Anda di halaman 1dari 9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep
atau struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta
mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep atau struktur-struktur
tersebut.Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi,
yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui media ke
penerima pesan (Arief S. Sadiman, 2014).
Menurt Arief S. Sadiman (2014) Pembelajaran matematika di sekolah
menuntut peran guru dalam menata lingkungan belajar sebaik mungkin
sehingga siswa menjalani proses belajar matematika dengan baik. Guru
matematika akan mampu mengajarkan matematika pada siswa sesuai dengan
tujuan pembelajaran bila dia memahami hakikat matematika dan
mengajarkannya sesuai dengan metode dan strategi pembelajaran yang tepat
dan relevan. Tidak hanya tingkat kedalaman konsep yang diberikan pada
siswa yang harus disesuaikan dengan tingkat kemampuannya, cara
penyampaian materi pun demikian pula.
Selain dari materi yang mengalami perubahan, metode pembelajaran
juga mengalami perubahan dari guru (teacher centered) menuju pembelajaran
matematika yang berfokus kepada siswa (student centered), siswa hendaknya
diberi kesempatan untuk mengembangkan nalarnya dengan cara aktif dalam
belajar baik secara mental, fisik dan sosial. Pentingnya belajar matematika
tidak terlepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Selain itu
banyak persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan menghitung,
mengukur dan menyampaikan informasi dengan bahasa matematika.
Pembelajaran matematika juga dituntut lebih mengacu kepada apakah
matematika itu, bagaimana cara siswa mempelajari dan kegunaannya serta
bagaimana guru mengajarkannya. Untuk mencapai tujuan pembelajaran
matematika di atas, ada pendekatan yang cocok, yaitu: Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) yang telah dikembangkan di Belanda sejak

6
awal 70-an. Pendekatan ini menggunakan masalah kontekstual sebagai titik
awal pengajaran matematika dan harus dihubungkan dengan kenyataan,
berada dekat dengan peserta didik, dan relevan dengan kehidupan masyarakat
agar memiliki nilai manusiawi.

B. Pendekatan Pembelajaran Matematika


Pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau
kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan
pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi
pembelajaran itu, umum atau khusus dikelola.
Soedjadi membedakan pendekatan menjadi dua yaitu :
1. Pendekatan materi (material approach), yaitu proses menjelaskan
topik matematika tertentu menggunakan materi matematika lain.
2. Pendekatan pembelajaran (teaching approach), yaitu proses
penyampaian atau penyajian topik matematika tertentu agar
mempermudah siswa memahaminya (Erman Suherman dkk, 2003)
Hal senada juga diungkapkan Trefers, ia mengklasifikasikan empat
pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika berdasarkan
komponen matematisasi (matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal)
yaitu mekanistik, empiristik strukturalistik dan realistic ((Erman Suherman
dkk, 2003). Perbedaan pendekatan pembelajaran dalam pendidikan
matematika ditekankan sejauh mana pendekatan tersebut memuat atau
menggunakan kedua komponen tersebut, tabel berikut ini menunjukkan
perbedaan tersebut (tanda “ + ” berarti memuat komponen dan tanda “ –
“sebaliknya).
Tabel 1.Pendekatan Pembelajaran dalam Pedidikan Matematika
Pendekatan Komponen Matematisasi
Pembelajaran Horizontal Vertikal
Mekanistik - -
Empiristik + -
Strukturalistik - +

7
Realistik + +

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa pada pendekatan


pembelajaran mekanistik tidak memiliki komponen matematisasi horizontal
maupun vertikal.Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan
pembelajaran realistik yang memiliki kedua komponen matematisasi.Untuk
pendekatan pembelajaran empiristik dan strukturalistik hanya memiliki salah
satu dari komponen matematisasi horizontal ataupun vertikal.
Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang
dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam
kehidupan sehari-hari, dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari
dunia nyata ke dunia simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan
proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu
sendiri, jadi matematisasi vertikal bergerak dari dunia symbol (Ariyadi
Wijaya, 2012).

