Forum Previlegiatum
Budi Sastra Panjaitan, Forum Privilegiatum Sebagai Wujud Peradilan yang Adil Bagi
239
Masyarakat, dalam Media Hukum : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan
MA-RI Vol. 25 No. 1, Juni 2018 (Jakarta; Indonesia) hal 41.
110
111
Budi Sastra Panjaitan, Forum Privilegiatum Sebagai Wujud Peradilan yang Adil Bagi
240
Masyarakat, dalam Media Hukum Vol. 25 No. 1, JUNI 2018 (Medan:Indonesia), hal. 42.
241
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, ps.28D
242
Abdul Wahid, Independensi Mahkamah Konstitusi Dalam Proses Pemakzulan Presiden
dan/atau Wakil Presiden, dalam Jurnal Konstitusi; Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Vol. 11 No. 4, Desember 2014 (Malang: Indonesia), hal. 672.
243
Ibid, Hlm. 673
112
244
Ibid, Hlm. 678
245
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, ps.24C
113
harus diserahkan kepada mekanisme MPR dan MPR yang bertugas untuk
memutuskan bahwa apakah pemakzulan presiden dapat dilakukan atau tidak.
Pertanyaan nya apakah keputusan yang dijatuhkan oleh MK ini mempunyai
kekuatan yang mengikat MPR dalam menjalankan perannya? Apakah MPR
hanya menjadi “corong” MK dengan menjadikan keputusan yang dijatuhkan
oleh MK sebagai keputusan akhir yang mengikatnya? Tentu konstitusi tidak
menjelaskan lebih lanjut pernyataan ini.246
Walaupun hal tersebut merupakan interpretasi dari kekuasaan rakyat, tapi
seolah-olah melupakan unsur pidana yang menimpa presiden sampai dapat
lolos dari jaratan pemakzulan. Keberadaan peran MK di Indonesia dalam
proses pemakzulan Presiden dan/ atau Wakil Presiden dapat dikomparasikan
dengan peran MK di Jerman. Hal ini berhubungan erat dengan konsep
lembaga Negara berdasasrkan konstitusi jerman. Di dalam konstitusi Jerman,
adanya perbedaan state organ dan konstitusional organ. State organ adalah
lembaga-lembaga dalam negara Jerman yang dianggap bertindak atas nama
negara Jerman termasuk yang mempunyai kedudukan state organ yang utama
adalah bundestag, Bundesrat, bundesregireung, bundespresident dan
bundesverfassungsgericht. Disamping itu juga yang termasuk organ adalah
bundesrecht-nungshof dan bundesbank. Dibalik itu konstitusional organ
hanyalah menyangkut lembaga-lembaga organ yang satu kewenangannya
langsung diatur oleh konstitusi. Dalam ketatanegaraan Jerman constitusional
organ tertinggi adalah bundestag sebagai organ yang dipilih langsung oleh
rakyat. constitutional organ lainnya adalah bundesrat, regierung president dan
bundesverfassungsgericht. Berasal konsep state organ dan konstitusional
organ dari konsep konstitusi Jerman MPR adalah konstitusional organ
mengingat kewenangan MPR diberikan oleh undang-undang Dasar 1945. 247
Ketentuan mengenai prosedur impeachment atau pemakzulan diatur
dalam Bab V pasal 61 mengenai Presiden. Pasal 61 (1) menentukan bahwa
246
Op.cit, Hlm. 678
247
I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, edisi revisi, (Malang:Setara Press, 2012), hal. 153.
114
250
Ahmad Fadlil Sumadi, Independensi Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konsitusi Republik
Indonesia dalam Jurnal Konstitusi: Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia Vol 8, No 1, Oktober
2011 (Jakarta; Indonesia), Hlm. 639.
251
Ibid, Hlm. 639
116
253
I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, edisi revisi, (Malang:Setara Press, 2012), hal. 153.
254
Op.cit, Hlm.420.
117
255
Op.cit, Hlm.422.
256
Op.cit, Hlm.422.
