Anda di halaman 1dari 56

MODUL

MODEL –MODEL PEMEBLAJARAN FISIKA

CINDY ELVARIANA (06111381823033)


JILAN NABILAH (061113818230
PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN

Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori


pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran,
teori-teori psikologis, sosiologis, analisis system, atau teori-teori lain yang mendukung. Joyce
dan Weil mempelajari model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan
menjadi empat model pembelajaran. Model tersebut merupakan pola umum perilaku
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce dan Weil
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan
pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat
dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

B.     DASAR PERTIMBANGAN PEMILIHAN MODEL PEMBELAJARAN

Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajara,
ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu:
1.      Pertimbangkan terhadap tujuan yang hendak dicapai. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
a.       Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan kompetensi akademik,
kepribadian, sosial dan kompetensi vokasional atau yang dulu diistilahkan dengan domain
kognitif, afektif atau psikomotorik?
b.      Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai?
c.       Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan ketrampilan akademik?

2.      Pertimbangkan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran:


a.       Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum atau teori tertentu?
b.      Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat atau tidak?
c.       Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang relevan untuk mempelajari materi itu?

3.      Pertimbangkan dari sudut peserta didik atau siswa


a.       Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik?
b.      Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi peserta didik?
c.       Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar peserta didik?

4.      Pertimbangkan lainnya yang bersifat non teknis


a.       Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja?
b.      Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat
digunakan?
c.       Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisiensi?

C.    POLA-POLA PEMBELAJARAN
Belajar adalah proses perubahan tingkah laki individu sebagai hasil dari pengalamannya
dalam berinteraksi dengan lingkungan. Belajar bukan hanya sekedar menghapal, melainkan suatu
proses mental yang terjadi dalam diri sesorang..Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu
proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap
muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.
Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran.
Barry Morris (1963:11) mengkalsifikasikan empat pola pembelajaran yang digambarkan
dalam bentuk bagan sebagai berikut:
                                                                                                                              
D.    CIRI-CIRI MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
2.      Mempunya misi dan tujuan pendidikan tertentu
3.      Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas
4.      Memiliki bagian-bagian model
5.      Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran
6.      Membuat persiapan mengajar dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.
MODEL –MODEL PEMBELAJARAN FISIKA

1. Model Pembelajaran Direct Instruction


Model Pembelajaran berasal dari kata Model dan Pembelajaran. ”Model diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan” (Nur, 1996 :
78). Hakikat pembelajaran atau hakikat mengajar adalah membentuk siswa untuk memperoleh informasi,
ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara bagaimana
belajar (Joyce dan Weil dalam Nur, 1996 : 79). Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan dapat berfungsi
sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pendidik dalam merencanakan dan
melaksanakan aktifitas proses belajar mengajar.
            Model pembelajaran yang menggunakan pendekatan mengajar yang dapat membantu
siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh pengetahuan langkah demi langkah
adalah model pengajaran langsung (direct intruction). Menurut Arends (2001): ”A teaching
model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a
step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction model”.
Artinya: “Sebuah model pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa mempelajari
keterampilan dasar dan pengetahuan yang dapat diajarkan langkah-demi-langkah. Untuk tujuan
tersebut, model yang digunakan dinamakan model pengajaran langsung.
            Arends (1997) menyatakan: “The direct instruction model was specifically designed to
promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well
structured and can be taught in a step-by-step fashion”.
Artinya: Model pengajaran langsung secara khusus dirancang untuk mempromosikan belajar
siswa dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan
baik dan dapat diajarkan secara langkah demi langkah. Lebih lanjut Arends (2001) menyatakan:
”Direct instruction is a teacher-centered model that has five steps: establishing set, explanation
and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practice a direct instruction
lesson requires careful orchestration by the teacher and a learning environment that
businesslike and task-oriented”. Artinya: Pengajaran langsung adalah model berpusat pada
Guru yang memiliki lima langkah: menetapkan tujuan, penjelasan dan/atau demonstrasi,
panduan praktek, umpan balik, dan perluasan praktek. Pelajaran dalam pengajaran
langsung memerlukan perencanaan yang hati-
hati oleh Guru dan lingkungan belajar yang menyenangkan dan berorientasi tugas.
Jadi model pembelajaran langsung merupakan sebuah model pembelajaran yang
bersifat teacher centered (berpusat pada Guru). Saat melaksanakan model pembelajaran ini,
Guru harus mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dilatihkan kepada
siswa, selangkah demi selangkah. Guru sebagai pusat perhatian memiliki peran yang sangat
dominan. Karena itu, pada direct instruction, Guru harus bisa menjadi model yang menarik bagi
siswa. Beberapa pakar pendidikan seperti Good dan Grows, 1985 menyebut direct
instruction (model pembelajaran langsung) ini dengan istilah ‘pengajaran aktif’. Atau
diistilahkan sebagai mastery teaching (mengajar tuntas) oleh Hunter, 1982. Sedangkan oleh
Rosenshine dan Stevens, 1986 disebut sebagai pengajaran eksplisit (explicit instruction).
Model Direct Instruction pada umumnya dirancang secara khusus untuk
mengembangkan aktivitas belajar siswa yang berkaitan dngan aspek pengetahuan procedural dan
pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari selangkah demi
selangkah. Pengetahuan procedural menyatakan pengetahuan tentang bagaimana melakukan
sesuatu untuk melakukan sesuatu atau memecahkan sebuah kasus, sedangkan pengetahuan
deklaratif menyatakan pengetahuan tenang sesuatu atau kasus tertentu (Dahar, 1986:41).
Pengetahuan deklaratif  biasanya disajian dalam bentuk proposisi (dapat disamakan dengan
gagasan) berupa fakta, opini, atau aturan. Gagne menyebutnya pengetahuan deklaratif sebagai
informasi verbal (verbal information). Siswa yang dapat menyebutkan aturan cara menghitung
gaya yang bekerja pada benda maka sisa tersebut menunjukkan memiliki pengetahuan dklaratif,
tetapi jika siswa tersebut dapat menghitung besarnya gaya yang bekerja pada sebuah benda
dengan benar maka siswa tersebut memilik pengetahuan procedural (Dr. Lia Yuliati M.Pd,
2008:11).
Fokus utama dari Direct Instruction adalah adanya pelatihan-pelatihan yang dapat
diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Pelatihan tersebut
diawali dengan pemodelan oleh Guru yang selanjutnya dikuti dengan kegiatan siswa. Secara
umum, ketika Guru melaksanakan pembelajaran langsung, Guru mengklarifikasi konsep,
melakukan pemodelan, dan mengajak siswa berpikir tentang cara membuat kesimpulan atau
menunjukkan pentingnya sebuah gagasan (Dr. Lia Yuliati M.Pd, 2008:11-12).
            Model pengajaran langsung memberikan kesempatan siswa belajar dengan mengamati
secara selektif, mengingat dan menirukan apa yang dimodelkan Gurunya. Oleh karena itu hal
penting yang harus diperhatikan dalam menerapkan model pengajaran langsung adalah
menghindari menyampaikan pengetahuan yang terlalu kompleks. Di samping itu, model
pengajaran langsung mengutamakan pendekatan deklaratif dengan titik berat pada proses belajar
konsep dan keterampilan motorik, sehingga menciptakan suasana pembelajaran yang lebih
terstruktur.
            Guru yang menggunakan model pengajaran langsung tersebut bertanggung jawab dalam
mengidentifikasi tujuan pembelajaran, struktur materi, dan keterampilan dasar yang akan
diajarkan. Kemudian menyampaikan pengetahuan kepada siswa, memberikan
pemodelan/demonstrasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan
konsep/keterampilan yang telah dipelajari, dan memberikan umpan balik.
Perlu diketahui dalam prakteknya di dalam kelas, direct instruction (model pembelajaran
langsung) ini sangat erat berkaitan dengan metode ceramah, metode kuliah, dan resitasi,
walaupun sebenarnya tidaklah sama (tidak sinomim). Model pembelajaran langsung atau direct
instruction menuntut siswa untuk mempelajari suatu keterampilan dasar dan memperoleh
informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah.

Landasan Filosofi Model Direct Instruction


        

Model Direct Instruction merupakan salah satu model pembelajaran yang berdasarkan


teori psikologi behavioristik. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan bentuk atau
informasi dari perilaku yang dapat diamati. Belajar didefinisikan sebagai proses suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (Gage 1984 dalam Dahar, 1996:11). Proses
belajar ini ditunjukkan dengan adanya stimulus (rangsangan) dari lingkungan. Stimulus tersebut
akan menimbulkan respons yang perlu dikuatkan dengan reinforcement agar respons tersebut
memungkinkan terjadi lagi di masa yang akan datang.
Gagasan yang menatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku suatu organisma
menunjukkan bahwa belajar membutuhkan waktu. Proses belajar yang dialami seseorang akan
optimal jika pada orang tersebut diberi waktu yang cukup. Hal ini menunjkkan keterkaitan antara
teori belajar behavioristik dengan mastery learning. Untuk mengukur belajar, kita dapat
membandingkan cara seseorang berperilaku pada waktu 1 dengan cara orang itu berperilaku pada
waktu 2 dalam suasana serupa. Jika perilaku dalam suasana serupa tersebut berbeda untuk kedua
waktu tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada orang tersebut telah terjadi belajar.
Menurut teori behavioristik, pengertian belajar yang paling populer adalah perubahan
perilaku yang relative permanen sebagai hasil dari tindakan penguatan (reinforcement). Belajar
merupakan suatu perubahan perilaku yang dapat diamati, yang terjadi melalui terkaitnya
stimulus-stimulus dan respons-respons menurut prinsip-prinsip mekanistik (Dahar, 1986:19).
Apa yang dimaksud dengan perilaku? Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, dituliskan
‘tingkah’ berarti ‘laku’ atau ‘perangai’. Juga dituliskan perilaku sebagai kata majemuk
mempunyai arti yang sama dengan itu. Jadi, belajar melibatkan terbentuknya hubungan-
hubungan tertentu antara satu seri stimulus dan respons. Stimulus adalah sesuatu yang
menyebabkan seseorang memberikan respons. Respons adalah reaksi seseorang terhadap
stimulus yang diberikan, baik stimulus internal maupun stimulus eksternal. Oleh karena itu teori
behavioristik meliputi teori-teori stimulus-respons (S-R).
Satu hal yang paling penting dalam teori behavioristik adalah lingkungan belajar. Teori
behavioristik menganggap lingkungan belajar merupakan bagian penting dari pembelajaran
(Grippin dan Petters, 1984). “Salah satu cara yang paling disenangi dalam memanipulasi
lingkungan adalah dengan memberi pujian dan hukuman (Hilgard dan Bower 1975,
Hergenhahan 1984, Fontana 1984, Grippins dan Peters 1984). Jadi, ada dua hal yang aling
penting dalam teori behavioristik adalah materi bahan ajar disusun secara hirarkis dan
lingkungan belajar siswa dimanipulasi sedemikian rupa sehingga mendorong siswa belajar.
Prinsip-prinsip yang melandasi teori behavioristik adalah 1) konsekuensi (consequence),
2) kesegaran (immediacy) konsekuensi, dan 3) pembentukan (shaping). Konsekuensi atau akibat
merupakan prinsip yang paling penting dalam teori behavioristik. Konsekuensi-konsekuensi
yang menyenangkan “memperkuat” perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak
menyenangkan “melemahkan” perilaku. Konsekuensi yang menyenangkan
disebut reinforcement (penguatan), sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan
disebut punishment (hukuman). Reinforcement didefinisikan sebagai sebuah konsekuensi yang
menguatkan perilaku. Dari segi jenisnya, reinforcemen terdiri dari reinforcement primer
dan reinforcement sekunder. Reinforcement primer adalah reinforcement sebuah kebutuhan
dasar manusia seperti makanan, air, keamanan dan sebagainya,
sedangkan reinforcement sekunder adalah reinforcement  yang diasosiasikan
dengan reinforcement primer. Misal, uang mungkin tidak mempunyai nilai bagi anak kecil
sampai ia belajar bahwa uang itu dapat digunakan untuk membeli kue kegemarannya. Dari segi
bentuknya, reinforcement terdiri dari reinforcement positif
dan reinforcement negative. Reinforcement positif adalah konsekuensi yang diberikan untuk
menguatkan atau meningkatkan perilaku seperti hadiah, pujian dan
sebagainya. Reinforcement negative adalah menarik diri dari situasi yang tidak menyenangkan
untuk menguatkan perilaku. Misal, Guru yang membebaskan siswanya dari tugas membersihkan
kamar mandi jika siswanya dapat menyelesaikan tugas rumahnya. Sering terjadi kesalahan
interpretasi atau reinforcement negative dengan hukuman (punishment). Kata kunci kedua
pengertian tersebut adalah jia reinforcement, baik positif maupun negative, selalu bertujuan
untuk menurunkan atau melemahkan perilaku (Dr. Lia Yuliati M.Pd, 2008:13-14).
Punishment (hukuman) adalah memberikan situasi yang tidak menyenangkan untuk
menurunkan atau melemahkan perilaku. Menurut Elliot (2003), ada dua aspek dalam hukuman
yaitu sesuatu yang tidak menyenangkan muncul setelah sebuah respons. Misal Guru yang
menjewer siswa yang nakal. Aspek yang kedua adalah sesuatu yang menyenangkan setelah
sebuah respons tidak muncul, misal seorang siswa yang mengganggu temannya mungkin akan
kehilangan kesempatan untuk mengikuti kegiatan di sekolahnya karena tidak diikutsertakan oleh
teman yang lain (Dr. Lia Yuliati M.Pd, 2008:14).
Konsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku dari dari
konsekuensi yang lambat datangnya. Prinsip kesegeraan konsekuensi ini penting artinya dalam
kelas. Pujian yang diberikan segera setelah siswa melakukan pekerjaan dengan baik dapat
merupakan suatu reinforcement yang lebih kuat daripada angka yang diberikan kemudian (Dr.
Lia Yuliati M.Pd, 2008:14).
Pembentukan (shapping) adalah menggunakan langkah-langkah kecil yang disertai
dengan umpan balik untuk membantu siswa mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Penggunaan shapping dalam teori belajar behavioristik menunjukkan pembelajaran
keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku baru dengan memberikan penguatan
kepada siswa untuk menguasai keterampilan atau perilaku tersebut dengan baik. Langkah-
langkah dalam pemberian shapping adalah :
         Memilih tujuan yang ingin dicapai
         Mengetahui kesiapan belajar siswa
         Mengembangkan langkah-langkah yang akan memberikan bimbingan kepada siswa untuk
melalui tahap demi tahap tujuannya dengan menyesuaikan kemampuan siswa
         Memberikan umpan balik terhadap hasil belajar siswa

Karakteristik Model Direct Instruction


        

Model pembelajaran Direct Instruction  atau yang dikenal dengan model pengajaran langsung
adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar
mengajar peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang
terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi
selangkah.
Menurut para pakar teori belajar, pengetahuan deklaratif (dapat diungkap dengan kata-kata)
adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang
bagaimana melakukan sesuatu. Adapun ciri ciri model pengajaran langsung adalah sebagai berikut:
1)        Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada peserta didik termasuk prosedur penilaian
belajar
2)        Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
3)        Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran
tertentu dapat berlangsung dengan berhasil
Modelling  merupakan pendekatan utama dalam pembelajaran langsung. Modelling berarti
mendemonstrasikan suatu prosedur kepada peserta didik. Modelling  mengikuti urut-urutan sebagai
berikut:
1)      Guru mendemonstrasikan perilaku yang hendak dicapai sebagai hasil belajar.
2)      Perilaku itu dikaitkan dengan perilaku-perilaku lain yang sudah dimiliki peserta didik.
3)      Guru mendemonstrasikan berbagai bagian perilaku tersebut dengan cara jelas, terstruktur dan
berurutan disertai penjelasan mengenai apa yang dikerjakannya setelah setiap langkah selesai
dikerjakan.
4)      Peserta didik perlu mengingat langkah-langkah yang dilihatnya dan kemudian menirukannya.

