Anda di halaman 1dari 25

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka
1. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Analisis Dilema Moral
a. Pengertian Model Pembelajaran
1) Pengertian Model
Penggunaan istilah model biasanya lebih dikenal dunia fashion.
Sebenarnya, dalam pembelajaran istilah model juga banyak dipergunakan.
Karena model dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang
digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi
petunjuk kepada guru di kelas. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
Susunan W.J.S Poerwadarminta yang diolah kembali Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional (2007: 773) model diartikan sebagai
contoh, pola acuan, atau ragam.
Soli Abimanyu dkk. (2008: 3) menyatakan bahwa model diartikan
sebagai kerangka konseptual yang digunakan dalam melakukan sesuatu
kegiatan. Mills dalam Agus Suprijono (2009: 45) berpendapat bahwa model
adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak
berdasarkan model itu.
Menurut Brown dalam Murbiana Dhieni dkk. (2006: 11) model
didefinisikan sebagai benda nyata yang dimodfikasi. Sementara Henich
menyebutkan hal yang senada mengenai model yaitu gambaran yang
berbentuk tiga dimensi dari sebuah benda nyata.
Berdasarkan beberapa pengertian itu dapat disimpulkan model
adalah suatu pola atau acuan yang digunakan dalam melakukan sesuatu
kegiatan.
2) Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata belajar, yang artinya proses
committerorganisasi
pembentukan tingkah laku secara to user (Sholahuddin, M.,1996: 28).

11
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk


pembelajaran siswa, bagaimana memperoleh dan memproses pengetahuan,
keterampilan dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 157).
Menurut Sudjana (dalam Nini Subini, 2012: 6), “pembelajaran
merupakan semua upaya yangdilakukan dengan sengaja oleh pendidik
(guru/dosen) kepada peserrta ddidik (murid/mahasiswa) untuk melakukan
kegiatan belajar”.
Sedangkan, menurut Sadiman (dalam Warsita, 2008: 85)
“pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau
suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan
belajar”. Pembelajaran adalah bagaimana kurikulum itu disajikan kepada
peserta didik. Disini ada interaksi antara agen pengajaran dan seorang
individu atau lebih untuk ikut belajar pengetahuan yang sesuai bagi peserta
didik untuk belajar (Anitah, Sri, 2009:27).
Istilah Pembelajaran merupakan terjemahan dari “learning”.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan. (Oemar Hamalik, 1999: 57).
Menurut Damyati (2002: 159) pembelajaran berarti meningkatkan
kemampuan kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperkembangkan bersama dengan
perolehan pengalaman-pengalaman belajar sesuatu. Perolehan pengalaman -
pengalaman merupakan suatu proses yang berlaku secara deduktif atau
induktif atau proses yang lain.
Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu pengalaman belajar
siswa yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan
dan prosedur untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan
keterampilan.
commit to user
3) Pengertian Model Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Model pembelajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan


sistem belajar yang tidak dapat dipisahkan dari sistem lainnya. Menurut
Joyce dalam Triyanto (2007: 5) model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan
untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran.
Menurut Arends dalam Agus Suprijono (2009: 46), model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha
Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan
4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial;
(2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4)
model modifikasi tingkah laku.
Menurut Sugiyanto (2007: 3) ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih model atau strategi pembelajaran, yaitu: a)
Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; b) materi ajar; c) kondisi siswa; d)
ketersediaan sarana prasarana belajar.
Menurut Sanjana dalam Sugiyanto (2007: 3) menjelaskan ada 8
prinsip dalam memilih strategi pembelajaran : (a) berorientasi pada tujuan;
(b) mendorong aktivitas siswa; (c) memperhatikan aspek individual siswa;
(d) menantang siswa untuk berpikir; (e) menimbulkan proses belajar yang
menyenangkan; (f) mampu memotivasi siswa belajar lebih lanjut; (g)
mendorong proses interaksi.
Menurut Joice dan Weil dalam Soli Abimanyu (2008: 3.11) model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
commit
tujuan pembelajaran tertentu dan tobefungsi
user sebagai pedoman bagi para
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

perancang pembelajaran dan para pengajar dalam melaksanakan aktivitas


pembelajaran.
Menurut Arends dalam Triyanto (2007: 7) menyatakan the term
teaching model refers a particular approach instruction that includes its
goals, syntax, environment, and management system. Istilah model
pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu,
tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan pengelolaan.
Model pembelajaran merupakan bagian dari rencana pelaksanaan
pembelajaran yang diterapkan oleh seorang guru. Guru memiliki wewenang
dalam pemilihan model pembelajaran yang tepat pada pembelajaran agar
tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Pardamean (2011)
mengemukakan bahwa model pembelajaran akan memudahkan dalam
pencapaian tujuan pembelajaran sebab telah jelas langkah-langkah yang
akan ditempuh sesuai dengan waktu yang tersedia, tujuan yang hendak
dicapai, kemampuan daya serap siswa serta ketersediaan media yang ada,
dapat dijadikan sebagai alat untuk mendorong aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Karena model pembelajaran memiliki ragam yang banyak
maka guru harus mampu secara selektif memilih model yang tepat sesuai
dengan pembelajaran dan pembentukan karakter peserta didik.
Menurut Nieveen dalam Trianto (2009:25), suatu model
pembelajaran dapat dikatakan baik jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
sahih (valid), praktis, efektif. Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan atau
materi tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model
pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya materi
pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa dan sarana atau fasilitas
yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
Dengan demikian dapat disimpulkan model pembelajaran
merupakan salah satu bagian dari keseluruhan sistem belajar yang tidak
dapat dipisahkan dari subcommit to user
sistem yang lain. Model pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

berhubungan dengan perencanaan yang dipilih untuk menyampaikan materi


pelajaran dalam lingkungan instruksional tertentu. Hal tersebut meliputi
lingkup dan urutan kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses belajar
mengajar, agar dapat diberikan kemudahan dan fasilitas kepada siswa dalam
setiap mencapai tujuan pembelajaran dengan hasil yang maksimal. Dalam
hal ini, model pembelajaran analisis dilema moral digunakan sebagai
variabel X yaitu variabel yang mempengaruhi.

