Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Matematika

Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah

dapat terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan

aktivitas sendiri, maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Dipahami

ataupun tidak dipahami, sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam

kehidupan sehari-hari kita merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian

dapat kita katakan, tidak ada ruang dan waktu dimana manusia dapat

melepaskan dirinya dari kegiatan belajar, dan itu berarti pula bahwa belajar

tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun waktu, karena perubahan yang

menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti.

Pembelajaran tidak lepas dari dua istilah yaitu belajar dan mengajar

oleh karena itu sebelum membahas tentang pembelajaran matematika, maka

kita perlu memahami pengertian belajar. Belajar merupakan aktivitas yang

disengaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan

diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu,

menjadi mampu melakukan sesuatu, atau anak yang tadinya tidak terampil

menjadi terampil.1

Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang untuk

memperoleh penguasaan dan penyerapan informasi melalui proses interaksi

antara individu dengan lingkungan digunakan dengan mendeskripsikan


1
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 124

18
51

perubahan potensi perilaku yang berasal dari pengalaman, sehingga

menyebabkan munculnya perubahan perilaku yang bersifat positif baik

perubahan dalam aspek pengetahuan, prilaku, maupun psikomotorik yang

sifatnya permanen.2 Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu perubahan

yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-

perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak

dianggap sebagai hasil belajar.3

Berkaitan dengan konsep belajar, pentingnya berusaha demi

tercapainya perubahan juga diajarkan dalam Islam, seperti yang terdapat

dalam al-Qur’an surah Ar-Ra’du ayat 11 yang artinya :

“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya


bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada
yang menolaknya; dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Dalam ayat di atas terlihat jelas bahwa jika ditarik pada konsep belajar

sangat penting adanya suatu usaha sehingga mendorong terhadap perubahan.

Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku. Jika seseorang

menginginkan perubahan dalam dirinya maka seseorang itu haruslah

berusaha, dan aktivitas berusaha inilah yang dimaksud dengan belajar.4

2. Pendekatan Pembelajaran Matematika

2
Muhammad Fathurrahman, Paradigma Pembelajaran Kurikulum 2013 Strategi
Alternatif Pembelajaran di Era Global, (Yogyakarta : Kalimedia, 2015), hal. 7.
3
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010),
hal. 85.
4
Muhammad Fathurrahman, Ibid. hal. 10-11
50

Pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau

kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan

pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi

pembelajaran itu, umum atau khusus dikelola. Pendekatan pembelajaran dapat

diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses

pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses

yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi,, menginspirasi,

menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis

tertentu.5 Pendekatan (approach) pembelajaran adalah cara yang ditempuh

guru dalam pelaksanaan agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan

peserta didik.6

Soedjadi membedakan pendekatan menjadi dua yaitu :

a. Pendekatan materi (material approach), yaitu proses menjelaskan

topik matematika tertentu menggunakan materi matematika lain.


b. Pendekatan pembelajaran (teaching approach), yaitu proses

penyampaian atau penyajian topik matematika tertentu agar

mempermudah siswa memahaminya.7

Hal senada juga diungkapkan Trefers, ia mengklasifikasikan empat

pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika berdasarkan

komponen matematisasi (matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal)

yaitu mekanistik, empiristik strukturalistik dan realistik.8 Perbedaan

5
Suyono dan Hariyanto, Belajar Dan Pembelajaran: Teori Dan Konsep Dasar (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 18
6
Muhammad Fathurrahman, Op.cit., hal. 107
7
Soedjadi 6.
8
Ibid, hal. 145-146.
51

pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika ditekankan sejauh

mana pendekatan tersebut memuat atau menggunakan kedua komponen

tersebut, tabel berikut ini menunjukkan perbedaan tersebut (tanda “ + ” berarti

memuat komponen dan tanda “ – “sebaliknya).

Tabel 1.Pendekatan Pembelajaran dalam Pedidikan Matematika

Pendekatan Komponen Matematisasi


Pembelajaran Horizontal Vertikal
Mekanistik - -
Empiristik + -
Strukturalistik - +
Realistik + +
Berdasarkan tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa pada

pendekatan pembelajaran mekanistik tidak memiliki komponen

matematisasi horizontal maupun vertikal. Pendekatan ini bertolak

belakang dengan pendekatan pembelajaran realistik yang memiliki kedua

komponen matematisasi. Pendekatan mekanistik bersifat algotitmik dan

cenderung menjadikan proses pembelajaran menggunakan metode

ceramah dan latihan menggunakan rumus-rumus dan hukum- hukum

matematika.9
Untuk pendekatan pembelajaran empiristik hanya memiliki salah

satu dari komponen matematisasi yaitu matematisasi horizontal. Dalam

pendekatan empiristik, matematisasi horizontal dimanestasikan secara

jelas dengan menggunakan cara informal sebagai basis pembelajaran,

namun tanpa dukungan model-model, skema dan sejenisnya, pembelajaran

sukar mencapai tingkat formal.10

9
Sutarto hadi, PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Teori, Pengembangan, Dan
Implementasinya, (Jakarta : Rajawali Press, 2017), hal.27.
10
Ibid., hal. 27
50

Sama halnya pendekatan empiristik, pendekatan strukturalistik

juga hanya memiliki salah satu dari komponen matematisasi yaitu

matematisasi vertikal. Dalam pendekatan strukturalistik, operasi-operasi,

bentuk-bentuk matematis, dan sejenisnya dikonkretkan dengan

menggunakan alat bantu atau media pembelajaran yang sengaja dibuat

sebagai representasi konsep dan ide-ide matematik. Matematisasi vertikal

berlangsung dengan bantuan media terstruktur tersebut. Namun, aplikasi

matematika tidak mungkin tercapai, kecuali siswa sudah memahami

bagaimana menggunakan prosedur yang dipelajarinya. Akibatnya, anak-

anak tidak dapat mengembangkan lebuh lanjut cara alamiah dan formal

mereka sendiri.11
Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang

dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata

dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain matematisasi horizontal

bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol. Sedangkan matematisasi

vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali dengan

menggunakan matematika itu sendiri, jadi matematisasi vertikal bergerak

dari dunia simbol.

3. Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

a. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Pendidikan Matematika Realistik yang diterjemahkan dari

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan salah satu teori

pembelajaran dalam pendidikan matematika. Teori ini mengacu pada

11
Ibid., hal. 27
51

pendapat Freudhental yang mengungkapkan bahwa matematika harus

dikaitkan dengan realita dan matematika adalah aktivitas manusia. Hal ini

berarti bahwa matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan

kehidupan sehari-hari, sedangkan matematika sebagai aktivitas manusia

berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali

ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa atau guru.

b. Karakteristik dan Langkah-Langkah Proses Pendidikan

Matematika Realistik

Pendidikan matematika realistik mempunyai lima karekteristik.

