Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Pada bagian ini akan dibahas mengenai konsep tentang belajar, pembelajaran

matematika, model pembelajaran, model pembelajaran sinektik (synectics), ,

kreativitas, pengaruh model pembelajaran sinektik (synectics) terhadap

kreativitas belajar . Berikut uraiannya.

1. Belajar

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian belajar dan hasil belajar

matematika. Lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan

penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian

terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar

(Rusman, 2017: 76). Menurut Surya (Rusman, 2017: 76) belajar dapat

diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil

dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya.

Whitaker (Rusman, 2017: 77) belajar adalah suatu perubahan yang

direncanakan secara sadar melalui suatu program yang disusun untuk

menghasilkan perubahan perilaku positif tertentu. Menurut Hilgrad dan

Brower (Suhendri, 2010) belajar berhubungan dengan perubahan


tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu. Perubahan

tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon

pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang

(misalnya: kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).

Menurut Nidawati (2013), belajar merupakan suatu perubahan

dalam tingkah laku menuju perubahan tingkah laku yang baik, dimana

perubahan tersebut terjadi melalui latihan atau pengalaman. Perubahan

tingkah laku tersebut harus relatif mantap yang merupakan akhir dari

pada suatu periode waktu yang cukup panjang. Hal yang sama

dikemukakan oleh Slameto (Rahmayanti, 2016) bahwa belajar adalah

suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pengertian belajar

tersebut secara luas dapat diartikan bahwa belajar akan menghasilkan

perubahan-perubahan, yaitu dalam bentuk adanya perubahan

pengetahuan dari yang tidak tahu, menjadi tahu.

Berdasarkan uraian pendapat di atas maka dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan tingkah laku

yang dialami oleh individu, sebagai hasil pengalamannya melalui usaha

individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang

kemudian diterapkan dalam kehidupan.

2. Pembelajaran Matematika
Rusman (2017: 84), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu

sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu

dengan yang lain. Komponen tersebut, meliputi: tujuan, materi, metode, dan

evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh

guru dalam memilih dan menentukan media, metode, strategi, dan

pendekatan apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru dan

siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun

secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media

pembelajaran.

Menurut Dasopang (2017) pembelajaran juga dikatakan sebagai

proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam

melakukan proses belajar. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa

pembelajaran adalah proses interaksi pendidik dengan peserta didik dan

sumber belajar yang berlangsung dalam suatu lingkungan belajar.

Hudojo (Hasratuddin, 2014) menyatakan bahwa matematika

merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara

hirarkis dan penalarannya dedukti, sehingga belajar matematika itu

merupakan kegiatan mental yang tinggi. Sedangkan James (Hasratuddin,

2014) dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa matematika adalah

ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep

berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga
bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Sedangkan Bernard dan

Sunaryo (2019) menyatakan bahwa bila kita berpikir tentang matematika

maka kita akan membicarakan tentang persamaan, perbedaan, pengaturan

informasi/data, memahami tentang angka, jumlah, pola-pola, ruang, bentuk,

perkiraan dan perbandingan.

Berdasarkan uraian dan beberapa teori diatas maka dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas yang

didalamnya terdapat interaksi antara siswa dengan guru. Interaksi ini

diharapkan mampu memahami mengenai bentuk, susunan, besaran dan

konsep-konsep, persamaan, perbedaan, pengaturan informasi/data,

memahami tentang angka, jumlah, pola-pola, ruang, bentuk, perkiraan dan

perbandingan. Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan

antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan

diajarkan.

3. Model Pembelajaran

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian model pembelajaran dan

jenis-jenis model pembelajaran.Berikut uraiannya.

a. Pengertian Model Pembelajaran

Model menurut Kamu Besar Bahasa Indonesia (Indrawati, 2011: 1.4)

diartikan sebagai pola dari sesuatu yang akan dihasilkan atau dibuat.