b. Pengertian Analisis Dilema Moral


Ada 4 model pembelajaran moral untuk mengembangkan karakter yang
secara impirik telah teruji kehandalannya (Simon, 2005), model tersebut
adalah: (1) Human Modelling, (2) Dilema Moral, (3) VCT, (4) Moral Care.
Disamping keempat model di atas ada beberapa model yang sudah lama/sering
digunakan oleh guru dalam pembelajaran PKn, diantaranya adalah model
Cooperative Learning dan model/sistem Among Ki Hajar Dewantoro. Model-
model pembelajaran moral di atas sudah lama dikaji dan digunakan oleh para
dosen/guru PKn, dan cocok diadaptasi dalam pembelajaran PKn untuk
membina, sikap, perilaku dan moral, serta mengembangkan karakter bangsa
Indonesia.
Pembelajaran berbasis dilema moral dengan memperhatikan
perkembangan moral kognitif memposisikan guru yang berperan dengan dua
tanggung jawab utama, di satu pihak kognitif, di pihak lain kognitif yang
memiliki bobot afektif dengan tugas sebagaimana dikemukakan Hakam, Kama
Abdul (2007:192) sebagai berikut:
1) Membantu siswa mengembangkan tingkat penalaran moral yang
lebih tinggi melalui pengajaran terbimbing (yaitu menggunakan
situasi dilema moral disertai penyelidikan atau pertanyaan yang
tepat)
2) Membantu para siswa mengembangan lingkungan moral yang lebih
adil yang akhirnya akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan
sekolah.
Pembelajaran berbasis dilema moral secara substansi membuat siswa
dilematis secara moralitas halcommit to user
ini dikarenakan dalam proses pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

siswa menggunakan penalaran moral untuk memecahkan masalah dalam


dilema yang disajikan.
Vishalache Balakrishnan (2004), mengungkapkan bahwa :
“Dilema moral merupakan suatu keadaan apabila individu atau
sekumpulan masyarakat menghadapi satu situasi berkonflik di mana
terdapat beberapa pilihan dalam membuat sesuatu keputusan moral.
Selalunya, satu dilema moral mengandungi satu isu, dan beberapa
watak tertentu di mana seseorang itu terpaksa membuat sesuatu
keputusan. Dilema moral boleh dibahagi kepada dua yang utama yaitu
dilema jenis hipotetikal (situasi berkonflik yang dicipta/direka) dan
dilema jenis kehidupan sebenar (situasi moral yang benar-benar
berlaku dalam kehidupan seseorang individu). Dilema moral merujuk
kepada sesuatu keadaan di mana terdapatnya konflik nilai dan
memerlukan seseorang membuat pilihan nilai dan beri sebab atau
justifikasi atas keputusannya”.
Tokoh model dilema moral Kohlberg (1966), menekankan aspek
kognitif (moral rational) model ini pernah dikembangkan oleh Sjarkawi (1996)
dalam disertasinya. Pembelajaran dilema moral ini mengangkat/ mengambil
isu-isu moral yang didalamnya mengandung konflik-konflik nilai sebagai
bahan ajarnya. Konflik nilai adalah suatu benturan tuntutan/
kepentingan/kebutuhan yang terkait dengan nilai moral yang sengaja
dimunculkan dalam materi pembelajaran, dengan harapan siswa dapat
mempertimbangkan keputusan yang diambil dengan alasan-alasan yang secara
moral dapat diterima akal. Melalui ”diskusi” sebagai metode utamanya
pembelajar disuruh atau diajak memberikan alasan-alasan, mempertimbangkan,
dan memilih alasan yang paling benar untuk mengambil keputusan yang tepat
dalam menghadapi dilema moral. Putusan yang diambil harus sesuai dengan
moral, agama, dan kontekstual dengan kehidupan yang ada.
Kohlberg (Duska & Whelan, 1982, hlm. 58), mengembangkan suatu
instrumen, dimana di dalam instrumen itu terdapat beberapa cerita yang
melibatkan pembaca kedalam suatu dilema moral. Setelah itu, dibuatlah
pertanyaan-pertanyaan mengenai cerita dilema tersebut beserta alasannya. Hal
tersebut dilakukan untuk mendapatkan jawaban yang lebih mendalam (probing
questions).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Cara melaksanakan pendekatan perkembangan moral kognitif ialah