Secara ringkas kelimanya adalah sebagai berikut:

1) Penggunaan konteks

Konteks atau permasalahan realistik diguakan sebagai titik

awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah

dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat

peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa

dibayangkan dalam pikiran siswa.12 Melalui penggunaan konteks,

siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi

permasalahan. Hasil dari eksplorasi siswa yang dimaksudkan adalah

pengamatan yang tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan jawaban

dari sebuah permasalahan matematika yang diberikan, namun disertai

dengan pengembangan berbagai langkah-langkah atau proses dari

penyelesaian permasalahan matematika yang digunakan.13


12
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012),
hal. 21
13
Ibid., hal 22
50

2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif


Dalam Pendidikan Matematika Realistik (PMR), model

digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif.14

Penggunaan model berfungsi sebagai jembartan (bridge) dari

pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan

matematika tingkat formal. Model yang dimaksudkan disini bukan

berarti “alat peraga”, melainkan suatu bentuk representatif dari suatu

masalah. Penggunaan model untuk matematika representatif sangat

penting dalam mengembangkan dan membangun konsep matematika

siswa.
3) Pemanfaatan hasil kerja siswa
Mengacu pada pendapat Frudenthal bahwa matematika tidak

diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi

sebagai suatu konse yang dibangun oleh siswa maka dalam pendidikan

matematika realistiksiswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Siswa

bebas untuk mengembangkan proses pemecahan masalah sehingga

diperoleh suatu strategi yang bervariasi. Hal ini akan bermanfaat dalam

membantu siswa memahami konsep matematika, tetapi juga sekaligus

mengembangkan aktivitas dan kreatifitas siswa. Hasil kerja dan

kontruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan

konsep matematika.15
4) Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu

melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.16

14
Ibid., hal. 22
15
Ibid., hal 22
16
Ibid., hal. 23
51

Manfaat dari interaksi siswa dalam pembelajaran matematika dapat

meningkatkan dan mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif

siswa secara simultan. Proses ini dimaksudkan agar pembelajaran

matematika tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat

kognitif, tetapi juga menanamkan potensi afektif siswa.


5) Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun

banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan.17 Dalam

pembelajaran matematika konsep-konsep matematika antara satu

dengan yang lain memiliki tidak bisa dipisahkan. Dalam pembelajaran

matematika keterkaitan konsep matematika harus dipertimbangkan

karena diharapkan dapat membangun lebih dari satu konsep

matematika secara bersamaan.


Meninjau karakteristik interaktif di atas tampak perlu sebuah

rancangan pembelajaran yang mampu membangun interaksi antara siswa

dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan lingkungannya. Maka

langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian ini

terdiri atas:18
1) Memahami Masalah Kontekstual
Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada

siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah itu

terlebih dahulu. Karakteristik yang muncul pada langkah ini adalah

menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat pada penyajian

masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran siswa.


2) Menjelaskan Masalah Kontekstual
17
Ibid, hal. 24
18
Iis Holisin, Pembelajaran Matematika Realistik, Didaktis : Jurnal Pendidikan
Matematika, 5 : 3, (Oktober, 2007), ISSN 1412-5889., hal. 47-48_
50

Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan dalam

memahami masalah kontekstual.Pada langkah ini guru memberikan

bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang

dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah. Karakteristik

yang muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya

interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa.

Sedangkan prinsip guided reinvention setidaknya telah muncul ketika

guru mencoba memberikan arahan kepada siswa dalam memahami

masalah.
3) Menyelesaikan Masalah Kontekstual.
Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah

kontekstual secara individual berdasarkan kemampuannya dengan

memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa

mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri. Dalam proses

memecahkan masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan

untuk berpikir menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan untuk

dirinya. Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan

bantuan seperlunya (scaffolding) kepada siswa yang benar-benar

memerlukan bantuan. Pada tahap ini, ada dua prinsip yang dapat

dimunculkan yaitu guided reinvention and progressive mathematizing

dan self-developed models. Karakteristik yang dapat dimunculkan

adalah penggunakan model. Dalam menyelesaikan masalah siswa

mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut.


4) Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban
51

Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan siswa yang lain.

Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan

mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada

tahap ini guru menunjuk atau memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke depan kelas dan

mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi

jawaban yang muncul di depan kelas. Dalam diskusi ini partisipasi

siswa berguna dalam pemecahan masalah.


5) Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik

kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau

prinsip yang telah dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik yang

muncul adalah interaktif serta menggunakan kontribusi siswa.

c. Konsep Pembelajaran dalam PMR

Di dalam PMR, pembelajaran harus dimulai dari sesuatu yang riil

sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara bermakna.

Dalam proses tersebut peran guru hanya sebagai pembimbing dan

fasilitator bagi siswa dalam proses rekontruksi ide dan konsep matematika.

Gravemeijer dalam Sutarto Hadi menyebutkan bahwa peran guru juga

harus berubah, dari seorang validator (menyatakan apakah pekerjaan dan

jawaban siswa benar atau salah), menjadi pembimbing yang menghargai

setiap kontribusi (pekerjaan dan jawaban) siswa.


50

Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-

aspek berikut :19

1) Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang


nyata bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat
pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran
secara bermakna.
2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut
3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model
simbolik secara informal terhadap persoalan/masalahyang
diajukan.
4) Pengajaran berlangsung secara interaktif.

Dalam PMR siswa tidak dapat dipandang sebagai botol kosong

yang harus diisi dengan air. sebaliknya siswa dipandang sebagai human

being yang memiliki seperangkat pengetahuan dan pengalaman yang

diperoleh melalui interaksi dengan lingkungannya. Siswa dapat

merekontruksi kembali temuan-temuan dalam bidang matematika melalui

kegiatan dan eksplorasi berbagai permasalahan, baik permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari maupun permasalahan didalam matematika sendiri.

Berdasarkan pemikiran tersebut, PMR mempunyai konsepsi

tentang siswa sebagai berikut:20

a. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide


matematika yang memengaruhi belajar selanjutnya;
b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;
c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang
meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,
penyusunan kembali, dan penolakan;
d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya
sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman;
e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin
mampu memahami dan mengerjakan matematik.
19
Sutarto Hadi, Lop.Cit., hal. 37-38
20
Sutarto hadi, Lop.Cit., hal. 38
51

4. Lembar Kerja Siswa (LKS)

a. Pengertian Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa biasanya berisikan petunjuk bagi siswa untuk

melakukan kegiatan. Ini bertujuan untuk menuntun siswa melakukan

kegiatan aktif selama proses pembelajaran. Para ahli pendidikan telah

mengemukakan pendapatnya tentang pengertian Lembar Kerja Siswa

antara lain sebagai berikut.