Strategi Direct Instruction
Strategi pembelajaran langsung dirancang untuk mengenalkan siswa terhadap mata
pelajaran guna membangun minat, menimbulkan rasa ingin tahu, dan merangsang mereka
berpikir. Siswa tidak bisa berbuat apa-apa jika pikiran mereka dikembangkan oleh Guru. Banyak
Guru yang membuat kesalahan dengan mengajar, yakni sebelum siswa merasa terlibat dan siap
secara mental Guru langsung memberikan materi pelajaran.
Menurut Silbernam (dalam Suryati dkk, 2008:35), strategi pembelajaran langsung
melalui berbagai pengetahuan secara aktif merupakan cara untuk mengenalkan siswa kepada
materi pelajaran yang akan diajarkan. Guru juga dapat menggunakannya untuk menilai tingkat
pengetahuan siswa sambil melakukan kegiatan pembentukan tim.
Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran langsung cocok untuk
diterapkan dalam pembelajaran:
a)      Ketika Guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan garis
besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan menunjukkan keterkaitan di
antara konsep-konsep tersebut.
b)      Ketika Guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki struktur
yang jelas dan pasti.
c)      Ketika Guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan
dasar yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, misalnya penyelesaian
masalah (problem solving).
d)     Ketika Guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (misalnya
menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu
penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis
e)      Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan pola
penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan.
f)       Ketika Guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik.
g)      Ketika Guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa
melakukan suatu kegiatan praktik.
h)      Ketika Guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa
dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen.
i)        Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan penjelasan
yang sangat terstruktur.
j)        Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa atau
ketika Guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Direct Instruction
Langkah-langkah model Direct Instruction terdiri dari 5 fase (dalam Dr. Lia Yuliati
M.Pd, 2008:14-17), yaitu orientasi, presentasi, latihan terstruktur, latihan terbimbing, latihan
bebas. Penggunaan model ini pada awalnya digunakan untuk meningkatkan pengetahuan atau
keterampilan siswa pada level yang lebih tinggi pada kondisi latihan yang berbeda.
Langkah-langkah pembelajaran disusun sesuai dengan sintaks pembelajaran langsung
sebagai berikut :
Fase-fase Kegiatan Guru
1.       Orientasi (Menyampaikan          Menjelaskan tujuan pembelajaran/indicator,
tujuan dan mempersiapkan informasi latar belakang pelajaran, pentingnya
siswa) pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar
         Mendeskripsikan materi yang akan dipelajari pada
pertemuan itu dan hubungannya dengan pengetahuan
dan/atau pengalaman awal siswa yang dapat
dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terbuka
         Mendiskusikan prosedur kegiatan pembelajaran
siswa
2.      Presentasi          Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau
(Mendemonstrasikan menyajikan informasi tahap demi tahap
pengetahuan          Melakukan modelling (pemodelan)
atau keterampilan
keterampilan) yang akan dikuasai siswa
3.       Latihan          Merencanakan kegiatan bimbingan pada siswa
Terstruktur
(Membimbing pelatihan)          Memberikan bimbingan latihan berdasarkan
pemodelan yang diberikan agar siswa dapat
melakukan kegiatan pelatihan awal
4.       Latihan Terbimbing         Mengecek keberhasilan pelaksanaan tugas latihan
(Mengecek pemahaman apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan
dan memberikan umpan baik
balik)          Memberikan umpan balik terhadap kegiatan siswa
dengan melakukan tes, wawancara, pengamatan dan
sebagainya
5.       Latihan          Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan
Bebas 
(Memberikan kesempatan lanjutan pada siswa
untuk pelatihan lanjutan          Memberikan penerapan materi yang dipelajari siswa
dan penerapan hasil pada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-
latihan) hari
              Catatan : Fase orientasi dan presentasi dapat ditukar posisinya bergantung pada kebutuhan
           
Fase I :  Orientasi (orientation)
Fase orientasi merupakan fase penetapan kerangka pembelajaran. Pada fase ini Guru
mengaktifkan pengetahuan dan pengalaman awal siswa dan membantu siswa
menghubungkannya dengan pengetahuan baru yang akan dicapai dalam pembelajaran. Guru
menetapkan dan mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, mengklarifikasi tugas-tugas belajar,
dan menetapkan akuntabilitas siswa. Langkah-langkah yang dilakukan Guru pada fase orientasi
adalah a) mengemukakan tujuan pembelajaran; b) mendeskripsikan materi yang akan dipelajari
pada pertemuan itu dan hubungannya dengan pengetahuan dan/atau pengalaman awal siswa yang
dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terbuka; dan c) mendiskusikan prosedur
kegiatan pembelajaran dengan siswa.

Fase II :  Presentasi (presentation)                                                      


Pada fase presentasi, Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru dengan
menyajikan demonstrasi dan contoh-contoh fenomena konsep yang dipelajari. Jika materi ajar
berupa konsep baru, Guru mendiskusikan karakteristik atau ciri-ciri konsep, aturan, dan contoh-
contoh konsep. Jika materi ajar berupa keterampilan baru, Guru mendemonstrasikan
keterampilan tersebut secara rinci.Untuk membantu penyajian konsep atau keterampilan baru,
Guru menunjukkan konsep dan keterampilan tersebut secara lisan dan visual sehingga siswa
memperoleh gambaran yang jelas tentang konsep dan keterampilan baru tersebut.

Fase III :  Latihan Terstruktur (structured practice)


Pada fase latihan terstruktur, Guru membimbing sisa untuk berlatih tentang konsep dan
keterampilan baru dengan langkah-langkah yang ditetapkan. Ketika berlatih konsep atau
keterampilan baru, siswa bekerja dalam kelompok untuk menjawab pertanyaan-pertanyan. Pada
fase ini Guru berperan sebagai pembimbing siswa yang dapat memberikan umpan balik terhadap
respon siswa, memberikan penguatan, dan melakukan pembetulan jika terjadi kesalahan pada
saat menjawab pertanyaan atau berlatih konsep dan keterampilan baru.

Fase IV :  Latihan Terbimbing (guided practice)


Pada fase latihan terbimbing, siswa diberi kesempatan untuk berlatih sendiri tetapi masih
dalam pengawasan Guru. Pada fase ini, Guru memonitor kerja siswa dan memberikan umpan
balik dan pembetulan jika diperlukan. Fase latihan terbimbing memberi kesempatan pada Guru
untuk melakukan asesmen terhadap kemampuan siswa untuk menunjukkan hasil belajarnya.

Fase V :  Latihan Bebas (independent practice)


Pada fase latihan bebas, siswa berlatih secara mandiri tanpa ada bimbingan Guru. Latihan
dapat dilakukan di kelas atau di luar kelas sebagai tugas rumah. Fase ini merupakan review
terhadap latihan konsep atau keterampilan yang diberikan di kelas dan diberikan dalam eriode
tertentu. Pada fase ini Guru dapat memberikan asesmen pada kemampuan siswa dan memberikan
umpan balik yang korektif jika diperlukan. Latihan bebas dapat dilakukan jika kemampuan siswa
pada fase latihan terbimbing mencapai 85-90%. (Dr. Lia Yuliati M.Pd, 2008:14-17).
Guru perlu memberikan perhatian khusus pada tahap independent practice dalam
pengajaran langsung. Praktik independen dapat dilakukan
melalui seatwork dan/atau homework (Pekerjaan Rumah).
Apakah perlu dilakukan di dalam atau di luar kelas, praktik independen memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan sendiri keterampilan yang baru saja diperoleh dan
juga dapat dilihat sebagai cara belajar. Tetapi, hasil seatwork dan PR tidak selalu mudah seperti
yang diyakini banyak Guru maupun orangtua, dan pedoman bagaimana tepatnya
sifat seatwork dan banyaknya PR yang harus diberikan masih belum jelas benar.
a)      Seatwork
Seatwork mengacu pada tugas dan extended practice yang diberikan untuk diselesaikan di
kelas. Hal ini cara yang lazim digunakan. Pedoman berikut disarankan untuk Seatwork :
1)      Berikan seatwork yang dianggap menarik dan menyenangkan oleh siswa. Batas penggunaan
worksheets standar
2)      Pastikan bahwa siswa memahami apa yang dituntut oleh seatwork itu
3)      Secara umm, buatlah seatwork yang mengikuti pelajaran dengan model pengajaran langsung
sebagai kelanjutan latihan/praktik, bukan kelanjutan dan perpanjangan/perluasan pengajaran
4)      Miliki prosedur yang jelas tentang apa yang seharusnya dilakukan siswa bila mereka
menemui jalan buntu, dan miliki rekomendasi-rekomendasi bagi siswa yang menyelesaikan
pekerjaannya lebih cepat maupun lebih lambat dibanding teman-temannya
b)      Homework
Di bawah ini adalah beberapa pedoman yang disarankan untuk memberikan PR:
1)      Seperti halnya seatwork, berikan tugas yang menarik dan secara potensial
menyenangkan dan pastikan bahwa siswa memahami tugasnya
2)      Berikan PR yang cukup menantang dan dapat diselesaikan dengan baik. PR, seperti
halnya seatwork, seharusnya tidak melibatkan kelanjutan pengajaran, tetapi kelanjutan
praktik/latihan atau persiapan untuk pengajaran hari berikutnya
3)      Gunakan tugas-tugas PR dengan cukup sering dan tidak terlalu besar (banyak) dan bukan
lebih jarang tetapi berupa tugas-tugas besar (berat). Pedomanini tentunya dipengaruhi oleh sifat
bidang studinya dan umur siswa. Sebagai contoh, tugas-tugas berbasis praktik yang lebih besar
sangat diharapkan untuk siswa-siswa yang lebih matang. Tetapi mempraktikkan keterampilan-
keterampilan tertentu secara umum lebih baik diberikan dengan dosis yang lebih kecil daripada
lebih besar
4)      Buatlah aturan yang jelas untuk pengerjaan PR. Siswa seharusnya memahami dengan jelas
apakah mereka boleh berbagi tugas dengan temannya, apakah orangtuanya boleh membantu,
apakah mereka boleh menggunakan kalkulator, seberapa jauh mereka boleh menggunakan
internet, dan konsekuensi bila tidak mengumpulkan PR pada waktunya
5)      Beritahukan kepada orangtua tentang tingkat keterlibatan yang diharapkan dari mereka.
Apakah mereka diharapkan untuk membantu putra-putrinya dalam menjawab pertanyaan –
pertanyaan yang sulit atau menyediakan atmosfer belajar yang tenang kepada mereka? Apakah
mereka didorong untuk memeriksa PR anaknya setelah selesai dikerjakan? Apakah mereka tau
berapa kira-kira frekuensi dan durasi tugas-tugas PR-nya?
6)      Berikan umpan balik dan nilai PR sesegera mungkin. Banyak Guru memeriksa PRsiswa
hanya untuk menentukan apakan PR itu dikerjakan. Hal ini akan mengirimkan pesan pada siswa
bahwa tidak penting tata cara mengerjakannya, yang penting sudah dikerjakan. Siswa akan
segera melihat bahwa tugas itu adalah untuk memindahkan sesuatu apapun itu di atas kertas. Hal
ini menjadi preseden buruk. Salah satu metode untuk memberikan umpan-balik yang relative
mudah adalah denganmelibatkan siswa dalam mengoreksi PR teman-temannya. Atau, PR itu
dikembalikan segera kepada siswa agar mereka mendapatkan manfaat dari tugas itu.

Metode yang Ada di Dalam Model Direct Instruction


            Adapun metode-metode dari Direct Instruction adalah sebagai berikut :
1.      Metode Ceramah
Ceramah  merupakan  metode  pembelajaran  yang  konvensional.  Ceramah jika  terlalu 
sering  digunakan  tidak  akan  efektif.  Menurut  Suprayekti  (2003:  32) metode  ceramah  perlu 
diperbaiki  dalam  penerapannya  dengan  cara : 
a)      Membangun  daya  tarik,
b)      Memaksimalkan  pengertian  dan  ingatan
c)      Melibatkan siswa
d)      Memberikan penguatan.
Cara untuk membangun  minat siswa pada saat  guru menerapkan metode ceramah, yaitu:
a)        Guru mengemukakan cerita atau visual yang menarik, seperti : anekdot,  cerita  fiksi, 
kartun,  atau  media  visual  yang  menarik  siswa
b)        Kemukakan  suatu  masalah
c)        Kemukakan  nilai  positif  dan  manfaat
d)       Berikan pertanyaan yang memotivasi siswa untuk memiliki rasa ingin tahu.
Metode ceramah dalam penerapannya perlu memaksimalkan pemahaman dan ingatan. 
Adapun  cara  yang  dapat  ditempuh  untuk  memaksimalkan pemahaman  dan  ingatan,  yaitu :
a)       Memberikan  headlines  dan  kata  kunci
b)       Kemukakan  contoh  dan  analogi
c)       Gunakan  media  pembelajaran  atau minimal  alat  bantu  visual.  Agar  siswa  tidak  pasif, 
maka  penerapan  metode ceramah  perlu  melibatkan  peserta  didik.
Hal  tersebut  salah  satunya  dapat ditempuh dengan memberikan  tantangan  spot. 
Tantangan spot  adalah  penghentian ceramah  secara  periodik  disertai  dengan  memberikan 
tantangan  kepada  siswa untuk  memberikan  contoh dari  konsep  yang  disajikan.  Selain 
penggunaan tantangan  spot,  pemberian  latihan-latihan  juga  dapat  melibatkan  siswa  dalam
ceramah. Latihan-latihan yang diberikan diarahkan untuk memperjelas point-point yang telah
disampaikan dalam cermah.
Materi yang disampaikan  melalu  metode  ceramah  mudah  terlupakan. Kondisi tersebut
perlu diatasi dengan memberikan daya penguat ceramah. Adapun cara  untuk  memberikan  daya 
penguat  dalam  metode  ceramah,  yaitu :  aplikasi masalah dan review. Aplikasi masalah adalah
pemberian masalah atau pertanyaan pada  siswa  untuk  diselesaikan  dengan  memanfaatkan 
informasi  yang  diberikan pada  saat  ceramah.  Selain  itu,  penguatan  dapat  diberikan  dengan 
memberikan review. Review dalam  hal  ini  siswa  diminta  mengulas  ceramah  yang  telah
disampaikan.
2.      Metode Resitasi
Metode resitasi biasanya digunakan untuk mendiagnosis kemajuan belajar peserta didik.
Resitasi diterapkan dengan menggunakan pola yaitu guru bertanya, peserta didik memberikan
respon, lalu guru memberikan reaksi. Resitasi menurut Gage dan Berliner (melalui 
Mulyatiningsih, 2011: 225) umumnya digunakan dalam review, pengantar materi baru,
mengecek jawaban, praktik, dan mengecek pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran
dan ide-idenya.
3.      Metode Praktik dan Drill
Metode praktik dilakukan setelah materi dipelajari atau guru memberikan demonstrasi. 
Metode  drill  digunakan  ketika  peserta  didik  diminta  mengulang informasi  pada  topik-topik 
khusus  sampai  dapat  menguasai  topik-topik  yang diajarkan.  Metode  praktik  dan  drill 
disebut  juga  metode  praktik  dan  latihan. Metode  tersebut  diarahkan  pada  pengulangan 
(repitisi)  untuk  membantu  peserta didik  memiliki  pemahaman  yang  lebih  baik  dan  mudah 
mengingat  kembali informasi yang sudah disampaikan.
4.      Team-Game-Tournament (TGT)
Metode  TGT  memiliki  yang  hampir  sama  dengan  STAD. Metode TGT menurut 
Mulyatiningsih  (2011:  229)  melibatkan  aktivitas  peserta  didik  tanpa perbedaan status,
dengan tutor teman sebaya, dan mengandung unsur permainan dan penguatan. Adapun
langkah- langkah TGT, yaitu :
a)        Guru menyajikan materi dengan ceramah dan tanya jawab
b)        Pembentukkan kelompok dengan anggota 4-5  siswa  yang  heterogen;  guru  memberikan 
tugas  untuk  belajar  bersama  dalam kelompok
c)        Guru memberikan  permainan  berupa  pertanyaan  dimana  siswa dapat  memilih  sesuai 
dengan  nomor  yang  dikehendaki
d)       Guru  memberikan kompetisi atau turnamen setiap selesai satu materi ajar
e)        Guru memberikan penghargaan pada kinerja kelompok yang paling baik.