seperti yang berikut:
1) Mengemukakan satu dilema moral dan soalan probe untuk seseorang
berfikir tentang beberapa alternatif dalam dilemma tersebut.
2) Membuat pilihan moral dan memberi sebab ke atas pilihan tersebut
3) Berdasarkan kepada sebab yang diberikan tentukan peringkat
pertimbangan moral
4) Tambah soalan probe untuk meningkatkan tahap pemikiran moral
murid.
(Kohlberg, 1966).
Dalam menggunakan pendekatan ini, seorang guru harus menerima
pendapat pelajar dengan pikiran terbuka dan membimbing mereka
mempertingkatkan tahap penaakulan moral mereka. Fokus dalam pendekatan
ini ialah proses (struktur) bukan keputusan (kandungan) pertimbangan. Oleh
karena pendekatan ini lebih memokuskan kepada aspek kognitif moral, maka
guru perlu menggunakan pendekatan lain supaya aspek emosi moral dan
perlakuan moral diberikan penekanan yang setara.
Teori Kohlberg dinilai paling konsisten dengan teori ilmiah, peka untuk
membedakan kemampuan dalam membuat pertimbangan moral, mendukung
perkembangan moral, dan melebihi berbagai teori lain yang berdasarkan
kepada hasil penelitian empiris. Berdasarkan teorinya bahwa satu atau
beberapa jawaban dari suatu cerita dilema moral belum cukup untuk
mengetahui tahapan perkembangan suatu individu. Oleh karena itu dibuatlah
beberapa tes dilema dengan pertanyaan yang banyak, sehingga memungkinkan
pola jawaban yang dapat evaluasi mengenai tahap penalaran moral. Menurut
Kohlberg, bahwa tahapan perkembangan individu yang ideal yaitu selalu maju.
Adapun Faktor yang dapat mempengaruhi penalaran moral individu
adalah: (a) Faktor-faktor afektif, seperti kemampuan untuk berempati dan
kemampuan rasa bersalah, (b) Jumlah keanekaragaman pengalaman sosial
melalui interaksi sosial (c) Kesempatan untuk mengambil sejumlah peran (role
playing opportunities) (Delfia, 2010: 39).
Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan perkembangan
kognitif ini adalah dengan menyajikan nilai cerita faktual yang kemudian
commit to user
dibahas dalam kelompok-kelompok kecil. Melalui bacaan singkat atau film,
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

siswa disajikan dengan cerita yang melibatkan satu atau lebih karakter yang
dihadapkan pada dilema moral. Siswa diminta untuk menyatakan apa yang
harus dilakukan oleh orang dalam cerita tersebut dan dengan memberikan
alasan untuk jawaban tersebut, dan kemudian mendiskusikannya dengan orang
lain. Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa mengekspos siswa untuk tingkat
yang lebih tinggi dari penalaran melalui diskusi kelompok merangsang mereka
untuk mencapai tahap berikutnya dari perkembangan moral.
Menurut Galbraith dan Jones Zakaria (dalam Teuku Ramli, 2000),
terdapat tiga variabel penting di dalam diskusi kelompok berkaitan dengan
permasalahan moral agar berjalan efektif, dan dengan demikian, terdapat
peningkatan perkembangan moral pada siswa. Tiga variabel tersebut adalah:
1) Cerita yang menyajikan konflik nyata pada seorang yang menjadi
tokoh utama, termasuk sejumlah isu moral yang perlu
dipertimbangkan, dan isu/permasalahan yang menghasilkan
perbedaan pendapat antara siswa tentang respon yang tepat untuk
situasi-situasi tersebut.
2) Seorang pemimpin yang dapat membantu untuk memfokuskan
pembahasan pada penalaran moral.
3) Iklim kelas yang mendorong siswa untuk mengekspresikan
penalaran moral mereka secara bebas.
Menurut C. Asri Budiningsih (2009), “model pembelajaran dilema
moral dipercaya mampu mengembangkan penalaran moral dan keimanan.
Pembelajaran dilema moral merupakan upaya mengembangkan struktur
kognitif seseorang bukan mentransfer nilai-nilai moral”. Strategi yang
digunakan adalah siswa dihadapkan pada situasi konflik atau dilema-dilema
moral yang merangsang pikiran tentang keadilan, kesamaan hak, kemerdekaan,
tanggung jawab, dan lain lain. Pendekatan ini menekankan pada penalaran atau
pemikiran moral (moral thinking) dari pada tindakan moral (moral action),
dengan asumsi bahwa penalaran atau pemikiran moral akan mengarahkan
tindakan moral (Kohlberg, 1980: 31; Cremers, 1995: 28).
Teori belajar humanistik mengganggap bahwa keberhasilan terjadi jika
peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya. commit to user humanistik menempatkan guru
Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

sebagai pembimbing dengan memberi pengarahan pada peserta didik untuk


dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia yang unik untuk
mewujudkan potensi-potensi yang dimilikinya. Guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh
tujuan pembelajaran. Peserta didik perlu melakukan sesuatu berdasarkan
inisiatifnya dengan melibatkan pribadinya secara utuh yang mencakup baik
perasaan maupun intelektualnya dalam proses pembelajaran agar memperoleh
hasil. Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Proses belajar itu sendiri
memungkinkan peserta didik untuk memahami potensi diri, mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif. Teori belajar humanistik dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni
2010: 142) dijelaskan bahwa:
Aliran humanistik memandang belajar bukan sekadar pengembangan
kualitas kognitif saja, melainkan juga sebuah proses yang terjadi
dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain
yang ada. Domain-domain tersebut meliputi domain kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik dalam
pembelajaran menekankan pentingnya emosi atau perasaan,
komunikasi yang terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap
siswa. Sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar itu
tidak hanya tujuan dalam domain kognitif saja, tetapi juga
bagaimana siswa menjadi individu yang bertanggungjawab, penuh
perhatian terhadap lingkungannya, mempunyai kedewasaan emosi
dan spiritual. Dalam aliran humanistik ini guru lebih menekankan
nilai-nilai kerjasama, saling membantu dan menguntungkan,
kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses
pembelajaran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis dilema moral
merupakan analisis yang menggunakan metode diskusi tentang isu-isu moral
yang didalamnya mengandung konflik-konflik nilai sebagai bahan ajarnya,
dengan harapan siswa dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan
yang diambil dengan alasan-alasan yang secara moral dapat diterima akal
commit to user
dalam menghadapi dilema moral.
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

