Anda di halaman 1dari 11

HIGEIA 1 (4) (2017)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR SEBAGAI UPAYA


PENCEGAHAN BAHAYA BIOLOGI PADA TENAGA KEPERAWATAN

Sutianik Romadhoni , Evi Widowati

Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat,


Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Penularan bahaya biologi yang tinggi merupakan indikator pentingnya suatu usaha pengendalian
Diterima Agustus 2017 infeksi dengan menerapkan kewaspadaan standar. Nilai BOR yang tinggi (83%) menyebabkan
Disetujui September 2017 meningkatnya intensitas tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini
Dipublikasikan Oktober berpotensi terjadi penularan bahaya biologi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui evaluasi
2017 penerapan kewaspadaan standar sebagai upaya pencegahan bahaya biologi pada tenaga
________________ keperawatan di RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian ini menggunakan metode evaluatif.
Keywords: Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Informan
Biological, Hazard, Nurse ditentukan dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan data tingkat
____________________ kesesuaian poin-poin dengan standar dari evaluasi penerapan kewaspadaan standar di RSUD
Tugurejo Semarang secara keseluruhan untuk 11 elemen dengan 63 poin. Penerapan yang sesuai
sebanyak 54 poin (85,7%), penerapan yang tidak sesuai sebanyak 4 poin (6,4%), dan tidak ada
penerapannya sebanyak 5 poin (7,9%). Penerapan kewaspadaan standar yang kurang akan
menimbulkan konsekuensi kesehatan yang tidak menguntungkan yang diderita oleh banyak orang
sebagai akibat kesalahan medis.

Abstract
___________________________________________________________________
Transmission of biological hazard that high is an indicator the importance of a control infections by applying
standard precaution. Value BOR that high (83%) can give increase nurse intensity to give care nursing. It is
potential for transmission of biological hazard. The purpose of this research is to know the application of
evaluation standard precaution as a biological hazard prevention effort on nursing at RSUD Tugurejo. This
research uses the method evaluative. Data collection by interviews, observation, and study documentation.
Informants determined to technique purposive sampling. The result of an application standard precaution in
RSUD Tugurejo over all for 11 element with 63 points. Application of appropriate as 54 points (85,7%), the
aplication of that does not comforms as 4 points (6,4%), and nothing the application as 5 points (7,9%). The
application of standard precaution would have health consequences unfavorable suffered by many people as a
result of medical errors.

© 2017 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 e ISSN 1475-222656
E-mail: sutianik.romadhoni@yahoo.co.id

14
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

PENDAHULUAN Kondisi fisik lingkungan tempat kerja di


mana para pekerja beraktivitas sehari-hari
Infeksi yang terjadi akibat interaksi yang mengandung banyak bahaya langsung maupun
berlangsung di rumah sakit merupakan salah tidak langsung bagi keselamatan dan kesehatan
satu penyebab utama tingginya angka kesakitan pekerja (Septiana, 2017). UK Health and Safety
dan kematian di dunia. WHO menyatakan Commission menyebutkan bahwa bahaya biologi
bahwa pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta orang adalah agen infeksi atau hasil dari perantara
di dunia menderita tuberkulosis. Sebanyak 1,5 infeksi yang menyebabkan manusia menderita
juta penderita meninggal akibat tuberkulosis suatu penyakit. Bahaya biologi dapat
diantaranya 1,1 juta negatif menderita HIV dan disebabkan karena terdapat organisme penyebab
0,4 juta positif HIV. 1 dari 3 penderita HIV penyakit pada tempat kerja atau zat yang
meninggal akibat tuberkulosis. Pada tahun 2015 dihasilkan dari mikroorganisme yang
lebih dari 70 juta orang di dunia terinfeksi virus mengancam kesehatan manusia (Pryor, et.al,
HIV, 35 juta orang diantaranya meninggal 2012). Penularan bahaya biologi yang tinggi
karena HIV. Secara global 36,7 juta orang hidup merupakan indikator pentingnya suatu usaha
dengan HIV dengan prevalensi 0,8% diderita pengendalian infeksi. WHO telah menetapkan
pada rentang usia antara 15-49 tahun. pentingnya penerapan standard precaution pada
Prevalensi HIV di Asia Tenggara (0,3%) berada petugas kesehatan dalam setiap tindakan untuk
pada urutan ke tiga setelah Amerika (0,5%) dan mencegah peningkatan infeksi (Metha, et.al,
Afrika (4,4%) (WHO, 2016). Data Badan 2010). Kewaspadaan standar (standard
Penelitian dan Pengembengan Kementerian precaution) adalah kewaspadaan untuk
Kesehatan tahun 2013 menunjukkan sekitar mencegah penyebaran penyakit menular yang
7000 tenaga kesehatan di Indonesia terkena diatur menurut pedoman kewaspadaan isolasi
hepatitis B. Sebanyak 4900 diantaranya oleh CDC dan HICPAC. Menurut Permenkes
disebabkan karena tertusuk jarum suntik dan nomor 17 tahun 2017, komponen standard
hanya 2200 yang terinfeksi karena popuasi. precaution meliputi: kebersihan tangan, Alat
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Pelindung Diri (APD), dekontaminasi peralatan
Penyehatan Lingkungan Kementerian perawatan pasien, pengendalian lingkungan,
Kesehatan RI, Agus Purwadianto pengelolaan limbah, penatalaksanaan linen,
menambahkan bahwa terdapat 49% tenaga perlindungan petugas kesehatan, penempatan
kesehatan yang rentan tertular virus hepatitis B. pasien, hygiene respirasi/etika batuk, praktik
Tenaga keperawatan adalah salah satu menyuntik yang aman, dan praktik yang aman
tenaga pelayanan kesehatan yang paling sering untuk lumbal punksi (Kemenkes, 2017).
berinteraksi dengan pasien dibandingkan Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti
dengan komponen lainnya seperti: dokter, tahun 2009 di RSUD Salatiga mengidentifikasi
teknisi, petugas farmasi, petugas laboratorium 40% perawat yang bersikap bertanggung jawab
dan petugas kebersihan. Dari beberapa dengan baik terhadap penggunaan APD. Yulia
komponen tersebut, faktor risiko paling tinggi pada tahun 2009 mengidentifikasi 49% perawat
sebagai media terjadinya penyebaran infeksi di RSUD Pusat Haji Adam Malik Medan tidak
kepada pasien adalah tenaga keperawatan. mengetahui penggunaan APD dengan benar.
Perawat termasuk kelompok tenaga kesehatan Penelitian Soni tahun 2011 di Rumah Sakit
yang masuk dalam kelompok rentan tertular Setjonegoro Wonosobo mengidentifikasi 70%
(vulnerable people) serta menjadi kelompok perawat melakukan tindakan yang tidak sesuai
berisiko atau rawan tertular karena setiap hari dengan standard precaution.
perawat kontak langsung dengan pasien dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
waktu cukup lama, kurang lebih 6-8 jam per Tugurejo Semarang merupakan rumah sakit tipe
hari, sehingga selalu terpajan mikroorganisme B, milik Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yang
penyebab penyakit (Berkanis, 2008). terletak di Jalan Utama Semarang-Kendal.

