TINJAUAN PUSTAKA
Air susu ibu (ASI) merupakan suatu cairan hidup yang dapat berubah dan memberi
respon terhadap kebutuhan bayi seiring dengan pertumbuhannya (Welford, 2008). ASI adalah
suatu cairan yang terbentuk dari campuran dua zat yaitu lemak dan air yang terdapat dalam
larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu,
ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja selama enam bulan tanpa tambahan
cairan apapun, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa pemberian makanan
tambahan lain, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur atau nasi tim. Setelah bayi berusia enam
bulan, barulah bayi diberikan makanan pendamping ASI dengan ASI tetap diberikan sampai usia
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa pemberian minuman atau
makanan apapun, termasuk air bening, vitamin dan obat (Maryunani, 2012).
Manfaat ASI bagi bayi dan ibu antara lain (Maryunani, 2012) :
Kandungan antibodi yang terdapat di dalam ASI mengakibatkan bayi akan menjadi lebih
sehat dan kuat dan menghindari bayi dari malnutrisi. Didalam manfaatnya untuk kecerdasan,
laktosa yang terkandung dalam ASI berfungsi untuk proses pematangan otak secara optimal.
Pembentukan Emotional Intelligence (EI) akan dirangsang ketika bayi disusui dan berada dalam
dekapan ibunya. Kandungan di dalam ASI juga dapat meningkatkan sistem imun yang
menyebabkan bayi lebih kebal terhadap berbagai jenis penyakit (Quigley et al, 2011).
Pemberian ASI merupakan diet alami bagi ibu karena pada saat menyusui akan terjadi
proses pembakaran kalori yang membantu penurunan berat badan lebih cepat, mengurangi resiko
anemia yang diakibatkan oleh perdarahan setelah melahirkan, menurunkan kadar estrogen
sehingga mencegah terjadinya kanker payudara, serta pemberian ASI juga akan memberikan
manfaat ekonomis bagi ibu karena ibu tidak perlu megeluarkan dana untuk membeli susu atau
Adapun zat nutrient yang terkandung dalam ASI menurut IDAI (2008) adalah sebagai berikut :
1. Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
energi dalam otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dalam dua kali lipat dibanding
laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum
tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari
setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil.
2. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang
3. Lemak
Kadar lemak dalam ASI tinggi yaitu lemak omega 3 dan omega 6 yang dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Disamping itu ASI juga
mengandung banyak asam lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksanoik (DHA) dan
asam arakodinat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan saraf dan retina mata. ASI
mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang sehingga baik untuk kesehatan
4. Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan
untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi
terutama pada tiga minggu pertama menyusui, bahkan didalam kolostrum kadar karnitin ini lebih
tinggi lagi.
5. Vitamin
Dalam ASI terkandung zat besi dan kalsium yang merupakan mineral yang sangat stabil
Determinan sosial kesehatan adalah keadaan dimana manusia itu dilahirkan, tumbuh,
hidup, bekerja, dan menua serta mencakup keseluruhan sistem yang menciptakan kondisi
kehidupan sehari-hari. Keseluruhan sistem ini, mencakup kebijakan dan sistem ekonomi, agenda
pembangunan, norma sosial, kebijakan sosial dan sistem politik (WHO, 2015). Faktor-faktor
determinan sosial kesehatan antara lain pendapatan dan status sosial, partisipasi sosial dan
jaringan dukungan sosial, pendidikan, kesehatan, kondisi hidup sehat, rasisme, diskriminasi dan
budaya, faktor awal kehidupan dan genetika, perilaku individu dan faktor gaya hidup, serta akses
1. Rasisme
Suatu anggapan yang membedakan suatu ras dengan ras lainnya dan menganggap ras
sendirilah yang paling unggul dibandingkan dengan ras-ras lainnya (KBBI, 2007).
2. Diskriminasi
3. Genetika
Ilmu tentang pewarisan watak dari induk ke keturunannya baik secara biologis melalui
gen atau secara sosial melalui pewarisan gelar, atau status sosial (Saefudin, 2007).
4. Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok
terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku, Susanto (dalam
Nugrahani, 2003).
