Anda di halaman 1dari 14

Telaah Terhadap Ayat dan Hadits Tentang Sistem Indra

Makalah ini dibuat ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan

Disusun oleh:

Ikbal Hidayatullah (1710206008)

Rahmatika Nurjanah (1710206010)

Rosi Jannati (1730206097)

Dosen Pengampuh

Halimatussadiyah S.Ag

Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam UIN Raden Fatah Palembang

2018
PENDAHULUAN

Manusia dilahirkan dan datang ke dunia ini dalam keadaan polos, telanjang, buta ilmu
pengetahuan, walaupun ia dibekali dengan kekuatan dan pancaindera yang dapat menyiapkannya
untuk mengetahui dan belajar. Adapun firman Allah Swt, yang artinya: “Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (An-Nahl 78).

Maka pendengaran, penglihatan dan akal serta panca indera lainnya ialah alat-alat yang diberikan
oleh Allah kepada manusia untuk digunakannya memperoleh pengetahuan dan merupakan
jendela-jendela yang melaluinya orang dapat menjenguk ke alam yang luas untuk mengetahui
rahasia-rahasianya, kemudian mengambil manfaat dari apa yang Allah telah mengisinya untuk
kemakmuran, kebahagiaan dan kelestarian hidup manusia, makhluknya yang diamanatkan untuk
menjadi khalifah-Nya di atas bumi ini.

Seperti yang diajarkan dalam hadits Nabi tentang manfaat panca indera serta hal-hal yang
berhubungan dengan pada panca indera dalam mencari ilmu. Dalam makalah ini akan dijelaskan
mengenai hadits tentang pemanfaatan panca indera dalam mencari ilmu dan Dorongan untuk
memanfaatkan panca indera.

PEMBAHASAN

INDRA MENURUT AL-QUR’AN

Seorang anak dilahirkan dalam keadaaan tidak mengetahui apapun. Tidak berapa lama
kemudian, indra si anak mulai berfundsi. Si anak mulai terpengeraruh oleh stimulus-stimulus
dari luar yang tterjadi pada dirinya. Kejadian-kejadian itu akan menimbulkan beragam perasaan.
Itulah yang kemudian menjadi dasar terbentuknya persepsi dan pengetahuan anak terhadap dunia
luar. Al-Qur’an telah mengisyaratkan kenyataan tersebut pada banyak ayat. Di antaranya : 1).
“Dan Allah telah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu apapun, dan Dia memberi kalian pendengaran, pengelihatan dan hati supaya kalian
bersyukur” QS. An-Nahl [16]:78, 2). “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kalian
pendengaran, pengelihatan dan hati. Amat sedikitlah kalian bersyukur” QS. Al-Mu’minun [23]:
78, 3). “Katakanlah, ‘Dia-lah yang telah menjadikan kalian serta memberi kalian pendengaran,
pengelihatan, dan hati. Amatlah sedikit kalian bersyukur” QS. Al-Mulk [67]: 23, 4). “Kemudian
Dia menyempurnakan serta meniupkan ke dalamnya ruh- Nya, dan Dia menjadikan bagi kalian
pendengaran, pengelihatan, dan hati. Sedikit sekali yang kalian syukuri” QS. As- Sajdah [32]: 9.

Al-Qur’an hanya menyebut pendengaran dan pengelihatan sebagai dua alat indra.
Pertama, karena pentingnya pendengaran dan pengelihatan dalam proses persepsi. Kedua,
penyebutan pendengaran dan pengelihatan cukup untuk menunjukkan urgensi semua alat indra
dalam proses persepsi. Inilah di antara karakteristik gaya bahasa Al-Qur’an yang ringkas dan
mendalam, yaitu cukup dengan kiasan dan isyarat untuk menunjukkan hakikat-hakikat mendasar
yang bersifat umum, serta mengabaikan pemerian.

Dalam banyak ayat Al-Qur’an, pendengaran disebutkan lebih dulu daripada pengelihatan
karena beberapa alas an berikut.