15
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

RSUD Tugurejo memiliki kapasitas tempat infus tidak menggunakan prinsip aseptik.
tidur sebanyak 401 buah dan jumlah perawat Terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit
yang ada sebanyak 315 orang. Menurut menggambarkan bahwa penerapan
Permenkes No. 340 tahun 2010 tentang kewaspadaan standar di RSUD Tugurejo
klasifikasi rumah sakit menyatakan bahwa kurang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk
perbandingan jumlah perawat dan tempat tidur mengetahui evaluasi penerapan kewaspadaan
untuk rumah sakit kelas B adalah 1:1, sementara standar (standard precaution) sebagai upaya
itu Bed Occupancy Ratio (BOR) atau angka pencegahan bahaya biologi pada tenaga
penggunaan tempat tidur di RSUD Tugurejo keperawatan di RSUD Tugurejo Semarang.
cukup tinggi yaitu 83% dan rata-rata tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi METODE
berikutnya adalah 2 hari. Hal ini menyebabkan
intensitas tenaga keperawatan dalam Jenis dan rancangan penelitian yang
memberikan asuhan keperawatan semakin digunakan dalam penelitian ini adalah metode
meningkat karena jumlah tempat tidur lebih evaluatif. Metode ini digunakan untuk
banyak daripada perawat sehingga dapat mengumpulkan data tentang implementasi dari
meningkatkan potensi terjadinya penularan suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh
bahaya biologi. pemerintah atau lembaga resmi. Untuk
Berdasarkan wawancara dengan komite melaksanakannya, peneliti mengidentifikasi
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah komponen dari objek sebagai sebuah sistem.
Sakit (PPIRS) di RSUD Tugurejo Semarang Dengan adanya penelitian evaluatif, maka
selaku penanggung jawab terhadap penerapan sebuah lembaga dapat meningkatkan mutu
standard precaution pada tanggal 18 Mei 2016 kinerja dan mengembangkan kualitas atau
mengatakan bahwa setiap sumber daya manusia quality improvement (Arikunto, 2010). Penelitian
yang ada di rumah sakit sudah diberikan ini menggunakan standar acuan: Peraturan
informasi penerapan standard precaution. Menteri Kesehatan RI Nomor 27 Tahun 2017
Informasi diberikan dengan cara sosialisasi yang tentang Pedoman Pencegahan dan
diberikan kepada tenaga medis dan keperawatan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit, Pedoman
serta semua SDM yang ada di rumah sakit. Kewaspadaan Isolasi (2007 Guideline for Isolation
Komite PPIRS juga mengatakan bahwa setiap Precautions: Preventing Transmission of Infectious
karyawan baru serta mahasiswa praktik harus Agents in Healthcare Settings) yang dikeluarkan
mengikuti sosialisasi tentang standard precaution. oleh CDC (Center Disease Control) dan HICPAC
Monitoring dan evaluasi terhadap penerapan (Healthcare Infection Control Practice Advisory
standard precaution telah dilaksanakan secara Commitee) tahun 2007 dan Best Practice for
berkelanjutan. RSUD Tugurejo telah memiliki Injection and Related Procedures Toolkit yang
kebijakan dan pedoman berupa standar dikeluarkan oleh WHO tahun 2010.
prosedur operasional tentang standard precaution. Pengumpulan data dilakukan dengan
Sarana dan prasana dalam upaya penerapan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
standard precaution telah terdistribusi secara Informan ditentukan dengan teknik purposive
merata di lingkungan RSUD Tugurejo sampling. Komponen kewaspadaan standar
Semarang. Komite PPIRS mengatakan bahwa (standard precaution) yang akan diteliti meliputi
ada beberapa perawat yang pernah mengalami kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD),
luka tusuk jarum, namun tidak semua kasus dekontaminasi peralatan perawatan pasien,
terlaporkan. Terdapat kasus infeksi nosokomial pengendalian lingkungan, pengelolaan limbah,
pada pasien yang dirawat di RSUD Tugurejo penatalaksanaan linen, perlindungan petugas
pada tahun 2015 sebanyak 24 dari 55 pasien di kesehatan, penempatan pasien, hygiene respirasi,
ruang rawat inap yang mengalami plebitis saat praktik menyuntik dan praktik lumbal pungsi
dan selama pemasangan infus karena perawatan yang aman.