c. Tahap-tahap Analisis Dilema Moral


Langkah dan strategi analisis nilai dalam dilema moral ini hampir sama
dengan pembelajaran VCT, memang karena dilema moral adalah pelaksanaan
dari metode VCT. Namun analisis dilema dilema moral bisa berdiri sendiri
tanpa bantuan metode VCT. Menurut Djahiri (1985: 63) tahapan analisis
dilema moral adalah sebagai berikut:
1) Penentuan stimulus yang bersifat dilematik, membuat nilai yang
kontras/konflik.
2) Penyajian stimulus, misalnya melalui peragaan, membacakan atau
meminta bantuan siswa membawakan/memperagakannya:
3) Penyimpulan penentuan posisi/pilihan/pendapat melalui:
4) Menguji alasan mencakup kegiatan:
a) Meminta argumentasi siswa/kelompok/kelas
b) Pemantapan argumen melalui:
5) Pengarahan,melalui:
a) Kesimpulan para siswa/kelompok/kelas
b) Penyimpulan dan pengarahan guru (sesuaikan dengan target nilai dan
materi pembelajaran)
6) Tindak lanjut (follow up) berupa:
a) Kegiatan perbaikan/remedial atau pengayaan
b) Kegiatan ekstra/latihan/penerapan uji coba

d. Definisi Konseptual Model Pembelajaran Analisis Dilema Moral


Model pembelajaran analisis dilema moral merupakan analisis yang
menggunakan metode diskusi tentang isu-isu moral yang didalamnya
mengandung konflik-konflik nilai sebagai bahan ajarnya, dengan harapan
siswa dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang diambil
dengan alasan-alasan yang secara moral dapat diterima akal dalam menghadapi
dilema moral.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

e. Definisi Operasional Model Pembelajaran Analisis Dilema Moral


Berdasarkan pemikiran tentang model pembelajaran analisis dilema
moral dari beberapa ahli tersebut, maka indikator tahapan model pembelajaran
analisis dilema moral adalah sebagai berikut :
1) Penentuan situasi yang bersifat dilematik. Penentuan ini melalui pemilihan;
para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari sejumlah
alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibatnya.
2) Penyajian situasi (pengalaman belajar) melalui membicarakan atau peragaan
dengan melibatkan peserta didik, dengan cara: pengungkapan pokok
masalah, identifikasi fakta, menentukan kesamaan pengertian, dan
menentukan masalah utama yang akan dipecahkan yang terdapat dalam
stimulus berupa video. Stimulus berupa video berisi tentang liputan
peristiwa yang dirancang oleh guru sesuai dengan materi pembelajaran.
3) Penentuan posisi/pendapat melalui: penentuan pilihan individual, penentuan
pilihan kelompok dan kelas, klarifikasi atas pilihan-pilihan terhadap
stimulus yang disajikan guru.
4) Menguji alasan dengan: meminta argumentasi, memantapkan argument
dengan analogi, mengkaji akibat-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan
dari kenyataan yang bisa dilakukan melalui presentasi. Siswa menghargai
pilihannya serta memperkuat dan mempertegas pilihannya.
5) Penyimpulan dan pengarahan. Siswa dan guru bersama-sama untuk
menyimpulkan dari berbagai pendapat dan guru memberikan pengarahan
untuk menanamkan nilai yang dianggap baik.
6) Tindak lanjut dilakukan melalui berbuat. Siswa melakukan perbuatan yang
berkaitan dengan pilihannya, mengulangi perilaku sesuai dengan nilai
pilihannya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

2. Tinjauan Tentang Sikap Peduli Sosial Siswa pada KD Menampilkan


Sikap Positif Terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat
a. Pengertian Sikap Peduli Sosial
Dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa: “Sikap
adalah bentuk tubuh, cara berdiri, tegak teratur, atau dipersiapkan untuk
bertindak, melakukan sesuatu langkah atau tindakan, pasangan atau mengambil
jurus dalam pencak silat dan sebagainya, perbuatan dan sebagainya yang
berdasar pendirian, pendapat atau keyakinan” (Wahyu, 2006:545).
Sikap adalah salah satu tipe karakteristik afektif yang penting. Sikap
merupakan suatu kecendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka
terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan
menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima
informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran,
tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu.
Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan
sebagainya (Sudrajat, 2008).
Ranah penilaian hasil belajar afektif adalah kemampuan yang
berkenaan dengan perasaan, emosi, sikap/derajat penerimaan atau penilaian
suatu obyek. Anderson (dalam Robert K. Gable; Tim Pekerti, 2007),
menyatakan bahwa aspek-aspek afektif meliputi: attitude/sikap, self
concept/self-esteem, interest, value/beliefs as to whatshould be desired.
Menurut Bloom 1987 (Tim Pekerti, 2007) aspek-aspek domain afektif ada 6,
yaitu: menerima/mengenal, merespon/berpartisipasi, reaksi terhadap gagasan,
menilai/menghargai, mengorganisasi, dan mengamalkan.
Indikator afektif merupakan sikap yang diharapkan saat dan setelah
siswa melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran. Indikator afektif disusun
dengan menggunakan kata kerja operasional dengan objek sikap ilmiah.
Beberapa contoh sikap ilmiah adalah: berlaku jujur, peduli, tanggung jawab,
dan sebagainya. Selain itu, indikator afektif juga perlu memunculkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

keterampilan sosial misalnya: bertanya, berpendapat, menjadi pendengar yang


baik.