Pertama, pendengaran lebih penting daripada pengelihatan dalam proses persepsi, belajar , dan
perolehan ilmu. Manusia masih mungkin untuk belajar bahasa dan memperoleh pengetahuan nila
kehilangan pengelihatannya. Di antara yang menunjukkan pentingnya pendengaran dalam
persepsi dan belajar bahasa-(bahasa termasuk instrument paling penting dalam berfikir dan
memperoleh pengetahuan)- adalah Al-Qur’an hanya menyebut pendengaran beserta akal untuk
menandakan kaitan erat antara pendengaran dan akal. “Dan mereka berkata, ‘Kalaulah kami
mendengar atau memahami, tentu tidaklah kami termasuk para penghuni neraka yang menyala-
nyala”. QS. Al-Mulk [67]: 10.

Karena kaitan erat antara pendengaran dan akal tersebut, dalam banyak ayat Al-Qur’an
disebutkan kata mendengar, tetapi dalam arti memahami, berfikir, dan mempertimbangkan.
“Rabbana, sesungguhnya kami mendengar seruan seseorang yang menyeru kepada iman (yaitu):
hendaknya kalian beriman kepada Rabb kalian, maka kami pun beriman ….” QS. Ali-Imran [3]:
193, “Dan bahwasannya kami, ketika mendengar petunjuk, kami pun beriman kepadanya ….”
QS. Al-Jinn [72] :13, “Dan Kami mmengunci mati kalbu mereka sehingga mereka tidak dapat
mendengar?” QS. Al-A’raf [7]: 100.
Kedua, indra pendengar akan langsung bekerja seusai persalinan. Anak akan langsung
dapat mendengar suara-suara setelah persalinan. Adapun untuk dapat melihat sesuatu dengan
jelas, si anak membutuhkkan waktu beberapa saat*

Ketiga, indra pendengar melaksanakan fungsinya secara terus menerus tanpa henti,
sedangkan indra pengelihatan adakalanya berhenti melaksanakan fungsinya ketika manusia
menutup kedua matanya atau ketika tidur. Suara nyaring juga dapat membangunkan manusia
dari tidurnya. Oleh sebab itu, dalam kisah Ashhabul Kahfi Allah SWT menerangkan bahwa Dia
menutup telinga mereka hingga mereka terlelap tidur, dan suara pun tidak membuat mereka
terbangun. “Kemudian Kami, menutup telinga mereka di dalam gua itu selama beberapa tahun”.
QS. Al-Kahfi [18]: 11.

Keempat, indera pendengar dapat mendengar semua suara, baik dalam gelap maupun
terang, sedangkan indra pengelihatan hanya dapat melihat dalam cahaya. Al-Qur’an juga
menyebut “as-sam’u” (pendengaran) dalam bentuk tunggal, sedangkan “al- abshar”
(pengelihatan) disebutkan dalam bentuk jamak. Hal ini termasuk bukti kemukjizatan gaya
bahasa Al-Qur’an. Sebab indra pendengar dapat menerima suara yang dating dari segala arah,
sedangkan mata hanya dapat melihat bila manusia mengarahkan pandangannya kea rah sesuatu
yang ingin dilihatnya. Jika terdengar suara dari suatu tempat yang dihuni banyak orang, mereka
semua akan mendengar suara yang sama. Namun jika mereka melihat sesuatu yang sama dari
sudut yang berbeda-beda, pengelihatan mereka kepada sesuatu itu tidak akan sama persis.
Demikian pula terkadang mereka melihat sesuatu yang berbeda di waktu yang sama sesuai
dengan arah yang mereka lihat. Selain itu, jika kita mendenbgar suara yang berasal dari suatu
tempat secara langsung berada di hadapan kita, gelombang suara akan sampai ke dua telinga
dalam waktu yang bersamaan. Juga kuatnya pengaruh suara pada kedua gendang telinga akan
sama. Akan tetapi, jika kita melihat sesuatu yang terletak di hadapan kita, bentuk yang tergambar
pada retina mata kanan akan berbeda dengan bentuk yang tergambar pada retina mata kiri. Sebab
mata kanan melihat sesuatu dari sisi kanan, sedangkan mata kiri melihat sesuatu dari sisi kiri.

