Anda di halaman 1dari 32

REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

(RME)

KELOMPOK 10

1. Fenty Madubun 2017 42 010


2. Jascha Batserin 2017 42 012
3. Carolina .Nureroan 2017 42 079
4. Wisye Sapya 2017 42 115
5. Lilian Makahity 2017 42 017
TOPIK

1 Pengertian dan Karakteristik RME


2 ●
Prinsip-Prinsip RME

3 Prinsip Pembelajaran dalam RME


4 Ilustrasi RME dalam Pembelajaran



PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK RME
RME pertama kali diperkenalkan oleh
Profesor Hans Freudenthal (1905-1990) di
Belanda.

Menurut Freudenthal(1973), pembelajaran


matematika harus dipandang sebagai
proses
Soedjadi (2001) :
Pembelajaran matematika realistik ( PMR atau RME) pada
dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang
dipahami peserta didik untuk memperlancar proses
pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai tujuan
pendidikan matematika secara lebih baik pada masa lalu.

Menurut de Lange (1995) dan Heuvel-Panhuizen (1998), RME


merupakan pembelajaran matematika yang mengacu pada
konstruktivitas sosial yang dikhususkan pada pendidikan
matematika.

Dalam pandangan RME, pengembangan suatu konsep


matematika dimulai oleh peserta didik secara mandiri berupa
kegiatan eksplorasi sehingga memberikan peluang pada peserta
didik untuk berkreasi mengembangkan pemikirannya.
Proses pengembangan konsep dan ide-ide matematika yang dimulai dari dunia
real disebut de Lange (1987) sebagai “matematisasi konseptual. Yang digambarkan
dalam skema berikut :
Matematisasi
dan Refleksi
Dunia
Nyata

Abstraksi dan
Formalisasi

Matematisasi
dalam
aplikasi
ti k R ME
r is
Karakte

a. Penggunaan konteks
b. Penggunaan Model untuk Matematisasi Progresif
c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
d. Interaktivitas
e. Keterkaitan
a. Penggunaan konteks
Konteks atau permasalahan realistic digunakan sebagai titik awal pembelajaran
matematika. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan
kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi dilakukan untuk menemukan jawaban
akhir dari masalah yang diberikan dan untuk mengembangkan berbagai strategi
penyelesaian masalah. Salah satu manfaat konteks di awal pembelajaran adalah untuk
meningkatkan motivasi dan keterkaitan siswa dalam belajar matematika (Kaiser dalam de
lange, 1987) .

Hal penting dan mendasar dalam penggunaan konteks pada pembelajaran


matematika realistik adalah bagaimana fungsi-fungsi konteks tidak saja dipandang
sebagai sebuah ilustrasi/bentuk aplikasi setelah konsep matematika dipelajari
siswa, akan tetapi konteks harus bertujuan untuk menemukan atau menemukan
kembali suatu konsep matematika melalui suatu proses matematisasi.
Matematika dipandang sebagai aktivitas manusia sehari-hari, sehingga
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari(contextual problems)
merupakan bagian yang yang esensial (Freudhental dalam Gravemeijer, 1994).
b. Penggunaan Model untuk Matematisasi Progresif

Dalam PMR, model digunakan dalam melakukan matematisasi


progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari
pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan
matematika tingkat formal. Perlu dipahami bahwa “model” tidak
merujuk pada alat peraga. “Model” merupakan suatu alat vertikal
dalam matematika yang tidak bisa dipisahkan dari proses
matematisasi (yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi
vertical) karena merupakan model tahap transisi level informal
menuju level matematika formal.
Treffers (1987) merumuskan adanya dua jenis (tipe)
matematisasi :
 Matematisasi horizontal berkaitan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki
peserta didik sebelumnya bersama
intuisi mereka sebagai alat untuk
menyelesaikan masalah dari dunia
nyata.
 Matematisasi vertikal berkaitan dnegan
proses organisasi kembali pengetahuan
yenag telah diperoleh dalam simbol-
simbol matematika yang lebih abstrak.
c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Betolak dari pendapat Freudhental bahwa matematika tidak diberikan


kepada siswa sebagai produk siap pakai tetapi sebagai suatu konsep
yang dibangun oleh siswa maka dalam PMR siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dalam proses pembelajaran PMR, siswa diberi
kebebasan untuk mengembangkan strategi yang bervariasi. Hasil kerja
dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan sebagai landasan untuk
mengembangkan konsep-konsep matematika.

d. Interaktivitas
Proses pembelajaran tidak saja berjalan sebagai seorang individu namun
berjalan bersamaan dan meruoajan suatu proses sosial. Proses pembelajaran
siswa akan lebih bermakna jika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan
gagasan mereka. Proses interaksi yang berlangsung selama proses
pembelajaran dapat membantu meningkatkan kemampuan kognitif dan afektif
siswa. Dengan demikian, interaktivitas dapat mengembangkan kecerdasan
interpersonal seorang siswa.
e. Keterkaitan

Banyak konsep-konsep dalam matematika yang memiliki keterkaitan.


Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak diperkenalkan kepada
siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. PMR menekankan
keterkaitan(intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang
harus dipertimbangkan dalam pembelajaran. Melalui keterkaitan ini
satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan
membangun lebih dari suatu konsep matematika secara bersamaan
(walaupun ada konsep yang dominan).
Prinsip RME

Secara umum RME mengkaji tentang :


 Materi apa yang akan diajarkan kepada peserta didik beserta
rasionalnya,
 Bagaimana peserta didik belajar matematika,
 Bagaimana topik-topik matematika seharusnya diajarkan, dan
 Bagaimana menilai kemajuan belajar peserta didik (assenssment)
Gravemeijer (1994) mengemukakan tiga prinsip kunci
dari RME

 Guided Reinvention / Progressive Mathematizing


Menurut Gravemeijer (1997), terdapat dua cara yang dapat
digunakan untuk merealisasikan prinsip reinvention.
Pertama, dari pengetahuan sejarah matematika, kita dapat belajar
bagaimana pengetahuan tertentu dikembangkan.
Kedua, dengan memberikan “masalah kontekstual” yang
mempunyai berbagai kemampuan solusi, dilanjutkan dengan
“matematisasi” prosedur solusi yang serupa, yang juga akan
menghasilkan kesempatan untuk proses penemuan kembali
(reinvention).
Gravemeijer (1994) menunjukan adanya dua pendekatan berbeda dalam
proses belajar matematika dalam kaitannya dengan masalah kontekstual,
seperti terlihat pada gambar berikut ini :

Model pertama pada Gambar 8.2 menggambarkan proses


penyelesaian masalah kontekstual dengan menggunakan pengetahuan
matematika formal.
Pada model kedua seperti pada Gambar 8.3 menyelesaikan masalah juga
melalui tiga tahap yaitu :
 Mendeskripsikan masalah kontekstual secara formal,
 Menyelesaikan masalah pada level formal, dan
 Menerjemahkan penyelesaian tersebut kembali pada konteks.
Gravemeijer mendeskripsikan keunggulan penyelesaian masalah dengan
menggunakan pendekatan ini sebagai berikut :

 Masalah merupakan tujuan aktual (actual aim) dari sekedar peralatan


matematika.
 Penyelesaian masalah dilakukan dalam cara informal, daripada
menggunakan prosedur standar.
 Masalah dideskripsikan dalam cara yang membawa peserta didik
berusaha mengatasinya.
 Dengan skematisasi dan identifikasi relasi-relasi yang terpusat pada
situasi masalah, peserta didik akan memahami masalah lebih baik
 Deskripsi dapat diberikan secara garis besar dan menggunakan
simbol ciptaan sendiri ( self-invented symbol).
 Deskripsi juga menyerdehanakan masalah dengan mendeskripsikan
relasi-relasi dan membedakan materi-materi mayor dan minor.
 Translasi dan interprestasi dari penyelesaian menjadi mudah karena
simbol bermakna bagi pemecahan masalah.
Matematisasi merupakan aktivitas penting dalam RME dan merupakan
proses penting dalam pengembangan pengetahuan peserta didik.
Aktivitas ini meliputi formalisasi dan generalisasi. Formalisasi meliputi
pemodelan, penyimbolan, skematisasi dan pembuatan definisi.
Generalisasi merupakan upaya memahami dalam pengertian reflektif.
De Lange (1996) mendeskripsikan secara rinci aktivitas-aktivitas dalam
kedua jenis matematisasi tersebut. Matematisasi horizontal adalah
sebagai berikut :

 Mengidentifikasi matematika spesifik dalam konteks umum dan


membuat skema
 Memformulasikan dan menvisualisasikan masalah dalam cara-cara
berbeda dan menemukan relasi-relasi
 Menemukan keteraturan- keteraturan
 Menyadari aspek-aspek isomorfik di dalam masalah-masalah berbeda
 Mentransfer masalah dunia nyata ke masalah matematika
 Mentransfer masalah dunia nyata ke model matematika yang
diketahui
Selanjutnya matematisasi vertikal adalah sebagai berikut :

• Menyatakan relasi dalam bentuk formula (rumus) dan menunjukkan


keteraturan-keteraturan.
• Memperhalus dan mempebaiki model
• Menggunakan model-model berbeda
• Mengkombinasikan dan mengintegrasikan model
• Memformulasikan suatu konsep matematika baru
• Menggeneralisasi
Melalui proses seperti pada gambar 8.4 diatas, memungkinkan
pengetahuan matematika formal dapat di konstruksi kembali oleh
peserta didik.
Gravemeijer (1994) selanjutnya melengkapi gambar diatas, dengan
mengelompokkan bahasa matematika dan algoritma sebagai
pengetahuan matematika formal, seperti terlihat pada Gambar 8.5
berikut
 Didactical Phenomenologi

Dalam RME, pembelajaran matematika dimulai dari fenomena yang


bermakna bagi peserta didik, yang dapat menstimulasi proses belajar.
Menurut Gravemeijer (1994), dalam fenomenologi didaktis (Didactical
Phenomenologi), situasi dimana topik matematika diberikan di
investigasi atas dua pertimbangan, pertama untuk menampakkan jenis-
jenis aplikasi yang dapat dimasukkan dalam pembelajaran, dan kedua,
untuk mempertimbangkan kesesuaiannya untuk proses matematisasi
progresif.

Tujuan dari investigasi fenomenologi adalah untuk menemukan situasi


masalah dan untuk menemukan situasi yang dapat memunculkan
prosedur penyelesaian paradigmatik yang dapat dijadikan sebagai dasar
matematisasi vertikal.
 Self-DevelopedModels

Prinsip ini memainkan peranan penting dalam menjembatani “grap” diantara engetahuan
informal dan pengetahuan formal.
Gravemeijer (1994) membedakan ada empat level dalam RME, yakni situasi, model of,
model for, dan matematika formal. Lebih jauh Gravemeijer menunjukan perbedaan
penggunaan model dalam pendekatan strukturalis, intermediate, dan realistik dalam
pembelajaran matematika, sebagai berikut :

Gambar 8.6 diatas menunjukan bahwa pada pendekatan strukturalis, peserta didik
langsung menggunakan model formal untuk memecahkan masalah yang dihadapinya
Gravemeijer (1994) mencontohkan level-level ini pada topik pembagian panjang sebagai
berikut :

 Di hubungkan dengan aktivitas kehidupan nyata.


 Menyelesaiakan masalah, menghasilkan model dari situasi
 Merupakan langkah berikut dalam pengembangan pembagian cara panjang
 Akan memuat penulisan standar algoritma pembagian cara panjang

Gravemeijer (dalam wijaya, 2012) juga mendeskripsikan bentuk yang lebih umum dari
level-level ini, dalam Gambar 8.7 berikut :
• Level Situational
Level Situational merupakan level paling dasar dari pemodelan pengetahuan dan model
masih berkembang dalam konteks situasi masalah yang digunakan
Level Referensial
Pada level ini, model dan strategi yang dikembangkan tidak berada di dalam konteks
situasi melainkan sudah merujuk pada konteks. Pada level ini, siswa membuat model
untuk mengembangkan situasi konteks sehingga hasil pemodelan pada level ini disebut
sebagai model dari (model for) situasi.
Level General
Pada level general, model yang dikembangkan siswa sudah mengarah pada pencairan
solusi secaramatematis. Model pada level ini disebut model untuk ( Model for)
penyelesaian masalah.
Level Formal
Pada level formal, siswa sudah bekerja dengan menggunakan simbol dan representasi
matematis. tahap formal merupakan tahap perumusan dan penegasan konsep
matematika yang di bangun oleh siswa.
 Prinsip pembelajaran dalam RME

Streeefland (1991) mengemukakan ada lima prisip pembelajaran dalam RME, yakni :

a. Kontruksi dan konkretisasi


Prinsip ini kontradiksi dengan ide belajar sebagai proses penyerapan pengetahuan
yang disampaikan atau di transfer guru. Karakteristik kontruksi adalah jelas, yakni
peserta didik mengkontruksi pengetahuan sendiri.
 
b. Level-level dan model-model
Pada prinsip ini, belajar konsep atau keterampilan matematika di pandang sebagai
proses jangka panjang dan bergerak pada level abstrak. Untuk dapat mencapai tujuan
dalam level dari informasi ke formal, peserta didik harus menggunakan peralatan
untuk membantu menjembatani diantara konkrit dan abstrak. Untuk tujuan tersebut
digunakan bahan-bahan, model visual, situasi model, skema, diagram dan simbol-
simbol.
c. Refleksi dan tugas khusus
Pembelajaran matematika dan secara khusus munculnya level dari proses belajar
berkembang melalui refleksi. Dalam pembelajaran, peserta didik harus diberikan
kesempatan dan di rangsang untuk melakukan refleksi pada belajar yang dihadapi, dan
untuk mengantisipasi apa yang terbentang di depan mereka. Prinsip ketiga ini dapat
dicapai dengan memberikan kepada peserta didik tugas-tugas khusus, misalnya
masalah-masalah konflik, ini dapat merangsang produksi bebas peserta didik.

d. Konteks sosial dan interaksi


Belajar bukanlah hanya suatu aktivitas tunggal, tetapi sesuatu yang terjadi dalam
masyarakat dan yang terarah dan di dorong oleh konteks sosio-kultural. Melalui kerja
sama di kelompok, peserta didik memiliki kesempatan untuk bertukar ide atau
argument sehingga mereka dapat saling belajar. Implikasi dalam hal ini adalah bahwa
pendidikan matematika seharusnya memiliki ciri interaktif. Menurut Gravemeijer
(1994) Interaktivitas yang meliputi negosiasi, intervensi, diskusi, kerja sama, dan
evaluasi menjadi unsur yang sangat esensial dalam proses belajar kontruktif.
e. Penstrukturan dan keterkaitan (structuring atau intertwining)
Belajar matematika bukanlah suatu proses penyerapan kumpulan elemen-elemen
pengetahuan dan keterampilan yang tidak saling terhubung, tetapi merupakan proses
kontruksi pengetahuan dan keterampilan yang sungguh-sungguh terstruktur. Konsep-
konsep dan objek-objek mental baru di cocokkan dengan pengetahuan yang telah ada
atau menjamin struktur pengetahuan ini dimodifikasi untuk menjadi lebih besar atau
berkurang.
 Ilustrasi Penggunaan RME dalam Pembelajaran

Misalkan akan dibahas bersamapeserta didik materi luas persegi panjang. Guru
memberikan persegi-persegi kecil yang berukuran sama pada setiap siswayang ada di
kelas dalam hal ini, yang di bagi dalam beberapa kelompok-kelompok kecil. Kemudian
setiap peserta didik di minta untuk membuat persegi panjang pada buku atau lembar kerja.

Hasil yang di peroleh setiap siswa atau peserta didik mungkin pasti berbeda-beda
contohnya seperti Gambar 8.8
Kemudian guru meminta pendapat peserta didik mengenal luas persegi panjang yang telah
di buatoleh mereka. Di harapkan peserta didik dapat menjawab dengan jawaban luas
persegi panjang adalah 12 persegi satuan. Kemudian guru bertanya kepada peserta didik,
bagaimanakah cara termudah untuk menentukan luas persegi panjang tersebut ?

Jawaban dari peserta didik mungkin bervariasi. Misalnya untuk persegi panjang di bawah
ini :
Contohnya :

 4 + 4 + 4 (menjumlahkan banyaknya persegi yang ada pada masing-masing baris).


 3 + 3+ 3+ 3 (menjumlahkan banyaknya persegi yang ada pada masing-masing kolom)
 4 x 3 (mengalikan banyaknya persegi yang ada pada baris dengan banyaknya persegi
yang ada pada kolom)

Selanjutnya guru membimbing peserta didik untuk dapat menemukan rumus luas persegi
panjang. Guru dapat memberikan bantuan, sehingga peserta didik dapat mengaitkan
banyaknya persegi satuan pada satu barisdengan panjang dan banyaknya persegi satuan
pada kolom dengan lebar.
THANK YOU
Treffers membedakan empat pendekatan dalam pendidikan matematika yakni :


Pendekatan Mekanistik

Pendekatan
Pendekatanstrukturalistik
realistik
mekanistik
emperistikadalahmerupakan
suatusuatu
merupakan
adalah pendekatan
pendekatan
pendekatan yang
pendekatanyangmenggunakan
menggunakan
tradisional
dimana dan masalah
sistem
konsep-konsep
didasarkan
formal,
realistik
pada apa misalnya
sebagai
matematika yang pangkal
tidak pengajaran
tolak
diketahui
diajarkan, pembelajaran.
penjumlahan
dari
danpengalaman cara
Melalui
diharapkan panjang
sendiri
siswaaktivitas
perlu
(diawali
dapat matematisasi
didahului
menemukan
dari yang
dengan
horizontal
sederhana
melalui nilaidan
tempat,
matematisasi
ke vertikal
yang sehingga
lebih diharapkan
suatu konsep
horizontal.
kompleks). siswadicapai
Dalam dapatmelalui
menemukan
pendekatan matematisasi
ini dan
manusia
vertikal.
mengkonstruksi
dianggap sebagai konsep-konsep
mesin. Keduamatematika.
jenis matematisasi tidak digunakan.

Anda mungkin juga menyukai