Anda di halaman 1dari 13

PENERAPAN TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF DALAM

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


Meinita Eka Putri

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


Universitas Islam Negri Raden Fatah Palembang
e-mail : meinitaekaputri@gmail.com
Abstrak
Belajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi atau
menemukan. Dalam dunia pendidikan ada banyak sekali teori-teori belajar yang
diterapkan didalam proses belajar mengajar. Apabila didalam proses pembelajaran
tidak diterapkan sebuah teori belajar, maka akan sulit proses belajar mengajar
tersebut mencapai tujuan yang tepat. Pada artikel ini, Aliran kognitif memandang
kegiatan belajar kognitif bukanlah sekedar stimulus atau respon yang bersifat
mekanistik, tetapi lebih dari itu kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental
yang ada didalam diri individu yang sedang belajar. Struktur mental individu tersebut
berkembang sesuai dengan tingkatan perkembangan kognitif seseorang. Semakin
tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang, semakin tinggi pula kemampuan
dan keterampilan dalam memperoses berbagai informasi atau pengetahuan yang
diterimanya dari lingkungan. Dalam artikel ini akan dibahas teori pembelajaran
kognitif, menurut pendapat para ahli, karakteristik maupun pengaplikasiannya
didalam pembelajaran pendidikan matematika. Tujuan pembahasan teori belajar
kognitif pada artikel ini adalah memberikan pemahaman kepada dunia pendidikan
untuk bisa menerapkan teori belajar di dalam proses pembelajaran agar bisa
mencapai tujuan pembelajaran secara tepat.

Kata Kunci. Teori Belajar Kognitif, Karakteristik, Pendapat Para Ahli, Pengaplikasian

PENDAHULUAN

Dapat kita ketahui bahwa, matematika adalah suatu ilmu pasti yang juga bisa dikatakan
sebagai ilmu yang menekankan pada logika. Ilmu matematika sangatlah penting untuk
dipelajari, karena dengan adanya ilmu itu akan mempermudah kita didalam beraktifitas
sehari-hari dalam menentukan jumlah hitungan ataupun pembagian harta waris dan lain
sebagainya.
Menurut Mustafa (Tri Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu
tentang kuantitas, bentuk, susunan,dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk
menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan
antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan
manfaat pada matematika terapan.
Kemudian menurut Elea Tinggih (Erman Suherman, 2001), matematika berarti ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain
diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas
dalam dunia rasio (penalaran), sedangakn dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi
atau eksperiment disamping penalaran.
Belajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau menguasai
pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi atau menemukan
(Hilgrad dan Bower dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2007: 13). Belajar juga merupakan
proses berubahnya tingkah laku yang relatif permanen yang disebabkan oleh interaksi dengan
lingkungannya. Banyak ahli yang mengemukakan teori-teori dan pandangan-pandangan
mengenai proses belajar tersebut. Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap
praktik belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah
memberikan konstribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses
belajar. Aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekadar stimulus atau respon
yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan
mental di dalam diri individu yang sedang belajar.
didalam dunia pendidikan proses pembelajaran baik formal, informal maupun nonformal,
teori pembelajaran memiliki peran yang penting. Teori pembelajaran akan menentukan
bagaimana proses pembelajaran itu terjadi. Sebelum merancang pembelajaran, seorang guru
harus menguasai sejumlah teori tentang belajar, termasuk beberapa pendekatan didalam
pembelajaran. Penguasaan teori ini dimaksudkan agar guru mampu mempertanggung
jawabkan secara ilmiah perilaku mengajarnya didepan kelas. Melalui teori-teori belajar guru
akan memahami berbagai cara bagaimana peserta didik belajar dengan seterusnya
menghubungkan prinsip dan hukumnya dengan teknik mengajar untuk mencapai
pembelajaran yang berkesan.

Pada artikel ini kita akan diketahui apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran
kognitif, kemudian bagaimana penerapan teori pembelajaran ini didalam pembelajaran
pendidikan matematika dan bagaimanakah karakteristik serta pengaplikasiannya didalam
pembelajaran pendidikan matematika.

Tujuan daripada artikel ini adalah agar kita mengetahui apa yang dimaksud dengan teori
pembelajaran kognitif, dan mampu menerapkannya dalam proses pembelajaran pendidikan
matematikav sehigga tercapainya suatu kegiatan belajar dan mengajar yang sesuai dengan
silabus yang ada.

