 tahun 2018 tentang Obat-obat Tertentu
(OOT)
a. Fasilitas pelayanan kefarmasian dilarang menyerahkan obat-
obat tertentu yang mengandung Dekstrometorphan secara
langsung kepada anak berusia di bawah 18 tahun
b. Apabila terdapat keraguan usia anak sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) maka petugas/pegawai fasilitas pelayanan
kefarmasia dapat meminta identitas anak yang
mencantumkan tanggal lahir.
 Menurut Permenkes RI No 9 tahun 2017 tentang Apotek
a. Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung
jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
b. Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek
dagang, maka Apoteker dapat mengganti obat merek
dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya
atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter
dan/atau pasien.
c. Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek
atau pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di
dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat setelah
berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihan
obat lain

Suhardiman (110)
 Narkotika Permenkes No. 44 tahun 2019
Narkotika terbagi menjadi 3 golongan yaitu :
Golongan 1 : Contohnya opium, hanya digunakan untuk
pengembangan dan penelitian dan tidak digunakan dalam
terapi pengobatan berotensi mengakibatkan ketergantungan.
Golongan 2 : Contohnya Fentanyl, morpin, pethidine dll,
hanya digunakan dalam pengembangan dan penelitian serta
pilihan terakhir dalam pengobatan kesehatan.
Golongan 3 : Contohnya codein, digunakan untuk terapi
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan skenario terdapat obat fentanyl pada resep dan jika
dilihat dalam permenkes tersebut fentanyl masuk kategori narkotika
golongan 2
 Psikotropika Permenkes No. 49 tahun 2018
Bahwa obat psikotropika terbagi 4 golongan yaitu Golongan 1 , 2, 3
dan 4 terdapat obat alprazolam diresep yang mana masuk dalam
kategori psikotropika gol 4.

Nur Alfiah (168)


 Menurut Permenkes RI No. 7 tahun 2018 tentang perubahan
penggolongan Narkotika
 Menurut Permenkes RI No. 49 tahun 2018 tentang perubahan
penggolongan Narkotika
 Menurut BPOM No. 40 tahun 2013 Pedoman Pengelolaan
Prekursor Dan Obat Obat Yang Mengandung Prekursor
Hal yang perlu diperhatikan dalam penyerahan obat Prekursor di
apotik adalah:
1. Perlu diperhatikan kewajaran jumlah obat yang diserahkan
apakah sesuai kebutuhan terapi atau tidak. Jika jumlahnya
diluar kewajaran maka harus dilakukan oleh Apoteker
penanggung jawab/Apoteker pendamping setelah dilakukan
screening resep.
2. Jika pembelian obat prekursor secara berulang-ulang dengan
frekuensi yang tidak wajar maka perlu diwaspadai
3. Pembelian obat prekursor dalam jumlah besar oleh medical
representative/sales dari industry farmasi perlu diwaspadai

Nur fatnila (162)


Permenkes No. 20 tahun 2018 perbaruan apakah sudah
berlaku. Tentang perubahan golongan narkotika terdiri yang
awalnya berisi 147 menjadi 155
Kesimpulan (Della 190) :
Berdasarkan Peraturan Pemerintahan untuk penggunaan
obat narkotika, psikotropika dan prekursor serta obat obat tertentu
(OOT) yaitu :
1. Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Obat-Obat Tertentu
(OOT) hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
2. Prekursor Farmasi merupakan bahan/zat kimia yang digunakan
sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi
industri farmasi atau produk jadi yang mengandung ephedrine,
pseudoepedrin dll.
Untuk penyerahan obat narkotika, psikotropika dan precursor
sebagaimana peraturan pemerintah :
1. Penyerahan kepda pasien hanya dapat dilakukan berdasarkan
resep dokter.
2. Resep wajib dilakukan skrining.
3. Resep yang dilayani harus asli
4. Resep yang dilayani harus resep yang berasal dari Instalasi
Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas tersebut.
5. Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika berdasarkan resep
yang ditulis oleh dokter yang berpraktek di provinsi yang sama
dengan Apotek tersebut, kecuali resep tersebut telah mendapat
persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat
Apotek yang akan melayani resep tersebut.
6. Dalam menyerahkan Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor
Farmasi berdasarkan resep, pada resep atau salinan resep
harus dicatat nama, alamat, dan nomor telepon yang bisa
dihubungi dari pihak yang mengambil obat.
2. Fauziah : Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konseling
dan swamedikasi yang benar kepada pasien.
Mafhummul (143)
 Menurut DEPKES RI, 2016
Konseling dapat dilakukan ketika :
1. Pasien dengan penyakit kronis dan pengobatan jangka panjang
(misal epilepsi, DM, hipertensi)
2. Pasien pengguna obat obat khusus (misal suppositoria, insulin,
inhaler)
3. Obat dengan cara penggunaan rumit (tapering down)
4. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
5. Pasien polifarmasi

Muchlisah (164)
 Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek
Konseling proses interaktif antara apoteker dengan
pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku
dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi pasien.