16
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

Teknik pengambilan data dalam penerapan kewaspadaan standar dan pihak yang
penelitian ini melalui observasi, wawancara, melakukan inspeksi di lapangan berkaitan
dan studi dokumentasi. Observasi yang dengan upaya pencegahan bahaya biologi di
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi rumah sakit terutama penerapan kewaspadaan
partisipatif yang bersifat pasif. Teknik observasi standar. (3) Tenaga Keperawatan RSUD
ini dilakukan oleh peneliti yang datang di Tugurejo Semarang, dengan pertimbangan:
tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak selalu berada di tempat kerja, tempat dimana
ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Ghony, dilakukan inspeksi berkaitan dengan upaya
2012:170). Dalam penelitian ini, observasi pencegahan bahaya biologi di rumah sakit dan
dilakukan dengan bantuan lembar observasi sebagai pihak yang berperan aktif dalam
yang telah dirancang sistematis dan gambar melakukan upaya pencegahan bahaya biologi di
dokumentasi sehingga lebih memudahkan rumah sakit terutama dalam penerapan
peneliti dalam observasi lapangan. Menurut kewaspadaan standar. Data sekunder diperoleh
Sugiyono (2015:320) teknik wawancara yang melalui studi dokumentasi di RSUD Tugurejo
digunakan dalam penelitian ini yaitu Semarang. Data dokumen yang diambil dalam
wawancara semi terstruktur, jenis wawancara penelitian ini yaitu profil rumah sakit, laporan
ini sudah termasuk dalam kategori in-depth rumah sakit, Instruksi Kerja (IK), SOP, dan
interview yang bertujuan untuk menemukan dokumen lain yang mendukung terkait dengan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD
pihak yang diwawancarai diminta pendapat dan Tugurejo Semarang.
ide-idenya. Studi dokumen dalam penelitian ini Pemeriksaan keabsahan data ini
didapatkan melalui: literatur, profil rumah sakit, dilakukan dengan cara triangulasi teknik.
laporan rumah sakit, Instruksi Kerja (IK), SOP, Dalam penelitian ini pemeriksaan keabsahan
dan dokumen lain yang mendukung terkait data dilakukan dengan cara membandingkan
dengan penerapan kewaspadaan standar di dan mengecek data dari hasil wawancara
RSUD Tugurejo Semarang. dengan hasil observasi lapangan serta studi
Sumber informasi dari penelitian ini dokumentasi. Menurut Sugiyono (2015:337)
diperoleh dari data primer dan data sekunder. analisis data dilakukan secara interaktif dan
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari berlangsung terus menerus. Analisis data yaitu
proses observasi yang menggunakan lembar melalui tahap data reduction, data display, dan
observasi dan proses wawancara dengan conclusion. Berdasarkan rumus statistik distribusi
menggunakan pedoman wawancara dari frekuensi, cara perhitungan tingkat kesesuaian
informan yang dilakukan oleh peneliti. poin-poin dengan standar yaitu: persentase poin
Informan dalam penelitian ini ditentukan kesesuaian diperoleh dari perbandingan jumlah
dengan teknik purposive sampling. Informan poin yang sesuai dikali 100 persen, dibagi
dalam penelitian ini antara lain: (1) Komite dengan keseluruhan total poin.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit (PPIRS) di RSUD Tugurejo Semarang, HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan pertimbangan: lebih mengetahui semua
kebijakan yang berkaitan dengan upaya Berdasarkan hasil penelitian yang tersaji
pencegahan bahaya biologi di rumah sakit diketahui bahwa penerapan prinsip
terutama penerapan kewaspadaan standar dan kewaspadaan standar di RSUD Tugurejo
bertanggung jawab atas semua kebijakan dan Semarang, penerapan yang sesuai sebanyak
keputusan berkaitan dengan kewaspadaan 85,7% (54 poin) meliputi: (1) penerapan
standar. (2) Pelaksana K3 RSUD Tugurejo kebersihan tangan sebanyak 4 poin, (2)
Semarang dengan pertimbangan: lebih penerapan APD sebanyak 6 poin, (3) penerapan
mengetahui kondisi aktual di lapangan terkait dekontaminasi peralatan perawatan pasien

17
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

Tabel 1. Evaluasi Penerapan Kewaspadaan Standar (Standard Precaution) pada Tenaga Keperawatan
di RSUD Tugurejo Semarang

Kesesuaian (%)
Jumlah
Komponen Ada
Poin Tidak Ada
Sesuai Tidak sesuai
Kebersihan tangan 5 80 20 0
Alat pelindung diri (APD) 6 100 0 0
Dekontaminasi peralatan perawa- 6 100 0 0
tan pasien

Pengendalian lingkungan 6 83,7 16,7 0


Pengelolaan limbah 2 100 0 0
Penatalaksanaan linen 4 75 25 0
Perlindungan petugas kesehatan 8 100 0 0
Penempatan pasien 6 100 0 0
Hygiene respirasi/etika batuk 7 85,7 14,3 0
Praktik menyuntik yang aman 9 88,9 0 11,1
Praktik lumbal pungsi yang aman 4 0 0 100

sebanyak 6 poin, (4) penerapan pengendalian terpenting untuk mengurangi penularan