*Beberapa penelitian fisiologi moderen mengungkapkan bahwa anak yang baru lahir bias
merespons suara-suara yang nyaring. Tetapi belum biasa merespons suara-suara yang sangat
perlahan. Penelitian-penelitiaan tersebut juga menjelaskan bahwa gambar-gambar belum terlihat
jelas oleh kedua mata sianak yang baru lahir itu hingga bulan keenam. Ini disebabkan
perkembangan retina barulah sempurna pada akhir enam bulan pertama pascakelahiran.

pertanggung jawaban panca indra

Hadis

‫ يُؤتًى بِ ْال َع ْب ِد يَوْ َم القِيَا َم ِة فَيَقُو ُل هللاُ لَهُ ألَ ْم أجْ َعلْ لَكَ َس ْم َعا‬: ‫صلَّى هللاُ َعلًيْه َو َسلً ًم‬
َ ِ‫ال قا َل ًرسُو ُل هللا‬ َ َ‫ع َْن أَبِي هُ َري َْرةً ًو ع ًْن أَبِي َس ِعي ٍد ق‬
‫و ُل اَل‬ssُ‫ال فَيَق‬s
َ sَ‫ َذا ق‬sَ‫كَ ه‬ss‫ك ُمالَقِي يَو َم‬ َ sَ‫ ُع ف ُك ْنتَ تطَ َّن أن‬sَ‫رْ أسُ َو تَرْ ب‬ssَ‫كَ ت‬ssُ‫ث َو تَ َر ْكت‬ َ ْ‫ك األ ْن َعا َم و ْالحر‬َ ‫تل‬ ُ ْ‫صرًا َو َماالً َو َولًدًا َو َس َّخر‬
َ َ‫َو ب‬
ِ ‫ َذا‬s‫ك في ْال َع‬
َ s‫رُوهُ ق‬s‫ َذا فَ ْس‬s‫ب هَ َك‬
‫ال‬s َ ‫َريبُ َو َم ْعنَى قَولِ ِه اليُو َم اَ ْت ُر ُك‬ ِ ‫ص ِحي ُح غ‬ َ ‫ث‬ ُ َ‫ال أَبُو ِع َسى ه َذا َح ِدي‬ َ َ‫فَيَقُو ُل لهُ الَيوْ م َن َساكَ َك َما لَ ِسيتَنِي ق‬
‫ذي فى‬ss‫( رواه الترم‬. ‫ب‬ ِ ‫ َذا‬s‫ ُر ُكهُ ْم ڤِي ْال َع‬s‫وْ َم ن َْث‬ss‫اهُ ْالي‬ssَ‫ا َم ْعن‬ss‫الُوا إنَّ َم‬ssَ‫اهُ ْم ق‬s‫اليوْ َم ن ََس‬s
ْ sَ‫ ِذ ِه األيَتَ ف‬sَ‫ ِل ْال ِع ْل ِم ه‬s‫أبُو عي َسي َوقَ ْد فَ َّس َر بَعضُ أ ْه‬
) ‫كتاب صفت القيامة و الرقائق َ الورع عن رسول هللا‬،‫الجامع‬

B. Terjemah

“Dari Abu Hurairah dan Abi Said berkata : Rasullah SAW bersabda : Pada hari kiamat nanti para
hamba di pertemukan dengan-Nya, dan Allah berkata kepada mereka” Bukankah telah Ku
ciptakan untukmu pendengaran, penglihatan, harta serta keturunan dan telah kutundukan padamu
hewan ternak dan tumbuhan dan hasil bumi agar kau bisa memimpin dan hidup sejahtera dan
kamu mengira bahwa kamu kan bertemu dengan hari ini ?” mereka berkata “ tidak ” maka Allah
mengatakan pada mereka “ Hari ini Aku melupakan seperti kamu melupankan-Ku.” ( HR. Imam
Tirmidzi)