Menurut Meyer (Indrawati, 2011: 1.4) secara kaffah model dimaknai

sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk


mempresentasikan sesuatu hal yang nyata dan dikonversi menjadi

sebuah bentuk yang lebih komprehensif.

Menurut Trianto (Gunarto, 2013) menyebutkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan

pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-

tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,

lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan

secara khas oleh guru (Sahimin dkk, 2017). Joyce & Weil (Rusman,

2017: 244) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu

rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum

(rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan

pemebelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Sani (Mutmainnah dan Aquami, 2016) Model

pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang berupa pola

prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan

digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk

mencapai tujuan belajar. Selain itu juga dalam proses belajar mengajar

terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik.


Berdasarkan uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran,

merancang bahan-bahan pemebelajaran, dan membimbing

pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran diharapkan

mampu membangkitkan kreativitas belajar siswa.

b. Jenis-Jenis Model Pembelajaran

Terdapat beberapa jenis-jenis model pembelajaran, diantaranya yaitu :

1. Model Pembelajaran Langsung (direct instruction)

Menurut Trianto (Marlina, 2015) model pembelajaran langsung

adalah salah satu pengajaran yang dirancang khusus untuk

menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan

pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang

terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola

kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.

Pembelajaran langsung ini dibutuhkan keaktifan, kelihaian,

keterampilan dan kreativitas guru tanpa menghilangkan peran

siswa sebagai subyek didik, model ini peran guru lebih menonjol

dari pada peran siswa.

Hamka dan Arsyad (2015) menyatakan bahwa model

pembelajaran langsung masih banyak kita jumpai dalam proses

belajar mengajar di kelas, dan model pembelajaran langsung ini

masih banyak pula digunakan dosen pada perguruan tinggi


dalam memberikan pengajaran pada mahasiswanya. Model

pembelajaran langsung ini banyak dinilai efektif dalam memberi

pengajaran di daerah-daerah yang masih kekurangan fasilitas

atau kelengkapan sekolah. Tujuan utama model ini adalah untuk

memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa.

Menurut Kardi dan Nur (Hamka dan Arsyad, 2015) secara

umum proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

langsung dapat mengikuti langkah-langkah (sintaks). Seperti

pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Sintaks model pembelajaran langsung

Fase Peran Guru


Fase I
Menyampaikan tujuan dan Guru menjelaskan tujuan
mempersiapkan siswa. pembelajaran, informasi latar
belakang pelajaran,
mempersiapkan siswa untuk
belajar.
Fase II
Mendemostrasikan pengetahuan Guru mendemostrasikan
atau keterampilan. keterampilan dengan benar,
atau menyajikan Informasi
tahap demi tahap.
Fase III
Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan
memberikan bimbingan dan
pelatihan awal.

Fase IV
Mengecek pemahaman dan Guru mengecek apakah siswa
memberikan umpan balik. telah berhasi melakukan tugas
dengan baik, memberi umpan
balik.
Fase V
Memberi kesempatan latihan Guru memberikan tugas
mandiri kepada siswa untuk
menerapkan keterampilan yang
baru saja diperoleh secara
mandiri.

2. Model Pembelajaran Konvensional

Menurut Lubis (Yuliyanto dkk, 2018) pembelajaran

konvensional adalah pembelajaran yang biasa dipakai guru

dalam pembelajaran salah satunya adalah metode verbal, yakni

metode ceramah. Putra (Yuliyanto dkk, 2018) menambahkan

bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran

sebagaimana umumnya guru mengajarkan materi kepada

siswanya. Guru mentrasfer ilmu pengetahuan kepada siswa,

sedangkan siswa hanya sebagai penerima. Berdasarkan beberapa

pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

konvesional adalan pembelajaran yang berpusat kepada guru dan

menggunakan metode ceramah.