lingkungan sebanyak 7 poin, (5) penerapan mikroorganisme dan pencegahan infeksi.
penatalaksanaan linen sebanyak 3 poin, (6) Penularan penyakit menular dari pasien ke
penerapan perlindungan petugas kesehatan pasien lain kemungkinan terjadi melalui tangan
sebanyak 8 poin, (7) penerapan penempatan petugas kesehatan. Menjaga kebersihan tangan
pasien sebanyak 6 poin, (8) penerapan hygiene dengan baik dapat mencegah penularan
respirasi sebanyak 6 poin, dan (9) penerapan mikroorganisme. Sebanyak 20% penerapan
praktik menyuntik yang aman sebanyak 8 poin. yaitu pada poin kepatuhan belum terpenuhi
Penerapan yang tidak sesuai sebanyak 6,4% (4 pelaksanaannya secara keseluruhan. Hal ini
poin) meliputi: 1 poin pada aspek kepatuhan diketahui dari program monitoring yang
pada penerapan kebersihan tangan, 1 poin pada dilakukan pertriwulan oleh pihak IPCN, bahwa
aspek umum pada penerapan pengendalian masih terdapat 34% petugas kesehatan yang
lingkungan, 1 poin pada aspek prosedur pada belum melaksanakan praktik kebersihan tangan
penerapan penatalaksanaan linen, dan 1 poin sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Masalah
pada aspek fasilitas pada penerapan hygiene yang selalu timbul adalah kepatuhan petugas
respirasi. Tidak ada penerapannya sebanyak kesehatan dalam menerapkan praktik
7,9% (5 poin) antara lain: 1 poin pada aspek kebersihan tangan yang sebenarnya telah
umum pada penerapan praktik menyuntik yang direkomendasikan. Meskipun sulit untuk
aman, dan 4 poin pada penerapan praktik yang merubahnya, namun pihak rumah sakit selalu
aman untuk lumbal pungsi. Hasil ini merupakan berusaha untuk meningkatkan kepatuhan
penggabungan hasil dari 11 elemen evaluasi petugas kesehatan dalam menerapkan praktik
kewaspadaan standar dengan indikator hasil kebersihan tangan. Hal ini sesuai dengan
ukur tidak boleh ada satu itempun atau lebih penelitian yang dilakukan oleh Waltman, tahun
tidak dilakukan oleh perawat dari 63 poin 2011 yang menyatakan bahwa melaksanakan
penilaian yang disusun oleh peneliti. kebersihan tangan merupakan cara yang paling
Evaluasi penerapan kebersihan tangan tepat dan efektif dalam mencegah penyebaran
dalam penelitian ini terdiri dari 5 poin. infeksi di rumah sakit. Mahasiswa yang tidak
Sebanyak 80% penerapan yang terdiri dari 4 patuh dan tidak melaksanakan kebersihan
poin yaitu: umum, ketersediaan, penempatan, tangan dengan benar berisiko menyebarkan
dan prosedur terpenuhi dan sesuai standar. infeksi pada pasien lain maupun dirinya
Mencuci tangan merupakan salah satu tindakan sendiri.

18
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

Evalusi penerapan APD dalam selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien


penelitian ini terdiri 6 poin. Sebanyak 100% dari mikroorganisme yang ada pada petugas
penerapan yang terdiri dari ketersediaan, kesehatan. Pemakaian APD yang tepat dan
kondisi, penggunaan, umum, dan manajemen benar menjadi semakin penting seiring
telah dilaksanakan dan sesuai dengan pedoman munculnya infeksi baru seperti: flu burung,
standar yang digunakan. APD di RSUD SARS dan penyakit infeksi lainnya (Emerging
Tugurejo Semarang telah tersedia lengkap, Infectious Diseases). APD merupakan suatu alat
antara lain: sarung tangan steril, sarung tangan yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh
tidak steril, sarung tangan tebal, masker surgical, terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja,
masker multy purpose, masker efisiensi tinggi N- secara teknis dapat mengurangi tingkat
95, kaca mata pelindung, topi, apron, gaun keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi.
pelndung, dan pelindung kaki. Bahan yang APD tidak menghilangkan bahaya ataupun
digunakan terbuat dari bahan dasar karet, kain mengurangi bahaya yang ada. APD hanya
dan bahan sintesis yang dapat melindungi tubuh mengurangi jumlah kontak dengan bahaya
petugas kesehatan dari pajanan bahaya biologi dengan cara penempatan penghalang antara
yang berasal dari percikan darah dan cairan tenaga kerja dengan bahaya.
tubuh pasien. APD tidak dipakai ulang Berdasarkan hasil penelitian yang
meskipun pada pasien yang sama karena dilakukan oleh Shofia Adibah Nurhayati dkk
pemakaian ulang APD dapat menimbulkan tahun 2016 pada bidan praktik swasta
penularan penyakit antar pasien (infeksi menunjukkan bahwa sebagian besar bidan
nosokomial). Pemakaian APD lengkap mempunyai pengetahuan baik sebanyak 70%
digunakan saat menangani pasien yang bidan. Pada penelitian ini diketahui bahwa
memiliki risiko memberikan pajanan penyakit. bidan yang berpengetahuan baik tentang APD
Pada saat menangani pasien rawat jalan dan lebih banyak dari bidan berpengetahuan kurang
rawat inap yang belum diketahui secara positif baik. Pengetahuan bidan tersebut berkaitan
memiliki penyakit menular, petugas kesehatan dengan: definisi APD, jenis-jenis APD, cara
tidak memakai APD lengkap, mereka hanya pemakaian APD, fungsi dari APD, dan
menggunakan sarung tangan saat memberikan penyakit yang tidak dapat ditularkan apabila
tindakan medis. Hal ini sesuai dengan etika tidak memakai APD saat melakukan
keperawatan yang diterapkan di RSUD pertolongan persalinan normal. Sebagian besar
Tugurejo Semarang. APD dipakai sebelum bidan memiliki ketersediaan APD lengkap di
memasuki ruang tindakan dan dilepaskan tempat praktik bidan untuk mendukung perilaku
sebelum meninggalkan ruang tindakan pasien yang aman dalam melakukan tindakan
agar agen infeksius tidak menyebar di pertolongan persalinan normal (Shofia dkk,
lingkungan rumah sakit. 2016).
Untuk mengetahui kesesuaian APD Evaluasi penerapan dekontaminasi
dan penggunaannya petugas kesehatan peralatan perawatan pasien dalam penelitian ini
diberikan training secara reguler yang dilakukan terdiri atas 6 poin. Sebanyak 100% penerapan
oleh pihak rumah sakit untuk karyawan yang yang terdiri dari: umum, ketersediaan,
baru diterima sebagai tenaga medis di RSUD manajemen, pemrosesan alat, dan pencucian
Tugurejo Semarang. Seluruh tenaga kesehatan alat makan telah sesuai dengan standar yang
telah melaksanakan pemakaian APD sesuai telah ditetapkan. Pemrosesan peralatan
SPO yang ditetapkan oleh pihak rumah sakit perawatan pasien di RSUD Tugurejo Semarang
yang disesuaikan dengan standar yang dilakukan oleh perawat. Peralatan dan benda-
ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri benda pakai ulang diproses sesuai 3 langkah
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 pokok antara lain: peralatan kritis menggunakan
Tahun 2017. Pelindung barrier, yang secara proses sterilisasi, peralatan semi kritis
umum disebut sebagai APD telah digunakan menggunakan proses disinfeksi tingkat tinggi,