118
dimaknai sebagai bentuk perlawanan terhadap Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28I
ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Akibatnya cita-cita negara hukum (rechtsstaat) terabaikan karena adanya
prosedur khusus dimaksud. Proses penegakan hukum terhadap pejabat negara
seharusnya tidak mengandung diskriminasi dengan rakyat biasa yang
berpotensi bertentangan dengan prinsip equal protecition yang dijamin oleh
Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu persamaan atau kesederajatan
dihadapan hukum dan pemerintahan. Sekalipun hak imunitas diperlukan bagi
pejabat negara, bukan berarti dalam tindakan kehakiman hak imunitas harus
melekat. Jika hak imunitas melekat sama artinya asas proporsionalitas telah
terabaikan, karena menunda proses kehakiman dengan alasan adanya
prosedur tertentu terhadap pejabat negara telah menunjukkan terjadinya
pembatasan kesetaraan di hadapan hukum, yang berarti telah terjadi
diskriminasi antara rakyat dengan pejabat negara.257
Pada intinya perubahan kelima terhadap Undang-Undang Dasar harus
menjadi pembahasan khususnya bicara mengenai pemakzulan presiden,
karena Mahkamah Konstitusi sebagai forum privilegiatum dinilai belum tepat
dijadikan pilihan tetap bagi pejabat negara khususnya presiden yang
melakukan tindak pidana. Seharusnya ada forum privilegiatum, sebagai
pemberhentian dan penghukuman terhadap pejabat negara yang melakukan
tindak pidana dilakukan melalui mekanisme pengadilan khusus. Pengadilan
khusus ini merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final dan mengikat. Forum privilegiatum diadakan karena
sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman untuk mewujudkan rasa
keadilan antara rakyat dengan pejabat negara, khususnya dalam memutus
kejahatan pada tingkat pertama dan terakhir bagi pejabat negara. Mekanisme
peradilan dalam pengadilan khusus ini dipercepat tanpa melalui jenjang
pemeriksaan konvensional dari tingkat bawah sebagaimana yang dilakukan
Budi Sastra Panjaitan, Forum Privilegiatum Sebagai Wujud Peradilan yang Adil Bagi
257
Masyarakat, dalam Media Hukum : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan
MA-RI Vol. 25 No. 1, Juni 2018 (Jakarta; Indonesia) hal 45.
119
259
Ibid, Hlm. 45.
120
262
Ahmad Fadlil Sumadi, Independensi Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konsitusi Republik
Indonesia dalam Jurnal Konstitusi: Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia Vol 8, No 1, Oktober
2011 (Jakarta; Indonesia), Hlm. 646.
122
kepada mekanisme pasar dan di dalam konsideran Perpres tidak ada rujukan
dari dari putusan MK pada undang-undang Migas.263
Kasus serupa putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak dilaksanakan
oleh cabang kekuasaan legislatif salah satu contohnya yaitu Putusan Nomor
92/ PUU-X/2012. Melalui putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi
menyatakan bahwa seluruh ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
serta Undang-Undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan yang telah mereduksi kewenangan Dewan Perwakilan
Daerah sebagaimana telah ditentukan oleh UUD 1945 atau setidaknya telah
mengurangi fungsi, tugas dan kewenangannya yang dikehendaki konstitusi
harus dinyatakan inkonstitusional. Melalui putusan itu juga, Mahkamah
Konstitusi menegaskan bahwa DPD mempunyai hak konstitusional
sebagaimana diamanahkan oleh Konstitusi Pasal 22D ayat (1) dan (2), yang
di antaranya adalah mengajukan rancangan undang-undang, ikut membahas
rancangan undang-undang, penyusunan prolegnas dan pertimbangan terhadap
rancangan undang-undang. Faktanya, secara substansial putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut dimuat kembali dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.264
Putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak dipatuhi oleh Mahkamah
Agung sebagai lembaga yang dikualifikasikan ke dalam cabang kekuasaan
yudikatif selain Mahkamah Konstitusi, adalah Putusan Nomor 003/PUU-
IV/2006 tentang penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mahkamah Konstitusi melalui
263
Op.cit, Hlm.13.
