Anda di halaman 1dari 11

ERNI ASMIRAYANTI

081104060

KELAS C

Problem Pendidikan Matematika

REALISTIC MATHEMATIC
EDUCATION

REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION


(RME)

I. PENDAHULUAN
Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang semakin dirasakan
interkasinya dengan bidang-bidang ilmu lainnya seperti ekonomi dan teknologi.
Peran
JURUSAN MATEMATIKA matematika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM dalam
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2011 interaksi ini
terletak
pada
struktur ilmu dan peralatan yang digunakan. Salah satu karakteristik matematika
adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak ini dapat menyebabkan banyak
Realistic Mathematic
2
Education

siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik


secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Dalam
pembelajaran matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa
tentang konsep sangat lemah.
“Menurut Jenning dan Dunne (1999) mengatakan bahwa, kebanyakan
siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi
kehidupan real.” Hal ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa
adalah karena dalam pembelajaran matematika kurang bermakna, dan guru
dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah
dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata, anak
dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas sangat penting
dilakukan agar pembelajaran matematika bermakna.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika
terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, maka anak akan cepat lupa dan
tidak dapat mengaplikasikan matematika. Salah satu pembelajaran matematika
yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan
matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran matematika
realistik.
Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar
dalam pendidikan matematika. Pembelajaran matematika realistik pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut
Freudenthal. Pembelajaran ini mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar,
pengalaman nyata yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, serta
menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa. Dengan pendekatan RME
tersebut, siswa tidak harus dibawa ke dunia nyata, tetapi berhubungan dengan
masalah situasi nyata yang ada dalam pikiran siswa. Jadi siswa diajak berfikir
bagaimana menyelesaikan masalah yang mungkin atau sering dialami siswa
dalam kesehariannya.
Berikut dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai
Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematic Eduacation
(RME)

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Matematika Realistic

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
3
Education

Pengertian pendekatan realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah


pendekatan pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki
dasar pendidikan itu sendiri”.
Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah
pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep
sebagai titik tolak dalam belajar matematika”.
Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic
Mathematics Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika
yang dikembangkan Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82)
mengungkapkan
Realistic mathematics education is rooted in Freudenthal’s
interpretation of mathematics as an activity.
Ungkapan Gravemeijer di atas menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal yang
menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer
(1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas
tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan
mengorganisasi pokok persoalan. Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu
disebut matematisasi.Terkait dengan konsep pembelajaran matematika
realistik di atas Gravemeijer (1994: 91) menyatakan
Mathematics is viewed as an activity, a way of working. Learning
mathematics means doing mathematics, of which solving everyday life
problem is an essential part.
Gravemeijer menjelaskan bahwa dengan memandang matematika
sebagai suatu aktivitas maka belajar matematika berarti bekerja dengan
matematika dan pemecahan masalah hidup sehari-hari merupakan bagian
penting dalam pembelajaran.
Konsep lain dari pembelajaran matematika realistik dikemukakan
Treffers (dalam Fauzan, 2002: 33 – 34) dalam pernyataan berikut ini
The key idea of RME is that children should be given the opportunity to
reinvent mathematics under the guidance of an adult (teacher). In
addition, the formal mathematical knowledge can be developed from
children’s informal knowledge.
Dalam ungkapan di atas Treffers menjelaskan ide kunci dari
pembelajaran matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan
bagi siswa untuk menemukan kembali matematika dengan bantuan orang
dewasa (guru). Selain itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
4
Education

formal dapat dikembangkan (ditemukan kembali) berdasar pengetahuan


informal yang dimiliki siswa. Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di
atas menjelaskan suatu cara pandang terhadap pembelajaran matamatika yang
ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk menemukan sendiri
pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang dimilikinya.
Dalam pandangan ini matematika disajikan bukan sebagai barang “jadi” yang
dapat dipindahkan oleh guru ke dalam pikiran siswa.
Dari beberapa pendapat diatas juga dapat dikatakan bahwa RME atau
pendekatan Realistik adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan
masalah sehari- hari sebagai sumber inspirasi dalam pembentukan konsep
dan mengaplikasikan konsep- konsep tersebut atau bisa dikatakan suatu
pembelajaran matematika yang berdasarkan pada hal- hal nyata atau real bagi
siswa dan mengacu pada konstruktivis sosial.
Adapun tujuan dari Pembelajaran Matematika Realistic sebagai berikut
(kuiper&kouver,1993):
1. Menjadikan matematika lebih menarik,relevan dan bermakna,tidak terlalu
formal dan tidak terlalu abstrak.
2. Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
3. Menekankan belajar matematika “learning by doing”.
4. Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika tanpa menggunakan
penyelesaian yang baku.
5. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika.