A. Hadits Tentang Memanfaatkan Panca Indera untuk Mencari Ilmu

1. Hadits

‫ض َر هللاُ إِ ْم َراَ ًء َس ِم َع ِمنَّا َشيْأ ً فَبَلَ َغهُ َك َما َس ِم َع فَرُبَّ ُمبَلِّ ُغ‬َّ َ‫ ن‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو ّسلَّ َم يَقُوْ ُل‬
َ ِ‫ْت َرسُوْ َل هللا‬ ُ ‫ع َْن َع ْب ِد هللاِ ْب ِن َم ْسعُوْ ِد قَا َل َس ِمع‬
ِ‫ك بِ ْن ُع َمي ِْر َع ْب ِد الرَّحْ م ِن بِ ْن َع ْب ِد هللا‬ ُ ِ‫ص ِح ْي ٌح َوقَ ْد َر َواهُ َع ْب ِد ْال َمال‬
َ ‫ْث َح َس ٌن‬ ٌ ‫ قَا َل أَبُوْ ِع ْي َسى هَ َذا َح ِدي‬,‫أَوْ عَى ِم ْن َسا ِم ٍع‬

2. Tarjamah

“Dari Abdullah bin Mas’ud ra dia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Semoga Allah memuliakan seseorang yang mendengar sesuatu dari kami,lalu dia
menyampaikannya (kepada yang lain)sebagaimana yang dia dengar,maka kadang-kadang orang
yang disampaikan ilmu lebih memahami dari pada orang yang mendengarnya”. (HR.At-
Tirmidzi).

4. Biografi Rawi

a. Abdullah Ibn Mas’ud.

Abdullah Ibn Mas’ud adalah Abdullah Ibnu Mas’ud Ibn Ghafil Ibn Habib Al-Mudzaly, seorang
sahabat Nabi yang dahulu pernah bersumpah setia kepada Bani Zuhra.

Ibu beliau bernama Ummu Abdillah bin Abu Daud Ibn Sau-ah yang juga memeluk Islam
dipermulaan Islam.

Beliau meriwayatkan sejumlah 848 hadits. Bukhari dan Muslim menyepakati sejumlah 64 hadits
21 diantaranya diriwaatkan oleh Bukhary sendiri dan 35 diantaranya oleh Muslim.

Beliau wafat di Madinah pada tahun 32 H dan dikembumikan di Baqi’.[1]

b. Imam Tirmidzi rahimahullahu Ta’ala.

Imam Tirmidzi rahimahullahu Ta’ala adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin At-Tirmidzi. Lahir
pada tahun 200 H dan wafat di Turmudz pada malam Senin tanggal 13 Rajab 279 H. Beliau
adalah salah seorang ulama hafizh yang telah bertemu dengan para Syaikh generasi awal, seperti
Qutaibah bin Sa’id, Muhammad bin Basysyar, Ali bin Hajar dan para imam hadits lainnya.

Banyak sekali yang telah meriwayatkan hadits dari Imam Tirmidzi.Beliau sendiri juga
memiliki banyak karya tulis seputar ilmu hadits.Kitabnya yang paling baik adalah yang berjudul
As-Shahih. Selain itu, kitab ini juga banyak sekali mengandung faidah dan tidak banyak
mengalami proses pengulangan riwayat.

[1]Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,(Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 1999), hlm. 263-264.
Imam Tirmidzi rahimahullahu Ta’ala berkata, “Aku telah menyodorkan kitab ini kepada para
ulama di kawasan Hijaz, Irak, Khurasan.Ternyata mereka bisa menerima kitab ini dan
menganggapnya sebagai kitab yang baik.Barangsiapa menyimpan kitab ini di dalam rumahnya,
maka seakan-akan ada Nabi bersabda di dalam rumahnya tersebut.”[2]

At-tirmidzi adalah ulama hadits yang pertama sekali mempopulerkan predikat hadits
Hasan.Yaitu, hadits yang kurang pantas dinilai shahih, tetapi tidak layak juga bila dinilai
dha’if.Sementara, para ulama pendahulunya membagi hadits ahad hanya menjadi shahih dan
dha’if.Artinya, hadits yang menurut at-Tirmidzi itu hasan, dimasukkan ke dalam kelompok
dho’if.Maka, kalau para ulama sebelum at-Tirmidzi (seperti ulama Fiqh pendiri madzhab empat)
berkata bahwa hadits dha’if untuk kepentingan tertentu dapat dijadikan hujjah, dimaksudkan
adalah hadits hasan menurut kerangka at-Tirmidzi.Jadi, bukan sembarang hadits dha’if.Teori
para ulama Fiqh tadi mengacaukan pikiran kita karena mereka membagi hadits kepada dua,
sementara, kita sudah mengenal tiga jenis nilai hadits.[3]

5. Keterangan Hadits

Do’a yang ditujukan kepada orang yang dimaksud dalam hadits, yaitu: semoga Allah SWT
mempereloknya dengan keagungan dan keindahan, bagi orang yang mendengar sesuatu dari
kami yaitu perkara Agama berupa suatu ayat dari Al-Qur’an atau suatu Hadits, lalu
iamenyampaikannya persis seperti apa yang ia dengar tanpa mengurangi atau menambahinya,
baik ia lelaki maupun wanita.