19
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

dan peralatan non kritis menggunakan proses keperawatan dan petugas sanitarian, tetapi
disinfeksi tingkat rendah. Perawat yang belum ada prosedur tertulis (SPO belum
melakukan pencucian adalah perawat yang ditetapkan oleh pihak RSUD Tugurejo
memakai APD seperti sarung tangan, celemek Semarang). Hal ini tidak sesuai dengan standar
plastik, boots/sandal kamar operasi, topi dan karena rumah sakit harus memiliki SPO yang
masker, hal ini sudah sesuai dengan SPO yang jelas dan tersosialisasi. Pengendalian lingkungan
dikeluarkan pihak RSUD Tugurejo Semarang di rumah sakit didukung oleh fasilitas pelayanan
No. 445.61/410a/2013 mengenai pemrosesan kesehatan lainnya seperti: ruang bangunan,
peralatan perawatan pasien dan sesuai dengan udara, saluran limbah, dan lain sebagainya.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Rumah sakit harus membuat dan melaksanakan
Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang prosedur rutin untuk: pembersihan, disinfeksi
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Sarana dan di samping tempat tidur dan pinggirannya,
prasarana dalam mendukung proses pencucian permukaan yang sering disentuh dan
peralatan pasien di RSUD Tugurejo Semarang memastikan kegiatan ini dimonitor. Kurangnya
sudah baik. Peralatan perawatan pasien selalu monitor dari manajemen, akan mempengaruhi
memegang prinsip: mencegah segala bentuk kedisiplinan pegawai dalam melakukan tugas
pajanan ke permukaan kulit dan membran masing-masing. Komitmen petugas sangat
mukosa kulit, maka seluruh peralatan menentukan keberhasilan manajemen kesehatan
perawatan pasien dilakukan pembersihan, lingkungan di suatu rumah sakit (Azhar, 2010).
disinfeksi dan sterilisasi sesuai prosedur yang Evaluasi penerapan pengelolaan limbah
benar, sebelum dipakai lagi. Pengelolaan alat- dalam penelitian ini terdiri dari 2 poin.
alat kesehatan bertujuan untuk mencegah Sebanyak 100% penerapan yaitu limbah dan
penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau pengelolaan telah terpenuhi dan sesuai standar.
untuk menjamin alat tersebut dalam keadaan Penanganan limbah dilakukan dengan aman.
steril dan siap pakai. Ketidaksterilan alat yang Kantong pembuangan/tempat limbah diberi
digunakan dapat berakibat buruk bagi pasien label biohazard dan disesuaikan dengan jenis
dan petugas kesehatan. Berdasarkan hasil limbah. Kantong kuning untuk limbah infeksius,
penelitian yang dilakukan oleh Hajjul Kamil hitam untuk limbah non medis, merah untuk
tahun 2011 diketahui bahwa penanganan dan limbah beracun, dan safety box digunakan untuk
pembuangan instrumen yang tepat dapat limbah benda tajam. Limbah dikelola oleh
mencegah penularan infeksi nosokomial ke pihak ketiga karena RSUD Tugurejo Semarang
pasien dan petugas kesehatan lainnya. tidak memiliki incenerator untuk mengelola
Evaluasi penerapan pengendalian limbah medis. Perawat di RSUD Tugurejo
lingkungan dalam penelitian ini terdiri dari 6 Semarang telah mengidentifikasi, memisahkan
poin. Sebanyak 83,3% yang terdiri dari 5 poin limbah infeksi dan non infeksi kemudian
yaitu: kondisi dan lingkungan telah terpenuhi packing. Jarum suntik dibuang di wadah tahan
dan sesuai dengan standar. RSUD Tugurejo tusuk dan kedap air yang sudah tersedia. Proses
Semarang memiliki mutu air bersih yang baik, pengelolaan limbah medis dilakukan oleh
jernih, tidak berbau dan tidak berasa, ventilasi perawat pada tahap pemilahannya dan petugas
udara yang baik, dan memiliki IPAL yang kebersihan pada tahap pengangkatannya. Pada
berfungsi dengan baik. Penanganan limbah prinsipnya kebersihan lingkungan di RSUD
dilakukan dengan aman. Pada prinsipnya Tugurejo Semarang sudah berjalan dengan baik,
kebersihan lingkungan di RSUD Tugurejo di ruang gudang perawatan tersedia wadah
Semarang sudah berjalan dengan baik. sampah yang berisikan kantong plastik dengan
Sebanyak 16,7% telah terpenuhi namun belum warna berbeda, wadah sampah tersebut juga
sesuai standar terdapat pada poin umum. mempunyai tutup dan setiap hari ada petugas
Prosedur tersebut disampaikan kepada petugas cleaning service yang memindahkan sampah