Belawati sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowo berpendapat

bahwa LKS merupakan materi ajar yang sudah dikas sedemikian rupa,

sehingga peserta didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut

secara mandiri.21 Melalui penggunaan LKS ini peserta didik mendapatkan

materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi pelajaran.

Peserta didik juga mendapatkan arahan yang terstruktur untuk memahami

materi yang diberikan.

Pengertian LKS adalah bentuk buku latihan atau pekerjaan rumah

yang berisi soal-soal sesuai dengan materi pelajaran. 22 Pengertian yang

hampir sama dijelaskan oleh Prastowo yakni bahan ajar cetak berupa

lembaran-lembaran yang disusun secara sistematis berisi materi ringkasan

dan petunjuk pelaksanaan pembelajaran bertujuan agar dapat menuntun

siswa melakukan kegiatan yang aktif mengacu pada kompetensi dasar

yang harus dicapai..23

21
Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Jogjakarta : Diva
Press, 2011), Hal. 204
22
Kokom Komalasari
23
Andi Prastowo, Op.Cit., hal. 204
50

Trianto berpendapat bahwa LKS bukanlah singkatan dari Lembar

Kerja Siswa melainkan lembar kegiatan siswa, yaitu “panduan siswa yang

digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan

masalah”.24 Pendapat lain dikemukakan oleh Ali Mudlofir bahwa LKS

bukan merupakan singkatan Lembar kerja siswa, melainkan lembar

kegiatan siswa (student work sheet), ia mengatakan bahwa,

Lembar kegiatan siswa (student work sheet) adalah lembaran-


lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik,
lembar kegiatan yang bersi petunjuk, langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas, tugas-tugas yang diberikan kepada
peserta didik dapat berupa teori dan praktik.25

Pendapat abdul majid, lembar kegiatan siswa (student work sheet)

adalah

Lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh


peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa buku petunjuk,
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas
yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi
dasar yang akan dicapainya.26

LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam

pembelajaran yang akan disajikan secara tertulis sehingga dalam

penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media

24
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, Dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta : Kencana, 2010),
hal. 222
25
Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan
Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 149
26
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 176
51

visual untuk menarik perhatian peserta didik paling tidak LKS sebagai

media kartu.27

Jadi, dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan suatu pedoman

yang telah disusun sedemikian rupa sehingga memberikan kesempatan

kepada siswa untuk memperluas pemahaman materi yang menjadi tujuan

pembelajaran. Pedoman tersebut berisi kegiatan-kegiatan terarah dan aktif.

Sehingga LKS dapat digunakan oleh siswa untuk membantu proses

pembelajaran.

b. Fungsi Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) menurut Prastowo memiliki beberapa

fungsi dalam kegiatan pembelajaran yakni sebagai berikut :28

1) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik,


namun lebih mengaktifkan peserta didik.
2) Sebagai bahan ajar yang mempermudah peseta didik untuk
memahami materi yang disampaikan.
3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.
4) Mempermudah pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

Menurut Widjajanti, Lembar Kerja Siswa (LKS) mempunyai

beberapa fungsi diantaranya:29

1) sebagai alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau


memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan
belajar mengajar;
2) dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan
menghemat waktu penyajian suatu topik;
3) membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar
mengajar;
27
Rizky Dezricha Fannie & Rohat “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis
POE (Predict, Observe, Explain) Pada Materi Program Linear Kelas XII SMA”, Jurnal
Sainsmatika, 8 : 1, (2014), ISSN 1979-0910., hal. 98
28
Andi Prastowo, Lop.Cit., hal. 205-206
29
Widjajati, KUALITAS LEMBAR KERJA SISWA Pelatihan Penyusunan LKS Mata
Pelajaran Kimia Berdasarkan KTSP Bagi Guru SMK/MAK, (Yogyakarta : FMIPA UNY, 2008),
hal.2
50

4) dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara


rapi, sistematis, mudah dipahami oleh siswa sehingga menarik
perhatian siswa;
5) dapat menumbuhkan kepercayaan diri dan meningkatkan rasa
ingin tahu siswa;
6) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka secara umum fungsi LKS

adalah sebagai media yang berfungsi membantu siswa untuk

meningkatkan pemahamannya terhadap materi melalui urutan langkah

yang telah dirancang sebelumnya dan siswa dapat mengekspresikan

kemampuannya dalam memecahkan masalah.

c. Tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Dijelaskan oleh Prastowo bahwa terdapat empat poin penting yang

menjadi tujuan penyusunan LKS, yaitu sebagai berikut :30

1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk


memberi interaksi dengan materi yang diberikan.
2) Menyajikan tuhga-tugas yang meningkatkan penguasaan
peserta didik terhadp materi yang diberikan.
3) Melatih kemandirian belajar peserta didik.
4) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada
peserta didik.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan mengenai

tujuan dari penyusunan LKS dalam kegiatan pembelajaran yang secara

umum LKS memperlihatkan kepada siswa apa yang menjadi tujuan

pencapaian pembelajaran. LKS menyajikan urutan langkah-langkah yang

berguna untuk memahami isi materi secara urut dan mencapai tujuan

pembelajaran yang dimaksud serta meningkatkan pemahaman diri akan

materi pembelajaran. pemahaman diri akan materi pembelajaran.

d. Manfaat Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS)


30
Andi Prastowo, Lop.Cit., hal. 206
51

Adapun manfaat penggunaan LKS bagi kegiatan pembelajaran

menurut Prastowo adalah sebagai berikut :31

1) Mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran.


2) Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
3) Melatih siswa dalam menemukan dan mengembangkan
keterampilan proses
4) Melatih siswa untuk memecahkan masalah dan berfikir kritis
5) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
6) Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang
dipelajari melalui kegiatan belajar.
7) Membantu siswa menambah informasi tentang konsep yang
dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa manfaat LKS lebih banyak

dirasakan oleh siswa. Ini karena siswa merasa terbantu dengan adanya

perangkat pembelajaran LKS. Selain itu, LKS juga juga dijadikan sebagai

pedoman langkah untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.

e. Kriteria Pembuatan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan siswa harus dirancang

sedemikian rupa sehingga dapat dikerjakan siswa dengan baik dan dapat

memotivasi belajar siswa. Menurut Tim Penatar Provinsi Dati I Jawa

Tengah, hal-hal yang diperlukan dalam penyusunan LKS adalah :32

1) Berdasarkan GBPP berlaku, AMP, buku pegangan siswa (buku


paket);
2) Mengutamakan bahan yang penting;
3) Menyesuaikan tingkat kematangan berfikir siswa.

f. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Untuk mendapatkan LKS yang memenuhi kriteria valid, praktis,

dan efektif maka terdapat hal-hal yang perlu dilakukan. Menurut


31
Andi Prastowo, Lop.Cit., hal. 208
32
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hal.75
50

Prastowo, pengembangan LKS terbagi menjadi dua langkah pokok,

yakni :33

1) Menentukan desain pengembangan LKS

Adapun beberapa hal yang menjadi batasan dalam

mengembangkan LKS, yakni sebagai berikut.

a) Ukuran

Ukuran yang dimaksud adalah ukuran-ukuran yang mampu

membantu siswa menuliskan pendapat yang ingin dituliskan dalam

LKS. Misalnya penggunaan ukuran kertas LKS yang tepat, tidak

terlalu kecil atau tidak terlalu besar.

b) Kepadatan Halaman

Pada bagian ini, kepadatan halaman perlu diperhatikan.

Misalnya dalam satu halaman tidak dipadati dengan tulisan-tulisan

karena hal tersebut akan membuat siswa kurang fokus

mengerjakan LKS sesuai dengan pencapaian tujuan pembelajaran.

c) Penomoran

Penomoran ini nantinya akan memudahkan dalam

menentukan mana yang menjadi nomor judul, subjudul dan anak

subjudul dari materi yang akan disajikan dalam LKS.

d) Kejelasan

Aspek ini cukup penting pada bagian pemaparan materi

maupun pada urutan langkah-langkah yang tertera pada LKS. Ini

disebabkan karena dengan uritan langkah tersebut, maka siswa


33
Andi Prastowo, Lop.Cit., hal.216-220
51

dapat melakukan kegiatan secara berkelanjutan dan mampu

menyimpulkan hasil pengerjaan yang dilakukan.

2) Langkah-Langkah Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS)

Dalam pengembangan LKS, maka terdapat langkah-langkah

yang dikemukakan oleh Prastowo yakni diawali dengan menemukan

tujuan pembelajaran, selanjutnya adalah mengumpulkan materi

pembelajaran yang diperlukan, menyusun elemen atau unsur-unsur

yang berkaitan dengan pengembangan LKS, dan terakhir adalah

pemeriksaan kembali serta penyempurnaan LKS yang sudah

dikembangkan.

Oleh karena itu perlu adanya langkah-langkah pengembangan

LKS agar dapat terlihat urutan dalam menentukan langkah yang harus

dilakukan bertujuan untuk mendapatkan LKS berkriteria valid,

praktis, dan efektif.

a) Menentukan Tujuan Pembelajaran yang Akan Diuraikan dalam

LKS

Di tahap ini, desain LKS ditentukan mengacu pada tujuan

pembelajaran yang akan dicapai. Perhatikan ukuran, kepadatan

halaman, penomoran halaman, dan kejelasan.

b) Pengumpulan materi

Dalam pengumpulan materi, materi dan tugas yang

ditentukan harus sejalan dengan tujuan pembelajaran. Bahan yang

dimuat dalam LKS dapat dikembangkan sendiri atau dengan


50

memanfaatkan materi yang sudah ada. Selain itu, perlu

ditambahkan pula ilustrasi atau bagan yang dapat memperjelas

penjelasan naratif yang disajikan.

c) Penyusunan Elemen atau Unsur-Unsur

Langkah ini adalah tahap untuk mengintegrasikan desain

(hasil dari tahap pertama) dengan tugas (hasil tahap kedua).

d) Pemeriksaaan dan Penyempurnaan

Setelah melakukan tiga langkah tersebut, LKS yang

dihasilkan belum bisa diberikan kepada peserta didik namun hal

yang terakhir yang dilakukan adalah pemeriksaan dan

penyempurnaan LKS. Ada empat variabel yang harus dicermati

pada langkah ini, yaitu :

1. Kesesuaian desain dengan tujuan pembelajaran yang

berangkat dari kompetensi dasar.

2. Kesesuaian materi dan tujuan pembelajaran.

3. Kesesuaian elemen atau unsur-unsur dengan tujuan

pembelajaran.

4. Kejelasan penyampaian.

Untuk menyempurnakan LKS yang dihasilkan dapat dilakukan

dengan mengevaluasi sebelum dan sesudah diberikan kepada peserta

didik. Sebelum LKS dicetak diperlukan evaluasi dari para ahli,

kemudian dilakukan revisi, dan LKS bisa diberikan diujikan kepada

peserta didik. Komentar dari peserta didik setelah mengerjakan LKS


51

dijadikan masukan untuk mengembangkan LKS yang dihasilkan agar

lebih baik. .

g. Unsur-Unsur Lembar Kerja Siswa (LKS)

Dalam pembuatan Lembar Kerja Siswa (LKS), maka terdapat

beberapa unsur-unsur penting yang membuat LKS tampak lebih sederhana

jika dilihat dari strukturnya. Menurut Prastowo, unsur-unsur tersebut,

yakni : Judul, Petunjuk belajar, Kompetensi dasar atau materi pokok,


34
informasi pendukung tugas atau langkah-langkah kerja, dan Penilaian.

Selaras dengan hal itu, komponen atau unsur-unsur yang terdapat pada

LKS menurut Depdiknas adalah sebagai berikut :35

a) Judul
b) Petunjuk belajar
c) Kompetensi yang akan dicapai
d) Materi pokok
e) Informasi pendukung
f) Tugas dan langkah kerja
g) Penilaian

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

unsur-unsur pada LKS merupakan aspek penting yang harus ada dalam

menyusun LKS. Ini berguna agar LKS yang disusun tidak menyalahi

aturan dan mudah dimengerti oleh siswa.

h. Langkah-Langkah Aplikatif Menyusun Lembar Kerja Siswa

(LKS)
34
Andi Prastowo, Lop.Cit., hal. 208
35
Depdiknas, Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Standar Sarana dan
Prasarana, ( Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia, 2008), hal.23-24
50

Lembar Kerja Siswa atau LKS berfungsi membantu siswa

melakukan kegiatan belajar yang aktif sesuai dengan urutan langkah-

langkah. Berdasarkan Depdiknas dalam menulis bahan ajar khususnya

LKS terdapat langkah yang harus dilalui, yaitu :36

1) Analisis kurikulum

Analisis ini merupakan langkah awal penyusunan LKS. Hal-

hal yang perlu dianaliss yakni berkaitan dengan standar kompetensi,

kompetensi dasar, indikator, dan materi pembelajaran, serta alokasi

waktu yang ingin dikembangkan di LKS.