Sanjaya (Setiyowati dan Pramukantoro, 2014) menyatakan

bahwa model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran

yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara


verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan

maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara

optimal. Tahap-tahap dari model pembelajaran konvensional

dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Fase / sintaks model pembelajaran konvensional

Tahap Tingkah Laku Guru


Tahap 1 :
Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua
tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut.
Tahap 2 :
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi
kepada siswa secara tahap
demi tahap dengan metode
ceramah.
Tahap 3 :
Mengecek pemahaman dengan Guru mengecek keberhasilan
menggunakan umpan balik siswa dan memberikan umpan
balik.
Tahap 4 :
Memberikan kesempatan untuk Guru memberikan tugas
latihan lanjutan tambahan untuk dikerjakan
dirumah.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Slavin (Ridho, 2011) Pembelajaran kooperatif adalah salah satu

bentuk pembelajaran yang didasarkan faham konstruktivis yang

berpandangan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar


menggunakan secara sadar strateginya sendiri dalam belajar,

sedangkan guru membimbing siswa ketingkat pengetahuan yang

lebih tinggi. Pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran yang melibatkan sejumlah siswa sebagai anggota

kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda, dalam

menyelesaikan tugas kelompoknya setiap siswa anggota

kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran yang mendorong siswa untuk lebih aktif dalam

proses belajar dan mampu bekerjasama dengan peserta didik lain

dalam kelompoknya. Hal ini bertujuan agar satu sama lain dapat

membantu sehingga diharapkan peserta didik lebih aktif, cakap,

terampil, dan berpengalaman serta dapat membantu peserta didik

yang mengalami kesulitan dalam belajar (Fiteriani dan Suarni,

2016). Sehubungan dengan ini, Cari (Fiteriani dan Suarni, 2016)

mengemukakan pembelajaran kooperatif ditandai oleh ciri-ciri

sebagai berikut:

a. Setiap anggota mempunyai peran;

b. Terjadi interaksi langsung antara peserta didik;

c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas

belajarnya dan juga teman-teman kelompoknya.


d. Peranan guru adalah membantu peserta didik

mengembangkan keterampilan interpersonal kelompok.

4. Model Pembelajaran Sinektik (Synectics)

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian sinektik (synectics),

tahap-tahap model sinektik (synectics), dan kelebihan dan kelemahan

Sinektik (Synectics). Berikut uraiannya.

a. Pengertian Model Pembelajaran Sinektik (Synectics)

Istilah sinektik (synectics) diambil dari bahasa Yunani, yang merupakan

gabungan kata syn berarti menggabungkan dan ectics berarti unsur yang

berbeda. Pada awalnya, sinektik (synectics) dikembangkan dalam dunia

industri namun dalam perkembangannya ternyata berjaya diterapkan

dalam dunia pendidikan dan dikenali sebagai salah satu model

pembelajaran yang berkesan untuk mengembangkan kreativitas

(Islamiah, 2017).

Model pembelajaran sinektik adalah salah satu model yang

termasuk pada rumpun pribadi atau model pribadi yang pengajaran non

direktif, latihan kesadaran, konseptual sistem dan pertemuan kelas. Hal

ini dimaksudkan untuk membuat model mengajar yang berorientasi

kepada perkembangan diri individu yang yang menitik beratkan kepada

psikologis individual dan pengembangan kreativitas melalui aktualisasi

diri, kesehatan mental, dan pengembangan kreativitas (Ramadhani,

2017).
Menurut Joyce (Ramadhani, 2017) mengemukakan bahwa model

sinektik adalah salah satu model mengajar yang termasuk kedalam

rumpun model pribadi (personel models). Hal ini dimaksudkan bahwa

dengan model pembelajaran sinektik, dirancang agar siswa mampu

memecahkan masalah (problem solver) dan untuk mengembangkan

produksi (product development) sehingga tumbuh kreativitas siswa

dalam mengatasi permasalahan yang terjadi.