5. Umur
dipengaruhi oleh usia. Menurut Warsini (2009), usia reproduksi yang aman adalah pada rentang
usia 20-35 tahun. Martadisoebrata (dalam Hidajati 2012) mengatakan, perempuan yang berumur
< 20 tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi
pemberian ASI secara eksklusif pada bayinya. Sedangkan perempuan yang melahirkan diatas
umur 35 tahun termasuk beresiko, karena erat kaitannya dengan anemia gizi yang dapat
mempengaruhi produksi ASI sehingga akan lebih banyak menemukan kendala seperti produksi
ASI kurang dan mudah lelah (Arini, 2012). Hasil penelitian Scott, et al (2009) di Perth Australia
menyatakan ibu yang termasuk dalam kelompok umur > 35 tahun memiliki resiko sebesar 1,78
kali lebih besar untuk tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang berumur <
35 tahun.
hubungan antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian Soeparmanto (2001)
dalam Yamin (2007) menunjukkan bahwa semakin bertambah usia ibu semakin kecil
kemungkinan untuk memberikan ASI Eksklusif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yamin
(2007), tidak semua ibu mempunyai kemampuan yang sama dalam menyusui karena rata-rata ibu
yang lebih muda mampu menyusui lebih baik daripada ibu yang lebih tua.
6. Tingkat Pendidikan
pendidikan ibu maka semakin tinggi pula pengetahuannya tentang ASI eksklusif. Di samping itu
tingkat pendidikan seseorang juga akan membantu orang tersebut untuk lebih mudah menangkap
dan memahami suatu informasi. Sehingga semakin tinggi pendidikan ibu maka tingkat
Hasil penelitian Ransum, et al (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan ibu dengan praktek pemberian ASI eksklusif. Ibu yang berpendidikan tinggi
lebih banyak memberikan ASI eksklusif pada bayinya dimana sekitar 40,9% sedangkan ibu yang
berpendidikan rendah hanya 3,6%. Hasil penelitian Ulfah (2014) juga menyatakan ada hubungan
pendidikan ibu dengan pemberian ASI eksklusif, responden dengan tingkat pendidikan
SLTP/sederajat berjumlah 18 orang (24,6%) yang terdiri dari 8 orang (10,9%) tidak memberikan
ASI eksklusif dan 10 orang (13,6%) lainnya memberikan ASI eksklusif serta responden dengan
tingkat pendidikan ibu lulus SMA/sederajat atau lebih tinggi berjumlah 42 orang (57,5%) yang
terdiri dari 30 orang (41,0%) memberikan ASI eksklusif dan 12 orang (16,4%) tidak memberikan
ASI eksklusif.
7. Status Pekerjaan
Meskipun ibu bekerja diluar rumah, ibu harus tetap memberikan ASI secara eksklusif
karena ibu yang bekerja diluar rumah mempunyai lingkungan yang lebih luas dan informasi
tentang ASI eksklusif yang didapat juga akan lebih banyak, sehingga dapat merubah perilaku-
perilaku ibu untuk memilih memberikan ASI saja kepada bayinya (Notoatmodjo, 2003). Negara
menyatakan bahwa ibu yang bekerja diluar rumah dapat terus memberikan ASI kepada anaknya
dengan memerah dan menyusui selama jam kerja. Peraturan perundangan yang mengatur hal
tersebut yaitu Pasal 83 Undang-undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: “Pekerja atau
buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja” (Kristiyanasari, 2009).
Menurut penelitian Juliastuti (2011), pemberian ASI secara eksklusif akan semakin tinggi
jika ibu tidak bekerja. Hal tersebut karena ibu yang tidak bekerja hanya menjalankan fungsinya
sebagai ibu rumah tangga dan banyak menghabiskan waktunya dirumah tanpa terikat pekerjaan
diluar rumah sehingga dapat memberikan ASI secara optimal tanpa dibatasi oleh waktu dan
kesibukan. Sama halnya dengan penelitian Evareny, et al (2010) yang menyatakan bahwa risiko
untuk tidak memberikan ASI eksklusif pada ibu yang kembali bekerja adalah 14 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja dan penelitian Setegn (2012) yang menyatakan
bahwa ibu yang tidak bekerja lima kali lebih mungkin memberikan ASI eksklusif dibandingkan
dengan ibu yang bekerja serta hasil penelitian Indrawati (2012) juga menunjukkan adanya
hubungan status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi saat usia 0-6 bulan.