Banyak orang yang mendengar hadits tidak secara langsung tetapi melalui perantara sehingga
lebih hafal, lebih menguasai dan lebih memahami dari pada orang yang mendengar secara
langsung.[4]

[2]Wawan Djunaedi Soffandi, Syarah Hadits Qudsi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), hlm 22.
[3]Muh. Zuhri, Hadits Nabi (Sejarah dan Metodologinya), (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), hlm 176-
177.
[4]Syekh Mansyur Ali Nashif, Mahkota pokok-pokok hadis Rasulullah SAW. Jilid I, (Bandung: Sinar Baru, 1993),
hlm 167.
Hadits tersebut menggambarkan pentingnya kedudukan ilmu dalam pandangan islam, karena
‘mendengar’ sendiri merupakan salah satu proses mangetahui sebuah ilmu. Sehingga Rasulullah
meninggikan derajat seseorang yang mau mendengarkan sesuatu dari beliau, yang kemudian
menyampaikan sebagai mana yang telah ia dengar, sehingga akan banyak orang yang
mengetahui dari apa yang ia dengar dan ia sampaikan. Hal ini berarti adanya anjuran untuk
memanfaatkan panca indera dalam mencari ilmu.

Semakin banyak kita mendengar, melihat, dan berfikir dengan menggunakan panca indera, maka
semakin banyak ilmu yang akan kita peroleh. Dan Allah memberikan pendengaran dan
penglihatan agar manusia dapat berfikir dan bersyukur.[5]

6. Aspek Tarbawi

Dari uraian di atas dapat di ambil beberapa aspek tarbawi sebagai berikut:

1) Panca indera sangat penting dalam mencari ilmu terutama pada alat pendengaran.

2) Sebelum kita menyampaikan kabar kepada orang lain hendaklah kita memperhatikan,
memeriksa dan menghafal kemudian berhati-hati saat menyampaikan kabar tersebut kepada
orang lain.

3) Kejujuran dan kebenaran adalah sesuatu yang akan membawa pada kemuliaan dan
kebahagiaan.

4) Orang yang berilmu dituntut untuk mengamalkan ilmu yang telah ia dapatkan.

[5]Http://www.nasehatislam.com, diakses tanggal 29 April 2018.


B. Hadits Tentang Dorongan untuk Memanfaatkan Panca Indera

1. Hadits

ْ َّ‫ اللَّهُ َّم أَل‬: ‫هُّ َد‬s‫ا التَّ َش‬ssَ‫ا يُ َعلِّ ُمن‬ss‫ا ه َُّن َك َم‬ssَ‫ت َولَ ْم يَ ُك ْن يَ َعلِّ ُمن‬
‫ا‬ssَ‫ف بَ ْينَ قُلُوبِن‬ ٍ ‫ا‬ss‫ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم) يُ َعلِّ ُمنَا َكلِ َم‬ َ ‫﴿و َكانَ (النَّبِ ِّي‬
َّ ‫صل‬ َ :‫ع َْن َع ْب ِد هللاِ قَا َل‬
‫اعنَا‬ِ ‫ َم‬ss‫ار ْك لَنَا فِي أَ ْس‬ ِ َ‫ش َماظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ َوب‬ َ ‫اح‬ ِ ‫ور َو َجنِّ ْبنَا ْالفَ َو‬ِ ُّ‫ت إِلَى الن‬ ُّ ‫ت بَ ْينَنَا َوا ْه ِدنَا ُسبُ َل ال َّس َل ِم َونَ َّجنَا ِم ْن‬
ِ ‫الظلُ َما‬ ِ ‫َوأَصْ لِحْ َذا‬
﴾‫ا‬ssَ‫ا َعلَ ْين‬ssَ‫ا َوأَتِ َّمه‬ssَ‫ك ُم ْشنِ ْينَ بِهَاقَا بِلِ ْيه‬
َ ِ‫ك أَ ْنتَ التَّوَّابُ ال َّر ِح ْي ُم َواجْ َع ْلنَا َشا ِك ِر ْينَ لِنِ ْع َمت‬ ِ ‫ارنَا َوقُلُوبِنَا َوأَ ْز َو‬
َ َّ‫اجنَا َو ُذ ِّريَاتِنَا َوتُبْ َعلَ ْينَا إِن‬ َ ‫َوأَب‬
ِ ‫ْص‬
)‫ باب التشهد‬,‫ كتاب الصالة‬,‫(رواه ابو داود فى السنن‬

