BAB III
DASAR TEORI
0, otherwise
a. Sistem menentu (deterministic system), yaitu bila untuk setiap input x(t)
ada suatu output y(t) yang unik (tertentu), tidak boleh tidak. Sebagai
lawannya tentu ada sistem yang tidak menentu (non deterministic system).
Sistem tak menentu masih menarik bila output-nya mempunyai sifat
statistik tertentu, yang berarti mempunyai keboleh-jadian yang tertentu.
Sistem seperti ini dikenal sebagai probabilistic system.
b. Sistem tak antisipatif (nonantisipative system), yaitu bila output sekarang
tidak bergantung pada input yang akan datang. Jadi input pada saat t0, y(t0)
sepenuhnya hanya ditentukan oleh input x(t) untuk t ≤ t 0 . Ini merupakan
hubungan sebab akibat yang normal. Sebagai lawannya tentu ada sistem
antisipatif, yang berarti sistem sudah mempunyai output sebelum ada input
(hubungan sebab akibat yang tidak normal). Sistem antisipatif mempunyai
output yang bersifat prediksi atau ramalan.
c. Sistem terealisasikan (realizable system), yaitu bila ada input x(t) yang riil
akan ada output y(t) yang juga riil. Lawannya yaitu sistem yang tak
terealisasikan sulit dijelaskan dan dicarikan contohnya.
d. Sistem linier, yaitu bila input x1(t) memberikan output y1(t), input x2(t)
memberikan output y2(t), input x3(t) memberikan output y3(t), maka input
x(t) = c1x1(t) + c2 x2(t) + c3 x3(t) akan memberikan output y(t) = c1y1(t) +
c2 y2(t) + c3 y3(t), dengn c1, c2, c3 adalah konstan. Hal ini sesuai dengan
Universitas Indonesia
Bagian riil trace kompleks f(t), dapat dinyatakan dalam persamaan yang
melibatkan perubahan amplitudo terhadap waktu A(t) dan perubahan fasa terhadap
waktu θ (t ) seperti berikut :
F (t ) = f (t ) + jf * (t ) = A(t )e jθ (t ) 3.3
Gambar 3.2. Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium
Dari gambar 3.2, menurut hukum Snellius antara sudut datang i, sudut
pantul θ1 dan sudut bias θ 2 memenuhi persamaan seperti berikut:
= = = = =p , 3.4
V P1 V P1 VP2 VS1 VS 2
Universitas Indonesia
A1 ρ 2VP 2 − ρ1V P1
R0 = = , 3.5
A0 ρ1VP1 + ρ 2VP 2
Z 2 − Z1
R0 = , 3.6
Z1 + Z 2
Z = ρV p , 3.7
dengan
2Z1
T0 = , 3.8
Z1 + Z 2
Universitas Indonesia
Gambar 3.3 Koefisien refleksi sudut datang nol (reka ulang dari Munadi, 1991)
Gelombang yang datang dari suatu medium ke medium lain dengan sudut
datang tidak sama dengan nol (tidak tegak lurus bidang pantul), koefisien refleksi
dan transmisinya dapat dihitung dengan persamaan Zoeppritz. Bentuk persamaan
simultan dari persamaan Zoeppritz (1919) adalah :
⎡ − sin θ1 − cos φ 2 sin θ 2 cos φ 2 ⎤
⎡ R p (θ1 )⎤ ⎢ cos θ − sin φ1 cos θ 2 − sin φ 2 ⎥ ⎡ sin θ1 ⎤
⎢ ⎥ ⎢ 1 ⎥⎢ ⎥
θ ρ 2VS 2VP 2 ρ 2VS 2VP1 ⎥ ⎢ cos θ1 ⎥
2
R ( )
⎢ S 1 ⎥ = ⎢ sin 2θ V P1
cos 2φ1 cos 2φ1 cos 2φ 2 ⎥
⎢TP (θ1 ) ⎥ ⎢ 1
VS1 ρ1VS2VP 2 ρ 2VS21 ⎢ sin 2θ1 ⎥
⎢ ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥
VS1 ρ 2VP 2 ρV
⎢⎣TS (θ1 ) ⎥⎦ ⎢− cos 2φ1 sin 2φ1 cos 2φ 2 − 2 S 2 sin 2φ 2 ⎥ ⎣cos 2φ1 ⎦
⎢⎣ V P1 ρ1VP1 ρ1V P1 ⎥⎦
………….3.9
Aki dan Richards (1980) mengusulkan penyederhanaan persamaan
Zoeppritz untuk nalisis AVO :
ΔV p ΔVs Δρ
R (θ ) = a +b +c 3.10
Vp Vs ρ
dimana :
1
a= , 3.11
2 cos 2 θ
Universitas Indonesia
2
⎛V ⎞
b = 4⎜ s ⎟ sin 2 θ 3.12
⎜V ⎟
⎝ p ⎠
2
⎛V ⎞
c = 0.5 − 2⎜⎜ s ⎟⎟ sin 2 θ 3.13
⎝ VP ⎠
Wiggins et al. (1983) dalam Russell (1988) membuat pendekatan terhadap
persamaan Zoeppritz oleh Aki dan Richard ini dalam 3 parameter elasitis.