Dari 28 ibu bekerja hanya empat (14,3%) yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya
sedangkan pada 12 ibu yang tidak bekerja, 9 (75%) memberikan ASI eksklusif pada bayinya.
8. Pendapatan
Kemampuan keluarga untuk memproduksi dan membeli pangan dipengaruhi oleh status
sosial ekonomi keluarga. Ibu-ibu dari keluarga yang berpendapatan rendah kebanyakan adalah
berpendidikan lebih rendah dan informasi kesehatan yang dimiliki akan lebih terbatas
dibandingkan ibu-ibu dari keluarga yang memiliki pendapatan tinggi. Sehingga pemahaman
yang dimiliki untuk memberikan ASI secara eksklusif pada bayi menjadi rendah (Prasetyono,
2009).
Tetapi hasil penelitian Sriningsih (2011) pada ibu bayi usia 0-6 bulan sebanyak 344
sampel di Puskesmas Magelang Utara dan 113 ibu bayi di Puskesmas Jurang Ombo,
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif
dengan hasil analisis bahwa ibu yang mempunyai penghasilan rendah lebih mungkin untuk
memberikan ASI eksklusif. Hasil penelitian Purnamawati (2001) yang dikutip oleh Sarbini
(2008), membuktikan faktor dominan yang mempengaruhi pemberian ASI adalah faktor sosial
ekonomi seperti pendapatan keluarga. Sosial ekonomi rendah mempunyai peluang 4,6 kali untuk
Menurut penelitian Afifah (2007) salah satu faktor penghambat pemberian ASI secara
eksklusif adalah keterpaparan promosi susu formula. Pemberian susu formula sering dilakukan di
BPS, RB maupun RS dengan alasan utama karena ASI belum keluar dan bayi masih kesulitan
menyusu sehingga bayi akan menangis bila dibiarkan saja. Biasanya bidan akan langsung
memberikan nasihat untuk memberikan susu formula terlebih dahulu. Bahkan pembuatan susu
formula dilakukan sendiri oleh bidan atau perawat, dan mereka menyediakan jasa sterilisasi
botol. Hal ini akan memberi pengaruh negatif terhadap keyakinan ibu bahwa pemberian susu
formula adalah obat paling ampuh untuk menghentikan tangis bayi. Kurangnya keyakinan
terhadap kemampuan memproduksi ASI untuk memuaskan bayinya mendorong ibu untuk
Menurut hasil penelitian Lestari (2012) terdapat hubungan antara promosi susu formula
dengan pemberian ASI Eksklusif dimana dalam penelitian tersebut pemberian promosi susu
formula menyebabkan penurunan pemberian ASI eksklusif. Promosi susu formula lebih
Dukungan dari orang lain atau orang terdekat sangat berperan di dalam sukses tidaknya
menyusui. Semakin besar dukungan yang didapatkan untuk terus menyusui maka akan semakin
besar pula kemampuan untuk dapat bertahan untuk terus menyusui. Dalam hal ini dukungan
keluarga sangat besar pengaruhnya, jika seorang ibu kurang mendapat dukungan dari keluarga
akan lebih mudah dipengaruhi untuk beralih ke susu formula (Budiasih, 2008).
bermakna antara dukungan keluarga dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Ngaliyan Semarang, prosentase ibu yang memberikan ASI eksklusif dengan
dukungan keluarga yang baik yaitu (81,4%). Hal ini dikarenakan semakin tinggi memberikan
dukungan maka ibu akan lebih termotivasi, semangat dan yakin selama menyusui.
Hasil penelitian Rahman, et al (2015) yang mengatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Dukungan keluarga dalam penelitian tersebut adalah bentuk respon yang diberikan keluarga
dalam memberikan dukungan terhadap pemberian MP-ASI pada bayi setelah usia 6 bulan.