264
M. Agus Maulidi, Jurnal Konstitusi, Menyoal Kekuatan Eksekutorial Putusan Final dan
Mengikat Mahkamah Konstitusi, dalam Jurnal Konstitusi; Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK) FH UII Vol 16, No 2, Juni 2019 (Yogyakarta;
Indonesia). Hal. 342.
123
265
Ibid, Hlm. 343.
124
melalui rapat paripurna MPR untuk diputus apakah Presiden dan/ Wakil
Presiden diberhentikan atau tidak.
Padahal jika kembali kepada hakikat keberadaan forum previlegiatum
tujuan nya adalah jelas persamaan dimata hukum sebagai wujud dari
keberadaan Negara hukum pancasila.266 Penyelenggaraan keadilan secara
benar kepada semua warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan
sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan
melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan terhadap
akses keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality
before the law).267
Pada hakikatnya tidak ada masalah dengan mekanisme politik yang
dilakukan oleh DPR, karena memang fungsi nya sebagai lembaga perwakilan
rakyat yang memantau kinerja pemerintah (check and balance). Selama
alasan pemakzulan presiden masih dalam ranah hukum maka diharapkan akan
menimbulkan hasil yang objektif dan menjamin keadilan. Begitulah peran
266
Bachtiar, Problematika Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Pada Pengujian UU
terhadap UUD, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015) Hal. 33.
Budi Sastra Panjaitan, Forum Privilegiatum Sebagai Wujud Peradilan yang Adil Bagi
267
Masyarakat, dalam Media Hukum : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan
MA-RI Vol. 25 No. 1, Juni 2018 (Jakarta; Indonesia) hal 43.
125
268
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 C
ayat (1)
269
Republik Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 C
ayat (2)
126
obligatoir bagi seluruh organ negara, baik tingkat pusat dan daerah serta
semua otoritas lainnya.270
Dalam proses ini Putusan MK dapat diartikan final namun hanya secara
hukum. Makna putusan final MK diartikan putusan tersebut memperoleh
kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang
dapat ditempuh seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Ukuran
untuk menentukan suatu putusan pengadilan bersifat final dan memiliki
kekuatan hukum mengikat adalah pada ada tidaknya badan yang berwenang
secara hukum meninjau ulang (review) putusan pengadilan tersebut, serta ada
tidaknya mekanisme hukum acara tentang siapa dan bagaimana peninjauan
ulang tersebut dilakukan. Untuk proses ini putusan MK yang bersifat final
secara hukum bukan berarti menyelesaikan atau mengakhiri perkara.
Selanjutnya apabila MK memutus membenarkan pendapat DPR, maka DPR
akan melaksanakan sidang paripurna kemudian diteruskan ke MPR. Proses
ini adalah proses politik. MPR akan melaksanakan rapat paripurna untuk
memutus Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah atau tidak. Pada proses
ini Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan
penjelasannya. Hal ini berarti seperti ada persidangan kedua di MPR.
Kemungkinan yang terjadi adalah dengan situasi politik yang terus berubah
dan cara pengambilan keputusan dengan suara terbanyak maka MPR sangat
mungkin tidak memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, sedangkan
pada proses sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah membenarkan pendapat
DPR. Mekanisme seperti ini sangat rawan akan penyalahgunaan kewenangan
untuk saat ini meskipun setelah amandemen belum ada Presiden dan/atau
Wakil Presiden yang diimpeachment, akan tetapi tidak menutup kemungkinan
suatu saat nanti apabila terjadi. 271 Tentu hal ini akan memunculkan konflik
konstitusional yang serius karena alur politik yang cukup terasa dan
270
Febri Mahfud Efendi, Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Pemberhentian
Presiden Dan/Atau Wakil Presiden Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Skripsi Gelar Sarjana Hukum, FH Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tahun 2016, Hal. 12
271
Ibid, Hlm. 13
.
127