Yousefi (Alia dkk, 2016) model pembelajaran sinektik (synectics)

merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna mengembangkan

kreativitas, dirancang oleh William J.J Gordon menerapkan prosedur

sinektik (synectics) untuk keperluan mengembangkan aktivitas

kelompok dalam organisasi-organisasi industri di mana individu dilatih

untuk mampu bekerja sama satu dengan yang lainnya. Model

pembelajaran sinektik (synectics) mendorong siswa untuk lebih mudah

memahami setiap konsep.

b. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Sinektik (Synectics)

Sinektik (synectics) merupakan suatu model yang menarik guna

mengembangkan kreativitas, dirancang William J.J Gordon dan kawan-

kawan. Islamiah (2017: 31) menjelaskan bahwa ada dua strategi yang

mendasari prosedur sinektik (synectics), yaitu :

1. Strategi pertama : menciptakan situasi yang baru

Strategi ini dirancang agar siswa memahami masalah, ide, atau produk

dalam sesuatu yang baru yang akhirnya memperjelas kreativitas.


Strategi ini membantu para siswa melihat sesuatu yang dikenalnya

melalui sesuatu yang tidak dikenal dengan menggunakan analogi-

analogi untuk menciptakan konsep jarak. Tahapan dari strategi ini

antara lain :

Tabel 3:

Tahap Tingkah Laku


Tahap pertama
Mendeskripsikan kondisi saat Guru meminta siswa untuk
ini. mendiskripsikan situasi atau
suatu topik yang mereka lihat
saat ini.
Tahap Kedua
Analogy langsung Siswa mengemukakan analogi
langsung, salah satu diseleksi
dan selanjutnya dikembangkan.
Tahap Ketiga
Analogy personal Para siswa menjadi analogi yang
diseleksinya pada fase kedua.
Tahap Keempat
Konflik padat Berdasarkan fase kedua dan
ketiga siswa mengemukakan
beberapa konflik dan dipilih
salah satu.
Tahap Kelima
Analogy langsung Para siswa mengembangkan dan
menyeleksi analogi langsung
lainnya berdasarkan konflik tadi.
Tahap Keenam
Memeriksa kembali tugas awal Guru meminta para siswa
meninjau kembali tugas atau
masalah yang sebenarnya dan
menggunakan analogi yang
terakhir atau pengalaman
langsung.
Sumber : Islamiah, 2017:32

2. Strategi Kedua: Memperkenalkan Sesuatu Yang Asing

Menjadi Tidak Asing Lagi

Strategi ini dirancang untuk membuat sesuatu yang baru, ide-ide yang

tidak dikenal menjadi lebih berarti. Strategi kedua memberikan

pemahaman para siswa untuk menambah dan memperdalam hal-hal

yang baru atau materi yang sulit. Berikut adalah tahapan dari strategi

yang kedua:

Tabel 4:

Tahap Tingkah Laku


Tahap Pertama
Input subtantif Guru menyajikan suatu informasi
yang baru.
Tahap Kedua
Analogy langsung Guru mengusulkan analogi
langsung dan meminta siswa
mendeskripsikannya.
Tahap Ketiga
Analogy langsung Guru meminta siswa menjadi
analogi langsung.
Tahap Keempat
Membedakan analogy Para siswa menjelaskan dan
menerangkan kesamaan antara
materi yang baru dengan analogi
langsung.
Tahap Kelima
Menjelaskan perbedaan Para siswa menjelaskan mana
analogi-analogi yang tidak sesuai.
Tahap Keenam
Eksplorasi Para siswa mengeksplorasi
kembali kebenaran topik dengan
\ batasan-batasan mereka.
Tahap Ketujuh
Membuat analogy Para siswa menyiapkan analogi
langsung dan menjelajahi
persamaan dan perbedaannya
Sumber : Islamiah, 2017:33

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Sinektik

(Synectics)

Menurut Humalik (Islamiah, 2017: 34) model pembelajaran sinektik

(synectics) mempunyai beberapa kelebihan antara lain:

1. Bermanfaat untu mengembangkan pengertia baru pada diri siswa

tentang sesuatu masalah sehingga dia sadar bagaimana

bertingkah laku dalam situasi tertentu.