2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS

3) Menentukan Judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan berdasarkan kompetensi dasar, materi

pokok, atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Pada

satu kompetensi dasar dapat dipecah menjadi beberapa pertemuan. Ini

dapat menentukan berapa banyak LKS yang akan dibuat, sehingga

perlu untuk menentukan judul LKS. Jika telah ditetapkan judul-judul

LKS, maka dapat memulai penulisan LKS.

4) Penulisan LKS, meliputi :

Ada beberapa langkah dalam penulisan LKS. Pertama,

merumuskan kompetensi dasar. Dalam hal ini, kita dapat melakukan

rumusan langsung dari kurikulum yang berlaku, yakni dari Kurikulum

2013. Kedua, menentukan alat penilaian. Ketiga, menyusun materi.

Dalam penyusunan materi LKS, maka yang perlu diperhatikan adalah:


36
Andi Prastowo, Lop.Cit., 212-215
51

1) kompetensi dasar yang akan dicapai, 2) sumber materi, 3) pemilihan

materi pendukung, 4) pemilihan kalimat yang jelas dan sesuai dengan

Ejaan yang disempurnakan (EYD). Keempat, memperhatikan struktur

LKS serta penilaian terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Pada

bagian ini, sebaiknya memilih alat penilaian yang sesuai dengan model

pembelajaran dan sesuai dengan pendekatan Penilaian Acuan Pokok

(PAP) atau Criterion Referenced Assessment. Struktur dalam LKS

meliputi judul, petunjuk belajar, kompetesi dasar yang akan dicapai,

informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah pengerjaan

LKS, serta penilaian terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

Dari penjelasan di atas, maka untuk mendapatkan LKS yang

inovatif dan kreatif terdapat urutan langkah-langkah yang perlu

diperhatikan. Langkah tersebut akan menuntun dalam menyusun dan

mengembangkan LKS yang ingin dibentuk. Langkah-langkah dalam

menyusun LKS tersebut dapat disajikan dalam diagram alir berikut.37

Analisis Kurikulum

Menyusun peta kebutuhan LKS

37
Andi Prastowo, Lop.Cit., hal. 212
Menentukan Judul-Judul LKS
50

Merumuskan KD

Menentukan Alat Penilaian

Menyusun Materi

Memperhatikan Struktur Bahan Ajar

Menulis LKS

Gambar Diagram alir langkah-langkah penyusunan LKS

5. Kriteria Kualitas Produk

a. Validitas

Menurut Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar (2011:599) valid

adalah menurut cara yang semestinya, sesuai dengan semestinya; berlaku;

sahih. Validasi adalah proses untuk menilai apakah produk baru secara

rasional lebih baik dan efektif dengan cara meminta penilaian ahli yang

berpengalaman.38 Valid berarti shahih atau sesuai dengan cara atau

ketentuan yang seharusnya. Aspek kevalidan menurut Nieveen merujuk

pada dua hal, yaitu apakah bahan ajar tersebut dikembangkan sesuai

teoritiknya serta terdapat konsistensi internal pada setiap komponennya.

Zulkardi mengemukakan bahwa :

“Validity implies that the LE (Learning Environment) and its


components should be designed based on the state-of-the-art
knowledge (content validity) and the components should be
consistently linked to each other (construct validity). If the product
meets these requirements, it is considered to be valid. For example,
in the case of the exemplary lesson materials, all components of the
intended curriculum (e.g. subject matter, skills, attitudes,
38
Nusa Putra, Research & Development, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 126
51

pedagogy, assessment) should be connected in a consistent and


logical way” artinya : Validitas berarti bahwa lingkungan
pembelajaran dan komponennya harus dirancang berdasarkan
struktur isi pengetahuan yang ingin dicapai (validitas isi),
komponen-komponennya harus berhubungan satu sama lain secara
konsisten (validitas kostruk). Jika produk memenuhi hal-hal
tersebut maka dikatakan valid. Sebagai contoh, dalam hal pokok
materi pembelajaran, semua komponen kurikulum meliputi (mata
pelajaran, keterampilan, sikap, pedagogik, penilaian) harus
dihubungkan dalam suatu cara yang logis dan konsisten.39

Berdasarkan berbagai uraian istilah di atas tentang pengertian valid,

validasi, dan validitas maka penulis menyimpulkan bahwa perangkat

pembelajaran valid adalah perangkat pembelajaran yang dihasilkan sesuai

dengan semestinya, komponen komponen yang dirancang haruslah sesuai

dengan struktur isi pengetahuan yang ingin dicapai (valid sesuai isi),

komponen harus berhubungan satu sama lain secara konsisten (valid

sesuai konstruk).

b. Praktikalitas

Praktis dapat diartikan bahwa bahan ajar sesuai dengan praktik

dan dapat memberikan kemudahan penggunaan. Menurut Maizora

mengemukakan bahwa praktis jika pengguna tidak kesulitan baik dari segi

penyajian materi maupun penggunaan materi pembelajaran.40 Sementara

itu menurut Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar (2011:425) praktis

adalah berdasarkan praktik; mudah dan senang memakainya. Sama halnya

dengan aspek kevalidan, aspek kepraktisan menurut Nieveen juga merujuk

39
Zulkardi, “Developing A Learning Environment On Realistic Mathematics Education
For Indonesian Student Teachers”. (Unpublished Thesis). University Of Twente, Enschede 2002)
Hal. 18
40
Syafdi Maizora, 2011. “Pengembangan Web Pembelajaran Kalkulus Diferensial Pada
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Bengkulu “. Tesis tidak diterbitkan .
Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang. 2011, hal. 30
50

pada dua hal, yaitu apakah praktisi atau ahli dapat menyatakan bahwa

bahan ajar yang dikembangkan dapat diterapkan dan apakah bahan ajar

tersebut benar-benar dapat diterapkan dilapangan.