20
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

tersebut dan mengganti kantong plastiknya namun belum sesuai standar. Pihak RSUD
dengan kantong baru. Berdasarkan hasil Tugurejo Semarang belum membuat standar
penelitian yang dilakukan oleh Sudiharti dan prosedur operasional (SPO) tertulis dalam
Solikhah tahun 2012 di Rumah Sakit PKU penanganan, transport, dan proses linen yang
Muhammadiyah Yogyakarta menunjukkan terkena darah. Linen kotor merupakan sumber
bahwa dari 50% perawat yang sedang shif pagi, kontaminasi di rumah sakit. Meskipun linen
sebagian besar memiliki pengetahuan yang tidak digunakan secara langsung dalam proses
cukup. Hal ini dapat menimbulkan kecelakaan pengobatan namun dapat dilihat pengaruhnya
kerja pada petugas pengelola sampah maupun apabila penanganan linen tidak dikelola dengan
petugas kesehatan lainnya. baik sesuai prosedur tetap yang ada di rumah
Evaluasi penerapan penatalaksanaan sakit, akibatnya terjadi penularan penyakit
linen dalam penelitian ini terdiri atas 4 poin. melalui infeksi nosokomial. Maka penetapan
Sebanyak 75% penerapan yang terdiri dari 3 SPO yang tertulis dan tersosialisasi mengenai
poin yaitu: umum, pembersihan, dan pengelolaan linen menjadi sangat penting dan
manajemen sesuai standar yang digunakan. harus diterapkan.
Pengelolaan linen dilakukan oleh petugas Menurut penelitian yang dilakukan
sanitarian dan petugas laundry/house keeping. oleh Hajjul Kamil tahun 2011 pada perawat
Linen infeksius dan non infeksius dipisahkan pelaksana di ruang rawat inap penyakit bedah
dalam kantong yang berbeda. Linen menunjukkan bahwa penerapan prinsip
terkontaminasi dibungkus dengan kantong penanganan linen oleh perawat pelaksana di
plastik dan diberi tanda menggunakan label ruang rawat inap penyakit bedah 10,5% pada
warna kuning. Pemisahan linen dilakukan kategori kurang baik. Linen kotor dapat berisi
menggunakan sarung tangan setelah itu linen banyak sekali mikroorganisme tetapi hanya
dibawa ke ruang laundry. Linen yang terpapar sedikit risiko terjadinya kontaminasi silang pada
diberi klorin 0,5% oleh petugas laundry. saat memproses linen. Apabila terjadi infeksi
Pengelolaan linen di kamar perawatan sudah yang berhubungan dengan petugas kesehatan,
sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian seringkali akibat petugas kesehatan tidak
infeksi. Petugas laundry yang datang mengambil memakai sarung tangan atau tidak mencuci
linen kotor di kamar perawatan memakai APD tangannya sesudah proses penanganan linen
seperti: masker, celemek plastik, dan sarung tersebut. Manajemen linen yang baik
tangan. Petugas laundry sudah diberi tahu merupakan salah satu upaya untuk menekan
bahwa harus memakai APD saat mengambil kejadian infeksi nosokomial. Selain itu
linen dan APD sudah disediakan oleh pihak pengetahuan dan perilaku petugas kesehatan
RSUD Tugurejo Semarang. Hal ini sangat juga mempunyai peran yang sangat penting.
penting bagi petugas laundry agar tidak terkena Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang
infeksi khususnya dari linen infeksius yang mempengaruhi perilaku seseorang. CDC
mereka tangani dari kamar perawatan. memperkirakan sekitar 36% infeksi nosokomial
Manajemen linen yang baik merupakan salah dapat dicegah bila semua petugas kesehatan
satu upaya untuk menekan kejadian infeksi diberikan pedoman khusus dalam
nosokomial, selain itu pengetahuan dan pengkontrolan infeksi ketika merawat pasien
perilaku petugas kesehatan mempunyai peran dan lingkungan rumah sakit (Kamil, 2011).
yang sangat penting. Evaluasi penerapan perlindungan
Hasil kuesioner berdasarkan penelitian petugas kesehatan dalam penelitian ini terdiri
yang dilakukan oleh Maria pada tahun 2016 atas 8 poin. Keseluruhan penerapan (100%)
menyatakan bahwa menjaga kebersihan linen yang terdiri dari poin: umum, fasilitas,
maka akan membantu melindungi pasien dari penempatan, informasi, kondisi, dan
infeksi nosokomial. Sebanyak 1 poin penerapan pembuangan telah sesuai standar yang
(25%) yang terdiri dari poin prosedur terpenuhi digunakan. RSUD Tugurejo Semarang memiliki