Gambar 2.1 Contoh Kata Kerja Operasional yang Dapat Dipakai untuk Ranah
Afektif Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah (2003)
Secara garis besar sikap terdiri dari komponen kognitif (ide yang
umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung
mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi (menyebabkan
respon-respon yang konsisten).
Menurut Notoadmodjo (2003) dalam buku Wawan dan Dewi (2010),
sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas
yang diberikan. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti
orang tersebut menerima ide itu.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
commit
resiko adalah mempunyai sikap yangtopaling
user tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Abu Ahmadi (2007: 151-152) mengemukakan bahwa Traves, Gagne,


dan Cronbach sependapat sikap melibatkan 3 aspek atau komponen yang saling
berhubungan yaitu:
1. Aspek kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran,
berupa pengetahuan, kepercayaan, atau pikiran yang didasarkan pada
informasi yang berhubungan dengan objek.
2. Aspek afektif yaitu menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, emosi
yang berhubungan dengan objek berwujud proses yang menyangkut
perasaan-perasaan tertentu seperti senang, tidak senang, ketakutan,
kedengkian, simpati, dan sebagainya.
3. Aspek konatif yaitu melibatkan salah satu predisposisi/kecenderungan untuk
bertindak terhadap objek.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sikap merupakan suatu
bentuk evaluasi perasaan untuk bereaksi positif maupun negatif terhadap objek
tertentu yang dibentuk dari interaksi antara komponen kognitif, afektif, dan
konatif.
Dayakisni & Hudaniah (2006:117) menyatakan sikap bukan suatu
pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya
sehingga sikap bersifat dinamis dapat berubah karena kondisi dan pengaruh
yang diberikan. Sikap dapat dinyatakan sebagai hasil belajar sehingga tidak
terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan
berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek.
Doyle Paul Johson mengatakan bahwa kepedulian menunjuk pada suatu
keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada
perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh
pengalaman emosional bersama. Menurut (Myers: 2003) “Emphaty is able to
feel what another feels” dan “to rejoice, and weep with those who weep”.
Kepedulian sosial yang lebih mendalam sifatnya disebut empati. Kepedulian
sosial adalah perasaan empati terhadap suatu objek tertentu untuk ikut
membantu orang lain, tidak hanya dengan perbuatan tetapi juga dengan
pembicaraan untuk mengatasinya karena merasa bahwa mereka sama dengan
yang lain
Albarracín, Johnson, & Zanna, (2005) mengungkapkan bahwa “social
commit
psychologists reserve the term to user
attitude to refer to our relatively enduring
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

evaluation of something, where the something is called the attitude object. The
attitude object might be a person, a product, or a social group”. Senada
dengan Baron dan Byrne (Ratna Djuwita dkk, 2009: 123-126) yang
menyebutkan “salah satu sumber penting yang dapat membentuk sikap yaitu
dengan mengadopsi sikap orang lain melalui proses pembelajaran sosial”.
Bersosial tidak hanya dilakukan dalam bentuk memahami perasaan
orang lain semata, tetapi harus dinyatakan secara verbal dan dalam bentuk
tingkah laku. Tiap tahap dalam berempati menurut Gazda, dkk.
(dalam Budiningsih, 2004: 48) yaitu:
1) Tahap pertama, mendengarkan dengan sesama apa yang diceritakan orang
lain, bagaimana perasaannya, apa yang terjadi pada dirinya.
2) Tahap kedua, menyususn kata-kata yang sesuai untuk menggambarkan
perasaan dan siatuasi orang tersebut.
3) Tahap ketiga, menggunakan susunan kata tersebut untuk mengenali orang
lain dan berusaha memahami perasaan serta situasinya.
Setiawati, dkk. (2007: 2) dalam Yuliasari (2009) mengungkapkan
bahwa: “sosial berkenaan dengan sensitivitas yang bermakna sebagai suatu
kepekaan rasa terhadap hal-hal yang berkaitan secara emosional”. Kepekaan
rasa ini adalah suatu kemampuan dalam bentuk mengenali dan mengerti
perasaan orang lain. dalam kehidupan sehari-hari, sensitivitas terdapat pada
kemampuan bertenggang rasa. Ketika tenggang rasa sudah muncul pada diri
seseorang maka akan diikuti dengan munculnya sikap penuh pengertian dan
peduli dengan sesama.
Menurut Sri Narwanti (2011: 30) peduli sosial ini adalah sikap dan
tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan. Sikap peduli sosial adalah perilaku positif dalam
berinteraksi dengan orang lain yang diwujudkan dalam bentuk kasih sayang,
saling menghormati dan menghargai satu sama lain demi memperkuat
persatuan dan kesatuan.
Sikap peduli sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih
individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya
commit
(Gerungan, 2010: 58). Darmiyati to user(2011: 170) menjelaskan bahwa,
Zuchdi
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

peduli sosial merupakan sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
kepada masyarakat yang membutuhkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, sikap peduli sosial adalah
suatu tindakan merespon, menghargai, dan bertindak proaktif terhadap masalah
orang lain serta membantu kondisi orang lain dilingkungan sekitar yang
didasari pada keprihatinan dalam rangka memberi inspirasi, perubahan, dan
kebaikan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka indikator-indikator dari sikap
peduli sosial adalah sebagai berikut:
1) Tindakan merespon masalah orang lain
2) Tindakan menghargai orang lain
3) Bertindak proaktif terhadap masalah orang lain
4) Membantu kondisi orang lain dalam rangka memberi inspirasi, perubahan,
dan kebaikan
Abu Ahmadi (2007: 168-176), mengemukakan para ahli Psikologi
Sosial telah berusaha untuk mengukur sikap dengan berbagai cara. Beberapa
bentuk pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak diadakannya penelitian
sikap yang pertama yaitu pada tahun 1920. Subjek diminta untuk merespon
objek sikap dalam berbagai cara.
Thurstone di dalam jurnal Sociology & Social Welfare Volume
XXXVIII oleh Harris Chaiklin (2011) mengungkapkan bahwa, “attitudes can be
measured.” He defined an opinion as the expression of attitude and stated that
the aim is not to predict behavior but to show that it is possible to measure
attitudes. Verbal behavior is taken as an indicator of an underlying attitude.
Menurut Abu Ahmadi (2007: 176), pengukuran sikap dapat dilakukan
secara:
1) Pengukuran sikap secara langsung.
Pada umumnya digunakan tes psikologi yang berupa sejumlah item
yang telah disusun secara hati-hati, seksama, selektif sesuai dengan kriteria
tertentu, diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai
cara oleh responden terhadap suatu objek psikologi.
2) Pengukuran sikap secara tidak langsung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Teknik pengukuran sikap secara langsung yang telah dibahas tertuju


pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan
secara lisan.
Penanaman nilai kepedulian terdapat tiga komponen karakter yaitu
pertama, moral knowing yang terdiri dari : moral awareness (kesadaran moral),
knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), perspective taking
(penentuan sudut pandang), moral reasoning (logika moral), decision making
(keberanian mengambil menentkan sikap), dan self knowledge (pengenalan
diri). Kedua, moral feeling atau aspek yang harus ditanamkan kepada siswa,
yakni: conscience (nurani), self esteem (percaya diri), empathy (merasakan
penderitaan orang lain), loving the good (mencintai kebenaran), self control
(mampu mengontrol diri), dan humility (kerendahan hati). Ketiga, moral action
adalah bagaimana membuat pengetahuan moral diwujudkan menjadi tindakan
nyata (Mansur Muslich, 2011).
Dengan demikian, di dalam penelitian ini sikap peduli sosial akan
diukur sebagai variabel Y yaitu varibel yang dipengaruhi. Pengukuran sikap
yang digunakan yaitu melakukan pengukuran sikap secara langsung karena
peneliti menggunakan tes sikap berupa pernyataan dengan skala sikap yang
diisi oleh responden.

b. Pentingnya Sikap Peduli Sosial Ditanamkan Sejak Dini di Sekolah


Peranan sekolah sangat besar dalam membentuk sikap peduli sosial
siswa. Menurut Kartono (2010:45), sikap peduli sosial adalah perilaku positif
dalam berinteraksi dengan orang lain yang diwujudkan dalam bentuk kasih
sayang, saling menghormati dan menghargai satu sama lain demi memperkuat
persatuan dan kesatuan. Sikap sosial perlu ditanamkan pada diri siswa di
tingkat sekolah sebab di sekolah siswa berasal dari latar belakang yang
berbeda-beda mulai dari status ekonomi, agama, suku, sampai budaya. Melalui
kemajemukan latar belakang ini, seluruh warga sekolah dituntut untuk saling
menghargai dan menghormati satu sama lain agar tercipta suasana
keharmonisan yang kuat antara siswa dengan seluruh warga sekolah. Melalui
commit
sikap peduli sosial yang tinggi akan to user
mendorong siswa untuk memiliki rasa
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

toleransi yang tinggi antar sesama siswa. Sebaliknya, sikap sosial yang rendah
akan mempermudah terjadi konflik seperti tawuran antar sesama siswa
sehingga suasana sekolah menjadi tidak aman.
Salah satu karakter anak yang harus dikembangkan dalam dunia
pendidikan adalah peduli sosial. Karakter peduli sosial sangat penting untuk
dikembangkan sejak dini. Menurut Sri Narwanti (2011: 30) peduli sosial ini
adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain
dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan perlu dikembangkan pada diri anak, terutama anak di tingkat
sekolah. Sikap dan tindakan yang mencerminkan peduli sosial perlu
dikembangkan agar anak tidak memiliki sifat negatif, seperti acuh tak acuh,
individualisme, masa bodoh terhadap masalah sosial, adanya batas-batas
pergaulan antara yang kaya dengan yang miskin dan lunturnya budaya gotong
royong.
Di dalam kepedulian sosial, peserta didik diharapkan mampu
mengembangkan sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
kepada orang lain. Karakter peduli sosial ini dibutuhkan peserta didik sebagai
bekal untuk hidup di lingkungan sosialnya. Sedangkan unsur sosial yang
terpenting yaitu interaksi di antara manusia (S. Nasution, 1983: 14). Menurut
Suyadi (2013:9), peduli sosial adalah sikap dan perbuatan mencerminkan
kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkan.
Penanaman nilai kepedulian terdapat tiga komponen karakter yaitu
pertama, moral knowing yang terdiri dari : moral awareness (kesadaran moral),
knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), perspective taking
(penentuan sudut pandang), moral reasoning (logika moral), decision making
(keberanian mengambil menentkan sikap), dan self knowledge (pengenalan
diri). Kedua, moral feeling atau aspek yang harus ditanamkan kepada siswa,
yakni: conscience (nurani), self esteem (percaya diri), empathy (merasakan
penderitaan orang lain), loving the good (mencintai kebenaran), self control
(mampu mengontrol diri), dan humility (kerendahan hati). Ketiga, moral action
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

adalah bagaimana membuat pengetahuan moral diwujudkan menjadi tindakan


nyata.
Menurut Antonius Atoshoki (2005), cara yang dapat digunakan untuk
menanamkan sikap kepedulian sosial adalah sebagai berikut :
1) Mengamati proses belajar melalui media massa salah satu contoh yang ada
pada saat ini. Pada kasus ini belajar menjadi cara untuk menunjukkan
anggapan atau aspirasi tentang masalah sosial yang saat ini terjadi.
2) Melalui proses pemerolehan informasi verbal tentang kondisi sosial orang
yang dipandang lemah. Kemudian dapat ditarik kesimpulan tentang apa
yang dirasakan individu tersebut dan bagaimana bersikap dengan orang
lemah.