PEMBAHASAN
1. Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau
menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi atau
menemukan (Hilgrad dan Bower dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2007: 13).
Vygotsky (dalam jhon dan Thornton, 1993 selanjutnya menjelaskan bahwa proses
belajar terjadi pada dua tahap ; tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang
lain,dan tahap selanjutnya dilakukansecara individual yang didalamnya terjadi proses
internalisasi. Selama proses interaksi terjadi baik antara guru-siswa maupun antar siswa,
kemampuan berikut ini perlu dikembangkan: saling menghargai, menguji kebenaran
pernyataan pihak lain, bernegosiasi, dansaling mengadopsi pendapat yang berkembang.
Sedangkanarti kata matematika berasal dari perkataan latin mathmatika yang
mulanya diambil dari perkataan Yunani Mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan
itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu(Knowledge,
secience). Kata Mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir wsama,
yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berfikir). Daji berdasarkan asal
katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan
berfikir ( bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran),
bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil obeservasi matematika terbentuk
karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungandengan idea, proses, dan penalaran
(Russeffendi ET, 1980 : 148).
Menurut Mustafa (Tri Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah
ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan,dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses
untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan
hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam
keterkaitan manfaat pada matematika terapan.
Kemudian menurut Elea Tinggih (Erman Suherman, 2001), matematika berarti
ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti
ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih
menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangakn dalam ilmu lain lebih
menekankan hasil observasi atau eksperiment disamping penalaran.

Dengan memperhatikan definisi matematika diatas,maka menurut Asep Jihad


(Destiana Vidya Prastiwi, 2011 : 33-34) dapat didefinisikan bahwa matematika jelas
berbeda dengan mata pelajaran lain dalam beberapa hal berikut, yaitu :
a. Objek pembicaraan abstrak, sekalipun dalam pengajaran disekolah anak
diajukan benda kongkrit, siswa tetapi didorong untuk melakukan abstraksi;
b. Pembahasan mengandalkan tata nalar, artinya info awal berupa pengertian
dibuat seefisien mungkin, pengertian lain harusdijelaskan kebelarannya
dengan tata nalar yang logis;
c. Pengertian/konsep atau pernyataan sangat jelas berjenjang sehingga terjaga
konsistennya;
d. Melibatkan perhitungan (oprasi);
e. Dapat dipakaidalam ilmu yang lain serta dalam kehidupan sehari-hari.
Dari definisi belajar dan matematika diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar
matematika merupakan proses manusia dalam mencari suatu ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan bernalar yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas, dan akurat representasinya dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti
serta dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan.
2. Pengertian Teori Pembelajaran Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi
populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang
mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Dalam istilah pendidikan, kognitif disefinisikan sebagai satu teori di antara teori-
teori belajar yang memahami bahwa belajar merupakan pengorganisasian aspek-aspek
kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. (Hermi, 2010; h. 70). Dalam teori
kognitif, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang
situasi yang berhubungan dengan tujuan. Perubahan tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh proses belajar dan berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
(Suyono, 2011; h. 77).
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan
proses belajar daripada hasil belajar. Teori kognitif pada awalnya dikemukakan oleh
Dewwy. (Sjarkawi, 2006; h. 25). Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun
dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. (Gredler & E. Bell, 1991. h. 278).
Dalam praktik, teori kognitif ini akan kita ketahui yaitu terwujudnya dalam
“tahap-tahap perkembangan“ yang diusulkan oleh Jean Piaget, “belajar bermakna” oleh
Ausubel, dan “belajar penemuan” (Discovery Learning) oleh Jerome Bruner, belajar
pemahaman (insight) dan sebagainya.
3. Teori Pembelajaran Kognitif menurut Para Ahli
a. Teori Perkembangan Piaget