2. Dapat mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi

pada diri siswa tentang materi baru.

3. Dapat mengembangkan berpikir kreatif, baik pada diri siswa

maupun pada guru.

4. Dilaksanakan dalam suasana kebebasan intelektual dan

kesamaan martabat antar siswa.


5. Membantu siswa menemukan cara berfikir baru dalam

memecahkan suatu masalah.

Selain kelebihan yang telah dijelaskan diatas, model pembelajaran

sinektik (synectics) juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

1. Sulit dilaksanakan bagi guru dan siswa sudah biasa

melaksanakan pada penyampaian informasi, yang terutama

tertuju pada pengembangan aspek intelektual.

2. Karena model ini menitik beratkan pada berfikir reflektif dan

imajinatif dalam kegiatan yang terjadi dalam situasi tertentu,

maka ada kemungkinan siswa kurang menguasai fakta-fakta dan

prosedur melaksanakan sesuatu keterampilan.

3. Untuk memecahkan masalah-masalah ilmiah, maka sangat

diperlukan lingkungan yang memadai dan laboratorium atau

sumber-sumber yang serasi dan memadai, yang mungkin belum

terjangkau oleh sekolah-sekolah yang belum maju.

4. Strategi menuntut agar guru mampu menempatkan diri sebagai

pemrakarsa dan pembimbing, kemampuan mana belum tentu

dimiliki oleh semua guru.

Berdasarkan uraian tersebut, guru diharapkan dapat menganalisis

kelebihan dan kekurangan dari masing-masing model pembelajaran

tersebut juga dapat dikombinasikan dalam proses pembelajaran,

namun tidak terlepas dari kesesuaian materi yang dipelajari.

5. Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu bidang yang sangat menarik untuk dikaji

namun cukup rumit sehingga menimbulkan berbagai perbedaan pandangan

tergantung bagaimana mendefinisikannya (Laduni, 2017). Menurut

Lumsdaine (Laduni, 2017) bahwa kreativitas suatu aktivitas dinamis yang

melibatkan proses-proses mental secara sadar maupun tidak sadar dan

kreativitas melibatkan seluruh bagian otak.

Solso (Laduni, 2017) menjelaskan kreativitas diartikan sebagai suatu

aktivistas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai

suatu bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis

(selalu dipandang menurut kegunaannya. Sedangkan menurut Hurlock

(Laduni, 2017) menjelaskan kreativitas sebagai kemampuan seseorang

untuk menghasilkan kompisisi, produk atau gagasan apa saja yang pada

dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.

6. Pengaruh Model Pembelajaran Sinektik (Synectics) Terhadap

Kreativitas Belajar

Pembelajaran menggunakan model sinektik (synectics) diharapkan

mempunyai pengaruh terhadap kreativitas siswa, karena hal ini, usaha tim

peneliti untuk berkontribusi ikut memikirkan dan terlibat langsung dalam

mengembangkan kreativitas siswa dengan dan kemampuan guru dengan

mengembangkan berbagai metode dan media guna meningkatkan kreativitas

siswa dalam pembelajaran matematika (Listyani, 2008). Meningkatnya

kreativitas siswa dalam model pembelajaran sinektik (synectics) disebabkan

oleh perlakuan dalam prosespembelajaran.


Model pembelajaran sinektik (synectics) terdapat beberapa kelebihan.