 Kelebihan dan Kelemahan Model  Direct Instruction


Secara umum setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan-kelebihan yang membuat
model pembelajaran tersebut lebih baik digunakan dibanding dengan model pembelajaran yang
lainnya. Tetapi selain mempunyai kelebihan-kelebihan pada setiap model pembelajaran juga
ditemukan keterbatasan-keterbatasan yang merupakan kelemahannya.

a.    Kelebihan model pembelajaran Direct Instruction


1)        Dalam model pembelajaran Direct Instruction, Guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi
yang diterima oleh peserta didik sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus
dicapai oleh peserta didik.
2)        Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan
kepada peserta didik yang berprestasi rendah sekalipun.
3)        Model ini dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu.
Guru dapat menunjukan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis,
bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan.
4)        Model pembelajaran Direct Instruction  menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) dan
kegiatan mengamati (melalui demonstrasi), sehingga membantu peserta didik yang cocok belajar dengan
cara-cara ini.
5)        Model pembelajaran Direct Instruction  dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan
kesenjangan antara teori dan fakta.
6)        Model pembelajaran Direct Instruction  dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun
kelas yang kecil.
7)        Peserta didik dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas.
8)        Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan ketat.
9)        Dalam model ini terdapat penekanan pada pencapaian akademik.
10)    Kinerja peserta didik dapat dipantau secara cermat.
11)    Umpan balik bagi peserta didik berorientasi akademik.
12)    Model pembelajaran Direct Instruction dapat digunakan untuk menekankan butir-butir penting atau
kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi peserta didik.
13)    Model pembelajaran Direct Instruction dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi
dan pengetahuan faktual dan terstruktur.
b.    Kelemahan model pembelajaran Direct Instruction
1) Karena dalam model ini berpusat pada Guru, maka kesuksesan pembelajaran bergantung pada
Guru. Jika Guru kurang dalam persiapan, pengetahuan, kepercayaan diri, antusiasme maka
peserta didik dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran akan terhambat.
2)  Model pembelajaran Direct Instruction sangat bergantung pada cara komunikasi Guru. Jika Guru
tidak dapat berkomunikasi dengan baik maka akan menjadikan pembelajaran Direct
Instruction  menjadi kurang baik pula.
3) Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci atau abstrak, model pembelajaran tidak
dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk cukup memproses dan memahami
informasi yang disampaikan.
4) Jika terlalu sering menggunakan model pembelajaran Direct Instruction  akan membuat
beranggapan bahwa Guru akan memberitahu peserta didik semua informasi yang perlu
diketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajan peserta didik
itu sendiri.
5) Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan peserta didik. Kenyataannya,
banyak peserta didik bukanlah pengamat yang baik sehingga sering melewatkan hal-hal penting
yang seharusnya diketahui.

  Contoh Perencanaan Model Direct Instruction pada bidang fisika


1. Orientasi : menyampaikan bahwa telah mempelajari tentang GLBB pada pertemuan
sbelumnya dan menyampaikan akan mempelajari materi GJB 
2. Presentasi : melakukan demonstrasi tentang GJB (menjatuhkan dua benda bermassa beda
akan tetap jatuh pada saat yang sama). Dan menyampaikan bahwa yang berpengaruh
sebenarnya adalah gaya gesek bukan massa. Menyatakan gerak yang dilakukan sama
dengan GLBB dan persamaan yang digunakan sama dengan persamaan GLBB
                                                          Latihan Terstruktur : siswa diminta melakukan sendiri percobaan untuk menjatuhkan 2

benda bermassa berbeda. Siswa diberikan soal untuk mempresiksi berapa lama waktu jatuh
benda.
                                                          Latihan Terbimbing : meminta siswa  untuk mengerjakan didepan soal yang diberikan,

dicek kebenaran dan jika salah diluruskan.


                                                  Latihan Bebas : memberikan persoalan yang lebih rumit dengan mengganti variable yang

ditanya dan yang diketahui untuk siswa agar lebih mengerti.


2.MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INTRUCTION  (PBL)

Ada banyak pakar pendidikan yang mendefinisikan model pembelajaran problem based
instruction, diantaranya yaitu menurut Duch pembelajaran berdasarkan masalah (problem based
instruction) adalah metode pendidikan yang mendorong siswa mengenal cara belajar dan
bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam dunia nyata.
Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mempelajari
suatu objek. Pembelajaran berdasarkan masalah menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis
dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber
pembelajaran.
Menurut Arens, problem based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan
paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan
masalah otentik.
Magi Savin-Baden sebagaimana dikutip oleh Suherman mengatakan “problem based-
learning is increasingly being seen as a means of educating students to learn with complexity”.
Maksudnya adalah model pembelajaran berdasarkan masalah dapat menjadikan pembelajaran
siswa lebih bermakna untuk belajar dengan sesuatu yang kompleks.
Sebagaimana dikutip oleh Suherman, Wilkerson dan Gijselaers menyatakan bahwa
problem-based learning is characterized by student centered approach, teachers as “facilitators
rather than disseminator” and open-ended problem … that “serve as the initial stimulus and
famework for learning”. Berdasarkan pengertian tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu konsep pembelajaran yang mempunyai karakteristik pembelajaran berpusat
pada siswa dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran yang bertugas
memberikan rangsangan-rangsangan terhadap siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Nasution, problem based instruction (pembelajaran berbasis masalah)
merupakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, yang mengatakan bahwa
pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar
mengonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka mendaarkan diri dan
memodifikasi pengetahuan sebelumnya. Guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya,
mengadakan dialog, pemberi fasilitas penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang
dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual peserta didik. Prinsip utama pendekatan
konstruktivis adalah pengetahuan tidak diterima secara pasif, tetapi dibangun secara aktif oleh
individu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem
based instruction merupakan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktifis yang berpusat
pada siswa, yang mendorong siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran dan lebih kreatif
dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang autentik, sedangkan guru hanya
berperan sebagai fasilitator
.
Karakteristik Problem Based Instruction
Para tokoh yang mengembangkan metode pembelajaran problem based instruction
mendeskripsikan beberapa karakteristik dari model pembelajaran ini, antara lain:
1.      Pertanyaan atau masalah perangsang
Model pembelajaran ini tidak diorganisasikan di seputar prinsip akademis atau keterampilan
tertentu, melainkan pada pertanyaan dan masalah yang penting secara social dan bermakna
secara personal bagi siswa. Pertanyaan dan masalah yang diajukan merupakan berbagai masalah
yang ada pada kehidupan nyata dengan jawaban yang tidak sederhana dan mengundang solusi
yang competing untuk menyelesaikannya.
Contoh pertanyaan dan masalah:
-          Mengapa saat malam hari suara yang kita dengar lebih keras dari pada saat siang hari?
-          Bagaimanakah prinsip yang digunakan oleh kapal selam?
2.      Fokus interdisipliner
Meskipun metode PBI dapat dipusatkan pada subjek tertentu, tetapi masalah yang akan diamati
atau diinvestigasi dipilih karena menuntut siswa untuk menggali banyak subjek.
3.      Investigasi autentik
Model PBI mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi autentik untuk mendapatkan solusi
dari suatu permasalahan yang nyata. Siswa harus menganalisis dan mnetapkan masalah,
mengembangkan hipotesis, menumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen
(bila dimungkinkan), membuat inferensi dan menarik kesimpulan.
4.      Menghasilkan produk dan memamerkannya
Model PBI menuntut siswa menghasilkan produk yang menjelaskan atau mempresentasikan
solusi yang mereka hasilkan. Produk ini dapat berupa laporan, model fisik, video atau program
computer. Produk ini dirancang untuk menyampaikan apa yang telah diperoleh siswa kepada
orang lain.
5.      Kerjasama
PBI ditandai dengan bekerja secara kelompok. Bekerja secara bersama-sama dapat memotivasi
siswa mengerjakan tugas-tugas kompleks secara kontinyu dan meningkatkan kesempatan bagi
siswa untuk melakukan penyelidikan. Selain itu juga dapat mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan sosial.
Dari karakteristik model pembelajaran PBI dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran
ini tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi dalam jumlah besar pada siswa.
Akan tetapi model pembelajaran ini dirancang terutama untuk membantu mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, keterampilan menyelesaikan masalah dan ketererampilan
intelektualnya, membantu mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui
berbagai situasi nyata atau situasi yang disimulasikan, dan membantu siswa untuk menjadi
pelajar yang mandiri dan otonom.

Dukungan Teoritis dan Empiris


Model pembelajaran PBI ini mendapat dukungan teoritik dari psikologi kognitif.
Fokusnya utamanya bukan pada apa yang sedang dikerjakan siswa, tetapi apa yang dipikirkan
siswa selama mereka mengerjakannya. Berikut ini adalah beberapa tokoh yang mendasari model
pembelajaran problem based instructutional.
1.      Dewey dan kelas berorientasi-masalah.
Menurut Dewey sekolah merupakan cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan
menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan penyelesaian masalah kehidupan nyata. Pedagogi
Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa dalam berbagai proyek berorientasi masalah
dan membantu mereka menyelidiki berbagai masalah social dan intelektual yang penting.
Dewey mengatakan bahwa pembelajaran di sekolah harusnya purposeful (memiliki maksud
yang jelas) dan tidak abstrak dan hendaknya dapat diselesikan melalui kerja kelompok.
2.      Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme
Teori-teori konstruktifis tentang belajar yang menekankan pada kebutuhan pelajar untuk
menginvestigasi lingkungannya dan mengonstruksikan pengetahuan yang berarti secara personal
memberikan dasar teoritis untuk PBI. Perspektif kognitif-konstruktivis yang menjadi landasan
PBI, banyak menggunakan pendapat Piaget. Perspektif ini menyatakan, seperti yang sudah
dikatakan oleh Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapa pun terlibat secara aktif dalam proses
mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya sendiri. Pengetahuan tidak statis,
tetapi berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengonstruksikan pengalaman-
pengalaman baru yang memaksa mereka untuk memodifikasi pengetahuan sebelumnya.
Pendapat Lev Vygotsky hampir sama dengan pendapat piaget. Perbedaannya, bila Piaget
memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks
sosial dan kulturalnya, Vygotsky menekankan pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky percaya
bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan
meningkatkan intelektual siswa.
3.      Bruner dan discovery learning
Jerome Bruner memberikan dukungan teoritis penting terhadap discovery learning, sebuah
model pengajaran yang menekankan pentignya membantu siswa memahami ide-ide kunci suatu
disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan
bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi).
Selain itu, model PBI juga menyandarkan diri pada konsep lain dari bruner, yakni
scaffolding, yaitu proses bagi seorang pelajar yang dibantu guru atau orang yang lebih mampu
untuk mengatasi masalah atau menguasai keterampilan yang sedikit diatas tingkat
perkembangannya saat ini. Dalam hal ini pembelajaran berdasarkan masalah tidak akan bejalan
dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak lain yang membantu siswa dalam
memecahkan masalah.