c. Sikap Peduli Sosial pada Kompetensi Dasar Menampilkan Sikap Positif


Terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat
Abu Ahmadi (2007: 156-157) menyatakan bahwa “terbentuknya suatu
sikap banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan
seperti keluarga, sekolah, norma, golongan agama, dan adat istiadat”. Sikap
dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma
atau kelompok. Hal ini mengakibatkan perbedaan sikap antara individu yang
satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang
diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia terhadap suatu
objek tertentu. Untuk membentuk rasa kepedulian sosial yang harus
ditumbuhkan adalah sikap peka, peka terhadap masalah sosial yang
berkembang di lingkungan sekitar tempat seorang individu itu tinggal.
Menurut Antonius Atoshoki (2005), manfaat yang dapat diperoleh dari
sikap kepedulian sosial yaitu:
1) Memupuk sikap yang bersifat positif.
2) Lebih memperhatikan keadaan sekitar dan terjauh dari sikap egois.
3) Mengurangi beban orang lain.
4) Membuat orang lain menjadi bahagia.
5) Tercipta sikap gotong-royong.
6) Menumbuhkan keakraban dan kerukunan.
7) Tercipta pemerataan kesejahteraan.
8) Supaya tidak terjadi kesenjangan sosial.
9) Tercipta lingkungan yang menjunjung tinggi persatuan.
10) Menumbuhkan rasa harmonis di lingkungan sekitar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Sikap peduli sosial merupakan salah satu pengamalan dari sila


Pancasila yaitu sila ke 2 kemannusian yan adil dan beradab. Pancasila adalah
pandangan hidup bangsa Indonesia sehingga dijadikan pedoman hidup bangsa
Indonesia dalam mencapai kesejahteraan lahir dan batin dalam masyarakat
yang heterogen (beraneka ragam). Pancasila kemudian menjadi jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila lahir bersama dengan lahirnya bangsa
Indonesia dan merupakan ciri khas bangsa Indonesia dalam sikap mental
maupun tingkah lakunya sehingga dapat membedakan dengan bangsa lain.
Setiap sila Pancasila mengandung nilai-nilai yang menjadi dasar norma dan
aturan dalam kehidupan sehari-hari dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini
bersumber pada hakekat manusia adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga,
sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi
berdiri sendiri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Kemanusiaan yang
adil dan beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah
laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap
diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungannya.
Konsekuensi nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras,
keturunan, status sosial maupun agama. Mengembangkan sikap saling
mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap
manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (Darmodihardjo, 1996).
Nilai dasar dari sila kedua yaitu :
(a) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

(b) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, dan
sebagainya.
(c) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(d) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(e) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
(f) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Pendidikan berwarga negara di jenjang pendidikan formal haruslah
dilakukan tidak hanya memberikan teori tetapi dengan praktek langsung.
Praktek sikap peduli sosial siswa antara individu satu dengan yang lainnya
dapat memberikan gambaran langsung betapa pentingnya nilai-nilai
kemanusiaan itu. Praktek langsung dari sila kedua dapat dilakukan dalam
interaksi sosial di dalam lingkungan pendidikan ataupun lingkungan tempat
tinggal, sehingga dapat dipraktekkan dengan cara menerapkan sikap peduli
sosial dalam lingkungan bermasyarakat.
Penerapan sila kedua di dalam lingkungan masyarakat dapat dilakukan
dengan cara adanya lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang memberikan
penyuluhan tentang bagaimana cara hidup bernegara yang baik, mengadakan
kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan, siskamling dan cara-cara
lain yang dapat mengajarkan secara langsung apa artinya sikap peduli sosial
antara sesama manusia.
d. Definisi Konseptual Sikap Peduli Sosial
Sikap peduli sosial adalah suatu tindakan merespon, menghargai, dan
bertindak proaktif terhadap masalah orang lain serta membantu kondisi orang
lain dilingkungan sekitar yang didasari pada keprihatinan dalam rangka
memberi inspirasi, perubahan, dan kebaikan.
e. Definisi Operasional Sikap Peduli Sosial
Berdasarkan pemikiran tentang sikap peduli sosial dari beberapa ahli
tersebut, maka indikator sikap peduli sosial meliputi antara lain:
1) Menampilkan tindakan merespon masalah orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Sikap peduli adalah sikap keterpanggilan untuk membantu mereka


yang lemah, membantu mengatasi penderitaan, dan kesulitan yang dihadapi
orang lain. Sikap peduli adalah sikap yang tidak bisa tinggal diam
menyaksikan penderitaan orang lain dan membiarkan keadaan yang buruk
terus terjadi.
2) Menunjukkan tindakan menghargai orang lain.
Peduli adalah sikap untuk memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan,
selalu tergerak membantu kesulitan orang lain tanpa memandang perbedaan
agama, suku, dan budaya. Sikap peduli adalah suatu sikap untuk senantiasa
ikut merasakan penderitaan orang lain, ikut merasa bersedih ketika sebagian
saudara kita di timpa musibah bencana, kesulitan atau ditimpa keadaan-
keadaan yang memberatkan dan membangkitkan rasa kasihan dan iba.
3) Menampilkan sikap tindakan proaktif terhadap masalah orang lain.
Sikap peduli adalah sebuah kemauan kita untuk melibatkan diri
dalam persoalan, keadaan atau kondisi yang terjadi di sekitar kita. Ketika ia
melihat suatu keadaan tertentu, ketika ia menyaksikan kondisi masyarakat
maka dirinya akan tergerak melakukan sesuatu. Apa yang dilakukan ini
diharapkan dapat memperbaiki atau membantu kondisi di sekitarnya.
4) Menunjukkan sikap membantu kondisi orang lain dalam rangka memberi
inspirasi, perubahan, dan kebaikan.
Orang-orang peduli adalah mereka yang terpanggil melakukan
sesuatu dalam rangka memberi inspirasi, perubahan, kebaikan kepada
lingkungan di sekitarnya. Ketika ia melihat suatu keadaan tertentu, ketika ia
menyaksikan kondisi masyarakat maka dirinya akan tergerak melakukan
sesuatu. Apa yang dilakukan ini diharapkan dapat memperbaiki atau
membantu kondisi di sekitarnya.
3. Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya penelitian ini berpijak pada penelitian sebelumnya.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