21
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

program pencegahan dan pengendalian infeksi pergerakan dan transport pasien dari ruang
untuk petugas kesehatan. Program PPI tersebut isolasi. Pembatasan pergerakan dan transport
terlaksana sesuai tugas pokok dan fungsi dari pasien dapat meminimalkan terjadinya infeksi
tim IPCN yang dibentuk sesuai keputusan silang yang didapatkan dari rumah sakit,
direktur RSUD Tugurejo pada tahun 2012. sehingga angka kejadian infeksi nosokomial di
Petugas kesehatan berisiko terinfeksi bila rumah sakit semakin menurun. Hasil penelitian
terekspos saat bekerja dan dapat yang dilakukan oleh Sari tahun 2015
mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun menunjukkan bahwa sebagian besar responden
petugas kesehatan yang lain. Oleh karena itu, berada dalam kategori baik. Kondisi ini
fasilitas kesehatan harus memiliki program dipengaruhi oleh teladan dari para perawat
pencegahan dan pengendalian infeksi bagi ruangan yang memberikan contoh tentang
petugas kesehatan. penerapan identifikasi pasien. Hal ini bertujuan
Penelitian yang dilakukan oleh Liza agar tidak terjadi insiden keselamatan pasien
Salawati (2014) diketahui bahwa sebanyak yang bersumber dari kesalahan identifikasi
72,7% perawat pernah mengikuti pelatihan pasien. Kesalahan identifikasi pasien dapat
mengenai pengendalian infeksi nosokomial terjadi di manapun dan kapanpun, sehingga
seperti urinary trac infection surgical sidk infection, landasan dalam pengaturan keselamatan pasien
ventilator associated pneumonia dan infection control. adalah identifikasi pasien.
Pelatihan merupakan proses mengajarkan Evaluasi penerapan hygiene
pengetahuan, keahlian tertentu dan sikap agar respirasi/etika batuk dalam penelitian ini terdiri
perawat semakin terampil dan mampu atas 7 poin. Sebanyak 85,7% penerapan yang
melaksanakan tanggung jawab sesuai dengan terdiri dari 6 poin yaitu: prosedur, umum, tanda
standar. Apabila seluruh perawat ICU RSUD telah terpenuhi dan sesuai standar. Petugas
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh diberikan kesehatan memakai masker saat batuk/flu,
pelatihan mengenai K3 dalam pengendalian apabila tidak menggunakan masker maka
infeksi nosokomial maka kemungkinan besar petugas kesehatan menutup hidung dan mulut
kinerja perawat menjadi sangat baik. Hal menggunakan tisu atau bagian dalam dari siku.
tersebut akan meningkatkan citra pelayanan Petugas kesehatan selalu membuang tisu yang
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh karena telah digunakan lalu segera melakukan tindakan
salah satu indikator standar mutu pelayanan kebersihan tangan. Apabila petugas kesehatan
adalah tinggi rendahnya angka kejadian infeksi menderita batuk/infeksi pernafasan lainnya
nosokomial. maka petugas kesehatan dianjurkan untuk selalu
Evaluasi penerapan penempatan pasien memakai masker bedah. Poster etika batuk dan
dalam penelitian ini terdiri atas 6 poin. bersin terpasang di area strategis, mudah
Keseluruhan penerapan (100%) yang terdiri dari terbaca dan jelas. Pihak RSUD Tugurejo
poin: penempatan, kondisi, dan umum sesuai Semarang memberikan edukasi kepada petugas
dengan pedoman standar. Gedung rawat inap, kesehatan ketika apel pagi dan briefing, setelah
rawat jalan, dan IGD terpisah dan terdapat itu petugas kesehatan dapat menyebarluaskan
ruang/fasilitas isolasi untuk pasien dengan edukasi kepada pengunjung dan pasien tentang
penyakit menular seperti: transmisi airborne, pengendalian sekresi respirasi sehingga dapat
kontaminasi luas terhadap lingkungan, dan terinformasi secara menyeluruh dan
pasien yang kurang mampu menjaga berkesinambungan. Terdapat batas pada ruang
kebersihan. Ruang perawatan dipisahkan sesuai dengan ukuran lebih dari 1 meter dari seseorang
kondisi pasien. Darah dapat menjadi agen yang menderita infeksi saluran pernafasan.
infeksius yang menyebabkan penularan bahaya RSUD Tugurejo Semarang telah memiliki SPO
biologi. Pemisahan pasien ditujukan untuk terkait hygiene respirasi/etika batuk dan bersin.
menghindari meluasnya kontaminasi dari Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pasien terhadap lingkungan. Terdapat batas

22
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

oleh Masloman dkk tahun 2015 diketahui tajam. Jarum, silet, pisau bedah, dan benda-
bahwa pengetahuan dan kesadaran petugas benda tajam lain dapat menyebabkan terjadinya
kamar operasi yang tinggi akan pemakaian luka atu infeksi sehingga benda-benda ini harus
masker dalam melakukan etika batuk sangat ditangani dengan sangat hati-hati. Untuk
meminimalisir terjadinya penyebaran virus. mencegah cedera tertusuk jarum, jangan
Sebanyak 14,3% penerapan pada poin fasilitas menutup kembali jarum, membengkokkan
belum terpenuhi karena penyediaan masker dengan sengaja, atau mematahkan jarum
untuk pengunjung dan pasien belum dengan tangan, jangan mencabut jarum dari
terdistribusi secara merata bagi yang spuit, atau memanipulasi jarum dengan tangan.
membutuhkan. Berdasarkan penelitian yang Perawat harus meletakkan jarum atau spuit ke
dilakukan oleh Iis Nurhayati tahun 2015 dalam wadah anti tembus yang diletakkan
menunjukkan bahwa pada komponen sedekat mungkin dengan tempat tindakan.
pengunaan masker memiliki kategori buruk Sebanyak 1 poin (11,1%) belum diterapkan di
sebanyak 59%. Pada peneitian ini ditemukan RSUD Tugurejo Semarang. RSUD Tugurejo
tingginya risiko penularan akibat Semarang belum menerapkan cara substitusi
ketidakpatuhan pada penggunaan masker pada atau eliminasi untuk mengurangi penggunaan
penderita TB. Pada saat batuk atau bersin, benda tajam dan jarum suntik. Salah satu cara
pasien TB dapat menyebarkan kuman ke udara untuk mengurangi penggunaan jarum suntik
dalam bentuk percikan dahak. Sekali batuk adalah dengan menggunakan medikasi oral atau
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan topikal, elektrokauter, dan laser. Cara eliminasi
dahak. Penelitian lain membuktikan bahwa yang lain seperti menggantikan jarum suntik
masker menjadi salah satu cara yang efekif dan spuit dengan jet injector dan menggunakan
untuk pencegahan penularan TB sistem intravena tanpa jarum. Menurut Dirjen
(Dharmadhikari dkk, 2012). P2ML (Penanganan Penyakit Menular
Evaluasi penerapan praktik menyuntik Langsung) pada tahun 2010 terdapat 17%
yang aman dalam penelitian ini terdiri atas 9 kecelakaan kerja yang disebabkan oleh luka
poin. Sebanyak 88,9% penerapan yang terdiri tusuk jarum sebelum atau selama pemakaian,
dari 8 poin yaitu: penanganan, penanganan 70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum
limbah, SOP, dan program terpenui serta sesuai pembuangan, dan 13% sesudah pembuangan.
dengan standar. Secara keseluruhan prinsip Kejadian kecelakaan kerja merupakan
dalam penanganan instrumen tajam sudah salah satu hal yang perlu diperhatikan karena
sesuai standar yang digunakan, para perawat kejadian tersebut dapat menyebabkan risiko
selalu menggunakan sarung tangan bila bahaya yang sering dialami. Kecelakaan kerja
berhubungan dengan jarum (spuit untuk injeksi) dapat merugikan semua pihak seperti hilangnya
atupun pisau, dan menggunakan tiap-tiap jarum waktu kerja dan terganggunya efektifitas dan
dan semprit hanya sekali pakai serta tidak efisiensi proses kerja perawat dalam menangani
melepas jarum setelah digunakan. Terdapat pasien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
SOP penanganan jarum dan benda tajam saat oleh Intan Johan tahun 2013 mengenai faktor-
dipakai, SOP penanganan jarum dan benda faktor yang berhubungan dengan terjadinya luka
tajam sebelum dipakai dan setelah dipakai dan tusuk jarum suntik pada paramedis diketahui
SOP menyuntik yang aman sesuai surat bahwa praktik menyuntik yang aman
keputusan direktur RSUD Tugurejo No. mempunyai hubungan signifikan dengan
445.61/410a/2013. Penerapan prinsip kejadian luka tusuk jarum suntik. Alat suntik
penanganan instrumen tajam oleh perawat yang lebih aman dan pengendalian cara kerja
pelaksana diruang rawat inap penyakit bedah dapat mengurangi kecelakaan akibat kerja.
86,8 % pada kategori baik. Menurut Yusran Pemanfaatan alat suntik dengan menggunakan
(2008), banyaknya masalah kesehatan dari rekayasa safety diperlukan sebagai peningkatan
limbah kesehatan disebabkan oleh benda-benda keamanan menyuntik untuk mengurangi luka

