Anda di halaman 1dari 12

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran sebagaimana didefinisikan oleh Oemar Hamalik

merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,

internal material, fasilitas yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan

pembelajaran.1 Pembelajaran secara umum adalah suatu proses belajar

mengajar. Sama halnya dengan belajar, mengajar pada hakikatnya juga suatu

proses mengatur, mengorganisasi, lingkungan yang ada di sekitar peserta

didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan

proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan

bimbingan/bantuan dalam melakukan proses belajar.2

Pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang konsep-

konsep atau struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari

serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep atau struktur-

struktur tersebut. Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses

komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa,

dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan

bagi siswa yang bersangkutan.3

1
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2001), hal.
57
2
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Agen
Sindo, 1995), cet III, hal. 9
3
Erman Suherman dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), hal. 8
13

Hakikat Matematika menurut Soedjadi, yaitu memiliki objek tujuan

abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir deduktif.4 Dalam hal ini

matematika merupakan suatu ilmu yang didasarkan atas akal (Rasio) yang

berhubungan dengan benda-benda dan pikiran yang abstrak. Pendapat

Soedjadi sejalan dengan pendapat Hamzah B. Uno yang menyatakan bahwa

Hakikat belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami

arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian diterapkannya

pada situasi nyata”.5

Belajar matematika tidak berarti memindahkan pengetahuan

matematika guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan ide dan

konsep matematika melalui eksplorasi dari masalah-masalah nyata.6

Pembelajaran matematika di sekolah menuntut peran guru dalam menata

lingkungan belajar sebaik mungkin sehingga siswa menjalani proses belajar

matematika dengan baik. Guru matematika akan mampu mengajarkan

matematika pada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran bila dia

memahami hakikat matematika dan mengajarkannya sesuai dengan metode

dan strategi pembelajaran yang tepat dan relevan. Tidak hanya tingkat

kedalaman konsep yang diberikan pada siswa yang harus disesuaikan dengan

tingkat kemampuannya, cara penyampaian materi pun demikian pula.7

4
Russeffendi dan Soedjadi dalam Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dasar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hal 1
5
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 130
6
Taufik, Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Matematika
Realistik pada Materi Himpunan di SMP, (Malang : Universitas Malang, 2013), hal. 404
7
Erman Suherman dkk, Loc,Cit. , hal. 8
14

Guru harus mengetahui tingkat perkembangan mental anak dan

bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap

perkembangan tersebut. Pembelajaran yang tidak memperhatikan tahap

perkembangan mental siswa besar kemungkinan akan mengakibatkan siswa

mengalami kesulitan, karena apa yang disajikan pada siswa tidak sesuai

dengan kemampuannya dalam menyerap materi yang diberikan.

Selain dari materi yang mengalami perubahan, model pembelajaran

juga mengalami perubahan dari (teacher centered) menuju pembelajaran

matematika yang berfokus kepada siswa (student centered). Siswa hendaknya

diberi kesempatan untuk mengembangkan nalarnya secara aktif dalam belajar

baik secara mental, fisik dan sosial.

Peranan matematika telah merasuk ke semua sendi kehidupan

manusia dalam artian matematika merupakan alat bantu telah banyak

diaplikasikan untuk mempermudah, mengefektifkan, dan mengefisienkan

pekerjaan-pekerjaan manusia.8 Pentingnya belajar matematika tidak terlepas

dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Selain itu banyak

persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan menghitung, mengukur

dan menyampaikan informasi dengan bahasa matematika.

Tujuan umum pertama pembelajaran matematika pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada

penataan nalar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum kedua adalah

memberikan penekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika, baik

8
Yuhastriati, Pendekatan Realistik Dalam Pembelajaran Matematika, (FKIP Unsyiah :
TT), hal. 81
15

dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam membantu mempelajari ilmu

pengetahuan lainnya.9 Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam proses

pembelajaran matematika pada dasarnya merupakan sasaran yang ingin

dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika tersebut.

Karenanya sasaran tujuan pembelajaran matematika tersebut dianggap

tercapai bila siswa telah memiliki sejumlah pengetahuan dan kemampuan di

bidang matematika yang dipelajari.