C. Asri Budiningsih. 2009. Model Pembelajaran Dilema Moral dan


Kontemplasi dengan Strategi Kooperatif. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan Vol. 12, No. 1. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Salah satu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan diskusi
dilema moral mampu memberikan suasana positif dan meningkatkan tingkat
keimanan mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian diatas persamaan dengan
penelitian ini yaitu sama-sama membahas mengenai model pembelajaran yang
sama yaitu dengan model pembelajaran analisis dilema moral. Perbedaan dengan
penelitian diatas yaitu menitik beratkan pada tingkat keimanan mahasiswa,
sedangkan penelitian ini menitik beratkan pada nilai kepedulian sosial siswa pada
kompetensi dasar menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat.
Wayan Eka Wiweka, Wayan Lasmawan, A.A.I.N Marhaeni. 2014.
Pengaruh Pembelajaran Teknik Klarifikasi Nilai Melalui Bermain Peran Terhadap
Sikap Peduli Sosial dan Hasil Belajar PKn.. e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan secara simultan sikap sosial dan
hasil belajar PKn antara siswa yang mengikuti pembelajaran TKN melalui
bermain peran secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian di
atas terdapat pada topik penelitian yang sama-sama berkaitan dengan siikap peduli
sosial siswa didik. Sedangkan, perbedaan yang mencolok dari penelitian ini
dengan penelitian di atas adalah model pembelajarann yang digunakan, dimana
dalam penelitian Wayan Eka, dkk. Menggunakan model pembelajaran teknik
klarifikasi nilai, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan model
pembelajaran dilema moral.
Ida Ayu T.N., I Md. Suara, Siti Zulaikha. 2012. Pengaruh Model
Pembelajaran VCT Bermuatan Cerita Berdilema Moral terrhadap Hasil Belajar
PKn Siswa Kelas IV. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Hasil penelitian ini menunjukkan model pembelajaran VCT bermuatan
commit
cerita berdilema moral berpengaruh to terhadap
positif user hasil belajar PKn siswa kelas
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

IV SD Negeri 1 Kamasan Klungkung tahun pelajaran 2012/2013. Persamaan


antara penelitian ini dengan penelitian di atas terdapat pada topik penelitian yang
sama-sama berkaitan dengan pembelajaran menggunakan dilema moral.
Pembelajaran yang digunakan sebagai treatment pada penelitian ini yaitu
pembelajaran yang menggunakan metode VCT bermuatan cerita berdilema moral,
sedangkan penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode analisis dilema
moral.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan acuan di dalam melaksanakan penelitian,
yang menggambarkan alur pikiran penulis secara menyeluruh dan sistematis
dalam memberikan penjelasan yang didasarkan pada penelitian untuk bisa sampai
pada pemberian jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Kerangka
berpikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kepedulian sosial adalah perasaan bertanggung jawab atas kesulitan yang
dihadapi oleh orang lain di mana seseorang berdiam dan terdorong untuk
melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Permasalahan yang dihadapkan saat ini
rendahnya sikap peduli sosial di lingkungan sekolah. Karakter atau nilai yang
dimiliki siswa masih rendah, siswa belum sepenuhnya menghargai dan
menghormti setiap perberbedaan satu dengan lainnya. Siswa lebih mementingkan
kepentingannya sendiri dibandingkan untuk membantu orang yang ada
disekitarnya. Berbagai upaya perbaikan proses pembelajaran terus dilakukan.
Upaya-upaya tersebut mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa
untuk memberi pengalaman belajar yang menantang sekaligus menyenangkan.
Namun, strategi pembelajaran yang digunakan selama ini terkesan masih
sebagai misi penerusan informasi (Joni, 2007: 9). Tema-tema yang dipelajari tidak
sampai pada pengembangan kemampuan sosial, dan nilai-nilai disajikan tanpa ada
kaitan dengan kehidupan nyata.
Apabila siswa diberikan model pembelajaran yang tepat yaitu dengan cara
siswa dihadapkan pada situasi konflik atau dilema-dilema moral yang merangsang
pikiran tentang keadilan, kesamaan hak, kemerdekaan, tanggung jawab, dan lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

lain maka sikap peduli sosial siswa akan meningkat, sehingga dapat diterapkan di
kehidupan sehari-hari di kehidupan bermasyarakat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yangg digunakan
pendidik kepada peserta didiknya berpengaruh pada tindakan sosial siswa.
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah
dikemukakan, untuk lebih memperjelas dapat dibuat suatu paradigma penelitian
sebagai berikut :

Penerapan Model Sikap Peduli Sosial


KONDISI
Pembelajaran Siswa Kelas VIII di
AWAL
Konvesional SMP N 3 Grogol ?

Penerapan Model KD: Menampilkan


Sikap Positif
TINDAKAN Pembelajaran
Terhadap Pancasila
Analisis Dilema dalam Kehidupan
Moral Bermasyarakat

Meningkatkan Sikap
KONDISI Peduli Sosial Siswa Kelas
AKHIR VIII di SMP N 3 Grogol

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran


C. Hipotesis
Menurut Marzuki (2002: 35), “hipotesis berasal dari kata hypo yang
artinya kurang, dan thesis yang artinya pendapat. Jadi hipotesis adalah suaru
kesimpulan atau pendapat yang masih kurang sehingga simpulan itu belum final”.
Suharsimi Arikunto (2006: 71).mengartikan “hipotesis sebagai suatu
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai
terbukti melalui data yang terkumpul”
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesisnya adalah “ada
hubungan signifikan pengaruh model analisis dilema moral terhadap sikap peduli
sosial siswa pada kompetensi dasar menampilkan sikap positif terhadap Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat”.commit to user

Anda mungkin juga menyukai