2. Tarjamah

Dari Abdullah berkata : Beliau (Rasulullah SAW) biasa mengajarkan kami beberapa kalimat,
dan beliau tidak mengajarkannya kepada kami sebagaimana beliau mengajarkan tasyahhud :“
Wahai Allah, rukunkanlah hati-hati kami, damaikanlah diantara kami, tunjukilah kami kepada
jalan kesejahteraan, selamatkanlah kami dari kegelapan menuju kebenaran, jauhkanlah kami dari
perbuatan-perbuatan keji yang terang dan yang samar, limpahkanlah berkah kepada kami, pada
pendengaran, penglihatan, hati, isteri dan cucu kami, terimalah taubat kami, sesungguhnya
Engkaulah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang dan jadikanlah kami orang-orang yang
mensyukuri ni’mat Engkau berterima kasih lagi menerimanya, dan sempurnakanlah ni’mat itu
atas kami”.(HR. Abu Daud).

4. Biografi Rawi

a. Abdullah Ibn Mas’ud.

Abdullah Ibn Mas’ud adalah Abdullah Ibnu Mas’ud Ibn Ghafil Ibn Habib Al-Mudzaly, seorang
sahabat Nabi yang dahulu pernah bersumpah setia kepada Bani Zuhra.

Ibu beliau bernama Ummu Abdillah bin Abu Daud Ibn Sau-ah yang juga memeluk Islam
dipermulaan Islam.

Beliau meriwayatkan sejumlah 848 hadits. Bukhari dan Muslim menyepakati sejumlah 64 hadits
21 diantaranya diriwaatkan oleh Bukhary sendiri dan 35 diantaranya oleh Muslim.Beliau wafat
di Madinah pada tahun 32 H dan dikembumikan di Baqi’.[6]

[6]Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,(Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 1999), hlm. 263-264.
b. Imam Abu Daud rahimahullahu Ta’ala.

Imam Abu Daud rahimahullahu Ta’ala adalah Imam Sulaiman bin Al-Asy’asy bin Ishaq Al
Asadi As-Sijistani.Beliau telah melakukan rihlah untuk mencari ilmu hadits, mengumpulkan,
serta telah menyusun kitab dalam jumlah yang banyak.Beliau menulis hadits yang diriwayatkan
dari para ulama kawasan Irak, Syam, Mesir, dan Khurasan.Lahir pada tahun 202 H dan wafat di
Basrah pada malam hari tanggal 16 Syawwal 275 H.

Imam Abu Daud telah meriwayatkan hadits dari para syaikh (guru) Imam Bukhari dan
Muslim. Diantara mereka adalah Ahmad bin Hambal, Utsman bin abi Syaibah, Qutaibah bih
Sa’id, dan para imam hadits yang lainnya. Sedangkan diantara murid yang meriwayatkan hadits
dari beliau adalah putranya sendiri yang bernama Abdullah, Abu Abdirrahman, An-Nasa’i, Abu
Ali Al-lu’lui, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Ketika kitabnya yakni kitab As-Sunan disodorkan kepada Ahmad bin Hambal, maka Imam
Ahmad pun menganggapnya sebagai kitab yang bagus.