Pembelajaran matematika juga dituntut lebih mengacu kepada

apakah matematika itu, bagaimana cara siswa mempelajari dan kegunaannya

serta bagaimana guru mengajarkannya. Untuk mencapai tujuan pembelajaran

matematika di atas, ada pendekatan yang cocok, yaitu: Pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) yang telah dikembangkan di Belanda sejak

awal 70-an. Pendekatan ini menggunakan masalah kontekstual sebagai titik

awal pengajaran matematika dan harus dihubungkan dengan kenyataan,

berada dekat dengan peserta didik, dan relevan dengan kehidupan masyarakat

agar memiliki nilai manusiawi (Depdiknas, 2005:29)

B. Pendekatan Pembelajaran Matematika

Pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau

kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan

pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi

pembelajaran itu, umum atau khusus dikelola. 10 Guru melakukan analisis

konseptual dan perencanaan terhadap materi pembelajaran, sehingga pada saat


9
Erman Suherman dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), hal. 58 - 60.
10
Ibid, hal. 6.
16

proses pembelajaran berlangsung, guru hanya memberikan pengarahan, sedikit

penjelasan, dan koreksi terhadap kesalahan pemahaman.

Trefers mengklasifikasikan empat pendekatan pembelajaran dalam

pendidikan matematika berdasarkan komponen matematisasi (matematisasi

horizontal dan matematisasi vertikal) yaitu mekanistik, empiristik

strukturalistik dan realistik.11 Perbedaan pendekatan pembelajaran dalam

pendidikan matematika ditekankan sejauh mana pendekatan tersebut memuat

atau menggunakan kedua komponen tersebut, tabel berikut ini menunjukkan

perbedaan ini menunjukkan perbedaan tersebut (tanda “ + ” berarti memuat

komponen dan tanda “ – “sebaliknya).

Tabel 1. Pendekatan Pembelajaran dalam Pedidikan Matematika

Pendekatan Komponen Matematisasi


Pembelajaran Horizontal Vertikal
Mekanistik - -
Empiristik + -
Strukturalistik - +
Realistik + +

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa pada pendekatan

pembelajaran mekanistik tidak memiliki komponen matematisasi horizontal

maupun vertical. Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan

pembelajaran realistik yang memiliki kedua komponen matematisasi. Untuk

pendekatan pembelajaran empiristik dan strukturalistik hanya memiliki salah

satu dari komponen matematisasi horizontal ataupun vertikal.

Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang

dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam


11
Ibid, hal 145-146.
17

kehidupan sehari-hari, dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari

dunia nyata ke dunia simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan

proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu

sendiri, jadi matematisasi vertikal bergerak dari dunia simbol.12

C. Realistic Mathematics Education (Pembelajaran Matematika Realistik)

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar

mengajar dalam pendidikan matematika. Teori Realistic Mathematics

Education (RME) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda

pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal 13. Teori ini mengacu pada pendapat

Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan

realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika

harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberi

kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan

bantuan orang dewasa.

Realistic Mathematic Education (RME) membimbing siswa untuk

“menemukan kembali” konsep-konsep matematika yang pernah ditemukan

oleh para ahli matematika atau bila memungkinkan siswa dapat menemukan

hal yang sama sekali belum pernah ditemukan.14 Menurut Zukardi dalam

Sipardi Realistic Mathematic Education (RME) adalah pendekatan pengajaran

yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan

12
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012), hal
43
13
Ibid., hal 3
14
Erman Suherman dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), hal 6
18

proces of doing mathematic, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi

dengan teman-teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan

pada akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah, baik

secara individu maupun kelompok.

Proses pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah

kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Masalah kontekstual

yang dimaksud adalah masalah-masalah nyata dan konkrit yang dekat dengan

lingkungan siswa dan dapat diamati atau dipahami oleh siswa dengan

membayangkan. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematika

horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba

mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa

bebas mendeskripsikan, menginterprestasikan dan menyelesaikan masalah

kontekstual dengan caranya sendiri dengan pengetahuan awal yang dimiliki,

kemudian dengan atau tanpa bantuan guru menggunakan matematika vertikal

(melalui abstraksi dan formulasi), sehingga tiba pada tahap pembentukan

konsep. Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa mengaplikasikan konsep-

konsep tersebut kembali pada masalah kontekstual, sehingga dapat memahami

konsep.