Langkah-Langkah Model Pembelajaran PBI


1.      Tahap perencanaan
         Memutuskan sasaran dan tujuan
Sebelumnya telah dideskripsikan bahwa model PBI dirancang untuk mencapai tujuan-
tujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi, memahami peran orang
dewasa, dan membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri. Sebagian guru merancang
pembelajaran PBI untuk mencapai semua tujuan secara simultan. Tetapi sebagian besar guru
hanya menekankan satu atau dua tujuan dalam pelajaran tertentu. Terlepas dari apakah
pembelajaran itu difokuskan pada sebuah tujuan tunggal atau memiliki tujuan yang luas, penting
untuk merumuskan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai sehingga dapat dikomunikasikan
dengan jelas pada siswa.
         Merancang situasi bermasalah yang tepat
PBI didasarkan pada pemikiran bahwa situasi bermasalah yang membingungkan dapat
menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga membuat mereka taertarik untuk mencari solusinya.
Situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima krieria penting, yaitu:
a.       Situasi yang autentik. Artinya pemasalahannya harus dikaitkan dengan pengalaman nyata
dari siswa bukan dengan prinsip-prinsip disiplin akademis tertentu.
b.      Masalah itu harus yang tidak jelas sehingga menimbulkan teka-teki. Masalah yang tidak jelas
tidak dapat diselesaikan dengan jawaban yang sederhana dan membutuhkan solusi-solusi
alternatif. Hal ini dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk berdiskusi dan berdebat.
c.       Masalah itu harusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat pekembangan
intelektual siswa.
d.      Masalah itu mestinya cukup luas sehingga memberi kesempatan pada guru untuk memenuhi
tujuan instruksionalnya, tetapi tetap dengan batas yang sesuai dengan pelajarannya baik dari segi
waktu, ruang, dan keterbatasan sumber daya.
e.       Masalah yang baik harus dapat mendatangkan manfaat dari usaha kelompok.
         Mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan logistik
Model pembelajaran PBI mendorong siswa untuk bekerja dengan menggunakan beragam
alat dan bahan, baik yang dilakukan di ruang kelas, perpustakaan sekolah dan laboratorium, atau
yang dilakukan di luar kelas. Tugas utama guru dalam perencanaan pembelajaran PBI adalah
mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan logistik yang diperluakan siswa dalam
melakukan investigasi.
Untuk proyek-proyek yang membutuhkan investigasi di luar sekolah dapat membrikan
tantangan tersendiri bagi para guru. Guru harus merencanakan seccara terperinci bagaiman siswa
akan diantaran ke lokasi dan bagaimana siswa diharapkan berprilaku selama berada di lokasi,
selain itu juga mengharuskan untuk mengajarkan sikap yang baik dalam melaksanakan
observasi.
2.      Tahap pelaksanaan
         Memberikan orientasi permasalahannya kepada siswa.
Guru harus mengomunikasikan tujuan dari pembelajaran tersebut dengan jelas. Uru juga
harus membeikan motivasi dan membangun sikap positif terhadap pelajaran tersebut dan
mendiskripsikan hal-hal yang akan dilakukan siswa alam pembelajaran tersebut. Untuk siswa
yang belum pernah melakukan pembelajaran dengan model PBI, sebaiknya guru
mendeskripsikan dan menjelaskan proses-proses dan prosedur model tersebut dengan lebih
terperinci.
Siswa perlu memahami bahwa maksud dari pembelajaran PBI adalah untuk belajar
tentang cara melakukan penyelidikan terhadap permasalahan-permasalahan penting dan menjdi
pelajar yang mendiri.
Dalam menyuguhkan situasi bermasalah itu pada siswa, hendaknya dilakukan dengan
semenarik mungkin dan seakurat mungkin. Biasanya dengan melihat, merasakan, atau
menyentuh suatu objek dapat lebih membangkitkan rasa ketertarikan dan motivasi siswa dalam
melakukan penyelidikan. Salah satunya dengan menggunakan discrepant events (situasi yang
menciptakan misteri dan mengejutkan).
         Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.
Model PBI mengharuskan guru untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama di
antara siswa dan membantu mereka untuk menyelidiki permasalahan secara bersama-sama.
Selain itu guru juga harus membangtu siswa dalam merencanakan tugas penyelidikan dan tugas
pelaporannya.
Untuk mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil dapat dilakukan
dengan bervariasi, sesuai dengan tujuan yang dimiliki guru untuk proyek-proyek tertentu.
Kelompok yang dibentuk dapat bersifat heterogen baik dari tingkat kemampuan dan
keanekaragaman rasial, etnis atau gender. Guru juga dapat mengorganisasikan siswa menurut
minat yang sama.
Setelah siswa menerima orientai masalah dan membentuk kelompok, selanjutnya harus
ditetapkan sub-subtopik yang akan dibahas, tugas-tugas penyelidikan dan jadwal yang spesifik.
Tantangan bagi guru dalam tahap ini adalah memastikan semua siswa terlibat aktif dan hasil
penyelidikan-penyelidikan subtopic dapat menghasilkan solusi yang dapat berlaku untuk
permasalahan itu secara umum.
         Membantu investigasi atau penyelidikan mandiri dan kelompok.
Inti dari model pembelajaran problem based instruction adalah melakukan penyelidikan,
baik itu dilakukan secara mandiri, berpasangan atau pun kelompok-kelompok kecil. Meskipun
setiap masalah membutuhkan teknik penyelidikan yang sedikit berbeda, namun sebagian besar
melibatkan proses mengumpulkan data dan eksperimen, pembuatan hipotesis dan penjelasan,
serta pemberian solusi.
-          Mengumpulkan data dan eksperimen
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melakukan eksperimen mental atau
actual untuk menciptakan dan mengonstruksikan ide-idenya sendiri. Selain itu guru juga harus
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu siswa dalam memikirkan
permasalahan tersebut dan informasi apa saja yang dibutuhkan untuk sampai pada solusi yang
dapat dipertahankan. Siswa perlu diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan cara
menggunakan metode yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Siswa juga perlu diajarkan
etiket penyelidikan yang baik.
-          Mengembangkan hipotesis, menjelaskan, dan memberi solusi.
Setelah mengumpulkan data dan eksperimen siswa akan menawarkan hipotesis, penjelasan dan
solusi. Pada tahap ini sangat penting bagi guru untuk memberikan dukungan atas pertukaran ide
secara bebas dan menerima berbagai ide tersebet dengan sepenuhnya. Selama fase penyelidikan
ini guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktifitas siswa.
         Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja siswa
Puncak dari tugas–tugas pembelajaran PBI adalah pengembangan dan penyajian produk.
Produk ini dapat berupa laporan, poster, model-model fisik, video, program computer dan
presentasi multimedia.
         Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Tugas guru pada tahap akhir proses pembelajaran PBI adalah membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan penyelidikan
dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama tahap ini, guru meminta siswa
mengonstruksikan pikiran dan kegiatan mereka selama berbagai tahap pembelajaran.
Kelebihan dan Kekurangan
        

Model pembelajaran problem based instruction memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1.      Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga dapat menyerap pengetahuan yang dipelajari
dengan baik.
2.      Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3.      Dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber.
4.      Siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran.
5.      Siswa lebih memahami konsep yang dipelajari, sebab mereka sendiri yang menemukan
konsep tersebut.
6.      Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan
berfikir siswa yang lebih tinggi
7.      Pembelajaran lebih bermakna
8.      Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan merupakan
masalah sehari-hari
9.      Menjadikan siswa lebih mandiri
10.  Menanamkan sikap sosial yang positif, memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain
11.  Dapat mengembangkan cara berfikir logis serta berlatih mengemukakan pendapat
Sedangkan menurut Dasna dan Sutrisno, model pembelajaran problem based instruction
memiliki kelebihan sebagai berikut:
1.      Dengan PBI akan terjadi pembelajaran yang bermakna. Siswa yang belajar untuk
menyelesaikan masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha
mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada tahap aplikasi
konsep. Belajar akan lebih bermakna dan dapat diperluas jika siswa berhadapan dengan situasi
dimana suatu konsep itu diterapkan.
2.      Dalam model PBI, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilannya secara
simultan dan menerapkannya dalam konteks yang relevan. Artinya apa yang mereka laukan seuai
dengan kejadian nyata, bukan lagi teoritis, sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu
konsep dan teori akan mereka dapatkan sekaligus selama proses pembelajaran berlangsung.
3.      Model PBI dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa
dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat menumbuhkan hubungan interpersonal
dalam bekerja kelompok.
Selain kelebihan, model pembelajaran problem based instruction juga memiliki beberapa
kekurangan, antara lain:
1.      Untuk siswa yang malas, tujuan dari model ini tidak dapat tercapai.

2.      Membutuhkan banyak waktu dan dana.

3.      Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.

4.      Dibutuhkan fasilitas dan sumber daya yang memadai untuk mendukung aspek penyelidikan.

5.      Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.

6.      Kurang efektif jika jumlah siswa terlalu banyak


Implementasi Model Problem Base Instruction Dalam Pembelajaran Fisika
Salah satu aplikasi model PBI dalam pembelajaran fisika pada materi gerak parabola.
Berikut ini adalah rancangan pembelajaran problem base instruction.
Tahap 1: memberikan orientasi tentang permasalahan gerak parabola pada siswa.
Guru menyampaikan tujuan dari pembelajaran dan menyuguhkan permasalahan menarik yang
berkaitan dengan gerak parabola. Selain itu guru juga menjelaskan alat dan bahan apa saja yang
diperlukan untuk melakuakan penyelidikan.
Tahap 2: mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Masing-masing kelompok
terdiri dari 4 orang. Guru meminta siswa bertanya hal-hal yang kurang jelas mengenai
penyelidikan yang akan dilakukan. Kemudian setiap kelompok diberi tugas untuk memecahkan
masalah gerak parabola yang ada pada lembar kerja siswa (LKS).
Tahap 3: membantu penyelidikan kelompok
Pada tahap ini siswa mengumpulkan data dan melakukan eksperimen, kemudian
mengembangkan hipotesis, menjelaskannya, dan memberikan solusi. Sedangkan guru berkeliling
ruangan dan memperhatikan kegiatan masing-masing kelompok, dan membantu jika terdapat
kesulitan, baik itu kelompok maupun perorangan.
Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil kerja siswa
Setelah semua kelompok selesai menjawab tugas-tugas pada lembar kerja siswa dan
memecahkan masalah yang disuguhkan, setiap kelompok harus membuat laporan hasil
penyelidikan dan diskusi kelompok yang harus dipresentasikan di depan kelas dalam diskusi
umum yang dipimpin oleh guru. Laporan harus disusun secara bersama-sama, untuk itu setiap
anggota kelompok harus berperan aktif dan berbagi tugas sehingga dapat menghasilkan laporan
yang baik.
Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan laporan kelompok yang sudah
dibuat.. Apabila ada siswa yang belum mengerti atau memiliki pendapat yang berbeda, guru 
berperan sebagai moderator dan memimpin diskusi kelas. Jika kelompok yang maju belum bias
menjawab pertanyaan yang diajukan, pertanyaan dapat dialihkan ke kelompok lain, dan jika
tidak ada yang bisa, guru dapat membantu menjawab pertanyaan tersebut.

3. MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY

pengertian Model Pembelajaran Inquiry
Menurut Lefudin ( 2017: 224), inquiry yang dalam bahasa inggris , inquiry, berarti pertanyaan ,
pemeriksaan, penyelidikan. Strategi inkuiri ini banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut
aliran ini belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan proses berpikir dengan memanfaatakan segala
potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal, belajar bukan hanya sekedar proses menghapal dan
menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa
melalui keterampilan berpikir. Seperti yang telah dikemukakan di atas, aliran belajar kognitif selanjutnya
melahirkan beberapa teori belajar Gestalt, teori medan, dan teori belajar kontruktivistik. Menurut teori-
teori belajar yang beraliran kognitif, belajar pada hakikatnya bukan merupakan peristiwa behavioral yang
dapat diamati, tetapi proses mental seseorang untuk memaknai lingkungannya sendiri.

Menurut Mulyasa (2003:234) dalam Chodijah et al. (2012: 6),“Inquiry adalah suatu proses untuk
memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk
mencarijawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan
menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis”. Inquiry sebenarnya merupakan prosedur yang biasa
dilakukan oleh ilmuwan dan orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya memahami
fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan menerapkannnya dalam kehidupan seharihari. Inquiry
menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif .

Menurut Sanjaya (2006: 194) dalam Maulana et al. (2015: 46), Model inkuiri merupakan model
pembelajaran yang penyajiannya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi
dengan atau tanpa bantuan guru. Model inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Menurut Joyce dan well (2000) dalam Usdalifah et al. (2016: 9) Berdasarkan Kemendikbud tahun 2014,
mengemukakan bahwa inti dari pembelajaran inkuiri adalah melibatkan peserta didik dalam masalah
penyelidikan nyata dengan menghadapkan mereka dengan cara penyelidikan (investigasi), membantu
mereka mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam wilayah investigasi, dan meminta
mereka merancang cara mengatasi masalah. Melalui inkuiri peserta didik belajar menjadi seorang
ilmuwan dalam menyusun pengetahuan. Selaim itu peserta didik elajar menghargai ilmu dan mengetahui
keterbatasan pengetahuan dan ketergantungan satu dengan yang lain.        

Menurut (Yuliani, 2012:20) dalam Purwasih (2015: 18),  Membedakan model pembelajaran inkuiri


menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang
diberikan oleh guru  kepada siswanya. Ketiga jenis model pembelajaran inkuiri tersebut adalah:

1)      Inkuiri Terbimbing

Menurut Sukimarwati (2013: 156),Guided InquiryModelmerupakan model pembelajaran yang


menekankan dalam proses penemuan konsep.Guide inquiry model berusaha meletakkan dasar dan
mengembangkan cara metode ilmiah, dan menempatakn siswa lebih banyak beljar sendiri atau kelompok
untuk memecahkan masalah.Model ini mengembangkan keterampilan proses sains dan memusatkan
perhatian pada pengembangan motivaasi, dan kemampuan kreaatif,

Menurut Sukimarwati (2013: 156) Tahap-tahap model pembelajaran  Guided InquiryModel yaitu diawali


dengan:
a.       Perumusan masalah (inisiasi)

b.      Membuat hipotesis (seleksi)

c.       Merancang percobaan (eksplorsi)

d.      Melaksanakan percobaan (formulasi)

e.       Membuat kesimpulan (koleksi)

f.       Mengkomunikasiakan hasil percobaan (pesentasi)

Tahap penilaian model pembelajaran ini akan lebih efektif apabila ditunjang oleh pembelajaran yang
sesuai.

Menurut Santoso et al. (2017:22) Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah satu model
pembelajaran yang tepat diterapkan pada kondisi kelas yang kemampuan peserta didiknya bervariasi.
Model pembelajaran inkuir terbimbing (guided inquiry) adalah model pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik, peserta didik juga dilatih mengembangan kemampuan untuk berpikir, peserta didik dilatih
berpikir kritis. Selain ini dapat membangkitkan gairah belajar pada peserta didik. Pembelajaran inkuiri
terbimbing diterapkan agar peserta didik diberi kesempatan untuk memecahkan masalah yang mereka
hadapi secara individu ataupun berkelompok. Dan dilatih untuk beriteraksi dengan teman sebaya didalam
kelas agar saling bertukar informasi.

Menurut Mediawati (2014:8), Model pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan yaitu:

a)      Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan

b)      Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inkuiri

c)      Mendukung kemampuan problem solving siswa

d)     Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun guru dengan siswa. Dengan demikian siswa
terlatih untuk enggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar

e)      Materi yang dipelajari akan mencapai tingkat kemampuan yang lebih lama membekas dalam
ingatan karena sisiwa dilibatkan dalam proses menemukannya.

2)      inkuiri bebas;

3)      inkuiri yang dimodifikasi. 

Menurut Handriani et al. (2015: 211), MPI memiliki tingkatan berdasarkan kompleksitas dalam
penerapannya. Mengelompokkan MPI menjadi empat tingkatan, yaitu inkuiri terstruktur (structured
inquiry), inkuiri terbimbing (guided inquiry), inkuiri terbuka (open inquiry), dan siklus belajar (learning
cycle). Penjelasannya sebagai berikut:

1)      inkuiri terstruktur, pada kegiatan pembelajaran guru menyediakan rumusan masalah penyelidikan,
bahan, dan prosedur, sedangkan hasilnya dicari oleh siswa sendiri;
2)      inkuiri terbimbing, pada kegiatan pembelajaran guru hanya menyediakan bahan dan rumusan
masalah penyelidikan, dan siswa merancang prosedur penyelidikan untuk mencari jawaban permasalahan;

3)      inkuiri terbuka, pada inkuiri ini siswa terlibat dalam merumuskan masalah yang diteliti. Inkuiri ini
mirip seperti cara kerjanya para peneliti;

4)      siklus belajar, pembelajaran dengan tahap yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga siswa ikut
berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siklus belajar menekankan siswa untuk menemukan konsep
baru, kemudian guru memberi jawaban formal nama konsep tersebut, dan siswa mengaplikasikan konsep
tersebut dalam konteks yang berbeda.

Menurut Lahadisi (2014: 95-96), beberapa macam model pembelajaran inquiri yang dikemukakan oleh
Sund dan Trowbridge dalam Hamruni, diantaranya:

1.      Guide Inquiry Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam
pelaksanaanya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada guru.

2.      Modified inquiry Model ini memiliki ciri yaitu guru hanya memberikan permasalahantersebut
melalui pengamatan, percobaan, atau prosedur penelitianuntuk memperoleh jawaban

3.      Free inquiry Pada model ini siswa harus mengidentifikasi dan merumuskan macam problema yang
dipelajari dan dipecahkan.