Zulkardi mengemukakan bahwa :

“Practicality means that the LE (Learning Environment) should


meet the needs and contextual constraints of the users and experts.
In this study, for instance, student teachers need to be able to use
the web site in a practical way while they are following the RME
course. Moreover, for the exemplary lesson materials, if student
teachers are able to use the materials to execute their lessons in a
coherent manner, without too many problems, the materials are
said to be practical” artinya : berarti bahwa lingkungan
pembelajaran harus memenuhi kebutuhan dan masalah kontekstual
pengguna dan pakar. Dalam pembelajaran ini, misalnya, guru-guru
bisa menggunakan website dalam suatu cara praktis selama
mengikuti pembelajaran RME. Bahkan, dalam pokok materi
pembelajaran, jika guru bisa menggunakan bahan pembelajaran
untuk melaksanakan pembelajaran mereka dalam suatu cara yang
berhubungan, tanpa terlalu banyak masalah maka bahan dikatakan
praktis.41

Kepraktisan berarti harus memenuhi kebutuhan pengguna.

Penggunaannya dalam pelajaran, produk/bahan dikatakan praktis jika guru

dan siswa dapat menggunakan produk/bahan untuk melaksanakan

pembelajaran tanpa terlalu banyak masalah dan tidak kesulitan baik dari

segi penyajian materi maupun penggunaan materi pembelajaran.

c. Efektifitas

Efektif berarti membawa pengaruh atau hasil sesuai dengan tujuan.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia untuk pelajar (2011:107) efektif

adalah 1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), 2) manjur

(obat), 3) dapat membawa hasil; berhasil guna (tindakan). Perangkat

41
Zulkardi, Op.Cit.,hal. 18-19
51

pembelajaran dikatakan efektif, jika penggunaannya pada pembelajaran

telah mencapai indikator efektifitas. Indikator efektifitas dalam penelitian

ini meliputi : 1) Aktifitas siswa efektif, 2) Aktifitas guru efektif, 3)

Respon siswa efektif, 4) Hasil belajar siswa efektif. Jika keempat indikator

berada dalam kategori efektif, atau sangat efektif, maka perangkat

pembelajaran dikatakan efektif42

Adapun aspek keefektifan menurut Nievenn juga dikaitkan dengan

dua hal, yaitu praktisi atau ahli menyatakan bahan ajar tersebut efektif

berdasarkan pengalaman menggunakan bahan ajar tersebut serta secara

nyata bahan ajar tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan harapan.

Berdasarkan uraian tersebut, berikut merupakan penjelasan dari

setiap aspek yang akan digunakan dalam pengembangan LKS pada

penelitian ini.

1) Aspek Kevalidan

LKS dikatakan valid jika LKS tersebut dinyatakan layak

digunakan dengan revisi atau tanpa revisi oleh validator. Kelayakan

dinilai dari empat aspek kelayakan yang ditentukan oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang meliputi kelayakan isi,

kelayakan kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan

kegrafikaan.

a) Kelayakan Isi

42
Atik Rodiawati, Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Matematika berbasis
Learning Cycle 5E pada Pokok Bahasan Garis dan Sudut di Kelas VII SMP. Skripsi tidak
diterbitkan, (Bengkulu: UNIB, 2013), hal.30
50

Kelayakan isi suatu bahan ajar dilihat dari cakupan materi,

keakuratan materi, serta kesesuaian dengan kompetensi dan

pendekatan yang digunakan.

b) Kelayakan Kebahasaan

Kelayakan bahasa meliputi kesesuaian dengan peserta

didik, ketepatan kaidah penulisan serta kebenaran istilah dan

simbol.

c) Kelayakan Penyajian

Kelayakan penyajian meliputi teknik penyajian serta

pendukung penyajian.

d) Kelayakan Kegrafikaan

Kelayakan kegrafikaan dinilai dari tampilan bahan ajar,

ukuran, serta ketepatan warna dan huruf yang digunakan.

2) Aspek Kepraktisan

Merujuk pada aspek kepraktisan yang dikemukakan Nieveen,

dalam penelitian ini LKS dikatakan praktis jika guru dan siswa

memberikan respon baik dengan menyatakan.

a) Produk yang dikembangkan dapat diterapkan. Dalam hal ini, aspek

penilaian meliputi kompetensi, isi materi, pendekatan yang

digunakan, dan bahasa.

b) Secara nyata di lapangan, produk yang dikembangkan dapat

diterapkan. Dalam hal ini, aspek penilaian meliputi keterbantuan,

kemudahan, dan kemenarikan.


51

3) Aspek Keefektifan

Bahan ajar dikatakan efektif jika bahan ajar tersebut dapat

membantu peserta didik untuk mencapai kompetensi yang harus

dimilikinya43 Pada penelitian ini, LKS dikatakan efektif jika peserta

didik dapat mencapai hasil tes belajar dengan nilai lebih dari atau sama

dengan KKM.

6. Kemampuan Berfikir Kritis Matematis

a. Pengertian Kemampuan Berfikir

Berpikir merupakan suatu aktivitas mental untuk membantu

memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi rasa

keingintahuan.44 Dalam proses pembelajaran, kemampuan berpikir dapat

dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalui

persoalan pemecahan masalah.45

Kemampuan berpikir terdiri dari dua yaitu kemampuan berpikir

dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir dasar

(lower order thinking) hanya menggunakan kemampuan terbatas pada hal-

hal rutin dan bersifat mekanis, misalnya menghafal dan mengulang-ulang

informasi yang diberikan sebelumnya. Sementara, kemampuan berpikir

tinggi (higher order thinking) membuat siswa untuk mengintrepretasikan,

menganalisa atau bahkan mampu memanipulasi informasi sebelumnya

43
Chomsin S. Widodo dan Jasmadi, Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis
Kompetensi, (Jakarta: Kompas Gramedia 2008), hal. 48
44
Wahyu Setiawan, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Smp
Dengan Menggunakan Model Penemuan Terbimbing”, Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi,
2 : 1, (Mei, 2015)., hal.93
45
Mia hal.15
50

sehingga tidak monoton. Kemampuan berpikir tinggi (higher order

thinking) digunakan apabila seseorang menerima informasi baru dan

menyimpannya untuk kemudian digunakan atau disusun kembali untuk

keperluan pemecahan masalah berdasarkan situasi.

Berpikir kritis adalah berpikir yang memeriksa, menghubungkan,

dan mengevaluasi semua aspek dari situasi atau masalah. Termasuk di

dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan menganalisa

informasi. Berpikir kritis termasuk kemampuan membaca dengan

pemahaman dan mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak

dibutuhkan. Ini juga berarti mampu menarik kesimpulan dari data yang

diberikan dan mampu menentukan ketidakkonsistenan dan pertentangan

dalam sekelompok data.