Abu Daud rahimahullahu Ta’ala berkata, “Aku telah menulis hadits Rasulullah sebanyak
500.000 riwayat. Kemudian aku menyelesaikan menjadi 4.800 hadits yang kemudian aku
himpun di dalam kitab ini.Aku menyebutkan riwayat-riwayat yang berstatus shahih dan juga
yang mendekati status tersebut.Dari kesemua riwayat hadits tersebut, ada empat riwayat hadits
yang cukup bisa dijadikan pegangan orang-orang. Yang pertama adalah sabda Rasulullah SAW “
Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat”. Kedua sabda Rasulullah SAW, “Di
antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan pembicaraan yang tidak
bermakna”.Ketiga sabda Rasulullah SAW, Seorang mukmin tidak menjadi mukmin sampai dia
bisa merasa ridha kepada saudaranya sebagaimana kalau dia ridha kepada dirinya
sendiri”.Keempat adalah sabda Rasulullah SAW, “Sesuatu yang halal sudah jelas dan yang
haram pun sudah jelas…”

Imam Abu Daud rahimahullahu Ta’ala tergolong imam yang sangat alim, ahli Ibadah dan
Wara’. Disebutkan bahwa beliau memiliki lengan baju yang berukuran lebar dan sempit, beliau
pun ditanyai mengenal hal ini, “Apa gunanya ini ??” beliau menjawab, lengan baju yang sempit
tidak dibutuhkan untuk hal itu.”
Al-Khaththabi berkata, “Belum pernah dikarang sebuah kita agama yang menyerupai kitab
As-Sunan karya Abu Daud.Kitab tersebut dapat diterima oleh semua kalangan yang bermadzhab
cukup beragam.

Abu daud berkata, “Aku tidak menyebutkan di dalam kitab sebuah hadits yang telah
disepakati untuk ditinggalkan.”

Ibnu A’rabi berkata, “Seandainya seseorang tidak memiliki ilmu kecuali hanya dari Al-
Qur’an dan kitab ini, maksudnya kitab As-Sunnan karya Abu Daud maka dia tidak perlu lagi
ilmu penegtahuan yang lainnya.”

Para ulama setelah generasi Abu Daud banyak yang menyusun kitab Al-Jaami’, Al Musnad
dan yang semisalnya.Kitab-kitab tersebut menghimpun berbagai macam sunah, produk hukum,
kabar berita, kisah-kisah, mau’izhah (nasihat) dan pelajaran tentang etika. Tidak tidak ada
seorang pun dari penyusun kitab yang bermaksud untuk menghimpun sunan secara khusus, dan
tidak ada seorang pun dari mereka yang melakukan sesuatu seperti yang telah diperbuat oleh
Imam Abu Daud. Ibrahim Al-Harabi berkata, “Ketika Abu Daud menyusun kitab ini, Hadits
seakan menjadi mudah bagi beliau sebagaimana logam besi terasa lunak bagi Nabi Daud As.”[7]

5. Keterangan Hadits

Hadits di atas merupakan do’a yang diajarkan Rosulullah untuk mempererat persaudaraan
sesama muslim untuk meminta perdamaian, persatuan dan makna lain seperti meminta
kesejahteraan, keselamatan, dll.

Doa tersebut juga berkaitan tentang penggunaan panca indera. Kita harus berdoa kepada Allah
agar dimaksimalkan fungsi panca indera.Hendaklah kita memanfaatkan panca indera dengan
sebaik – baiknya. Karena Allah akan menunjukkan kepada hambaNya jalan kesejahteraan. Allah
akan membuat panca indera kita peka, sehingga kita akan terselamatkan dari hal – hal buruk
yang akan menghalangi kita menuju jalan kebenaran.

[7]Wawan Djunaedi Soffandi, Syarah Hadits Qudsi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2003), hlm 20-21.
Inti dari keterangan hadits diatas ialah bahwa kita dianjurkan untuk memanfaatkan seluruh panca
indera kita semaksimal mungkin tetapi masih dalam lingkup yang baik artinya apa yang kita
kerjakan, misalnya dalam hal mencari ilmu dan sholat tidak menyimpang dari apa yang
semestinya kita lakukan. Supaya dari apa yang kita kerjakan akan mendapat nikmat, manfaat dan
berkah.

Talib Madlul menambahkan bahwa manusia memiliki 2 alat (memperoleh) ilmu pengetahuan:

a. Alat yang bersifat zahir yaitu panca indra.

b. Alat yang bersifat batin, yaitu akal dan hati.