4.      Inquiry Role Approach Model pembelajaran inkuiri pendekatan peranan ini melibatkan siswa dalam
tim-tim yang masing-masing terdiri atas empat orang untuk memecahkan masalah yang diberikan.

5.      Invitation Into Inquiry Model inkuiri jenis ini siswa dilibatkan dalam proses pemecahan masalah
dengan cara-cara yang ditempuh para ilmuwan.

6.      Pictorial RiddlPada model ini merupakan metode mengajar yang dapat mengembangkan motivasi
dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil tau besar, gambar, peragaan, atau situasi sesungguhnya
dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif para siswa.

7.      Synectics Lesson Model ini lebih memusatkan keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam
bentuk kiasan supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya.

8.      Value Clarification Pada model ini siswa lebih difokuskan pada pemberian kejelasan tentang suatu
tata aturan atau nilai-nilai pada suatu proses pembelajaran.

Karakteristik Atau Ciri-ciri Model Pembelajaran Inquiry

Menurut Sanjaya (2006: 194) dalam Maulana et al. (2015: 46), Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama
model inkuiri, yaitu:
a.       Inkuiri menekankan kepada aktivitas secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya
model inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya
berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk
menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

b.      Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri
dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self
belief). Dengan demikian model pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar,
akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.

c.       Dapat mengembangkan kemampuan berpikri secara sistematis, logis, dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian dalam
model inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka
dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Menurut Minner et al. (2010: 478),inquiry science instruction can be characterized as having three
aspects:

1)      Thepresence of science content,

2)      student engagement with science content, and

3)      student responsibility forlearning, student active thinking, or student motivation within at least one
component of instruction question, design, data, conclusion, or communication.

Terjemahannya:

Menurut Minner et al. (2010: 478), instruksi ilmu inquiry dapat dicirikan memiliki tiga aspek:

1)      Keberadaan konten sains,

2)      Keterlibatan siswa dengan konten sains, dan

3)      Tanggung jawab siswa untuk belajar, pemikiran aktif siswa, atau motivasi siswa dalam setidaknya
satu komponen pertanyaan instruksi, desain, data, kesimpulan, atau komunikasi.

Tujuan, Peran dan Manfaat Model Pembelajaran Inquiry

A.    Tujuan Model Pembelajaran Inquiry

Tujuan utama model inquiry adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan
keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar
rasa ingin tahu mereka. Model inquiry merupakan bentuk pembelajaran yang beorientasi kepada siswa
(student centered approach), sebab siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses
pembelajaran (Maulana et al., 2015: 47).

Menurut Setiawan (2006) dalam Maulana et al. (2015: 48), Adapun tujuan model inkuiri, adalah:
a.       Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam memecahkan masalah atau
memutuskan sesuatu secara tepat (objektif).

b.      Mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar lebih tanggap, cermat, dan nalar (kritis, analitis,
dan logis).

c.       Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh (curiousity).

d.      Mengungkapkan aspek pengetahuan (kognitif) maupun sikap (afektif).

Jadi, tujuan inkuiri pada dasarnya  melatih siswa untuk  belajar  bagaimana menemukan


sendiri  pemecahan  masalah yang sedang dihadapi. Juga melatih siswa memahami  materi pembelajaran
dari pengalaman yang ditemukan melalui proses inkuiri tersebut.

     Peran Guru dan Siswa dalam Model Pembelajaran Inquiry

Menurut Trianto (2007: 136) dalam buku Maulana et al. (2015: 47), Peran guru dalam pembelajaran
inquiry:

a)      Motivator, memberikan rangsangan agar siswa mengalami bergairah berpikir.

b)      Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan.

c)      Penanya, Menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat.

d)     Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas.

e)      Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

f)       Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.

Menurut Simatupang (2015:  35) Dalam model pembelajaran inkuiri, guru berperan sebagai:

a)      Motivator, artinya guru mendorong siswa agar dapat berpikir kritis melalui penyajian masalah

b)      Fasilisator, artinya guru membantu siswa ketika mengalami kesulitan, dan

c)      Pengarah, guru sebagai pengarah artinya guru memimpin siswa agar mencapai tujuan pembelajaran
yang telah diterapkan.

According to Anderson (2002: 5),  Table 1. Traditional–reform pedagogy continuum:

Predominance of old orientation Predominance of new orientation


Teacher Role:

As dispenser of knowledge As coach and facilitator

Transmits information communicates Helps students process info.


with individuals directs student actions Communicates with groups Coaches
explains conceptual relationships student actions facilitatesstudent
teacher knowledge is static directed thinking models the learning process
use of textbook, etc. flexible use of materials

Student Role:

As passive receiver As self-directed learner

Records teacher’s information Processes information interprets,


memorizes information follows explains, hypoth. Designs own
teacher directiions defers to teacher as activities shares authority for answers
authority

Student work:

Teacher-prescribed activities Student-directed learning

Completes worksheets all students Directs own learning tasks vary among
complete same tasks teacher directs students design and direct own tasks
tasks absence of items on right emphasizes reasoning, reading and
writing for meaning, solving
problems, building form existing
cognitive structures, and explaining
complex problems.

Terjemahannya:

Menurut Anderson (2002: 5), table 1. Regenerasi pedagogi tradisional-reformasi

Dominasi orientasi lama Mendominasi orientasi baru

Peran Guru:

Sebagai dispenser pengetahuan Sebagai pelatih dan fasilitator

Mentransmisikan informasi berkomunikasi Membantu siswa memproses info.


dengan individu mengarahkan tindakan Berkomunikasi dengan kelompok Pelajar
siswa menjelaskan hubungan konseptual siswa tindakan memfasilitasi model
pengetahuan guru adalah penggunaan statis pemikiran siswa proses pembelajaran
buku teks, dll. penggunaan bahan fleksibel
Peran Siswa:

Sebagai penerima pasif Sebagai pembelajar mandiri

Catatan informasi guru yang menghafal Memproses interpretasi informasi,


informasi mengikuti arahan pengarah guru menjelaskan, hipotesis. Desain kegiatan
ke guru sebagai otoritas sendiri memiliki otoritas untuk jawaban

Pekerjaan Siswa:

Kegiatan yang ditentukan oleh guru Pembelajaran yang diarahkan oleh siswa

Melengkapi lembar kerja semua siswa Mengarahkan tugas belajar sendiri


menyelesaikan tugas yang sama guru bervariasi di antara desain siswa dan
mengarahkan tugas tidak adanya item di mengarahkan tugas sendiri menekankan
sebelah kanan penalaran, membaca dan menulis untuk
makna, memecahkan masalah, membangun
bentuk struktur kognitif yang ada, dan
menjelaskan masalah yang kompleks.

C.    Manfaat Model Pembelajaran Inquiry

Menurut Sanjaya (2006) dalam Nurjannah (2017: 111-112),Manfaat model pembelajaran inquiry bagi
anak dalam proses belajar antara lain sebagai berikut:

a.       Membantu dan mengembangkan konsep pada diri anak, sehingga anak dapat mengerti tentang
konsep dasar dan ide-ide  lebih baik.

b.      Membantu dan menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.

c.       Membantu anak untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap objektif, jujur dan
terbuka.

d.      Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.

e.       Memberi stimulasi/rangsangan terhadap proses belajar anak lebih baik.

f.       Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

g.      Memberi kebebasan anak untuk belajar sendiri. 

2.1.4        Prinsip Model Pembelajaran Inquiry

Menurut Ibnu Badar dalam Mariyaningsih et al. (2018: 61), terdapat beberapa prinsip pembelajaran
inkuiri meliputi:
1)      Berorientasi pada pengembangan intelektual

Pembelajaran inkuiri berorientasi kepada hasil dan proses belajar karena tujuan utama pada model
pembelajaran inkuiri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa

2)      Prinsip Interaksi

Guru bukanlah satu-satunya sumber belajr siswa,karena pada dasarnya prosees pembelajaran terjadi
manakala ada proses interaksi baik antarsiswa, antara siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan
lingkungan. Jadi dalam hal ini perean guru adalah mengatur  lngkungan belajar dan interaksi yang
diharapkan terjadi.

3)      Prinsip bertanya

Kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap mlangkah inkuiri sangat diperlukan, selalu dikembangkan
pula sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertnyakan berbagai fenomena yang dipelajari

4)      Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan sekedar mengingat sejumlah fakta, melainkan sejumlah proses berpikir, yang dimaksud
berpikir disini adalah proses mengembangkan potensi seluruh otak. Berpikir adalah menggunaan dan
pemanfaatan otak secara maksimal.

5)      Prinsip keterbukaan

Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan
hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan sehingga pelajaran yang
dipelajari menjadi bermakna, pembelajaran yang bermakna merupakan pembelajaran yang menyediakan
berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya oleh siswa sendiri.

Menurut Wena (2009:76) dalam Chodijah et al. (2012: 9), menjelaskan prinsip model inquiry yaitu:

a.       Peserta didik akan bertanya jika mereka dihadapkan pada masalah yang membingungkan

b.      Peserta didik dapat menyadari dan belajar menganalisis strategi berfikir mereka.

c.       Strategi berfikir baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan pada apa yang telah mereka
miliki.

d.      Inquiry dalam kelompok dapat memperkaya khazanah pikiran dan membantu peserta didik belajar
mengenai sifat pengetahuan yang sementara dan menghargai pendapat orang lain.

2.1.5        Langkah-langkah Model Pembelajaran Inquiry

Menurut Sanjaya dalam Cahyani (2016:142), proses pembelajaran inkuiri dilakukan melalui tahapan-


tahapan sebagai berikut:

1)      Orientasi
2)      Merumuskan Masalah

3)      Mengajukan hipotesis

4)      Mengumpulkan data

5)      Menguji hipotesis

6)      Merumuskan kesimpulan

Pengajaran guru yang melibatkan ke enam – enam fasa ini menggambarkan aplikasi model inkuiri. Model
ini boleh digunakan sama ada di peringkat rendah atau pun menengah, bagi memastikan pengajaran
secara inkuiri ini berjaya, guru hendak lah memahirkan diri dengan langkah atau fasa inkuri serta yakin
dalam menggunakan model ini terlebih dahulu, selain itu guru hendaklah merancang pengajaran dengan
teliti.

Menurut Majid (2016: 224-226), secara umum proses pembelajaran dengan menggunakanstrategi dapat
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.

a.       Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasanaatau iklim pembelajaran yang responsif. Pada
langkah ini, gurumengkondjsikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran.Guru merangsang
dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkanmasalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang
sangat penting.Keberhasilan startegi ini sangat tergantung pada. kemauan siswauntuk beraktivitas
menggunakan kemampuannya dalam memecahkanmasalah. Tanpa kemauan dan kemampuan tersebut tak
mungkinproses pembelajaran akan berjalan dengan lancar.

b.      Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah melibatkan siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-
teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-
teki tersebut karena masalah tersebut pasti ada jawabannya sehingga siswa didorong untuk mencari
jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat panting dalam strategi inkuiri.  Oleh sebab
itu, melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses belajar.

c.       Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai
jawabansementarahipotesis perludiuji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan
sembarangperkiraantetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokohsehinggahipotesis yang
dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat
dipengaruhioleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman.Dengandemikian, setiap
individu yang kurang mempunyai wawasanakan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.

d.      Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasiyang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang
diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan prosesmental yang sangat
penting dalam pengembangan intelektual. Prosespengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi
yang kuatdalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi
berpikirnya. Oleh karena itu, tugas dan peranguru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-
pertanyaanyang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yangdibutuhkan. Sering terjadi
kemacetan berinkuiri adalah manakalasiswa tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak
apresiatifitu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakgairahan dalambelajar. Manakala guru
menemukan gejala-gejala semacam ini, guruhendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan
kepadasiswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaansecara merata kepada seluruh
siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir.

e.       Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yangdianggap diterima sesuai dengan data atau
informasi yang diperolehberdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yangterpenting adalah
mencari tingkat keyakinan siswa atas jawabanyang diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga
berartimengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaranjawabanyang diberikanbukan
hanya berdasarkanargumentasiakan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan
dapatdipertanggungjawabkan.

f.       Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuanyang diperoleh berdasarkan hasil


pengujian hipotesis. Merumuskankesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran.Sering
terjadi, karena banyaknya data yang diperoleh menyebabkankesimpulan yang dirumuskan tidak fokus
pada masalah yanghendak dipecahkan. Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulanyang akurat
sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa datamana yang relevan.

According to Hutahaean et al. (2017: 31), the science process skills is a complex capability device
commonly used in conducting scientific inquiry into a series of learning process.Science process skills in
this study refers to are as follows 1) obseving, 2) asking question, 3) Formulate hypotheses, 4) Find
patterns and variable relationships, 5) Communicate effectively, 6) Designing an experiments,7)
conducting an experiments ,8) Make a conclusion. Menurut Hutahaean et al. (2017: 31), keterampilan
proses sains adalah perangkat kemampuan kompleks yang biasa digunakan dalam melakukan
penyelidikan ilmiah ke dalam serangkaian proses pembelajaran. Keterampilan proses sains dalam
penelitian ini mengacu adalah sebagai berikut 1) obseving, 2) mengajukan pertanyaan, 3) Merumuskan
hipotesis, 4) Menemukan pola dan hubungan variabel, 5) Berkomunikasi secara efektif, 6) Merancang
percobaan, 7) melakukan percobaan, 8) Buat kesimpulan.

Menurut Zaini et al. ( 2008: 28-29), langkah-langkah inquiri adalah sebagai berikut:

1.      Buat satu pertanyaan tentang satu pelajaran yang dapat membangkitkan minat peserta didik untuk
mengetahui lebih lanjut atau mendiskusikannya dengan teman. Pertanyaan tersebut harus dibuat yang
sekiranya hanya diketahui oleh sebagian kecil peserta didik. Misalnya adalah :

·   Pengetahuan sehari-hari (“ mengapa harga BBM naik ?”)


·   Bagaimana (“ Menurut prinsip-prinsip andragogi, bagaimana seharusnya seorang pengajar
memperlakukan peserta didiknya?”)

·   Definisi (“Apakah tujuan pembelajran itu?”)

·   Ide pokok (“Menurut anda, apa yang dibahas dalam topik ini?”)

·   Cara kerja sesuatu (“ Apa yang menyebabkan concept map dapat dipahami oleh orang lain?”)

·   Produk/hasil (“Menurut Anda apa yang akan dihasilkan oleh pelatihan ini?”)

·   Solusi (“Apa jalan keluarnya jika tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh seorang
pengajar?”)

2.      Anjurkan peserta didik untuk menjawab apa saja sesuai dengan dugaan mereka. Gunaka kata-kata;
coba perkirakan, apa kira-kira? Dan lain-lain.

3.      Jangan memberi jawaban secara langsung. Tamping semua dugaan-dugaan, biarkan peserta didik
bertanya-tanya tentang jawaban yang benar,

4.      Gunakan pertanyaan tersebut sebagai jembatan untuk mengajarkan apa yang akan anda ajarkan
kepada peserta didik. Jangan lupa beri jawaban yang benar di tengah-tengah anda menyampaikan
pelajaran/perkuliahan.