Kelebihan model pembelajaran sinektik (synectics) menurut Mutmainah dan

Aquami (2016) adalah model ini bermanfaat untuk mengembangkan

pengertian baru pada diri siswa tentang suatu masalah sehingga dia sadar

bagaimana bertingkah laku dalam situasi tertentu, model ini bermanfaat

karena dapat mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi pada

diri siswa tentang materi baru, model ini dapat mengembangkan berpikir

kreatif baik pada diri siswa maupun guru, model ini dilaksanakan dalam

suasana kebebasan intelektual dan kesamaan martabat antara siswa, model

ini membantu siswa menemukan cara berpikir baru dalam memecahkan

suatu masalah. Kegiatan ini juga dapat memberikan pengalaman kepada

siswa dengan macam-macam keterampilan. Para siswa juga akan menjadi

terbiasa untuk belajar pada sumber bukan hanya pada guru .

Berdasarkan dari kelebihan sinektik (synectics) yang diuraikan diatas

siswa diberi kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung yang

diselingi dengan kreativitas dalam mengerjakan soal yang mana proses ini

dapat meningkatkan interaksi antar siswa daan guru serta memudahkan

pengelolaan kelas dalam pembelajaran. Model pembelajaran sinektik

(synectics) adalah salah satu model yang termasuk pada rumpun pribadi atau

model pribadi yang pengajaran non direktif, latihan kesadaran, konseptual

sistem dan pertemuan kelas (Ramadhani, 2017).


Langkah – langkah pembelajaran dalam model pembelajaran sinektik

(synectics) oleh Mutmainah dan Aquami (2016) dikembangkan oleh peneliti

seperti pada tabel berikut ini.

a. Strategi satu : menciptakan sesuatu yang baru

Fase 1 : Deskripsi kondisi sekarang

Guru meminta peserta didik mendeskripsikan situasi atau topic yang

dilihatnya pada saat ini.

Fase 2 : Analogi langsung

Peserta didik menyarankan analogi langsung, memilih, dan

mengeksplorasinya.

Fase 3 : Analogi personal

Peserta didik “menjadi” analogi yang dipilihnya pada fase 2

Fase 4 : Penekanan konflik

Peserta didik mengambil deskripsi pada fase 2 dan fase 3, menyarankan

beberapa penekanan konflik, dan memilih salah satu.

Fase 5 : Analogi langsung

Mengembangkan dan memilih analogi langsung yang lain berdasarkan

penekanan konflik.

Fase 6 : Memeriksa kembali ke tugas awal

Guru meminta siswa kembali ke tugas atau permasalahan awal dan

menggunakan analogi terakhir untuk pengalaman sinektik.

b. Strategi kedua: membuat sesuatu yang asing menjadi dikenal


Fase 1 : Menyediakan Input

Guru Menyediakan informasi atau topik baru.

Fase 2 : Analogi langsung

Guru menyarankan analogi langsung dan meminta peserta didik

mendeskripsikan analogi.

Fase 3 : Analogi personal

Guru meminta peserta didik “menjadi” analogi langsung.

Fase 4 : Membandingkan analogi

Peserta didik mengindentifikasikan dan menjelaskan kesamaan antara

bahan yang baru dengan analogi langsung

Fase 5 : Menjelaskan perbedaan

Peserta didik menjelaskan letak ketidaksesuaian analogi.

Fase 6 : Eksplorasi

Peserta didik mengeksplorasi kembali topik awal dengan menggunakan

bahasanya sendiri.

Fase 7 : Mengembangkan analogi

Peserta didik memberikan analogi sendiri dan mengekspolasi kesamaan

seta perbedaannya.