Kaitannya dengan perkembangan kognitif, seorang pakar terkemuka dalam


disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak, Jean Piaget mengemukakan tahap-
tahap yang harus dilalui seorang anak dalam mencapai tingkatan perkembangan
proses berpikir formal. Teori ini tidak hanya diterima secara luas dalam bidang
psikologi tetapi juga sangat besar pengaruhnya di bidang pendidikan (Keempat
tahapan itu adalah:
a. Tahap sensori-motor dari lahir hingga 2 tahun. Anak mengalami dunianya melalui
gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek. Seorang anak sedikit
demi sedikit mengembangkan kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan
benda-benda lain.
b. Tahap pra-operasional dari 2 hingga 7 tahun. Anak mulai memiliki
kecakapanmotorik. Pada masa ini anak menjadi pusat tunggal yang mencolok dari
suatu obyek. Misalnya seorang anak melihat benda cair yang sama banyak tetapi
yang sat berada dalam gelas panjang dan satu lagi berada di cawan datar, dia akan
mengatakan bahwa air di gelas lebih banyak dari pada air di cawan datar.
c. Tahap operasional konkret dari 7 hingga 11 tahun. Anak mulai berpikir secara logis
tentang kejadian-kejadian konkret. Anak sudah dapat membedakan benda yang
sama dalam kondisi yang berbeda.
d. Tahap operasional formal setelah usia 11 tahun. Pada masa ini anak mulai
memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau anak mengalami
perkembangan penalaran abstrak. Kecepatan perkembangan setiap individu melalui
urutan setiap tahap tersebut berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah
satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-
kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan
cara yang semakin kompleks (Trianto, 2007b: 22).
Hal ini berarti bahwa perkembangan kognitif seseorang merupakan suatu
proses genetik. Artinya, perkembangan kognitif merupakan proses yang didasarkan
atas mekanisme biologis dari perkembangan sistem syaraf. Semakin bertambah umur
seseorang, maka semakin kompleks susunan sel syarafnya dan semakin meningkat
pula kemampuannya (Muhaimin, 2002: 199).
Berdasarkan hal tersebut, Jean Piaget berpandangan bahwa pada dasarnya
setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subyek,
maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya
diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang
bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara, setelah itu dilupakan
(Sanjaya, 2006: 122).
Kaitannya dengan proses belajar, Piaget membagi proses belajar menjadi tiga
tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Asimilasi adalah proses
penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada
dalam benak peserta didik. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif
dalam situasi yang baru. Sedangkan equilibrasi adalah proses penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Uraian tersebut di atas memberi
sebuah pemahaman bahwa inti dari pemikiran Piaget tentang proses belajar seseorang
adalah mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya
(Muhaimin, 2002: 200).
b. Teori kognitif menurut Ausabel
Menurut David P. Ausubel, secara umum kelemahan teori belajar adalah
menekankan pada belajar asosiasi atau menghafal, dimana materi asosiasi dihafal
secara arbitrase. Padahal, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang
telah dimiliki dalam struktur kognitifnya (Muhaimin, 2002: 201).
Ausubel memisahkan antara belajar bermakna dengan belajar menghafal.
Ketika seorang peserta didik melakukan belajar dengan menghafal, maka ia akan
berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca
tanpa makna. Hal ini berbeda dengan belajar bermakna, dimana dalam belajar
bermakna ini terdapat dua komponen penting, yaitu bahan yang dipelajari, dan
struktur kognitif yang ada pada individu. Struktur kognitif ini adalah jumlah, kualitas,
kejelasan dan pengorganisasian dari pengetahuan yang sekarang dikuasai oleh
individu.
Agar tercipta belajar bermakna, maka bahan yang dipelajari harus bermakna:
istilah yang mempunyai makna, konsep-konsep yang bermakna, atau hubungan antara
dua hal atau lebih yang mempunyai makna. Selain itu, bahan pelajaran hendaknya
dihubungkan dengan struktur kognitifnya secara substansial dan dengan beraturan.
Substansial berarti bahan yang dihubungkan sejenis atau sama substansinya dengan
yang ada pada struktur kognitif. Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai
dengan sifat bahan tersebut (Sukmadinata, 2007: 188)
Singkatnya, inti dari teori David P. Ausubel tentang belajar adalah belajar
bermakna, yaitu suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapa dalam struktur kognitif seseorang (Trianto, 2007: 25).
c. Teori Kognitif menurut Brunner
Salah satu teori belajar kognitif yang sangat berpengaruh adalah teori Jerome
Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning). Menurut Bruner,
pembelajaran yang selama ini diberikan disekolah lebih banyak menekankan pada
perkembangan kemampuan berpikir analisis, kurang mengembangkan kemampuan
berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti
bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai
konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat
belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah
memahami ,arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai
kepada suatu kesimpulan (discovery learning). belajar akan lebih bermakna bagi
peserta didik jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi
yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, peserta didik harus aktif di
mana mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya
sekedar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu guru harus memunculkan
masalah yang mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan penemuan (Trianto,
2007b: 33).
Selain ide tentang belajar penemuan (discovery learning), Bruner juga
berbicara tentang adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang.
Bruner menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan.
Pertama, tahap enaktif, dimana individu melakukan aktifitas dalam upaya
memahami lingkungannya.
Kedua, tahap ekonit, dimana individu melihat dunia melalui gambar gambar
dan visualisasi verbal.