Berpikir kritis adalah analitis dan refleksif. Hasil dari keterampilan

berfikir ini adalah sesuatu yang kompleks. Kegiatan yang dilakukan di

antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan

efektifitasnya. Berpikir kreatif meliputi juga kemampuan menarik

kesimpulan yang biasanya menemukan hasil akhir yang baru. Dua tingkat

berpikir terakhir inilah (berpikir kritis dan berpikir kreatif) yang disebut

sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan

dalam pembelajaran matematika.46

b. Pengertian kemapuan berfikir kritis matematis

46
Wahyu Setiawan, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Smp
Dengan Menggunakan Model Penemuan Terbimbing”, Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi,
2 : 1, (Mei, 2015)., hal.93
51

Istilah berpikir kritis (critical thinking) sering disamakan artinya

dengan berpikir konvergen, berpikir logis (logical thinking) dan reasoning.

R.H Ennis, dalam Hassoubah, mengungkapkan bahwa berpikir kritis

adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan

pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.

Oleh karena itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari

aktivitas kritis siswa sebagai berikut :47

1) Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.

2) Mencari alasan.

3) Berusaha mengetahui informasi dengan baik.

4) Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan

menyebutkannya

5) Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.

6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama.

7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.

8) Mencari alternatif.

9) Bersikap dan berpikir terbuka.

10) Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk

melakukan sesuatu.

11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.

12) Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian

dari keseluruhan masalah.

47
Hassoubah, Z. I. DEVELOVING CREATIVE & CRITICAL THINKING SKILLS Cara
Berpikir Kreatif dan Kritis, (Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2004), hal. 84
50

Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas

kritis no. 1 adalah mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan.

Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 3, 4, dan 7 adalah

mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu

masalah. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 2, 6, dan 12

adalah mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat. Indikator yang

diturunkan dari aktivitas kritis no. 8 dan 10, dan 11 adalah mampu

mendeteksi bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda. Indikator

yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 5 dan 9 adalah mampu

menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu

keputusan.48

Menurut R. Swartz dan D.N. Perkins dalam Hassoubah

menyatakan bahwa berpikir kritis berarti:49

1) Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa

yang akan diterima atau apa yang akan dilakukan dengan

alasan yang logis.

2) Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis

dalam membuat keputusan.

3) Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan

alasan untuk menentukan serta menerapkan standar tersebut.

48
Wahyu setiawan, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Smp
Dengan Menggunakan Model Penemuan Terbimbing”, Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi,
2 : 1, (Mei 2015)., hal. 94
49
Hassoubah, Z. I. Op.Cit., hal. 86
51

4) Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya

untuk dipakai sebagai bukti yang mendukung suatu penilaian.

Dalam rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir

kritis pada diri seseorang, R.H Ennis dalam Hassoubah memberikan

sebuah definisi berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif

dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus

dipercayai atau dilakukan. Tujuan dari berpikir kritis adalah agar dapat

menjauhkan seseorang dari keputusan yang keliru dan tergesa-gesa

sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan.50

Gerhand dalam Suwarma mendefinisikan berpikir kritis sebagai

proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data,

analisis data, evaluasi data dan mempertimbangkan aspek kualitatif dan

kuantitatif, serta membuat seleksi atau keputusan berdasarkan hasil

evaluasi.51 Jadi berpikir kritis adalah proses berpikir dengan

mempertimbangkan segala kemungkinan yang terjadi dengan berdasarkan

alasan yang kuat. Alasan tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman atau

pengamatan.

Karakteritik utama berpikir kritis menurut Nosich dalam Suwarma

adalah:52

1) Berpikir kritis adalah reflektif metakognitif,


2) Berpikir kritis mesti mengukur standar atau kriteria tertentu,
3) Berpikir kritis memuat persoalan autentik,

50
Ibid., hal. 87
51
Dina Mayadiana Suwarma, Suatu Alternatif Pembelajaran Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berfikir Kritis Matematis, (Jakarta : Cakrawala Mahakarya, 2009), hal. 11
52
Dina Mayadiana Suwarma, ibid., hal. 13
50

4) Berpikir kritis memuat melibatkan pemikiran, fleksibilitas, dan


penalaran.

Ennis dalam Suwarma menyebutkan ada dua belas indikator

berpikir kritis, yaitu sebagai berikut.53

Keterampilan Indikator Keterampilan


Penjelasan
Berpikir Kritis Berpikir Kritis
a. Mengidentifikasi atau
1. Elementary 1. Memokuskan per- merumuskan pertanya-
Clarification tanyaan an
(memberikan b. Mengidentifikasi
penjelasan kriteria–kriteria untuk
sederhana) mempertimbangkan
jawaban yang mungkin,
c. Menjaga kondisi
pikiran.

53
ibid., hal. 13-16
51

2. Menganalisis argumen a. Mengidentifikasi


kesimpulan,
b. Mengidentifikasi
alasan (sebab) yang
dinyatakan (eksplisit),
c. Mengidentifikasi
alasan yang tidak
ditanyakan (implisit),
d. Mengidentifikasi ke-
tidakrelevanan dan ke-
relevanan jawaban,
e. Mencari persamaan
dan perbedaan jawaban,
f. Mencari struktur
suatu argumen,
g. Merangkum.
3. Bertanya dan menja- a. Apa intinya, apa
wab pertanyaan klarifi- artinya, apa contohnya,
kasi dan pertanyaan yang apa yang bukan
menantang contohnya,
b. Bagaimana menerap-
kannya,
c. Akankah anda
menya-takan lebih dari
itu.
2. Basic Support 1. Mempertimbangkan a. Ahli,
(membangun kredibilitas (kriteria) b. Tidak adanya konflik
keterampilan suatu sumber internal,
dasar) c. Kesepakatan antar
sumber
d. Reputasi kemampuan
50

memeberikan alasan,
e. Penggunaan prose-
dur,
f. Mengetahui resiko
yang mungkin terjadi,
g. Kebiasaan berhati-
hati.
2. Mengobservasi dan a. Ikut terlibat dalam
mempertimbangkan hasil membuat kesimpulan,
observasi b. Melaporkan hasil
pengamatan sendiri,
c. Mencatat hal-hal
yang dianggap penting.
3. Inference 1. Membuat deduksi dan a. Membuat kelompok
(menyimpulkan) mempertimbangkan hasil yang logis,
deduksi b. Menciptakan kondisi
yang logis,
c. Interprestasi per-
tanyaan.
2. Membuat induksi dan a. Membuat genera-
mempertimbangkan lisasi,
Induksi b. Membuat kesimpulan
dan hipotesis.
3. Membuat dan mem- a. Latar belakang fakta,
pertimbangkan nilai ke- b. Konsekuensi,
putusan c. Penerapan prinsip –
prinsip,
d. Memikirkan alter-
natif jawaban,
e. Menyeimbangkan
dan memutuskan jawa-
ban.
51