Unsur-Unsur dalam Model Pembelajaran Inquiry

·         Sintaks ( struktur model pengajaran )

            Menurut Joyce et al. (2015:151-152) Sintaks memiliki beberapa fase-fase,tetapi tidak diurutkan


secara kaku.

·         Fase satu, bidang penyelidikan dikemukakan oleh kepada siswa, termasuk metodologi-metodologi
yang digunakan dalam penyelidikan tersebut.

·         Fase dua, masalah disusun sehingga siswa mengidentifikasi suatu kesulitan dalam penyelidikan,
kesulitan mungkin menjadi salah satu inpretasi data,pembentukan data, kendali eksperimen, atau
pembuatan kesimpilan.

·         Fase tiga, siswa diminta untuk berspekulasi tentang masalah, sehingga siswa dapat
mengidentifikasi kesulitan yang terlibat dalam penelitian.

·         Fase empat, siswa kemudian diminta memikirkan cara-cara memecahkan kesulitan dengan
merancang ulang eksperimen,  menyusun data dengan cara-cara yang berbeda, menghasilkan data,
mengembangkan kontstruk, dan sebagainya.

Menurut Hermawan dan Sondang S. (2013: 34), Sintaks pembelajaran model inquiry :

Fase-Fase Kegiatan Pembelajaran

1.      Menyajikan pertanyaan Guru membimbing siswa


Mengidentifikasi masalah dan di tulis di
papan tulis. Guru membagi siswa ke
dalam kelompok.

2.      Membuat Hipotesis Guru memberikan kesempatan kepada


siswa untuk curah pendapat dalam
membentuk hipotesis. Guru
membimbing siswa dalam menentukan
hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan memprioritaskan
hipotesis mana yang menjadi prioritas
penyidikan.

3.      Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan kepada


siswa untuk menentukan langkah-
langkah yang sesuai dengan hiptesis
yang akan dilakukan. Guru membimbing
siswa mengurutkan langkah-langkah
percobaan.

4.      Melakukan percobaan untuk Guru membiming siswa mendapat


memperolah informasi informasi melalui percobaan

5.      Mengumpulkan dan menganalisa Guru memberi kesempatan pada tiap


data kelompok untuk menyampaikan hasil
pengolahan data yang terkumpul

6.      Membuat kesimpulan Guru membimbing siswa untuk


membuat kesimpulan

Tabel 2. Sintaks pembelajaran model inquiry

According to Vanaja  (2003: 40), syntax for inquiry training models (ITM): it is the plan of action that a
teacher has to follow while using ITM in the classroom. It is devided into five phases.

Phase 1:   Encounter with the problem: In this phase the teacher explains the rules of the model and
presents a puzzling or problem situation.

Phase 2:   Data gathering - verification

Phase 3:   Data gathering – Experimentation

            In phase 2 and 3 students have to gather data for analysis, verification and experimentation. The
students are required to ask series of questions such that the teacher can answer by only ‘yes’ or ‘no’.
there are three distinct steps in the data gathering process:

        i.            Verifying the nature of objects, conditions and properties and occurrence of event.
      ii.            Isolating the irrelevant variables and conditions through experimentation could be of two-
type (a) verbal and (b) manipulative.

    iii.            Hypothesizing and testing causal relationships through experimentation.

Phase 4:   Formulation of an Explanation: in this phase the students try to formulate an explanation on the
basis of the data gathered in Phase 2 and 3.

          According to Suchman theory building takes place at four levels:

a)  Simple linear causation.

b)  Theories of properties.

c)  Analysis.

d)  Application of a generalization.

Phase 5:   Analysis of inquiry process: in this phase the students analyze their patterns of thinking. They
identify the questions that were useful in analysing data and those that were irrelevant.

                 Terjemahannya:

Menurut Vanaja (2003: 40), sintaks untuk model pelatihan inquiry (ITM): itu adalah rencana tindakan
yang harus diikuti oleh seorang guru ketika menggunakan ITM di kelas. Dibagi menjadi lima fase.

Fase 1: Bertemu dengan masalah: Pada tahap ini guru menjelaskan aturan model dan menyajikan situasi
yang membingungkan atau bermasalah.

Fase 2: Pengumpulan data – verifikasi

Fase 3: Pengumpulan data – Eksperimen

            Pada fase 2 dan 3 siswa harus mengumpulkan data untuk analisis, verifikasi dan eksperimen. Para
siswa diminta untuk mengajukan serangkaian pertanyaan sedemikian rupa sehingga guru dapat menjawab
hanya dengan 'ya' atau 'tidak'. ada tiga langkah berbeda dalam proses pengumpulan data:

        i.            Memverifikasi sifat benda, kondisi dan sifat dan kejadian kejadian.

      ii.            Mengisolasi variabel dan kondisi yang tidak relevan melalui eksperimen dapat berupa dua
tipe (a) verbal dan (b) manipulatif.

    iii.            Hipotesis dan pengujian hubungan kausal melalui eksperimen.

Fase 4: Perumusan Penjelasan: dalam fase ini para siswa mencoba untuk merumuskan penjelasan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada Tahap 2 dan 3.

Menurut teori Suchman, bangunan berlangsung di empat tingkat:

a)      Penyebab linier sederhana.


b)     Teori-teori properti.

c)      Analisis.

d)     Penerapan generalisasi.

Fase 5: Analisis proses inkuiri: dalam fase ini para siswa menganalisis pola pikir mereka. Mereka
mengidentifikasi pertanyaan yang berguna dalam menganalisis data yang tidak relevan.

·         Sistem Social

          Iklim yang kooperatif dan teliti diperlukan. Karena siswa dipersilahkan masuk kedlam komunitas
pencari yang menggunakan teknik-teknik ilmu pengetahuan terbaik., iklim tersebut mencakup tingkat
keberanian dan kesederhanaan tertentu. Para  siswa mampu membuat hipotesis secara teliti, menantang
bukti, mengkritis rancangan penelitian, dan sebagainya. Selain menerima perlunya untuk teliti,, para
siswa juga harus mengenal sifat yang sementara dan tiba-tiba dari pengetahuan mereka sendiri serta
bidang ilmu pengetahuan tersebut, dan dalam melakukannya juga mengembangkan kesederhanaan
tertentu menyangjut pendekatan mereka ke mata pelajaran ilmiah yang dikembangkan  dengan baik
(Joyce et al., 2015:151-152).

          According to Vanaja (2003: 41), This model is based on the assumption that team approach is
better than individual approach. The social system here is cooperation. The teacher and students
participate as equals where ideas are concerned. Teacher acts as a facilitator to conduct the students in
their pursuit of an explanation to the discrepant event.

a)  Teacher’s Role: The teacher performs a large number of roles in this model. He selects the problem
situation, acts as a referee in the inquiry, responds to the students queries, probes with necessary
information, helps beginners to focus on inquiry process, facilitates discussion of the problem situation
among students, acts as a recorder, keeps track of inquiryby recording theories and types of questions on
the black board, and helps students to arrive at explanations.

b)  Student’s Role: Students play an active role in this model. They find out the discrepancy from the
problem and try to account for it. The collect data by asking pinpointed questions that can be answered by
a ‘yes’ or ‘no’. they logically arrange data gathered and try to put forward suitable explanations. They
finally suggest analogies and generalize the theory.

c)  Classroom procedure: This model emphasizes group activity. The students are given the freedom to
interact among themselves. They can arrange their places at their will. They can consult the library,
perform experiments or use any related books. The model requires on open classroom climate where the
teacher acts as an instructional manager and monitor.

Terjemahannya:

Menurut Vanaja (2003: 41), Model ini didasarkan pada asumsi bahwa pendekatan tim lebih baik daripada
pendekatan individual. Sistem sosial di sini adalah kerja sama. Guru dan siswa berpartisipasi sebagai
sederajat di mana ide-ide diperhatikan. Guru bertindak sebagai fasilitator untuk memimpin siswa dalam
mengejar penjelasan tentang kejadian yang tidak sesuai.
a)     Peran Guru: Guru melakukan sejumlah besar peran dalam model ini. Dia memilih situasi masalah,
bertindak sebagai wasit dalam penyelidikan, menanggapi pertanyaan siswa, menggali dengan informasi
yang diperlukan, membantu pemula untuk fokus pada proses penyelidikan, memfasilitasi diskusi tentang
situasi masalah di kalangan siswa, bertindak sebagai perekam, melacak menyelidiki teori pencatatan dan
jenis pertanyaan di papan tulis, dan membantu siswa untuk sampai pada penjelasan.

b)    Peran Siswa: Siswa memainkan peran aktif dalam model ini. Mereka mencari tahu perbedaan dari
masalah dan mencoba untuk memperhitungkannya. Pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan
berspekulasi yang dapat dijawab oleh ‘ya’ atau ‘tidak’. mereka secara logis mengatur data yang
dikumpulkan dan mencoba untuk mengedepankan penjelasan yang sesuai. Mereka akhirnya menyarankan
analogi dan generalisasi teori.

c)     Prosedur kelas: Model ini menekankan aktivitas kelompok. Para siswa diberikan kebebasan untuk
berinteraksi di antara mereka sendiri. Mereka dapat mengatur tempat mereka sesuai keinginan mereka.
Mereka dapat berkonsultasi dengan perpustakaan, melakukan eksperimen atau menggunakan buku-buku
terkait. Model ini membutuhkan iklim kelas terbuka di mana guru bertindak sebagai manajer
instruksional dan memantau.

·         Prinsip-prinsip Reaksi

Tugas guru adalah mengasuh penelitian dengan menekankan proses penelitian dan memengaruhi siswa
untuk bercermin padanya. Guru perlu berhati-hati sehingga identifikasi fakta-fakta tidak menjadi isu
sentral dan sebaiknya mendorong tingkat ketelitian yang baik dalam penelitian. Guru sebaiknya
mengarahkan siswa menuju pembentukan hipotesis, interpretasi data, dan perkembangan kontsturk, yang
dipandang sebagai cara menginterpretasikan relita secara cepat (Joyce et al., 2015:151-152).

            According to Vanaja (2003: 40-41), In this model the most important reactions of the teacher
takes place during the second and third phases. In the second phase, the task of the teacher is to help the
students to inquire but not to do the inquiry for them. Many a time students may ask questions that cannot
be answered with a ‘yes or ‘no’. in such situations, the teacher must ask the students to rephrase their
questions so that their attempt to collect data progresses smoothly. The teacher can if necessary keep the
ball of inquiry rolling by making new information available to the group and focus on a particular
problem even by raising questions.

Terjemahannya:

Menurut Vanaja (2003: 40-41), Dalam model ini reaksi yang paling penting dari guru terjadi selama fase
kedua dan ketiga. Pada tahap kedua, tugas guru adalah membantu siswa untuk bertanya tetapi tidak
melakukan penyelidikan untuk mereka. Banyak waktu siswa dapat mengajukan pertanyaan yang tidak
dapat dijawab dengan 'ya atau' tidak '. dalam situasi seperti itu, guru harus meminta siswa untuk
mengulang kembali pertanyaan mereka sehingga upaya mereka untuk mengumpulkan data berjalan
dengan lancar. Guru dapat jika perlu menjaga bola penyelidikan bergulir dengan membuat informasi baru
tersedia untuk kelompok dan fokus pada masalah tertentu bahkan dengan mengajukan pertanyaan.

·         Sistem Pendukung
           Instruktur yang terampil dan fleksibel dalam poses penelitian adalah suatu keharusan.Pelajaran
dapat disajikan dalam jarak  jauh, tetapi akses yang mudah didapat untuk seorang instruktur adalah
penting struktur campuran dengan pengajaran yang kuat di sekolah adalah kemungkinan yang baik (Joyce
et al., 2015:151-152).

          According to Vanaja (2003: 41), The main requirements of this model are a set of discrepant
events, teacher’s knowledge about the inquiry process and resource material related to problem.

          Terjemahannya:

             Menurut Vanaja (2003: 41), Persyaratan utama dari model ini adalah serangkaian kejadian yang
tidak sesuai, pengetahuan guru tentang proses penyelidikan dan materi sumber yang terkait dengan
masalah.

2.1.6        Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Inquiry

A.    Keunggulan Model Pemelajaran Inquiry

Menurut Sanjaya (2006: 206) dalam Setiasih (2016: 424), Beberapa kelebihan dari model pembelajaran
inkuiri, yaitu:

·         Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran lebih bermakna.

·         Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

·         Dianggap sebagai model yang sesuai dengan perkembangan psikologi modern.

·         Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.

Menurut Roestiyah (2012) dalam Setiasih (2016: 424), Model pembelajaran inkuiri memiliki beberapa
kelebihan yaitu:

·         Dapat membantu siswa dalam menggunakan ingatan yang sudah ada untuk dikaitkan dengan
konsep yang akan dibahas

·         Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,

·         Memberi kebebasan pada siswa dalam belajar

·         Mendorong siswa untuk dapat berpikir dan memecahkan masalah atas masalah yang sedang
dihadapinya.

Menurut Mediawati ( 2014 :8), Model pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan yaitu:

a)      Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan

b)      Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inkuiri

c)      Mendukung kemampuan problem solving siswa


d)     Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun guru dengan siswa. Dengan demikian siswa
terlatih untuk enggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar

e)      Materi yang dipelajari akan mencapai tingkat kemampuan yang lebih lama membekas dalam
ingatan karena sisiwa dilibatkan dalam proses menemukannya.

Hal ini terbukti setelah melalui proses pembelajaran inkuiri terbimbing kemampuan pemecahan masalah
secara matematis siswa meningkat. Lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan
pembelajaran Konvensioanal, Interaksi antar siswa sangat baik, pembelajaran seperti ini dapat
menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat.

B.     Kelemahan Model Pemelajaran Inquiry

            Menurut Mariyaningsih et al. (2018:64), Pembelajaran inkuiri memiliki kelemahan sebagai


berikut:

1)      Memerlukan waktu yang relatif lebih panjang

2)      Diperlukan usaha ekstra keras dari guru untuk mengubah kebiasaan belajar siswa yang lebih banyak
mengandalkan informasi dari guru

3)      Kadang sulit dalam menentukan indicator keberhasilan pembelajaran

4)      Sistem pendidikan di Indonesia yang dominan menyatakan kriteria keberhasilan belajar adalah
menguasa materi, maka strategi ini akan mengalami tantangan dalam pengimplementasiannya.

2.2    Kajian Kritis

Model pembelajaran inquiry merupakan model pembelajaran yang sangat efektif karena model
pembelajaran inquiry merupakan model pembelajaran yang penyajiannya memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Dimana guru hanya berperan
sebagai motivator, fasilitator, penanya, administrator dan pengarah yang memimpin kegiatan siswa untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.

Dalam pelaksanaannya model pembelajaran inquiry ini harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut
diantaranya: berorientasi pada pengembangan intelektual, prinsip interaksi, prinsip bertanya, prinsip
belajar untuk berpikir, dan prinsip keterbukaan. Sedangkan langkah-langkah dari model pembelajaran
inquiry ini yaitu yang pertama orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data , menguji hipotesis dan yang terakhir yaitu merumuskan kesimpulan. Model pembelajaran inquiry
terdiri atas beberapa unsur yaitu sintaks, sintaks ini terdiri dari beberapa fase: mulai dari bertemu dengan
masalah hingga analisis proses inquiry; system social, Sistem sosial di sini adalah kerja sama; prinsip
reaksi; dan system pendukung.