Ketiga, tahap simbolik, dimana individu mempunyai gagasan abstrak yang
banyak dipengaruhi bahasa dan logika berfikirnya. Komunikasi dalam hal
inidilakukan dengan pertolongan sistem simbol (Muhaimin, 2002: 200).
4. Langkah-Langkah Pembelajaran Menurut Tokoh Kognitif
Dari pemahaman diatas, maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan
oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-langkah
pembelajaran yang dikemukan oleh suciati dan prastya irawan (2001) dapat digunakan.
Langkah-langkah tersebut sebagai berikut :
a. Langkah-langkah pembelajaran menurut piaget:
1. Mentukan tujuan pembelajaran.
2. Memilih materi pelajaran.
3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif
4. Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut, misalnya
penelitian, memecahkan masalah, diskusi, dan sebagainya.
5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara befikir
siswa.
6. Melakukan nilai proses dan hasil belajar.
b. Langkah-langkah pembelajaran menurut bruner :
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar
dan sebagainya)
3. Memiliki materi pelajaran.
4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-
contoh ke generelisasi).
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas,
dan sebagainya untuk dipelajari sisa
6. Mengatur topi-topik pelajaan dari yang sederhana ke kompleks, dari yang kongkrit,
atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
c. Langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel :
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa ( kemampuan awal, motifasi, gaya belajar
dan sebagainya).
3. Memiliki materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam
bentuk konsep-konsep inti.
4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk ad-vance organizer
yang akan dipelajari siswa.
5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk
nyata/konkret.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
5. Karakteristik Teori Pembelajaran Kognitif
Teori belajar kognitif ini lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar
itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih
dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu
berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. (Rovi, 2016; 5(2))
6. Pengaruh Teori Pembelajaran Kognitif dalam Pembelajaran
Terdapat banyak pandangan tentang belajar, sehingga muncul berbagai teori
belajar. Antara teori yang satu dengan teori lainnya berbeda-beda dalam mendefinisikan
belajar. Teori belajar hadir dan muncul pada dasarnya disebabkan oleh para ahli Psikologi
belum puas dengan penjelasan teori-teori yang terdahulu tentang belajar. Di antara teori
belajar yang sangat terkenal adalah teori kognitif.
Menurut teori kognitif, belajar bukan hanya sekedarmelibatkan hubungan stimulus
dan respon, tetapi belajar pada hakekatnya melibatkan proses berfikir yang sangat
kompleks. Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru ke dalam struktur berfikir
yang sudah dimiliki individu, sehingga membentuk struktur kognitif baru yang lebih
mantap sebagai hasil belajar. (Yusuf, 1993; h. 49)
Teori kognitif juga beranggapan bahwa, tingkah laku seseorang selalu didasarkan
pada kognisi, yaitu suatu perbuatan atau tingkahlaku individu ditentukan oleh persepsi
atau pemahamannya tentang diri dan situasi yang berhubungan dengan tujuan yang ingin
dicapai. (Muhaimin, 2012; h. 198)
Dalam teori kognitif, belajar pada prinsipnya adalah perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai perubahan tingkah laku yang kongkrit.
Di sisi lain, teori belajar kognitif lebih menekankan bahwa, belajar merupakan suatu
proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti diungkapkan oleh Winkel bahwa
“belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam Pengetahuan,
Pemahaman, keterampilan, Nilai dan sikap, perubahan itu bersifat relatif dan berbekas”.
(Wingkel, 1996; h. 53)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa belajar menurut
teori kognitif adalah suatu proses atau usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi
dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk
memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku,
keterampilan, nilai dan sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Misalnya, seseorang
mengamati sesuatu ketika dalam perjalanan. Dalam pengamatan tersebut terjadi aktifitas
mental. Kemudian ia menceritakan pengalaman tersebut kepada temannya. Ketika dia
menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat menghadirkan
objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Maka dengan
demikian, telah terjadi proses belajar, dan terjadi perubahan terutama terhadap
pengetahuan dan pemahaman. Jika pengetahuan dan pemahaman tersebut mengakibatkan
perubahan sikap, maka telah terjadi perubahan sikap, dan seterusnya.
7. Aplikasi Teori Pembelajaran Kognitif dalam Pembelajaran Pendidikan Matematika
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar
yang berkaitan dengan kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar
Sedang kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
(1) Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Siswa
mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu;
(2) Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama
jika menggunakan benda-benda konkrit;
(3) Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik;
(4) Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki;
(5) Pemahaman dan retensi akan meningkatkan jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks;
(6) Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. (Rovi, 2016;
h.162)
Agar pembelajaran bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Tugas guru adalah menunjukan
hubungan antara yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa. Jadi dapat
disimpulkan bahwa, Kognitif sangat berperan dalam penerapan pembelajaran Pendidikan
Matematika karena Teori belajar kognitif ini lebih memberi penekanan suatu pembelajaran
pada proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia dansangat memperhatiakan proses
dibanding dengan hasil yang kan didapat, yang sama kaitannya juga dengan pembelajaran
matematika yang menekankan pada pemikiran (nalar) ataupun logika untuk mendapatkan
hasil yang kongkrit dan sesuai.