Model pembelajaran sinektik (synectics) diyakini dapat meningkatkan

kreativitas belajar siswa. Hal ini didukung oleh pendapat seorang

peneliti (Mutmainah dan Aquami, 2016) mengkaji tentang penerapan


model sinektik (synectics) terhadap kreativitas belajar siswa pada mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas V di Madrasah Ibtidaiyah

Hijriyah II Palembang.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran

sinektik (synectics) mempunyai pengaruh dalam meningkatkan

kreativitas siswa. Simpulan tersebut didasarkan pada hal sebagai

berikut: bahwa ada perbedaan kreativitas belajar siswa yang signifika

yang diajar dengan menerapkan model pembelajaran sinektik

(synectics) dan yang tidak menggunakan model pembelajaran sinektik

(synectics), dapat dilihat dari hasil uji t hitung yang besarnya diperoleh

dalam perhitungan (t0 = 9,79) sedangkan besarnya t yang tercantum

pada tabel t (tt 5% = 2,00 dan tt 1% = 2,65). Maka hipotesis nihil (H0) yang

dijukan ditolak. ini berarti terdapat perbedaan kreativitas belajar siswa

kelas V yang menerapkan model pembelajaran sinektik (synectics) dan

yang tidak menggunakan model pembelajaran sinektik (synectics).

B. Kerangka Pikir

Berdasarkan proses pembelajaran siswa kelas IX SMP Negeri 1 Majene, melalui

observasi awal yang dilakukan oleh peneliti sehingga peneliti melihat kreativitas

siswa masih rendah terutama pada mata pelajaran matematika. Hal itu disebabkan

oleh metode pembelajaran yang masih menggunakan model pembelajaran

konvensional sehingga siswa kurang aktif terhadap mata pelajaran matematika

dan kurang memperhatikan pelajaran yang disampaikan oleh guru.


Penggunaan variasi pembelajaran yang berbeda-beda dan tidak monoton

dalam kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang besar terhadap

pembelajaran dan terhadap pemahaman isi pelajaran, penggunaan variasi

pembelajaran yang berbeda-beda akan lebih menjamin terjadinya pemahaman

yang lebih baik pada siswa. Menggunakan model pembelajaran sinektik

(synectics) diharapkan dapat meningkatkan kreativitas siswa yang masih rendah

sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pikir dalam penelitian ini

dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Kreativitas Matematika Siswa Masih Tergolong


Rendah

Kegiatan Belajar Mengajar

Guru Siswa

Model Pembelajaran Sinektik (Synectics)

Temuan

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Apakah kreativitas siswa dengan


menerapkan model pembelajaran sinektik (synectics) lebih tinggi dibandingkan

kreativitas siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

H0 = Rata-rata kreativitas siswa dengan menerapkan model pembelajaran

sinektik (sinectics) lebih rendah atau sama dengan rata-rata kreativitas

siswa dengan menerapkan model pembelajaran konvensional.

H1 = Rata-rata kreativitas siswa dengan menerapkan model pembelajaran

sinektik (synectics) lebih tinggi dibandingkan rata-rata kreativitas

siswa dengan menerapkan model pembelajaran konvensional.

1. Hipotesis Statistik

H 0 : μ1 ≤ μ0

H1 : μ1 > μ0

Keterangan:

μ1=¿ Rata-rata kreativitas siswa pada kelas eksperimen

μ0 = Rata-rata kreativitas siswa pada kelas kontrol


DAFTAR PUSTAKA

Ely Agus Setiyowati & J.A. Pramukantoro, 2014. Model Pembelajaran Kooperatif

Murder Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Kompetensi Inti

Teknik Elektronika Di SMK Negeri 1 Nganjuk. Jurnal Pendidikan

Teknik Elektro. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014, 155 – 162.

Endang Listyani dkk, 2008. Mengembangkan Kreativitas Siswa Pada

Pembelajaran Matematika Di SMP Bilingual. PYTHAGORAS, Vol.4,

No.2, Desember 2008: 74-90.

Gunarto, 2013. Model Dan Metode Pembelajaran Di Sekolah. UNISSULA PRESS,

Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Hamka L & Muhammad Nur Arsyad, 2015. Keefektifan Penerapan Model

Pembelajaran Langsung Pada Materi Sistem Gerak Di SMA Negeri 1

Donri-Donri. Jurnal Bionature, Volume 16, Nomor 1, April 2015, hlm.

58-64.