R(θ ) = A + B sin 2 θ + C tan 2 θ sin 2 θ 3.14
dimana :
1 ⎡ ΔVP Δρ ⎤
A= ⎢ + 3.15
2 ⎣ VP ρ ⎥⎦
2 2
1 ΔVP ⎡ V ⎤ ΔVS ⎡V ⎤ Δρ
B= − 4⎢ S ⎥ − 2⎢ S ⎥ 3.16
2 Vp ⎣V P ⎦ V S ⎣V P ⎦ ρ
1 ΔVP
C= 3.17
2 VP
Persamaan ini merupakan penyelesaian dari hubungan linier antara
amplitudo dan sin2θ (Aki dan Richard, 1980). A merupakan intersep yaitu
koefisien refleksi zero-offset yang merupakan fungsi dari kecepatan gelombang P
dan densitas. B merupakan gradien AVO yang bergantung pada kecepatan
gelombang P dan gelombang S serta densitas batuan. Dibandingkan dengan
intersep, gradien mempunya efek lebih besar pada AVO. C sebagai faktor
kelengkungan hanya berpengaruh kecil terhadap amplitudo pada sudut datang di
bawah 300. Gambar 3.4 merupakan contoh analisis AVO kelas III, adanya
kenaikan amplitudo dengan bertambahnya offset.
Universitas Indonesia
Gambar 3.4 Analisis AVO, contoh AVO kelas III, terjadinya kenaikan amplitudo
dengan semakin bertambahnya offset
Universitas Indonesia
R (θ ) = c1 RP + c 2 RS + c3 RD 3.18
dimana :
− 8 sin 2 θ 1 2 sin 2 θ
c1 = 1 + tan 2 θ ; c 2 = ; c3 = tan 2 θ −
γ sat
2
2 γ sat
2
1 ⎡ ΔVP Δρ ⎤
RP = ⎢ + , 3.19
2 ⎣ VP ρ ⎥⎦
1 ⎡ ΔVS Δρ ⎤
RS = ⎢ + , 3.20
2 ⎣ VS ρ ⎥⎦
Δρ
RD = 3.21
ρ
Universitas Indonesia
VS ΔVS
ΔF = RP − 1.16 3.21
V P VS
Gambar 3.6. Garis Mudrock, dengan Vp/VS konstan, persamaan Gardner pada
AVO, cross plot intersep (A) dan gradien (B) (Castagna et al., 1998)
Goodway et al., (1997) mengajukan penyelesaian baru untuk inversi
AVO berdasarkan parameter – parameter Lame λ, μ dan ρ dapat ditulis :
Universitas Indonesia
λ + 2μ
VP = 3.22
ρ
μ
VS = 3.23
ρ
μρ = (VS ρ )2 = Z S2 3.24
(VP ρ )2 = Z P2 = (λ + 2μ )ρ 3.25
λρ = Z P2 − 2Z S2 3.26
Gambar 3.7 Interpretasi cross plot lambda-rho vs Mu-rho ( Goodway et all, 1997)
Universitas Indonesia