Dwi jayanti (119)


 Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek
Tahapan Konseling :
1. Membuka komunikasi
2. Menilai pemahaman pasien ttg pemahaman obat melalu three
prime question
a. Apa yang disampikan dokter ttg obat anda
b. Apa yg dijelaskan dokter ttg cara pemakaian obat
c. Apa yang dijelaskan dokter ttg hasil yang diharapkan
setelah menerima terapi tersebut
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
pasien untuk mengeksplorasi masalah obat
4. Memberikan penjelasan pada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman
pasien

 Swamedikasi Jurnal Cenradewi, 2017


Pelaksanaan swamedikasi sesuai dengan kriteria obat yang
rasional yaitu : tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, waspada eso,
tidak ada interaksi obat dan tidak ada duplikasi obat.

Kesimpulan (Fauziah 124 & Rizka 145) :


Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker
dengan pasien untuk meningkatkan pengetahuan pemahaman
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku
dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien.
Pasien yang perlu konseling : Pasien penyakit kronis dan
yang memerlukan terapi jangka panjang, pengguna obat obat
khusus, Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah dan polifarmasi.
Tahapan Konseling :
1. Membuka komunikasi
2. Menilai pemahaman pasien ttg pemahaman obat melalui
three prime question
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
pasien untuk mengeksplorasi masalah obat
4. Memberikan penjelasan pada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman
pasien

Pelaksanaan swamedikasi sesuai dengan kriteria obat yang


rasional yaitu : tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, waspada eso,
tidak ada interaksi obat,dan tidak ada duplikasi obat dan polifarmasi
obat

Rizka
Pada skenario apoteker harus menjelaskan konseling ttg obat obat
obat khusus
Swamedikasi apoteker telah melakukan swamedikasi ttg salep gatal
dan diare

3. Dian : Mahasiswa mampu menerapkan kode etik apoteker


Della

Nur Fatnila
Pada pasal 1 apoteker
Implementasi melakukan praktek profesi dilihat dari kasus yang ada
apoteker yang bertugas telah melakukan diliht dari pemberian
dextromrtopran, tidak melayani pasien yang berbeda provinsi,
apoteker menghubungi saat apoteker ingin mengganti obat,
Pada pasal 9 apoteker harus me
Implementasi dalam skenario memberi informasi pada ibu yang
meminta pil kb

Dwi jayanti
Kode etik apoteker terhadap pasien menjunjung tinggi
Apoteker tidak melayani, sebaiknya apoteker tetap melakukan
memberi obat Pereda nyeri,
Pada saat apoteker ingin mengganti obat, dimana apoteker tidak
lupa menghubungi dokter untuk penggantian obat tersebut
4. Diman : Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana cara
penggunaan atau pemakaian obat-obat khusus yang terdapat
pada skenario (Suppositoria, insulin dll)
Mafhummul :
Suppositoria
Mencuci tangan
Jika suppositoria melunak maka dimasukkan ke lemari pendingin
agar mengeras kembali
Keluarkan suppositoria dari kemasan
Atur posisi tubuh berbaring menyamping kaki bagian atas ditekuk
bagian perut
Masukkan suppositoria ke anus pastikan benar benar masuk, atur
posisi tubuh tetap berbaring selama 5 m2nit

Inhaler
1. Semprotkan inhaler ke telapak tangan apakah inhaler berfungsi
dgn baik
2. Tarik nafas, masukkan inhaler kedalam mulut tutup inhaler
dengan bibir
3. Tekan tombol inhaler untuk mengeluarkan obat tahan nafas
selama 10 detik kemudian buang nafas secara perlahan
4. Setelah selesai kumur2

Transdermal patch pionas


1. Liat intruksi pada kemasan obat
2. Jangan ditempelkan pada luka, atao pakian ketat
3. Patch dapa dipindahkan pada periode tertentu
4. Bersihkan tempat pemasangan patch
5. Ambil patch, jangan menyentuk bagian yang ada obatnya
6. Tempelkan dan tekan agar menempel dengan baik
7. Lepaskan dang anti sesuai petnjuk kemasan
Pil kb
1. 1 tablet sehari setiap jam yang sama
2. Kemasan