23
Sutianik R. dan Evi W. / Penerapan Kewaspadaan Standar / HIGEIA 1 (4) (2017)

tusuk jarum suntik (Intan, 2013). Pengendalian Infeksi di Kamar Operasi RSUD
Evaluasi penerapan praktik lumbal dr. Sam Ratulangi Tondano. JIKMU, 5(2): 10-
pungsi yang aman dalam penelitian ini terdiri 15
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: suatu pendekatan
atas 4 poin. Keseluruhan poin yang terdiri dari:
praktik. Jakarta: Rineka Cipta
umum, alat dan bahan, perlindungan, dan
Kamil, H. 2011. Penerapan Prinsip Kewaspadaan
penerapan tidak ada penerapannya. Standar Oleh Perawat Pelaksana di Ruang
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa Rawat Inap Penyakit Bedah RSUDZA Banda
RSUD Tugurejo tidak melakukan prosedur Aceh. Idea Nursing Journal, 2(1): 1-17 ISSN:
untuk lumbal pungsi bagi pasien. Prosedur 2087-2879
lumbal pungsi adalah upaya pengeluaran cairan Salawati, L., Taufik, H, N., Putra, A. 2014. Analisis
serebrospinal dengan memasukkan jarum ke Tindakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
dalam ruang subarakhnoid. Hal ini dilakukan Perawat Dalam Pengendalian Infeksi
Nosokomial Di Ruang ICU RSUD Dr.
untuk mendiagnosa pasien yang memiliki
Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Kedokteran
indikasi urgen antara lain: meningitis
Syiah Kuala. 14(3): 1-20
bacterial/TBC, perdarahan subarakhnoid, febris Fauzia, N., Ansyori, A., Hariyanto, T. 2014.
dengan kesadaran menurun dengan sebab tak Kepatuhan Standar Prosedur Operasional
jelas, dan memiliki indikasi biasa antara lain: Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat
tumor mielum, sindroma guillain barre, Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran
kelumpuhan yang tidak jelas penyebabnya. Brawijaya, 28(1): 1-11
Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2017. Pedoman
PENUTUP Pengendalian dan Pencegahan Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan No. 27. Jakarta: Indonesia
Puspita, W, D, S. 2015. Potret Pelaksanaan Patient
Berdasarkan hasil penelitian ini
Safety Mahasiswa Profesi Ners, Nurscope.
disimpulkan bahwa 11 elemen dari 63 poin yang Jurnal Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah, 1(5):
dibahas, sebanyak 54 poin (85,7%) terpenuhi 1-7
dan sesuai dengan standar/peraturan. Sebanyak Nurhayati, A, S., Setyaningrum, R., Fadillah, A, N.
4 poin (6,4%) terpenuhi oleh rumah sakit 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan
namun belum sesuai dengan standar/peraturan. dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri pada
Sebanyak 5 poin (7,9%) tidak ada penerapannya Bidan saat melakukan Pertolongan Persalinan
di rumah sakit. Normal (Studi Observasional Analitik pada
Bidan Praktik Swasta di Kabupaten Hulu
Pada penelitian ini jumlah informan
Sungai Selatan). Jurnal Publikasi Kesehatan
untuk tenga keperawatan hanya berjumlah satu
Masyarakat Indonesia, 3(1): 1-15
orang, untuk peneliti selanjutnya diharapkan Septiana, N. R. dan Widowati, E. 2017. Gangguan
dapat menambah jumlah informan yang Pendengaran Akibat Bising. HIGEIA, 1(1):73-
berperan sebagai pelaku kebijakan. 82
Sudiharti, S. 2012. Hubungan Pengetahuan Dan
DAFTAR PUSTAKA Sikap Dengan Perilaku Perawat Dalam
Pembuangan Sampah Medis Di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. KESMAS,
Masloman, P, A., Kandou, G, D., Tilaar, R, Ch.
2015. Analisis Pelaksanaan Pencegahan dan 6(1): 1–74

24

Anda mungkin juga menyukai