Beberapa kelebihan dari model pembelajaran inkuiri, yaitu:

·         Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran lebih bermakna.

·         Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
·         Dianggap sebagai model yang sesuai dengan perkembangan psikologi modern.

·         Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata.

Kelemahan pembelajaran inkuiri sebagai berikut:

1)      Memerlukan waktu yang relatif lebih panjang

2)      Diperlukan usaha ekstra keras dari guru untuk mengubah kebiasaan belajar siswa yang lebih banyak
mengandal informasi dari guru

3)      Kadang sulit dalam menentukan indicator keberhasilan pembelajaran

4)      Sistem pendidikan di Indonesia yang dominana yang menyatakan kriteria keberhasilan belajar
adalah menguasa materi, maka strategi ini akan mengalami tantangan dalam pengimplementasiannya.

4. MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND


LEARNING)
1. Konsep dasar pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru
mengaitkann antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat ( Nurhadi 2002).
CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan kontek
kehidupann sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih
lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan
baru untuk menemukan makna yang baru( Johnson,2002).
Sementara itu, Howey R, Keneth, (2001) mendefinisikan CTL sebagai berikut:
Melalaui pembelajaran kontekstual mengajarar bukan transformasi pengetahuan dari guru
kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari
kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari
kemampuan sisa hidup(life skill) dari pada yang dipelajarinya.   Dengan demikian, pembelajaran
akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat(bukan dekat dari segi
fisik). Akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari disekolah senantiasa bersentuhan dengan
situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat).

Ciri khas CTL ditandai oleh 7 komponen utama yaitu:


1.      Konstruktifism
2.      Inkuiri
3.      Questioning
4.      Learning community
5.      Modelling
6.      Reflection
7.      Authentic assesment

Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat
dilakukan melaui langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih  bermakna,
apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan
dan ketrampilan baru yang akan dimiliknya.
2.      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang akan diajarkan
3.      Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
4.      Menciptakan masyarakat belajar, seperti melakukan kegiatan kelompok berdiskusi, tanya
jawab dan lain sebagainya.
5.      Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan
media yang sebenarnya
6.      Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan
7.      Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap
siswa.

2.       Komponen Pembelajaran Kontekstual


Komponen pembelajaran kontekstual meliputi:
a.       Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful connections)
b.      Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant word)
c.       Melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning)
d.      Mengadakan kolaborasi(collaborating)
e.       Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking)
f.       Memberikan layanan secara individual (nurturing the individual)
g.      Mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standards)
h.      Menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment)

3.       Prinsip Pembelajaran Kontekstual


Ada tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu:
a.       Kontruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas.
Dalam CTL, strategi untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan
kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan  penekanan terhadap
seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa. Implikasi bagi guru dalam
mengembangkan tahap konstruktivisme ini terutama dituntut kemampuan untuk membimbing
siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya.
   Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri. Oleh
karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang  cukup luas, sehingga dengan
wawasannya itu ia selau dengan mudah memberikan ilustrasi, meggunakan sumber belajar, dan
media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif mencari dan melakukan serta
menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya. Dengan cara
itu, pengalaman belajar siswa akan memfasilitasi kemampuan siswa untuk melakukan
transformasi terhadap pemecahan masalah lain yang memiliki sifat keterkaitan, meskipun terjadi
pada ruang dan waktu yang berbeda.
b.       Menemukan (inquiry)
Menemukan , merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan
penegasan bahwa pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang
diperlukan  bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan
hasil menemukan sendiri. Kegiatan pembelajaran yang mengarah pada upaya menemukan, telah
lama diperkenalkan pula dalam pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan).

c.        Bertanya (questioning)


Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya
merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi
oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan
pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas
pembelajaran. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus
dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya
dengan kehidupan nyata.
   Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil
pembelajaran yang lebih luas dan mendalam, dan akan banyak ditemukan unsur-unsur
terkaityang sebelumnya tidak terpikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa. Oleh karena itu,
cukup beralasan jika dengan pengembangan bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih
tinggi karena dengan bertanya, maka:
1.      Dapat menggali informasi; baik administrasi maupun akademik
2.      Mengecek pemahaman siswa
3.      Membangkitkan respons siswa
4.      Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
5.      Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa
6.      Memfokuskan perhatian siswa
7.      Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
8.      Menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa

d.       Masyarakat belajar (Learning Community)


Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan
memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam
learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain
melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling
memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community yang
dikembangkan.
Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar dalam CTL sangat
dimungkinkan dan dibuka dengan luas memanfaatkan masyarakat belajar lain diluar kelas. Setiap
siswa mestinya dibimbing dan diarahkan untuk mengembangkan rasa ingin tahunya melalui
pemanfaatan sumber belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh masyarakat belajar di
dalam kelas, akan  tetapi sumber manusia lain diluar kelas (keluarga dan masyarakat). Ketika
kita dan siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat
itu pula kita atau siswa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain.

e.        Pemodelan (modelling)


Guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan
keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan  mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap
pembuatan  model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa
bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang
dimiliki oleh para guru.

f.         Refleksi (reflection)


Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Atau
refleksi adalah berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa
mengendapakan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi
kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi
dengan dirinya sendiri ( learning to be).
   Melalui  model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimilki
ketiak  bagaimana  membawa pengalaman belajar tersebut keluar dari kelas, yaitu pada saat ia
dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi sehari-hari.

g.       Penilaian sebenarnya (authentic assesment )


Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan
untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui CTL. Penilaian
adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau
petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Mengingat gambaran tentang kemajuan belajar
siswa diperlukan selama proses pembelajaran, maka penilaian tidak hanya dilakukan di akhir
program pembelajaran, akan tetapi secara integral dilakukan selama proses program
pembelajaran itu terjadi.
   Proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus mempertimbangkan karakteristik-
karakteristik:
1.      Kerja sama
2.      Saling menunjang
3.      Menyenangkan dan tidak membosankan
4.      Belajar dengan bergairah
5.      Pembelajarn terintegrasi
6.      Menggunakan berbagai sumber
7.      Siswa aktif
8.      Sharing dengan teman
9.      Siswa kritis guru kreatif
10.  Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa
11.  Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
praktikum, karangan siswa dll

4.       Skenario Pembelajaran Kontekstual


Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu
guru harus membuat desain (skenario) pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sebagai
alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut
dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut:
a.       Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna apakah
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan
ketrampilan baru yang harus dimilikinya.
b.      Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.
c.       Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
d.      Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab,
dan lain sebagainya.
e.       Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan
media sebenarnya.
f.       Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan
g.      Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap
siswa.

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas


yang dirancang oleh guru, yaitu dalamm bentuk skenario tahap demi tahap tentang apa yang
dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam program tersebut
harus tercermin penerapan dari ketujuh komponen CTL dengan jelas, sehingga setiap guru
memilki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing
kegiatan belajar-mengajar di kelas.

5.MODEL PEMEBELAJARAAN KOOPERATIF

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF


1.       Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari
empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan
komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan
guru.
Dalam sistem  belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya.
Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri
dan membantu sesama anggota kelompokk untuk belajar. Ada unsur dasar dalam pembelajaran
kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif
proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa saling membelajarkan
ssesama siswa lainnya.
Nurulhayati, (2002:25-28), mengemukakan lima unsur dasar model cooperative learning,
yaitu:
a.       Ketergantungan yang positif
b.      Pertanggungjawabann individual
c.       Kemampuan bersosialisasi
d.      Tatap muka
e.       Evaluasi proses kelompok

Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni cooperative task atau tugas kerja
sama dan cooperative incentive structure atau struktur insentif kerja sama. Tugas kerja sama
berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Sedangkan struktur insentif kerja sama merupakan
sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka
mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan
prestasi belajar siswa dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan menghargai pendapat orang
lain.
Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila:
1. guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual
2. guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar
3. guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri
4. guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa
5. guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan. 

2.       Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif


Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan
tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar.
Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b.       Didasarkan pada manajemen kooperatif


Ada tiga fungsi manajemen, yakni:
1.      Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukan bahwa pembelajaran
kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang
sudah ditentukan. Misalnya tujuan pa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa
yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya.
2.      Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif.
3.      Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukan bahwa dalam pembelajaran kooperatif
penting ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes.

c.        Kemauan untuk bekerja sama


Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok,
oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran
kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang
optimal.

d.       Ketrampilan bekerja sama


Kemampuan bekerja sama itu dipraktikan melaui aktifitas dalam kegiatan pembelajaran
secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model


pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut:
a.       Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
b.      Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah
c.       Bilamana munkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-
beda.
d.      Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan
pengembangan ketrampilan sosial.
            Ada tiga bentuk ketrampilan kooperatif sebagaimana diungkapkan oleh Lundgren (1994),
yaitu:
a.       Ketrampilan kooperatif tingkat awal
Meliputi: (1) menggunakan kesepakatan; (2) menghargai kontribusi; (3) mengambil giliran dan
berbagi tugas; (4) berada dalam kelompok; (5) berada dalam tugas; (6) mendorong partisipasi;
(7) mengundang orang lain untuk berbicara; (8) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (9)
menghormati individu.
b.       Ketrampilan kooperatif tingkat menengah
Meliputi: (1) menunjukan penghargaan dan simpati; (2) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan
cara yang dapat diterima; (3) mendengarkan dengan aktif; (4) bertanya; (5) membuat ringkasan;
(6) menafsirkan; (7) mengatur dan mengorganisir; (8) menerima, tanggungjawab; dan (9)
mengurangi ketegangan.
c.        Ketrampilan kooperatif tingkat mahir
Meliputi: (1) mengelaborasi; (2) memeriksa dengan cermat; (3) menanyakan kebenaran; (4)
menetapkan tujuan; dan (5) berkompromi.

3.       Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif


Menurut Roger dan David Johnson (Lie,2008) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran
kooperatif, yaitu sebagai berikut:
a.       Prinsip ketergantungan positif, yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam
penyelesaian tugas tergantung pada  usaha yang dilakukan kelompok tersebut. Keberhasilan
kerja kelompok ditentukan oleh kinerja nasing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu,
semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.
b.      Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-
masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan
tanggungjawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
c.       Interaksi tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota
kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan
menerima informasi dari anggota kelompok lain.
d.      Partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan
berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
e.       Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih eektif.

4.       Prosedur Pembelajaran Kooperatif


Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap,
yaitu sebagai berikut:
a.       Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran
sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa
terhadap pokok materi pelajaran..
b.      Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa
bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
c.       Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis,
yang dilakukan secara individu atau kelompok.
d.      Pengakuan tim, adlah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling
berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat
memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.

5.       Model-Model Pembelajaran Kooperatif


Ada beberapa variasi jenis model dalam  pembelajarn kooperatif, walaupun prinsip dasar dari
pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis-jenis model tersebut, adalah sebagai berikut:

1.       Model Student Teams Achievement Division (STAD)


Menurut Slavin (2007) model STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling
banyak diteliti. Dalam STAD, siswa dibagi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam
kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya.
Slavin juga memaparkan bahwa:”Gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu siswa agar
saling mendorong dan saling membantu satu sama lain untuk mnguasai ketrampilan yang
diajarkan oleh guru”. Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan
oleh guru, tetapi tidak saling membantu.

Langkah-langkah pembelajaran Kooperatif Model STAD


a.       Penyampaian tujuan dan motivasi
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi
siswa untuk belajar
b.      Pembagian kelompok
Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa
yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akaademik, gender/jenis
kelamin, ras atau etnik.
c.       Presentasi dari guru
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Di
dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang ketrampilan dan kemampuan
yang diharapkan dikuasai siswa, tugas danpekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara
mengerjakannya.
d.       Kegiatan belajar dari Tim (Kerja tim)
Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai
pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing
memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan  pengamatan, memberikan
bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan.
e.       Kuis (evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga
melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan
kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk  menjamin agar
siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar
tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan
seterusnya.
f.       Penghargaan Prestasi Tim
Pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan
melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
  Menghitung skor individu
  Menghitung skor kelompok
  Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok

2.       Model Jigsaw


Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya
dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pada dasarnya, dalam
model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil.
Selanjutnya guru membagi siswa kedalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat
orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap
komponen/sub tupik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing
kelompok yang bertanggungjawab terhadap sub topik yang sama membentuk kelompok  lagi
yang terdiri atas dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini akan bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam:
a.       Belajar dan menjadi ahli dalam sub topik bagiannya.
b.      Merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya
semula.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a.        Siswa dikelompokan dengan anggota ± 4 orang
b.      Tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda
c.       Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru
(kelompok ahli)
d.      Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan
kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai
e.       Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
f.       Pembahasan
g.      Penutup

Dalam model kooperatif jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan
pendapat dan mengola informasi yang didapat dan dapat meningkatkan ketrampilan
berkomunikasi, anggota kelompok bertanggungjawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan
ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan informasinya kepada
kelompok lain.
Jhonson, melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif model Jigsaw yang hasilnya
menunjukan bahwa hasil interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap
perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut adalah:
a.       Meningkatkan hasil belajar
b.      Meningkatkan daya ingat
c.       Dapat digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi
d.      Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu)
e.       Meningkatkan hubungan antara manusia yang heterogen
f.       Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah
g.      Meningkatkan sikap positif terhadap guru
h.      Meningkatkan harga diri anak
i.        Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif, dan
j.        Meningkatkan ketrampilan hidup bergotong-royong

Pembelajaran model Jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota
setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang
dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai tim ahli yang bertugas membahas
permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan
disampaikan pada anggota kelompoknya.
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.       Melakukan membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topik-topik
permasalahan untuk dibaca, sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut.
b.      Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama
bertemu dalam satu kelompok atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicarakan topik
permasalah tersebut.
c.       Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil yang
didapat dari diskusi para ahli.
d.      Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi
e.       Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.