C. Realistic Mathematics Education (Pembelajaran Matematika Realistik)


Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar
mengajar dalam pendidikan matematika.Teori Realistic Mathematics
Education (RME) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda
pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal (Ariyadi Wijaya, 2012). Teori ini
mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika
harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas
manusia.Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan
kehidupan nyata sehari-hari.Matematika sebagai aktivitas manusia berarti
manusia harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep
matematika dengan bantuan orang dewasa.
Pada dasarnya Realistic Mathematic Education(RME) membimbing
siswa untuk “menemukan kembali” konsep-konsep matematika yang pernah
ditemukan oleh para ahli matematika atau bila memungkinkan siswa dapat
menemukan hal yang sama sekali belum pernah ditemukan (Erman Suherman,
2003). Menurut Zukardi dalam Sipardi Realistic Mathematic Education

8
(RME) adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real
bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematic,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman-teman sekelas
sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan
matematika untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun
kelompok.
Model skematis proses pembelajaran yang merupakan proses
pengembangan ide-ide dan konsep-konsep yang dimulai dari dunia nyata yang
disebut matematisasi konseptual oleh de Lange dilukiskan dalam gambar
berikut :
Dunia nyata

Matematisasi dalam aplikasi Matematisasidalam refleksi

Abstraksi dan formalisasi


Gambar 1. Matematika Konseptual

Realistic Mathematics Education (RME) mempunyai lima


karakteristik (Ariyadi Wijaya, 2012).. Secara ringkas kelimanya adalah
sebagai berikut :
1. Penggunaan konteks
2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif.
3. Pemanfaatan hasil kerja siswa.
4. Interaktivitas.
5. Keterkaitan.

Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk


melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil dari eksplorasi siswa
yang dimaksudkan adalah pengamatan yang tidak hanya bertujuan untuk
mendapatkan jawaban dari sebuah permasalahan matematika yang
diberikan, namun disertai dengan pengembangan berbagai langkah-

9
langkah atau proses dari penyelesaian permasalahan matematika yang
digunakan.
Dalam RealisticMathematics Education (RME), model digunakan
dalam melakukan matematisasi secara progresif.Model yang
dimaksudkan disini bukan berarti “alat peraga”, melainkan suatu bentuk
representatif dari suatu masalah.Penggunaan model untuk matematika
representatif sangat penting dalam mengembangkan dan membangun
konsep matematika siswa. Siswa bebas untuk mengembangkan proses
pemecahan masalah sehingga diperoleh suatu strategi yang bervariasi.
Hal ini akan bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep
matematika, tetapi juga sekaligus mengembangkan aktivitas dan
kreatifitas siswa.
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu
melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.Manfaat
dari interaksi siswa dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan
dan mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara
simultan. Proses ini dimaksudkan agar pembelajaran matematika tidak
hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga
menanamkan potensi afektif siswa.
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun
banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Dalam
pembelajaran matematika konsep-konsep matematika antara satu dengan
yang lain memiliki tidak bisa dipisahkan. Dalam pembelajaran
matematika keterkaitan konsep matematika harus dipertimbangkan
karena diharapkan dapat membangun lebih dari satu konsep matematika
secara bersamaan.
D. Langkah-langkah Proses Realistic Mathematics Education
Meninjau karakteristik interaktif di atas tampak perlu sebuah
rancangan pembelajaran yang mampu membangun interaksi antara siswa
dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan lingkungannya. Maka

10
langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri
atas:
1) Memahami Masalah Kontekstual
2) Menjelaskan Masalah Kontekstual.
3) Menyelesaikan Masalah Kontekstual.
4) Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban.
5) Menyimpulkan.
Pada langkah memahami masalah kontekstual, guru menyajikan
masalah kontekstual kepada siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk
memahami masalah itu terlebih dahulu. Karakteristik yang muncul pada
langkah ini adalah menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat
pada penyajian masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas
pembelajaran siswa.
Langkah menjelaskan masalah kontekstual ditempuh saat siswa
mengalami kesulitan dalam memahami masalah kontekstual.Pada langkah
ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan
seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami
masalah.Karakteristik yang muncul pada langkah ini adalah interaktif,
yaitu terjadinya interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa
dengan siswa. Sedangkan prinsip guided reinvention setidaknya telah
muncul ketika guru mencoba memberikan arahan kepada siswa dalam
memahami masalah.
Pada tahap ketiga, siswa didorong menyelesaikan masalah
kontekstual secara individual berdasarkan kemampuannya dengan
memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan.Siswa mempunyai
kebebasan menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan
masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berpikir
menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya. Pada tahap
ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya
(scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Pada
tahap ini, ada dua prinsip yang dapat dimunculkan yaitu guided