4. Advanced 1. Mendefinisikan Isti- a. Bentuk : sinonim,


Clarification lah, mempertimbangkan klasifikasi, rentang,
(membuat definisi ekspresi yang sama,
penjelasan lebih operasional, contoh dan
lanjut) bukan contoh,
b. Strategi definisi
(tindakan, meng-
identifikasi persamaan),
c. Isi atau konten
2. Mengidentifikasi a. Kemampuan pena-
asumsi
laran secara implisit,
b.Asumsi yang di-
perlukan, rekontruksi,
argumen.
5. Strategi and 1. Memutuskan suatu a. Mendefinisikan ma-
tectics (strategi Tindakan salah,
dan taktik) b. Menyeleksi kriteria
untuk membuat solusi,
c. Merumuskan alter-
natif jawaban yang
memungkinkan,
d. Memutuskan hal –hal
yang akan dilakukan,
e. Mereview atau
mengulang kembali,
f. Memonitor imple-
mentasi.

B. Penelitian Yang Relevan

Dalam penelitian ini selama mempersiapkan dan mengumpulkan

referensi, peneliti mengkaji skripsi atau penelitian-peneliian terdahulu yang


50

relevan dengan permasalahan, sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan

terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti, antara lain :

Penelitian yang dilakukan oleh Sumbaji Putranto dalam Thesisnya yang

berjudul “Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Pada Materi

Perbandingan Menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

(PMR) Bagi Siswa SMP Kelas VIII Sesuai Kurikulum 2013”. Penelitian

tersebut dilaksanakan pada tahun 2015 di SMP Negeri 1 Kasihan, Bantul.

Hasil, penelitian pengembangan ini menyimpulkan bahwa : (1) LKS yang

dikembangkan dinyatakan valid, mendapatkan rata-rata skor 4,14 dengan

klasifikasi baiak oleh ahli media, (2) LKS dinyatakan praktis, mendapatkan

rata-rata skor 4,54 dengan klsifikasi sangat baik melalui angket respon guru

dan rata-rata skor 4,01 dengan klasifikasi baik melalui angket respon siswa,

(3) LKS dinyatakan efektif dengan persentase ketuntasan klasikal siswa

sebesar 84,375% sehingga di klasifikasi sangat baik.

Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini adalah

penelitian yang dilakukan Nur Atika dengan judul “Pengembangan LKS

Berbasis Pendekatan RME Untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan

Berfikir Kritis Matematis Siswa”. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun

2016 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Bengkalis, Riau. Hasil

penelitian menyimpulkan bahwa LKS yang dikembangkan menunjukkan

persentase berada pada selang 81% -100% yang termasuk kriteria sangat valid.

Sementara itu hasil praktikalitas LKS matematika yang dikembangkan

menunjukkan persentase berada pada selang 81% -100% yang termasuk


51

kriteria sangat praktis. Dan hasil test kemampuan berfikir kritis matematis

siswa setelah menggunakan LKS yang dikembangkan menunjukkan

persentase pada selang 81% -100% yang termasuk kriteria sangat valid. Maka

LKS pengembangan tersebut dapat disimpulkan valid, paraktis, dan efektif.54

Selanjutnya, penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah

Penelitian yang dilakukan oleh Adityawarman Hidayat dengan judul

“Pengembangan LKS Berbasis RME Dengan Pendekatan Problem Solving

Untuk Memfasilitsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa”.

Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2017 di SDN 012 KP. Panjang

Airtiris. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa LKS berbasis RME dengan

pendekatan Problem solving yang dikembangkan dengan materi matematika

kelas III Sekolah Dasar semester ganjil memberikan dampak yang positif serta

efektif terhadap kemampuan belajar matematika khususnya kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa.55

C. Kerangka Pemikiran

Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono, mengemukakan bahwa

kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah

yang penting.56 Sedangkan menurut Suriasumantri dalam Sugiyono, kerangka

pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang


54
Nur Atika Dan Zubaidah Amir Mz, Pengembangan LKS Berbasis Pendekatan RME
Untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Berfikir Kritis Matematis Siswa,
55
Adityawarman Hidayat Dan Indra Irawan, “Pengembangan LKS Berbasis RME Dengan
Pendekatan Problem Solving Untuk Memfasilatasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa”, Journal Cendekia : Jurnal Pendidikan Matematika, 1 : 2, (november, 2017), E-ISSN
2597-9258., hal. 63
56
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : CV
Alfabeta, 2017), hal. 60
50

menjadi objek permasalahan.57 Berdasarkan pembahasan tersebut dapat

disimpulkan bahwa kerangka berpikir adalah penjelasan sementara secara

konseptual tentang keterkaitan hubungan pada setiap objek pemasalahan

berdasarkan teori.

Penelitian ini diawali dengan sejumlah analisis pendahuluan untuk

mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam pembelajaran matematika,

faktor penyebab dan alternatif solusi yang tepat. Hasil analisis pendahuluan

menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan disekolah masih bisa

ditingkatkan. Untuk pembelajaran yang lebih optimal dibutuhkan cara belajar

dan sumber belajar yang tepat.

Untuk mengatasi masalah ini, alternatif solusi yang di ajukan dalam

penelitian ini adalah penerapan pembelajaran dengan pendekatan matematika

realistik yang didukung dengan pengembangan LKS berbasis Pendidikan

Matematika Realistik (PMR). Hasil rancangan bahan ajar LKS dievaluasi dan

disempurnakan melalui beberapa tahap evaluasi formatif dan evaluasi sumatif

untuk mendapatkan bahan ajar LKS yang valid, praktis, dan efektif. Kerangka

berfikir penelitian ini terlihat pada gambar.

57
Ibid.
51

Masalah

Kurangnya minat belajar dan kemampuan yang rendah dalam


memahami matematika pada peserta didik

Faktor Penyebab

Bahan ajar yang digunakan belum memfasilitasi peserta didik untuk


mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna dan aktif dalam
menemukan sendiri konsep matematika

Alternatif Solusi

Pengembangan bahan ajar Lembar Kerja Siswa (LKS) yang


berorientasi pada pembelajaran matematika realistik (PMR)

Uji Validitas Uji Praktikalitas Uji Efektivitas

Bahan ajar Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berorientasi pada


pembelajaran matematika realistik (PMR)
yang valid, praktis dan efektif serta mampu meningkatkan
kemampuan berfikir kritis matematis siswa

Anda mungkin juga menyukai