3.       Investigasi Kelompok (Group Investigation)


Perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik Kooperatif GI adalah
kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas
memilih subtopik dari keseluruhan unit materi yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau
menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau
memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan
mereka.
Belajar koperatif dengan teknik GI sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan
kegiatan study proyek terintegrasi, yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis
informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karenanya, kesuksesan
implementasi teknik kooperatif GI sangat tergantung dari pelatihan awal dalam pemguasaan
ketrampilan komunikasi dan sosial. Tugas-tugas akademik harus diarahkan kepada pemberian
kesempatan bagi anggota kelompok untuk memberikan berbagai macam kontribusinya, bukan
hanya sekedar didesain untuk mendapat jawaban dari suatu pertanyaan yang bersifat faktual.
Implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran, secara umum dibagi menjadi
enam langkah:
a.       Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa kedalam kelompok
b.      Merencanakan tugas-tugas belajar
c.       Melaksanakan investigasi
d.      Menyiapkan laporan akhir
e.       Mempresentasikan laporan akhir
f.       Evaluasi
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe GI adalah:
a.       Membagi siswa kedalam kelompok kecil yang terdiri dari ± 5 siswa
b.      Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis
c.       Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya
secara bergiliran searah jarum jam dalam kurung waktu yang disepakati.
4.       Model Make a Match (Membuat Pasangan)
Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai
suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang
merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan waktunya
kartunya diberi poin.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:      
a.       Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi
review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban.
b.      Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawabanatau soal dari kartu yang dipegang
c.       Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu
soal/kartu jawaban)
d.      Siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
e.       Setelah satu babakk kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
f.       Kesimpulan

5.       Model TGT (Teams Games Tournaments)


Dalam TGT siswa  memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh
skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat diselingi
dengan pertanyaan yang dapat berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan,
jenis kelamin, suku bangsa atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja
dalam  kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja kelomppok guru memberikan LKS
kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota
kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompoknya yang tidak mengerti dengan tugas yang
diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau
menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.
6.      Model Struktural
Menurut pendapat Spencer dan Miguel Kagan bahwa terdapat enam komponen utama didalam
pembelajaran kooperatif tipe struktural. Keenam komponen itu adalah:
a.       Struktur dan konstruk yang berkaitan
b.      Prinsip-prinsip dasar
c.       Pembentukan kelompok dan pembentukan kelas
d.      Kelompok
e.       Tata kelola
f.       Ketrampilan social

6. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS WEB (E – LERNING)


            Pembelajaran berbasis web yang popular dengan sebutan Web-Based Education WBE)
atau kadang disebut e-learning(electronic learning)dapat didefinisikan sebagai aplikasi teknologi
web dalam dunia pembelajaran untuk sebuah proses pendidikan. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa semua pelajaran dilakukan dengan memanfaatkan tehnologi internet dan selama
proses belajar dirasakan terjadi oleh yang mengikutinya, maka kegiatan itu dapat disebut sebagai
belajar berbasis web.
                        Ada persyaratan utama yang perlu dipenuhi, yaitu adanya akses dengan sumber
informasi melalui internet. Selanjutnya, adanya informasi tentang letak sumber informasi yang
ingin kita didapatkan.ada beberapa sumber data yang dapat diakses dengan oleh pihak yang
memang telah diberi otorisasi pemilik sumber informasi.
Mewujutkan pelajaran berbasis web bukan sekedar meletakkan materi belajar pada web untuk
kemudian diakses melalui computer web, namun  juga digunakan bukan hanya sebagai meda
alternatif pengganti kertas untuk menyimpan berbagai dokumen atau informasi.Web dgunakan
untuk mendapatkan sisi unggul yang tadi telah diungkap. Keunggulan yang tidak memiliki media
kertas ataupun media lain.
a.       Implimentasi Pembelajaran Berbasis Web
Proses pembelajaran konvensional tatap muka dilakukan pendekatan student centered
learning (SCL) melalui kerja kelompok model ini menuntut partisipasi peserta didik yang tingg.
Untuk merancang dan mengmplementaskan pembelajaran berbasis web, langkahnya sebagai
berkui
1.      Sebuah program pendidikan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dilingkungan kampus
dengan berbasis web. Program ini dilakukan idealnya selama 5-10 bulan dan diibagi menjadi
5tahap.tahap1, 2, dan 5 dilakukan secara jarak jauh dan untuk itu dipilihmedia web sebagai
komunikasi. Sedangkan tahap 2 dan 4 dilakukan secara konvensional dengan tatap muka.
2.      Menetapkan sebuah mata kuliah pilihan dijurusan. Pembelajaran tatap muka dilakukan
secara rutin tiap minggu pada tujuh minggu pertama. Setelah itu, tatap muka dilakukan setiap
2atau 3 minggu sekali.
b.      Interaksi Tatap Muka dan varian
Ada tiga alasan mengapa forum tatap muka masih dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran ini.
Alasanya tersebut adalah:
1.      Perlunya forum untuk menjelaskan maksud dan mekanisme belajar yang akan dilalui
bersama secara langsung dengan semua peserta didik. Keberhasilan sebuah proses pembelajaran
juga ditentukan ileh pemahaman peserta didik tentang, apa, mengapa, dan bagaimana proses
belajar dan mengerjakan tugas akan berlangsung.
2.      Perlunya memberikan pemahaman sekaligus pengalaman belajar dengan mengerjakan tugas
secara kelompok dan kolaboratif pada setiap peserta didik.
3.      Perlunya memberikan pelatihan secukupnya dalam menggunakan computer yang akan
dugunakan sebagai media komunikasi berbasis web kepada siswa peserta didik.
Para guru dapat merancang pembelajaran berbasis computer dengan mengunakan salah satu
bahasa pemprogaman seperti, delpi, pascal, macromedia flash, swiss mx dan lainya. Dengan
menggunakan tehnologi informasi seorang guru dapat memanfaatkan computer sebagai total
theacing, diman guru hanya sebagai fasilitator dan siswa dapat belajar dengan berbasis computer
baik dengan mengunakan model pembelajaran drills, tutorial, simulasi ataupun instructional
games.

c.       Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran


            Internet sinkatan dari interconnection and networking,adalah jaringan informasi global,
yaitu “the largest global network of computer,thet anables people throughout the world to
connect with earch other”. Internet diluncurkan pertama kali oleh J.C.R> licklider dari MIT
(Massachusetts Intitute Technologi)pada agustus 1962
Pemanfaatan internet sebagai media pembelajaran memiliki beberapa kelebihansebagai berikut,
1.      Dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan kesemua penjuru tanah air dan
kapasitas  daya tamping yang tidak terbatas karena tidak memerlukan ruang kelas.
2.      Proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu seperti halnya tatap muka biasa.
3.      Pembelajaran dapat memilih topikatau bahan ajar yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan masing-masing
4.      Lama waktu belajar juga tergantung pada kemampuan masing-masing siswa
5.      Adanya keakuratan dan kekinian materi pembelajaran
6.      Pembelajaran dapat dilakukan secara interaktif, sehingga menarik siswa ;dan memungkinkan
pihak berkepentingan(orang tua siswa maupun guru)dapat turut serta menyukseskan proses
pembelajaran, dengan cara mengecek tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara online
Pembelajaran melalui internet dapat diberikan melalui format (Wulf,1996)diantaranya adalah:
1.      Electronic mail (delivery of course materials,sending in assignments, getting and giving
feedback, using a caurse listsrv.i.e.,electronic discussion group
2.      Bulletin boards/newsgroups for discussion of special group,
3.      Downloading of coursing materials or tutorial,
4.      Interactive tutorial on the web,
5.      Real time, interactive conferencing using MOO(Multiuser object Oriented)system of internet
realay Chat
Setelah bahan pembelajaran electronik dikemas dan dikemah dan dimasukan kedalam jaringan
sehingga dapat diakses melalui internet, maka kegiatan berikutnya yang perlu dilakukan adalah
mensosialisasikan ketersadiyaan program pembelajaran tersebut agar dapat diketahui oleh
masyarakat luas khususnya para calon peserta didik.
d.      Penggunaan internet dalam pembelajaran
Hal-hal yang dapat difasilitasi oleh adanya internet yaitu
1.      Discovery(penemuan), ini meliputi browsing dan pencarian informasi-informasi tertentu;
2.      Communication(komunikasi) intenetnet menyediakan jaringan komunikasi yang cepat dan
murah .
3.      Collaboration (kolaborasi), seiring dengan semakin meningkatnya komunikasi dan
kolaborasiantar media elektronik, baik individu mau pun kelompok
e.       Internet sebagai sumber belajar
            Karena internet merupakan sumber informasi utama dan pengetahuan, melalui tehnologi
ini kita dapat melakukan beberapa hal,diantaranya untuk:
1.      Menelusuri dan pencarian bahan pustaka
2.      Membangun program Artificial Intellegensi (kecerdasan buatan)untuk memodelkan sebuah
rencana pembelajaran;
3.      Member kemudahan untuk mengaksesapa yang disebut dengan Viktual classroom ataupun
Victual unufersity
4.      Pemasaran dan promosi hasil karya penelitian.

f. Internet untuk manajemen pembelajaran


            Diperkirakan pada masa mendatang kehidupan manusia akan banyak ditandai dengan
munculnya fenomena information superhighway, semakin melubernya information appliance,
tergunakanya digital and victual libraries dalam proses pendidikan dan pembelajaran, dan
terwujutnya teleworking yang mengurangi pergerakan manusia ke perkantoran.
Agar pemanfaatan tehnologi informasi tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal, maka
dibutuhkan kemampuan pengelolaan tehnologi komunikasi dan informasi yang baik yang dapat
diperoleh melalui pendidikan dan penelitian baik untuk tingkat membuat kebijakan pendidikan di
daerahmaupun pada tingkat sekolah. Pemahaman dan kemampuan menejerial kepala sekolah
berkaitan pemanfaatan tehnologi komunikasi dan informasi tersebut merupakan salah satu
persyaratan pokok dalam pemilihan kepala sekolah. Henry mintzberg mengemukakan dalam
tulisanya yang berjudul “the Manager’s Job:Folklore and Fact “, bahwa tiga peran pimpingan
yang meliputi :
         Peran interpersonal (interpersonal role), yaitu peran yang dituangkan (figurehead role),
peran sebagai pimpinan(leader role), dan peran sebagai penghubung(leasion role)
         Peran informasion(informational role)yaitu peran sebagai monitor(monitor role),peran
sebagai disamanitor(dissamanitor  role)peran sebagai juru bicara(spokesman role);
         Peran pengambilan keputusan(decisional role), yaitu peran sebagai wirausaha (entrepreneur
role), peran sebagai pengendali gangguan (disturbance handler role) , peran sebagai yang
mengalokasikan sumber daya (resource allocator), dan peran sebagai negosiator(negotiator role)
Simon(1977) mengatakan bahwa proses ada tiga tahap, yaitu:intelligence,design, dan choice,
kemudian dia menambahkan dengan implementatiom.

g.      Pemanfaatan e-Learning untuk pembelajaran


            Onni W. purbo(2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan elektronik dalam e-
learning digunakan untuk mendukung usaha-usaha pembelajaran lewat tehnologi elektronik
internet, intranet, satelit, tape audio,/video, TV interaktif dan CD rom adalah sebagian dari
median elektronik yang digunakan . pembelajaran boleh disampaikan secara
‘asynchronously’(pada waktu yang sama)atau pun’asynchronously’(pada waktu yang berbeda).
Materi pembelajaran dan pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai test,
grafik, animasi, simulasi, audio, dan video.
Perbedaan pembelajaran Tradisional dengan 'e-elerning,yaitu kelas ‘Tradisional’guru dianggap
sebagai orang yang serba tau dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada
pelajarnya. Sedangkan didalam pembelajaran ‘e-learning’ focus utamanya adalah pelajar. Pelajar
mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung jawab untuk pembelajaran. Suasana pembelajaran
e-elerning akan memaksa pelajaran memainkan perana yang lebih aktif dalam pembelajaranya.
Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha dan inisiatif sendiri.
Khoe Yao Tung (2000)mengatakan bahwa setelah kehadiran guru/dosen dalam arti sebenarnya,
internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil dosen/guru yang
mewakili suber belajar yang penting didunia.
Cisco (2001)menjelaskan filosofis  e-learning sebagai berikut. Pertama , e-learning merupakan
penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, dan pelatihan secara on-line.
Kedua e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional), kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan
berbasis computer)sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional didalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan tehnologi
pendidikan.
Keempat, kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaianyadengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapastas siswa yang pada giliranya
akan member hasil yang lebih baik.

h.      Tehnologi pendukung  e-learning
            Dalam praktiknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu, dikenal istilah
computer based learning(CBL), yaitu pembelajaran yang sepenuhnya menggunakan computer
;dan computer assistedlearning(CAL), yaitu pambelajaran yang menggunakan alat bantu utama
computer.pada prinsipnya tehnologi tersebut dapat dikelompokan menjadi dua,yaitu:technology
based learning  dan Technologi based web-learning. technology based learning ini pada
prinsipnya terdiri atas audio information Technologies (radio,audio, tipe, voice mail telephone )
dan video information technologi(video tape, video text, video
messanging)sedangkan Technologi based web-learning pada dasarnya adalah Data
informasi Technologies (bulletin board, internet, e-mail, tele-collaboration.

i.        Pengembangan Model e-learning


            Menurut Haughey (rusman,2007)tentang pengembangan e-learning adalah ada tiga
kemungkinan dalam pengembangan system pembelajaran berbasis internet, yaitu web course,
web centric course, dan web enhanced course.
web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan yang mana mahasiswa dan
dosen sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. web centric course adalah
penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka(konvensional)
  web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas
pembelajaran yang dilakukan dikelas.fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan
komunikasi antara mahasiswa dan dosen.

j.        Kelebihan dan kekuranga e-learning


Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khusus dalam pendidikan terbuka dan
pembelajaran jarak jauh, antara lain:
1.      Tersedianya fasilitas e-moderating dimana pendidik dan peserta didik dapat berkomunikasi
secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan sajakegiatan berkomunikasi itu
dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak,tempat, waktu.
2.      Pendidik dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang
terstuktur dan terjatwal melalyi internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai beberapa
jauhbahan ajar dipelajari.
3.      Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan pelajaran setiap saat dan dimana saja kalau
diperlukan, mengingat bahan ajar tersimpan dikomputer.
4.      Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang
dipelajarinya,ia dapat melakukan akses diinternet secara lebih indah.
5.      Baik pendidik maupun peserta didik dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat
diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan
yang lebih luas.
6.      Berubahnya peran peserta didik dari yang biasa pasif menjadi aktif dan lebih mandiri.
7.      Relative lebih efisien. Misalnya,bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau
sekolah konvensional.

                    Walaupun demikian, pemanfaatanya internet untuk pembelajaran atau e-learning


juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (bullen,2001, beam, 1997), antara
lain:
1.      Kurangnya interaksi antara pendidik dan peserta didik atau bahkan antar sesama peserta
didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses
pembelajaran.
2.      Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek social dan sebaiknya mendorong
tumbuhnya aspek bisnis /komersial.
3.      Proses pembelajaran cenderung kearah pelatihan dari pada pendidikan
4.      Berubahnya peran pendidik dari yang semula menguasai tehnik pembelajaran
konvensional,kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT/
medium computer
5.      Peserta didik yang tidak mempunyai motifasi belajar yang tinggi cenderung gagal.
6.      Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.
7.      Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan mengoprasikan internet
8.      Kurangnya personel dalam halpenguasaan bahas pemprogaman computer.

Daftar Pustaka
Arends, Richard I. 2008. Learning To Teach Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Arends, Richard I. 2007. Belajar Untuk Mengajar (volume 2). Terjemahan Helly p. dan
Sri M. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hakim, Luqman. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Instruction
Disertai Media Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri
1 Ngemplak Tahun Pelajaran 2011/2012. (online), (http://biologi.fkip.uns.ac.id/wp-
content/uploads/2012/02/LUQMAN-HAKIM_K4308098.pdf), diakses 8 Januari 2015.
Purwoningsih, Tuti. Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Pembelajaran
Fisika SMA. (online), (http://gurupintar.ut.ac.id), diakses 9 Januari 2015.
Suherman. 2008. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Penerapan
Model Pemelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Learning). Skripsi tidak
diterbitkan. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah.
Yuliati, Lia. 2008. Model-Model Pembelajaran Fisika “Teori dan Praktek”. 
Malang : Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai