Berdasarkan uraian penulis, maka penulis memberi kesimpulan sebagai
berikut: 1. Bahwa Pemakzulan Presiden Di Indonesia merupakan bentuk terwujudnya Prinsip Negara Hukum Pancasila yang pada hakikatnya di dalamnya terdapat unsur keberadaan Prinsip Rule Of Law dan Prinsip Rechstaat dimana mengakui asas persamaan dimata hukum atau Equality Before The Law diamana prinsip tersebut merupakan salah satu dari dasar pengakuan konsep Hak Asasi Manusia di Indoensia. Keberadaan mekanisme pemakzulan bertujuan tidak hanya semata-mata untuk menyamakan kedudukan presiden dengan warga Negara di hadapan hukum, dan tidak hanya untuk membuktikan bahwa Indonesia sebagai Negara hukum pancasila dengan mengakui prinsip persamaan dimata hukum dan hak asasi manusia, lebih dari pada itu mekanisme pemakzulan presiden hakikatnya adalah sebagai wujud dari kekuasaan rakyat dimana konsekuensinya sebagai Negara demokrasi. Oleh karena itu pemakzulan presiden perlu diatur di dalam norma dasar public yaitu konstitusi itu sendiri agar dapat berlaku dan di pahami oleh seluruh warga Negara. Sebagai wujud kekuasaan rakyat maka tidak bisa lepas dari keberadaan Majlis Permusyawaratan Rakyat yang disingkat MPR sebagai wujud kekuatan rakyat dalam pemerintahan. Akhirnya dalam hal ini, suka atau tidak suka peristiwa pemakzulan presiden tidak hanya menggambarkan suatu peristiwa hukum tetapi juga peristiwa politik karena melibatkan MPR.
76 77
2. Keberadaan Mahkamah Konstitusi pada hakikatnya berfungsi sebagai
penjaga konstitusi atau disebut sebagai Guardian Of Constitution. Dalam mekanisme pemakzulan presiden Mahkamah Konstitusi yang disingkat MK ini diberikan kewenangan untuk memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat terkait alasan pemakzulan presiden oleh konstitusi. Oleh karena itu mekanisme tersebut disebut sebagai forum previlegiatum dalam pemakzulan presiden, hal ini bertujuan agar mekanisme pemakzulan jelas sebab hukumnya. Tetapi sifat putusan hukum dalam mahkamah konstitusi khusus pemakzulan presiden harus di kembalikan kepada MPR sebagai interpretasi dari kekuasaan rakyat. Padahal diberikannya kewenangan MK sebagai forum peradilan atau forum previlegiatum hakikatnya bertujuan agar pemakzulan presiden tidak terlarut kedalam kondisi politik layaknya dialami oleh presiden abdurrahamn wahid dan presiden soekarno. Dan walaupun terdapat unsur perbuatan pidana dalam proses pemakzulan kedua presiden tersebut, tidak mengalami proses pemidanaan yang berujung putusan pidana. Dikaitkan dengan pran MPR saat ini penulis menganggap akan ada konflik konstitusional yang serius saat putusan MK berujung berbeda dengan putusan MPR terkait pemakzulan. Dan hal inilah yang menyebabkan seolah-olah asas persamaan dimata hukum tidak berlaku bagi presiden karena pendapat hukum MK yang bisa di netralisir oleh MPR. Terlebih saat pemakzulan presiden ini di serahkan kepada MPR, MPR tidak memiliki kewajiban apapun bahkan mempertimbangkan putusan MK karena konstitusi memang tidak menggambarkan hal ini lebih lanjut. Bahkan pengadilan mana yang berwenang mengadili pasca putusan pemakzulan oleh MPR juga tidak digambarkan jelas oleh konstitusi. Hal ini berpotensi sama seperti sebelumnya yaitu dominasi kondisi politik yang membuat bias keputusan hukum yang pada dasrnya melibatkan unsur pidana di dalamnya. 78
B. Saran
Berdasarkan kasus di atas penulis ingin menyampaikan beberapa saran yakni:
1. Amandemen undang-undang dasar yang kelima merupakan hal yang sudah dari dahulu di perdengarkan ke public termasuk Isu pemakzulan terhadap presiden juga selalu menjadi isu yang muncul dari tiap zaman kedudukan presiden di Indonesia. Hal ini wajar karena Negara domokrasi syarat akan kebebasan berpendapat yang juga dilindungi oleh konstitusi. Amandemen kelima harus dilakukan karena prihal pemakzulan terhadap presiden butuh alur yang jelas dan rinci. Karena kewenangan MK sebagai forum privilagiatum dinilai tidak dapat diandalkan keadilannya karena final sebagai peradilan tetapi tidak mengikat sifat putusannya. Jadikan putusan MK sebagai putusan terakhir pemakzulan presiden setelah mekanisme politik di MPR agar tidak menimbulkan konflik konstitusional yang serius, atau amandemen kelima undang-undang dasar harus memperjelas kewenangan peradilan mana yang berwenang memutus dalam konteks pidana pasca diputus oleh MPR. Jika mengingat unsur pidana nya pemakzulan juga bisa dikembalikan kepada Mahakamah Agung sebagi peradilan yang tidak hanya memakzulkan kedudukan presiden tetapi juga memutus kasus pidana yang dilakukannya. Artinya banyak sekali cara agar pemakzulan presiden dapat menjamin asas persamaan dimata hukum karena hal itu konsekuensi Negara hukum pancasila.
2. Elaborasi kepartaian saat ini juga menjadi salah satu penghambat
pemakzulan presiden karena memang tidak lepas dari peran MPR yang secara fungsi merupakan bentuk dari join session antara DPR dan DPD. Akhirnya peran partai politik menjadi dominan dalam membahas isu pemakzulan presiden. Jika partai pendukung pemerintah dominan di dalam tatanan DPR maka isu pemakzulan presiden mustahil muncul di dalam forum Dewan Perwakilan Rakyat itu. Padahal sudah ada unsur kesalahan dan unsur melawan hukum dalam ranah pidana misalnya. Akhrinya secara filosofis harus ada kajian yang komprehensif mengenai sistem 79
presidensialisme yang di terapkan di Indonesia agar memaksimalkan
fungsi check and balance dalam lembaga Negara. Agar apatisme public terhadap tatanan pemerintahan di Indonesia dapat disudahi. Mekanisme pamakzulan presiden juga harus berkembang mengikuti elaborasi kepartaian di dalam parlemen saat ini.
3. Publik harus memahami peraturan mengenai pemakzulan presiden karena
hal ini terdapat di dalam konstitusi. Memahami ayat-ayat konstitusi merupakan bagian dari peran publik selain peran nya sebagai warga Negara yang baik memahami ayat-ayat konstitusi dapat menimbulkan iklim paham demokrasi dan publik dapat memahami hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh publik. Pemakzulan presiden akan selalu menjadi isu yang panas disetiap rezim dalam kehidupan ketatanegaraan di Indonesia maka dari itu tidak ada yang boleh alergi terhadap isu ini. Makanisme pamakzulan presiden harus secara jelas tergambarkan di dalam konstitusi, tidak hanya agar tidak muncul persoalan konstitusional yang serius tapi pengaturan yang baik prihal pemakzulan presiden dapat meyakinakan publik bahwa tidak ada satu kedudukan pun yang kebal terhadap hukum.