11
reinvention and progressive mathematizing dan self-developed models.
Karakteristik yang dapat dimunculkan adalah penggunakan model.Dalam
menyelesaikan masalah siswa mempunyai kebebasan membangun model
atas masalah tersebut.
Pada tahap keempat, guru mula-mula meminta siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan siswa yang lain.
Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap
ini guru menunjuk atau memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke depan kelas dan mendorong
siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul
di depan kelas. Dalam diskusi ini partisipasi siswa berguna dalam
pemecahan masalah. Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa
untuk menarik kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep,
prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama.Pada tahap ini
karakteristik yang muncul adalah interaktif serta menggunakan kontribusi
siswa.
E. Pembelajaran Bangun Ruang
Volume bangun ruang merupakan bagian dari lingkup geometri dalam
kurikulum matematika di kelas V SD semester 2. Penjabaran bahan
pengajaran geometri dalam kurikulum matematika SD tahun 2006 adalah
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar.
b. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang.
c. Menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana.
d. Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri.
e. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan
bangun yang sederhana (Deti Rostika, 2008).

Materi bangun ruang di kelas V SD, difokuskan pada kubus, balok,


tabung, prisma, limas, dan kerucut. Pelajaran geometri erat kaitannya dengan
himpunan titik yang memuat titik dan banyaknya tak terhingga. Hal ini

12
diungkapkan Travers et al., bahwa geometry is the study of the relationships
among points, lines, angels, surfaces, and solids (Deti Rostika, 2008). Hal ini
menunjukkan bahwa geometri adalah ilmu yang membahas tentang hubungan
antara titi, garis, sudut, bidang dan bangun-bangun ruang.
Unsur-unsur geometri ruang yaitu sisi, rusuk, dan titik sudut
sebagaimana dijelaskan oleh Travers et al., yaitu:
Sisi adalah sekat perbatasan bagian dalam dan bagian luar, sedangkan
rusuk merupakan perpotongan dua bidang sisi pada bangun ruang,
sehingga merupakan ruas garis dan titik sudut merupakan perpotongan
tiga bidang atau perpotongan tiga rusuk atau lebih (Deti Rostika,
2008).

Dari penjelasan di atas, tampak bahwa geometri ruang mempunyai


beberapa unsur yang dimana antara sisi, rusuk dan titik saling berhubungan,
sehingga menjadi satu-kesatuan bangun ruang.

F. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang yang diperoleh dan kajian tentang
pengembangan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME), maka dapat dibuat kerangka pemikiran
sebagai berikut

Kondisi Awal
1. Bahan ajar yang digunakan belum mencapai tujuan pembelajaran
2. Siswa terlihat kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran
3. Kurangnya pemahaman siswa terhadap pokok bahasan Kubus dan
Balok (Bangun Ruang) yang mempunyai keterkaitan dengan pokok
bahasan .

Mengembangkan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan


Realistic Mathematics Education (RME) pada materi Kubus dan Balok
(Bangun Ruang)

Hasil
1. Siswa memahami konsep Kubus dan Balok (Bangun Ruang).
2. Siswa aktif dalam proses pembelajaran.
Gambar 2.Kerangka berpikir

13
Dalam penelitian design research ini, peneliti mengembangkan
pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Realistic Mathematic
Education ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa
melakukan kegiatan yang aktif dan kreatif. Dengan demikian siswa mampu
mengkonstruksi pengetahuan dan mengaitkannya dalam kehidupan sehari-
hari serta dapat menyelesaikan masalah.

14

Anda mungkin juga menyukai