KESIMPULAN
Diantara teori kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu piaget, Bruner, dan
Ausubel. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap
perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi, dan
equilibrasi. Sedangkan Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara
seseorang mengatur pesan dan informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar
akan terjadi melalui tahap-tahap anaktif, ikonik, dan simbolik. Sementara itu Ausubel
mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan
pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar akan terjadi
melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan, dan
menggunakan informasi.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan.
Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan beru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Perbedaan individual
pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan
belajar siswa. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi
informasi.
Kognitif sangat berperan dalam penerapan pembelajaran Pendidikan Matematika
karena Teori belajar kognitif ini lebih memberi penekanan suatu pembelajaran pada proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia dan sangat memperhatiakan proses dibanding
dengan hasil yang kan didapat, yang sama kaitannya juga dengan pembelajaran matematika
yang menekankan pada pemikiran (nalar) ataupun logika untuk mendapatkan hasil yang
kongkrit dan sesuai.
Dengan adanya suatu teori pembelajaran kognitif yang diterapkan kedalam proses
pembelajaran, maka dapat menimbulkan pengaruh positif yang sangat besar terhadap proses
pembelajaran sehingga suatu kegiatan belajar mengajar itu dapat terstruktur kegiatannya dan
dapat mencapai suatu tujuan daripada pembelajaran dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Erman, S dan Winataputra, U.S (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika, Jakarta;
Universitas Terbuka.
Harami, Hendra, 2010, Teori Belajar dan Pembelajaran, LP2 STAIN: Curup
Julian, Gerdi Starlet. Teori Belajar. Jurnal Pendidikan ; h.3-4

Margaret Gredler & E. Bell, 1991, Learning And Instruction Theory Into Practice. Mc.Milan
Publishing Company, diterjemahkan oleh Munandir, Jakarta: Rajawali.
Muhaimin, 2012 Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidkan Agama
Islam di Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pahliwandari, Rovi. 2016. Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif dalam Pembelajaran
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jurnal Olahraga. 5(2) ; 157-160

Ruseffendi, E.T, 1992, Pendidikan Matematika 3, Jakarta : Depdikbud.


Sjarkawi, 2006, Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual dan Sosial
sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, Jakarta: Bumi Aksara
Suyono,Haryanto, 2011, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Trianto, 2007, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher
Vygotsky,L.S., 1993, Mind in Society. Cambridge, MA: Harvard University Pres

WS. Wingkel, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 53


Yusuf, dkk, 1993, Konsep Dasar dan Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar, Bandung:
Andira.

Anda mungkin juga menyukai