Hasratuddin, 2014. Pembelajaran Matematika Sekarang dan yang akan Datang

Berbasis Karakter. Jurnal Didaktik Matematika, ISSN: 2355-4185, Vol.

1, No. 2, September 2014.


Ida Fiteriani & Suarni, 2016. Model Pembelajaran Kooperatif Dan Implikasinya

Pada Pemahaman Belajar Sains Di SD / MI (Studi PTK DI Kelas II

MIN 3 WatesLiwa Lampung Barat). Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran Dasar, Volume 3 Nomor 2 Desember 2016.

Indrawati, 2011. Perencenaan Pembelajaran Fisika: Model-Model Pembelajaran

Implementasinya Dalam Pembelajaran Fisika. Modul, Kementerian

Pendidikan Dan Kebudayaan , Universitas Jember, Fakultas Keguruan

Dan Ilmu Pendidikan

Marlina, 2015. Pengaruh Penerapan Model Pengajaran Langsung (Direct


Instruction) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X MAN PEUDADA
Pada Materi Kebutuhan Manusia. Jurnal Sains Ekonomi dan Edukasi,
JSEE – Vol. III, No. 1 April 2015.

Martin Bernard & Arif Sunaryo, 2019. Analisis Motivasi Belajar Siswa MTs
Dalam Pembelajaran Matematika Materi Segitiga Dengan Berbantuan
Median Javascript Geogebra. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan
Matematika, Volume 04, No. 01, Mei 2020, pp. 134-143.

Muhammad Darwis Dasopang, 2017. Belajar Dan Pembelajaran. Jurnal Kajian


Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol. 03 No.2 Desember 2017

M. Laduni, 2017. Kreativitas Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah


Matematika Terbuka Ditinjau Dari Kemampuan Matematika. Jurnal
Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol. 6, No. 1, April 2017.
Nidawati, 2013. Belajar Dalam Perspektif Psikologi Dan Agama. Jurnal Pionir,
Volume 1, Nomor 1, Juli-Desember 2013.

Nur Alia dkk, 2016. Efektivitas Perbandingan Model Pembelajaran Synectic


Dengan Model Konvensional (Ceramah) Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Biotek Volume 4 Nomor 2 Desember
2016.

Nurul Islamiah, 2017. Efektivitas Model Pembelajaran Synectics Dalam


Pendekatan Hasil Belajar IPA Dan Kemampuan Berpikir Kreatif. Tesis.
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Program Pascasarjana,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang, 2017

Nur Ridho, 2011. Model Pembelajaran Kooperatif. Publish: 27-07-2011,


15:02:17

Rusman, 2017. Belajar & Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta

Sahimin, Wahyuddin Nur Nasution & Edi Saputra, 2017. Pengaruh Model
Pembelajaran Dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar PAI Siswa
Kelas VII SMP Negeri 1 Kabanjahe Kabupaten Karo. Edu Riligia: Vol.
1 No.2 April-Juni 2017.

Sri Ramadhani, 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Sinektik Dan Penguasaan


Kosakata Terhadap Keterampilan Menulis Puisi Siswa Kelas V SDN
066041 Medan. Mahasiswa Pendidikan Dasar Universitas Negeri
Medan.
Suhendri., H. 2010. Pengaruh Kecerdasan Matematis-Logis dan Kemandirian
Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Formatif 1.1: 29 –
39. Program Studi Pendidikan Matematika.

Ummi Mutmainah & Aquami, 2016. Penerapan Model Sinektik (Synectics)


Terhadap Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam Kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Hijriyah II
Palembang. Jurnal Ilmiah PGMI, Volume 2, Nomor 1, Januari 2016.

Vina Rahmayanti, 2016. Pengaruh Minat Belajar Siswa Dan Persepsi Atas Upaya
Guru Dalam Memotivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar
Bahasa Indonesia Siswa SMP Di Depok. Jurnal SAP Vol. 2 Desember
2016.

Anda mungkin juga menyukai