Model skematis proses pembelajaran yang merupakan proses

pengembangan ide-ide dan konsep-konsep yang dimulai dari dunia nyata yang

disebut matematisasi konseptual oleh De Lange dilukiskan dalam gambar

berikut :

Dunia nyata
19

Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi


dalam refleksi

Abstraksi dan formalisasi

Gambar 1. Matematika Konseptual

Realistic Mathematics Education (RME) mempunyai lima

karakteristik. Secara ringkas kelimanya adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan konteks

Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif

untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan.15 Hasil dari

eksplorasi siswa yang dimaksudkan adalah pengamatan yang tidak

hanya bertujuan untuk mendapatkan jawaban dari sebuah

permasalahan matematika yang diberikan, namun disertai dengan

pengembangan berbagai langkah-langkah atau proses dari

penyelesaian permasalahan matematika yang digunakan.

2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam Realistic Mathematics Education (RME), model

digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif.16 Model

yang dimaksudkan disini bukan berarti “alat peraga”, melainkan suatu

bentuk representatif dari suatu masalah. Penggunaan model untuk

15
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012),
hal 21
16
Ibid , hal 22
20

matematika representatif sangat penting dalam mengembangkan dan

membangun konsep matematika siswa.

3. Pemanfaatan hasil kerja siswa

. Siswa bebas untuk mengembangkan proses pemecahan

masalah sehingga diperoleh suatu strategi yang bervariasi. Hal ini akan

bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep matematika,

tetapi juga sekaligus mengembangkan aktivitas dan kreatifitas siswa.

4. Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu

melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.17

Manfaat dari interaksi siswa dalam pembelajaran matematika dapat

meningkatkan dan mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif

siswa secara simultan. Proses ini dimaksudkan agar pembelajaran

matematika tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat

kognitif, tetapi juga menanamkan potensi afektik siswa.

5. Keterkaitan Antar Konsep Matematika

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun

banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. 18


Dalam

pembelajaran matematika konsep-konsep matematika antara satu

dengan yang lain memiliki tidak bisa dipisahkan. Dalam pembelajaran


17
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogjakarta : Graha Ilmu, 2012),
hal 23
18
Ibid, hal. 24
21

matematika keterkaitan konsep matematika harus dipertimbangkan

karena diharapkan dapat membangun lebih dari satu konsep

matematika secara bersamaan.

D. Langkah-langkah Proses Realistic Mathematics Education

Meninjau karakteristik interaktif di atas tampak perlu sebuah

rancangan pembelajaran yang mampu membangun interaksi antara siswa

dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan lingkungannya. Maka

langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri

atas:

1) Memahami Masalah Kontekstual

Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada

siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah itu

terlebih dahulu. Karakteristik yang muncul pada langkah ini adalah

menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat pada penyajian

masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran siswa.

2) Menjelaskan Masalah Kontekstual.

Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan dalam

memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan

bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat

mengarahkan siswa untuk memahami masalah. Karakteristik yang muncul

pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya interaksi antara guru
22

dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Sedangkan prinsip

guided reinvention setidaknya telah muncul ketika guru mencoba

memberikan arahan kepada siswa dalam memahami masalah.

3) Menyelesaikan Masalah Kontekstual.

Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual

secara individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan

petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan

menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah,

sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berpikir menemukan

atau mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya. Pada tahap ini

dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya

(scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Pada

tahap ini, ada dua prinsip yang dapat dimunculkan yaitu guided

reinvention and progressive mathematizing dan self-developed models.

Karakteristik yang dapat dimunculkan adalah penggunakan model. Dalam

menyelesaikan masalah siswa mempunyai kebebasan membangun model

atas masalah tersebut.

4) Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban

Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan siswa yang lain.

Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan

mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap

ini guru menunjuk atau memberikan kesempatan kepada siswa untuk


23

mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke depan kelas dan mendorong

siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul

di depan kelas. Dalam diskusi ini partisipasi siswa berguna dalam

pemecahan masalah.

5) Menyimpulkan

Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik

kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip

yang telah dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik yang muncul

adalah interaktif serta menggunakan kontribusi siswa.

Anda mungkin juga menyukai