Keluarga mendukung pemberian makanan pendamping ASI, hal ini disebabkan karena sebagian
responden mengatakan bahwa ASInya kurang dan tidak ada ASI yang keluar sehingga mau tidak
mau keluarga mendukung pemberian makanan pendamping ASI, kegagalan dalam pemberian
Individu yang selalu mendapat dukungan, akan berorientasi secara positif terhadap
masalah yang sedang didahapinya. Orientasi yang positif akan menjadikan individu memiliki
optimisme, karena dukungan menjadikan individu mampu berbagi masalah yang sedang
dihadapi, serta akan memiliki kesehatan yang jauh lebih baik daripada individu yang tidak
Peran suami pada program ASI eksklusif dapat menyebabkan kondisi psikis ibu menjadi
sehat karena terciptanya suasana yang nyaman. Para istri membutuhkan perhatian dari suami
dalam suatu proses produksi ASI yaitu reflex oxytocin, karena pikiran ibu yang positif dapat
merangsang kontraksi otot disekeliling kelenjar susu sehingga mengalirkan ASI ke sinus
Hasil penelitian Septria (2013) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dukungan suami dengan optimisme pemberian ASI eksklusif. Semakin tinggi dukungan suami
akan semakin tinggi optimisme pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian Maharaj (2013)
menyatakan bahwa ibu yang mendapat dukungan dari suami, mampu memberikan ASI secara
eksklusif walaupun menghadapi kesulitan disaat menyusui seperti merasakan sakit dan nyeri
Masalah yang muncul dalam pemberian ASI tidak terlepas dari petugas yang membantu
bayi dan ibunya dalam masa perawatan. Petugas kesehatan hendaknya selalu memberikan
nasihat tentang pemberian pemberian ASI yang pertama kali keluar walaupun sedikit
(Proverawati, 2010).
Dari hasil penelitian Rahmawati (2010), didapatkan ada hubungan yang signifikan antara
dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif. Petugas kesehatan merupakan
komponen utama yang turut berperan dan akan memberikan kontribusi yang sangat penting
terhadap berhasilnya upaya promosi dan penggalakan pemberian ASI, petugas kesehatan tersebut
mempunyai andil yang besar dalam upaya-upaya peningkatan penggunaan ASI selain Faktor
Perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus dari luar diri seseorang, dan
respons sangat bergantung pada karakteristik atau faktor lain dari orang tersebut. Walaupun
demikian, respons yang diberikan oleh setiap orang berbeda-beda. Faktor yang membedakan
respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini
2.3.1 Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2.3.2 Determinan atau faktor eksternal, yatu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor eksternal yang paling besar perannya dalam
membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dimana seseorang tersebut berada.
Faktor sosial adalah faktor yang ada diluar diri organisme atau individu itu sendiri antara
lain faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, dosen-dosen, metode pengajaran, media
pembelajaran yang dipergunakan, lingkungan dan kesempatan yang tersedia (Rahmat, 2009).
Perilaku seseorang sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas.
Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2014) mengembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku,
yaitu :
2.4.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” yang terjadi setelah adanya penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka pengetahuan seseorang akan semakin
luas, namun bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah harus berpengetahuan rendah.
Pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh
melalui pendidikan non formal. Ada dua aspek yang terkandung di dalam pengetahuan seseorang
tentang suatu objek yaitu aspek positif dan aspek negatif, yang mana akan menentukan sikap
seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan
sikap semakin positif terhadap objek tertentu (Wawan & Dewi, 2010). Menurut teori WHO yang
dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. Secara garis besar, ada 6 tingkat
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap seluruh bahan yang
telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Misalnya tahu bahwa ASI mengandung
2. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
3. Aplikasi (Application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya.
4. Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi
masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Syntesis)
Kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi
masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
6. Evaluasi (Evaluation)
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
2.4.2 Sikap
Sikap adalah sekumpulan tanggapan, reaksi dan jawaban yang tetap terhadap objek sosial
(Campbel dalam Wawan & Dewi, 2010). Menurut Notoatmodjo (2014) sikap merupakan
pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang terkait dengan kesehatan. Berdasarkan
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(obyek). Misalnya sikap seorang ibu terhadap pemberian ASI eksklusif, dapat diukur dari
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
Seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ASI eksklusif tersebut diminta untuk menanggapi oleh
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu objek, dan
menganjurkan orang lain merespons. Contohnya: ibu mendiskusikan ASI eksklusif dengan
suaminya, atau bahkan mengajak tetangga untuk mendengarkan penyuluhan ASI eksklusif.
Berani mengambil resiko terhadap segala sesuatu yang dipilih berdasarkan keyakinannya.
2.4.3 Perilaku
Perilaku yaitu tanggapan, reaksi dan jawaban terhadap suatu tindakan yang dapat diamati
dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak disadari