B. Jenis Matematisasi dalam RME


Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika,
Freudenthal (dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis
matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan
seperti berikut ini:
1. Matematisasi Horisontal
Horizontal mathematization involves going from the world of life
into the world of symbol. Pernyataan di atas menjelaskan bahwa
matematisasi horisontal menyangkut proses transformasi masalah nyata/
sehari-hari ke dalam bentuk simbol. Contoh matematisasi horisontal
adalah pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah
dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa.
2. Matematisasi Vertikal

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
5
Education

Vertical mathematization means moving within the world of


symbol.matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam
lingkup simbol matematika itu sendiri. contoh matematisasi vertikal
adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan
menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang
berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.
Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan dalam
pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu
mekanistik, emperistik, strukturalistik, dan realistik.
1. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan
pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang
sederhana ke yang lebih kompleks).  Dalam pendekatan ini manusia
dianggap sebagai mesin.  Kedua jenis matematisasi tidak digunakan. 

2. Pendekatan emperistik adalah suatu pendekatan dimana konsep-konsep


matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan
melalui matematisasi horisontal. 

3. Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan


sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu
didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui
matematisasi vertikal. 

4. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah


realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.  Melalui aktivitas
matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan
dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

C. Prinsip RME
Menurut Gravemeijer (1994: 91), pembelajaran matematika realistik memiliki
tiga prinsip yaitu :
1. Guided Reinvention (menemukan kembali)/
Progressive Mathematizing (matematisasi progresif). Peserta didik harus diberi
kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep
matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dengan suatu masalah
kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui aktifitas murid diharapkan
menemukan “kembali” sifat, definisi, teorema atau prosedur-prosedur.

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
6
Education

2. Didactical Phenomenology (fenomena didaktik).


Situasi-situasi yang diberikan dalam suatu topik matematika disajikan atas dua
pertimbangan, yaitu melihat kemungkinan aplikasi dalam pembelajaran dan
sebagai titik tolak dalam proses pembelajaran matematisasi. Tujuan
penyelidikan fenomena-fenomena tersebut adalah untuk menemukan situasi-
situasi masalah khusus yang dapat digeneralisasikan dan dapat digunakan
sebagai dasar matematisasi vertikal.
3. Self-developed Models (pengembangan model
sendiri). Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal
dan matematika formal. Model dibuat murid sendiri dalam memecahkan
masalah. Model pada awalnya adalah suatu model dari situasi yang dikenal
(akrab) dengan murid. Dengan suatu proses generalisasi dan formalisasi, model
tersebut akan menjadi suatu model yang sesuai dengan penalaran matematika.

D. Karakteristik RME
Karakteristik RME adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-
model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan
(intertwinment) (Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998). 
1. Penggunaan Konteks
Dunia Nyata (the use of context)
Gambar berikut menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa
siklus dimana “dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi,
tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
7
Education

Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual


(dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan
pengalaman sebelumnya secara langsung.  Proses penyaringan (inti) dari
konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (Suharta,
2001: 4) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan
formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. 
Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke
bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization).  Oleh karena itu,
untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak
sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari
(mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika
dalam sehari-hari.
2. Penggunaan Model (the
use of models, bridging by vertical instrument)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik
yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models).  Peran
self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke
situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. 
Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. 
Pertama adalah model  situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. 
Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan  berubah menjadi
model-of masalah tersebut.  Melalui penalaran matematik model-of akan
bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis.  Pada akhirnya, akan
menjadi model  matematika formal.
3. Menggunakan Produksi
dan Konstruksi
Streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi
bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang
mereka anggap penting dalam proses belajar.  Strategi-strategi informal
siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan
sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu
untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
4. Interaktivitas (Interactivity)
Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar
dalam RME.  Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa
negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
8
Education

refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk


informal siswa.
5. Menggunakan Keterkaitan (Intertwining)
Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. 
Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang
yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah.  Dalam
mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang
lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi
juga bidang lain.

E. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistic


Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan memperhatikan
pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah disusun suatu langkah-
langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu sebagai berikut:
1. Memahami masalah
kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari kepada
siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut,serta memberi
kesempatan kepada siswa untuk menanyakan masalah yang belum di pahami.
Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama
yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam
pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.
2. Menjelaskan masalah
kontekstual
Jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru
menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-
petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu
dari permasalahan yang belum dipahami.

3. Menyelesaikan masalah
kontekstual
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi
aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan
strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan
masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang
dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang
satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
9
Education

bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-


masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu
karakteristik kedua menggunakan model.
4. Membandingkan jawaban
Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan
teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-
masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan,
dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi
bantuan jika dibutuhkan. Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan
efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan
bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak,
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan
kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk
dalam tatanan kelompok berpasangan. Setelah diskusi berpasangan dilakukan,
guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide
penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator
dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil
kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika
formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu interaksi.
5. Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari.
Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar
siswa dengan guru.

F. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Matematika Realistic


Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak
tampak.
2. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
3. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.
4. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
5. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
6. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.
Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:
1. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).
2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
10
Education

3. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama
untuk mampu memahami materi pelajaran.

G. Teori Belajar yang Relevan dengan Pembelajaran Matematika Realistic


Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, pembelajaran matematika
realistik dikembangkan dengan mengacu dan dijiwai oleh filsafat konstruktivis.
Sedangkan menurut Soedjadi (1999: 156) kontruktivisme di bidang belajar dapat
dipandang sebagai salah satu pendekatan yang dikembangkan sejalan dengan teori
psikologi kognitif. Inti dari konstruktivisme dalam bidang belajar adalah peranan
besar yang dimiliki siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan yang bermakna bagi
dirinya. Sedangkan guru memposisikan diri lebih sebagai fasilitator belajar.
Beberapa teori belajar kognitif yang dipandang relevan dengan pendekatan
pembelajaran matematika realistik adalah teori Piaget, teori Vygotsky, teori
Ausubel dan teori Bruner.

III. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai simpulan dapat disampaikan
beberapa hal sebagai berikut. Matematika Realistik (MR) merupakan matematika
sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa
sebagai titik awal pembelajaran. 
Pembelajaran MR menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak
pembelajaran, dan melalui matematisasi horisontal-vertikal siswa diharapkan
dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau
pengetahuan matematika formal.  Selanjutnya, siswa diberi kesempatan 
menerapkan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari
atau masalah dalam bidang lain.  Dengan kata lain, pembelajaran MR
berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday
experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari
(everydaying mathematics), sehingga siswa belajar dengan bermakna
(pengertian).              
Pembelajaran MR berpusat pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai
fasilitator dan motivator, sehingga memerlukan paradigma yang berbeda tentang
bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, dan apa yang dipelajari oleh
siswa dengan paradigma pembelajaran matematika selama ini.  Karena itu,
perubahan persepsi guru tentang mengajar perlu dilakukan bila ingin
mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik.

Erni Asmirayanti_081104060
Realistic Mathematic
11
Education

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://store.cc.cc/z1i_macam_macam-metode_pembelajaran_177821_0.
Diakses pada tanggal 28 Maret 2011.
Anonim. http://zahra-abcde.blogspot.com/2010/04/mengajar-matematika-
dengan-pendekatan.html. Diakses pada tanggal 28 Maret 2011.
Anonim. http://ironerozanie.wordpress.com/2010/03/03/realistic-mathematic-
education-atau-pembelajaran-matematika-realistic-pmr/. Diakses pada
tanggal 28 Maret 2011.
Anonim. http://zainurie.wordpress.com/2007/04/13/pembelajaran-matematika-
realistik-rme/. Diakses pada tanggal 28 Maret 2011.
Anonim. http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2010/08/pembelajaran
-matematika-realistik-rme.html. diakses pada tanggal 28 Maret 2011.

Erni Asmirayanti_081104060

Anda mungkin juga menyukai