Anda di halaman 1dari 4

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian penulis, maka penulis memberi kesimpulan sebagai


berikut:
1. Bahwa Pemakzulan Presiden Di Indonesia merupakan bentuk terwujudnya
Prinsip Negara Hukum Pancasila yang pada hakikatnya di dalamnya
terdapat unsur keberadaan Prinsip Rule Of Law dan Prinsip Rechstaat
dimana mengakui asas persamaan dimata hukum atau Equality Before The
Law diamana prinsip tersebut merupakan salah satu dari dasar pengakuan
konsep Hak Asasi Manusia di Indoensia. Keberadaan mekanisme
pemakzulan bertujuan tidak hanya semata-mata untuk menyamakan
kedudukan presiden dengan warga Negara di hadapan hukum, dan tidak
hanya untuk membuktikan bahwa Indonesia sebagai Negara hukum
pancasila dengan mengakui prinsip persamaan dimata hukum dan hak
asasi manusia, lebih dari pada itu mekanisme pemakzulan presiden
hakikatnya adalah sebagai wujud dari kekuasaan rakyat dimana
konsekuensinya sebagai Negara demokrasi. Oleh karena itu pemakzulan
presiden perlu diatur di dalam norma dasar public yaitu konstitusi itu
sendiri agar dapat berlaku dan di pahami oleh seluruh warga Negara.
Sebagai wujud kekuasaan rakyat maka tidak bisa lepas dari keberadaan
Majlis Permusyawaratan Rakyat yang disingkat MPR sebagai wujud
kekuatan rakyat dalam pemerintahan. Akhirnya dalam hal ini, suka atau
tidak suka peristiwa pemakzulan presiden tidak hanya menggambarkan
suatu peristiwa hukum tetapi juga peristiwa politik karena melibatkan
MPR.

76
77

2. Keberadaan Mahkamah Konstitusi pada hakikatnya berfungsi sebagai


penjaga konstitusi atau disebut sebagai Guardian Of Constitution. Dalam
mekanisme pemakzulan presiden Mahkamah Konstitusi yang disingkat
MK ini diberikan kewenangan untuk memutus pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat terkait alasan pemakzulan presiden oleh konstitusi.
Oleh karena itu mekanisme tersebut disebut sebagai forum previlegiatum
dalam pemakzulan presiden, hal ini bertujuan agar mekanisme pemakzulan
jelas sebab hukumnya. Tetapi sifat putusan hukum dalam mahkamah
konstitusi khusus pemakzulan presiden harus di kembalikan kepada MPR
sebagai interpretasi dari kekuasaan rakyat. Padahal diberikannya
kewenangan MK sebagai forum peradilan atau forum previlegiatum
hakikatnya bertujuan agar pemakzulan presiden tidak terlarut kedalam
kondisi politik layaknya dialami oleh presiden abdurrahamn wahid dan
presiden soekarno. Dan walaupun terdapat unsur perbuatan pidana dalam
proses pemakzulan kedua presiden tersebut, tidak mengalami proses
pemidanaan yang berujung putusan pidana. Dikaitkan dengan pran MPR
saat ini penulis menganggap akan ada konflik konstitusional yang serius
saat putusan MK berujung berbeda dengan putusan MPR terkait
pemakzulan. Dan hal inilah yang menyebabkan seolah-olah asas
persamaan dimata hukum tidak berlaku bagi presiden karena pendapat
hukum MK yang bisa di netralisir oleh MPR. Terlebih saat pemakzulan
presiden ini di serahkan kepada MPR, MPR tidak memiliki kewajiban
apapun bahkan mempertimbangkan putusan MK karena konstitusi
memang tidak menggambarkan hal ini lebih lanjut. Bahkan pengadilan
mana yang berwenang mengadili pasca putusan pemakzulan oleh MPR
juga tidak digambarkan jelas oleh konstitusi. Hal ini berpotensi sama
seperti sebelumnya yaitu dominasi kondisi politik yang membuat bias
keputusan hukum yang pada dasrnya melibatkan unsur pidana di
dalamnya.
78

B. Saran

Berdasarkan kasus di atas penulis ingin menyampaikan beberapa saran yakni:


1. Amandemen undang-undang dasar yang kelima merupakan hal yang sudah
dari dahulu di perdengarkan ke public termasuk Isu pemakzulan terhadap
presiden juga selalu menjadi isu yang muncul dari tiap zaman kedudukan
presiden di Indonesia. Hal ini wajar karena Negara domokrasi syarat akan
kebebasan berpendapat yang juga dilindungi oleh konstitusi. Amandemen
kelima harus dilakukan karena prihal pemakzulan terhadap presiden butuh
alur yang jelas dan rinci. Karena kewenangan MK sebagai forum
privilagiatum dinilai tidak dapat diandalkan keadilannya karena final
sebagai peradilan tetapi tidak mengikat sifat putusannya. Jadikan putusan
MK sebagai putusan terakhir pemakzulan presiden setelah mekanisme
politik di MPR agar tidak menimbulkan konflik konstitusional yang serius,
atau amandemen kelima undang-undang dasar harus memperjelas
kewenangan peradilan mana yang berwenang memutus dalam konteks
pidana pasca diputus oleh MPR. Jika mengingat unsur pidana nya
pemakzulan juga bisa dikembalikan kepada Mahakamah Agung sebagi
peradilan yang tidak hanya memakzulkan kedudukan presiden tetapi juga
memutus kasus pidana yang dilakukannya. Artinya banyak sekali cara agar
pemakzulan presiden dapat menjamin asas persamaan dimata hukum
karena hal itu konsekuensi Negara hukum pancasila.

2. Elaborasi kepartaian saat ini juga menjadi salah satu penghambat


pemakzulan presiden karena memang tidak lepas dari peran MPR yang
secara fungsi merupakan bentuk dari join session antara DPR dan DPD.
Akhirnya peran partai politik menjadi dominan dalam membahas isu
pemakzulan presiden. Jika partai pendukung pemerintah dominan di dalam
tatanan DPR maka isu pemakzulan presiden mustahil muncul di dalam
forum Dewan Perwakilan Rakyat itu. Padahal sudah ada unsur kesalahan
dan unsur melawan hukum dalam ranah pidana misalnya. Akhrinya secara
filosofis harus ada kajian yang komprehensif mengenai sistem
79

presidensialisme yang di terapkan di Indonesia agar memaksimalkan


fungsi check and balance dalam lembaga Negara. Agar apatisme public
terhadap tatanan pemerintahan di Indonesia dapat disudahi. Mekanisme
pamakzulan presiden juga harus berkembang mengikuti elaborasi
kepartaian di dalam parlemen saat ini.

3. Publik harus memahami peraturan mengenai pemakzulan presiden karena


hal ini terdapat di dalam konstitusi. Memahami ayat-ayat konstitusi
merupakan bagian dari peran publik selain peran nya sebagai warga
Negara yang baik memahami ayat-ayat konstitusi dapat menimbulkan
iklim paham demokrasi dan publik dapat memahami hak-hak yang
seharusnya dimiliki oleh publik. Pemakzulan presiden akan selalu menjadi
isu yang panas disetiap rezim dalam kehidupan ketatanegaraan di
Indonesia maka dari itu tidak ada yang boleh alergi terhadap isu ini.
Makanisme pamakzulan presiden harus secara jelas tergambarkan di
dalam konstitusi, tidak hanya agar tidak muncul persoalan konstitusional
yang serius tapi pengaturan yang baik prihal pemakzulan presiden dapat
meyakinakan publik bahwa tidak ada satu kedudukan pun yang kebal
terhadap hukum.

Anda mungkin juga menyukai

  • Contoh RPP
    Contoh RPP
    Dokumen13 halaman
    Contoh RPP
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    Belum ada peringkat
  • Absensi Siswa
    Absensi Siswa
    Dokumen16 halaman
    Absensi Siswa
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    Belum ada peringkat
  • DAFTAR HADIR SISWA Motivasi
    DAFTAR HADIR SISWA Motivasi
    Dokumen4 halaman
    DAFTAR HADIR SISWA Motivasi
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    Belum ada peringkat
  • Agenda Pekanan Unit
    Agenda Pekanan Unit
    Dokumen1 halaman
    Agenda Pekanan Unit
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Optimis, Ikhtiar, Dan Tawakal
    Bab 1 Optimis, Ikhtiar, Dan Tawakal
    Dokumen10 halaman
    Bab 1 Optimis, Ikhtiar, Dan Tawakal
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    Belum ada peringkat
  • Biodata Peserta Didik
    Biodata Peserta Didik
    Dokumen2 halaman
    Biodata Peserta Didik
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    Belum ada peringkat
  • Pretest Pramuka 2021
    Pretest Pramuka 2021
    Dokumen3 halaman
    Pretest Pramuka 2021
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    100% (1)
  • Hari Dan Minggu Efektif
    Hari Dan Minggu Efektif
    Dokumen1 halaman
    Hari Dan Minggu Efektif
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    Belum ada peringkat
  • Rescued Document
    Rescued Document
    Dokumen1 halaman
    Rescued Document
    SEKOLAH ISLAM TERPADU BUNAYYA TANGERANG
    Belum ada peringkat