Tablet sublingual
Minum dan berkumurlah, letakkan tablet dibawah lidah jangan
minum makan sebelum tablet

Insulin Kemenkes, 2015


1. Putar pen insulin dengan lembut menggunakan telapak tangan
selama 15 detik
2. Lepaskan kertas penutupdan pasang jarum
3. Pastikan pen siap, putar tombol dosis untuk mngatur dosis
insulin
4. Pilih tempat suntikan
5. Menyuntik dengan cara posisikan ibu jari diujung atas tombol
pena dngan perlahan
6. Bersihkan area yg ingin disuntik dengan kapas
7. Cubit kulit didaerah yang akan disuntik
8. Biarkan jarum ditempat 5-10 detik
9. Tarik jarum keluar dari kulit lap dengan tisu, kapas dan alcohol
10. Tutup kembali pen insulin
11. Simpan insulin sesuai petunjuk kemasan

5. Mafhumul : Mahasiswa dapat menjelaskan pelayanan dan


peraturan terkait dengan obat obat wajib apotek.
Fauziah
Kemenkes tahun 1990 ttg daftar wajib apotik no 1
Obat wajib apotik
Obat yang dapat dilayani sesuai daftar
Membuat catatan
Memberikan informasi terkait dosis dan hal lain yang perlu
diperhatikan
Obat wajib apotik 1 oral kontrasepsi, 1 siklus
Triamcyynolone 1 tube
Kemenkes tahun 1993 ttg daftar wajib apotik no 2
Fenoterol diberikan 1 tabung
Omeprazole 7 tablet
Cetirizine 10 tablet

Dwi
Sesuai dengan skenario yang ada Omeprazol dalam skenario
sebaiknya tidak diberikan 10 tablet karena jumlah harus diberikan 7
tablet
Triamcinolone 1 tube
Pil kb pasien belum pernah melakukan konsultasi pada dokter
sehingga tidak bisa dilayani oleh apoteker

6. Rizka : Mahasiswa mampu menjelaskan pandangan islam


terhadap kehalalan obat yang terdapat pada skenario.
Nur alfiah
Menurut fatwa MUI 20 ttg
Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib
menggunakan bahan suci dan halal
Bahan yang mengandung bahan haram hukumnya haram
Penggunaan obat dan hal najis diperbolehkan jika memenuhi syrat
1. Dalam kondisi terpaksa
2. Rekomendasi para medis belum terdapat bahan yang suci dan
halal

Dian
Wulansari, 2014 dalam obat mengandung kandungan babi salah
satunya parnaparin,
Uud 2014 bahan berasal dari hewan yang diharamkan yaitu bahan
mengandung bangkai, darah babi, hewan yang disembelih tidak
sesuai syariiat islam.

Nur
Al-Maidah ayat 3 diharmkan bagimu memakan bangkai, darah,
daging babi, dan daging yang disembelih tidak a
Kesimpulan :
Obat yang diganakan harus halal dan suci tidak mengandung bahan
haram, dimana parnaparin masuk dalam kategori obat haram
karena mengandung babi.
Penggunaan obat haram najis diperbolehkan jika memenuhi syarat :
1. Dalam kondisi terpaksa
2. Rekomendasi para medis

7. Alfiah : Mahasiswa mampu menjelaskan standar pelayanan


kefarmasian di apotek
Rizka :
Permenkes 73 tahun 2018
Pasal 2 yaitu peraturan bertujuan untuk
Pelayanan kefarmasian

Melindungi pasien
Pasal 3
1. Pengelolaan bahan farmasi
2. Farmasi klinik
3. Pengelolaan bahan habis pakai,
4. Pengelonaan farmasi klinik
Pasal 6
Menjamin ketersedian habis pakai

Suhardiman
Permenkes
1. Apoteker harus melayani sesuai tanggung jawab
2. Jika terdapat merk dagang yang akan diganti harus
3. Apaila pasien tidak dapat menebus maka dapat diganti
4. Jika resep
5. Apabila penulis resep

Nur
Permenkes 73 tahun 2016
Prasaran untuk menunjang pelayanan
1. Ruang penerimaan resep
2. Ruang pelayanan resep dan peracikan
3. Ruang penyerahan obat
4. Ruang konseling
5. Ruang penyimpanan sediaan farmasi alkes dan bahan medis habis
pakai
6. Ruang arsip

Kesimpulan
Della

Anda mungkin juga menyukai