Dengan demikian, dalam merumuskan ilmu pendidikan Islam, seseorang dituntut untuk
melibatkan panca indra, akal, dan hati secara integratif; sehingga bobot kebenaran lebih tinggi,
objeknya lebih luas dan hasilnya lebih dapat diterima dalam pendidikan Islam.[8]

6. Aspek Tarbawi

Dari uraian di atas dapat di ambil beberapa aspek tarbawi sebagai berikut:

1) Sebagai sumber ilmu pengetahuan, panca indera yang terdapat pada manusia mempunyai
banyak kegunaan sebagai sarana mendukung dan melengkapi manusia untuk mencari ilmu, baik
ilmu agama maupun ilmu umum.

2) Panca indera harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk hal – hal yang senantiasa diridhoi
Allah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah.

3) Bukti bahwa Islam tidak hanya menyuruh umatnya untuk mencari ilmu agama tetapi juga
untuk mencari ilmu yang bersifat umum, serta bukti bahwa segala yang telah diberikan oleh
Allah Swt. kepada manusia selalu ada manfaatnya.

[8]http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2251385-sumber-ilmu-pengetahuan-panca-indra/,diakses tanggal
29 April 2018.
PENUTUP

Simpulan

Panca Indera berperan sangat penting bagi seseorang terutama dalam mencari ilmu. Melalui
hadits-hadits di atas kita dituntut untuk dapat menggunakan alat inderawi semaksimal mungkin
dalam mencari dan menggali ilmu pengetahuan, untuk kemudian ilmu tersebut dapat digunakan
untuk menambah keyakinan dan keimanan kita kepada Allah Swt. serta dapat menuntut kita
untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Telah kita ketahui bahwa Allah Swt memberikan kebebasan kepada kita untuk menggunakan
panca indera sebaik mungkin untuk hal – hal yang senantiasa diridhoi Allah Swt sebagai wujud
rasa syukur kepada Allah Swt.

Indera jasmani adalah alat yang memiliki kegunaan sangat penting bagi manusia. Indra jasmani
pada manusia meliputi, pendengaran (telinga), penglihatan (mata), penciuman (hidung),
pengecap (lidah), perasa (kulit), kemudian alat gerak (tangan dan kaki) dan bagian tubuh
manusia lainnya.

Tujuan Allah menciptakan manusia hanyalah untuk mengabdi kepada-Nya, maka dari itu artinya
manusia wajib menjadikan fungsi seluruh indra jasmaninya hanya untuk menjadi alat dalam
melakukan ibadah kepadaNya.

Menjadikan indra jasmani sebagai alat untuk mengabdi kepada Allah dilakukan dengan cara
beribadah kepada-Nya, memelihara kesehatan jasmani dengan cara menjaga kebersihannya
(memelihara wudhu) dan memakan makanan yang halal dan bergizi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd., Pelajaran Tauhid untuk Tingkat Lanjutan. Medan: IAIN
“Sumatera Utara” Medan, 1998.

Ahmad Zainudin dkk. Aqidah Akhlak. Klaten : Sinar Mandiri, 2010.

Al-Qu’an Al Karim

Hadis Purba. Tauhid Ilmu, Syahadat dan Amal. Medan: IAIN Press, 2014.

Ira Suryani. Ilmu Tauhid/Ilmu Kalam. Medan : Diktat Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara,
2000

Yadi Purwanto, Pendidikan Kepribadian Integrasi Nafsiyah dan ‘Aqliyah Perspektif Psikologi
Islami, Bandung: PT Refika Aditama, 2007.

Ash-Shidieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2251385-sumber-ilmu-pengetahuan-panca-
indra/, diakses tanggal 10 Februari 2013.

Http://www.nasehatislam.com, diakses tanggal 10 Februari 2013.

Nashif, Syekh Mansyur Ali. 1993. Mahkota pokok-pokok hadis Rasulullah SAW. Jilid I.
Bandung: Sinar Baru.

Soffandi, Wawan Djunaedi. 2003.Syarah Hadits Qudsi. Jakarta: Pustaka Azzam.

Zuhri, Muh. 1997.Hadits Nabi (Sejarah dan Metodologinya). Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya.

Anda mungkin juga menyukai