Anda di halaman 1dari 13

Pertemuan II

Karakteristik Matematika Sekolah/Bidang Studi Matematika

A. Definisi Pembelajaran

Pembelajaran atau dalam bahasa Inggris biasa diucapkan dengan learning merupakan kata
yang berasal dari to learn atau belajar. Susanto, Ahmad (2013: 18-19) menyatakan bahwa kata
pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas yaitu belajar dan mengajar. Aktivitas belajar
secara metodologis cenderung lebih dominan pada peserta didik, sementara mengajar secara
instruksional dilakukan oleh guru, jadi istilah pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan
mengajar.

Belajar merupakan suatu perubahan meliputi kecakapan, keterampilan, sikap, kebiasaan dan
pemahaman dalam diri individu kearah yang lebih baik, sebagai hasil dari pengalamannya yang
dilakukan melalui proses interaksi di sekitar individu. Sedangkan mengajar merupakan kegiatan
mengatur dan mengorganisasi konten dan situasi pembelajaran lingkungan di sekitar siswa, untuk
menumbuhkan dan merangsang siswa dalam melakukan kegiatan belajar guna memperoleh hasil
yang diinginkan.

Secara psikologis pengertian pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku secara menyeluruh, sebagai hasil dari interaksi individu
itu dengan lingkungannya. Suyono & Hariyanto (2014: 183) mengatakan bahwa pembelajaran identik
dengan pengajaran, suatu kegiatan dimana guru mengajar atau membimbing anak-anak menuju
proses pendewasaan diri. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pembelajaran erat kaitannya
dengan pengajaran.

Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan
matematika yang dipelajari (Sudiati, 2014).

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah kegiatan belajar dan mengajar
yang mempelajari ilmu matematika dengan tujuan membangun pengetahuan matematika agar
bermanfaat dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
B. Fungsi Pembelajaran Matematika

Berikut penjelasan mengenai fungsi pembelajaran matematika (Tonga, 2013):

1. Matematika sebagai Suatu Alat

Guru hendaklah sangat diharapkan agar para siswa diberikan penjelasan untuk melihat berbagai
contoh dalam penggunaan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam mata
pelajaran lain, dalam kehidupan kerja atau dalam kehidupan sehari-hari.

2. Matematika sebagai Pola Pikir

Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau
menyampaikan suatu informasi

3. Matematika sebagai Ilmu atau Pengetahuan

Sebagai guru harus mampu menunjukkan bahwa matematika selalu mencari kebenaran, dan
bersedia meralat kebenaran yang telah diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba
mengembangkan penemuanpenemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.

C. Karakteristik Matematika Sekolah/Bidang Studi Matematika

Matematika menurut Soedjadi (Yuhasriati, 2012: 82) memiliki beberapa

karakteristik yakni sebagai berikut:

1. Memiliki objek kajian yang abstrak

Kajian atau materi matematika terdiri dari objek abstrak yang sulit untuk dipelajari. Objek
abstrak matematika meliputi fakta, konsep, operasi dan prinsip.

2. Bertumpu pada Kesepakatan

Salah satu contohnya yakni menggunakan simbol atau lambang angka seperti 1, 2, 3, 4, 5, …,
untuk berkomunikasi dalam pembahasan matematika.

3. Berpola pikir deduktif

Matematika memiliki pola pikir deduktif, berarti pola pengerjaan matematika berdasarkan pada
pembuktian kebenaran. Dalam hal ini, suatu pernyataan matematika dapat dibuktikan
kebenarannya melalui pernyataan sebelumnya yang telah dibuktikan dan diakui kebenarannya.

4. Konsisten dalam Sistem


Sistem matematika yang saling terkait yaitu sistem dalam suatu pembahasan, contohnya sistem
pada aljabar. Dalam aljabar terdapat prinsip yang lebih kecil dan terkait satu sama lain.
Sedangkan sistem dalam matematika yang tidak terkait, yakni tidak memiliki hubungan prinsip
antara sistem satu dengan sistem lainnya. Salah satu contohnya yakni sistem aljabar tidak
terkait dengan sistem geometri.

5. Memiliki simbol yang kosong dari arti

maksudnya yaitu simbol matematika tidak memiliki arti apabila simbol tersebut tidak dikaitkan
dengan konteks tertentu

6. Memerhatikan semesta pembicaraan

Dalam matematika diperlukan suatu semesta pembicaraan untuk menyelesaikan suatu


pernyataan matematika sesuai dengan konteks sehingga diperoleh hasil yang dimaksud konteks
tersebut.
Pertemuan III

Berbagai Konsep Model Pembelajaran

A. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang menjadi panduan
dalam melakukan langkah-langkah kegiatan. Dalam mengaplikasikan langkah-langkah model
pembelajaran terdapat pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik yang digunakan guru untuk
menunjang pembelajaran. Berikut ini beberapa pendapat mengenai pengertian atau definisi model
pembelajaran:

1. Miftahul Huda (Huda, 2014: 73) berpendapat bahwa model pengajaran sebagai rencana atau

pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi intruksional

dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau disetting yang berbeda.

2. Indrawati (2011: 16) menyatakan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar tertentu.

Jadi, model pembelajaran merupakan pola desain pembelajaran, yang menggambarkan secara
sistematis langkah demi langkah pembelajaran untuk membantu siswa dalam mengonstruksi
informasi, ide, dan membangun pola pikir untuk mencapai tujuan pembelajaran.

B. Peran Model Pembelajaran

Secara umum model pembelajaran berperan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan
pembelajaran. Selain itu, model pembelajaran juga memiliki peran khusus dalam suatu kegiatan
pembelajaran yakni sebagai berikut (Indrawati, 2011: 16).

1. Membantu guru menciptakan perubahan perilaku siswa yang diinginkan

2. Membantu guru dalam menentukan cara dan sarana untuk menciptakan lingkungan yang

sesuai dalam melaksanakan pembelajaran

3. Membantu menciptakan interaksi yang diinginkan antara guru dan peserta didik selama proses

pembelajaran berlangsung

4. Membantu guru dalam mengonstruk kurikulum, silabus atau konten pelajaran


5. Membantu guru dalam memilih materi pembelajaran yang tepat untuk mengajar yang

disiapkan dalam kurikulum

6. Membantu guru dalam merancang kegiatan pendidikan atau pembelajaran yang sesuai

7. Memberikan bahan prosedur untuk mengembangkan materi dan sumber belajar yang menarik

dan efektif

8. Merangsang pengembangan inovasi pendidikan atau pembelajaran baru

9. Membantu mengomunikasikan informasi tentang teori mengajar

10. Membantu membangun hubungan antara belajar dan mengajar secara empiris

C. Prinsip Model Pembelajaran

1. Syntax

Langkah-langkah kegiatan dalam model pembelajaran dinamakan sebagai syntax.

2. Social System

Menurut Indrawati (2011: 22) bahwa social system (sistem sosial) dalam suatu model
pembelajaran yakni meliputi suasana dan norma yang terdapat dalam suatu model
pembelajaran.

3. Principles of Reaction

dalam suatu model pembelajaran dapat menggambarkan kegiatan yang dilakukan guru dalam
merespon siswa belajar. Salah satu contohnya yaitu, guru mempunyai peran untuk
membimbing dan membantu siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran seperti
eksperimen ataupun pengamatan.

4. Support System

Sistem pendukung (support system) dalam model pembelajaran yakni meliputi sarana dan
prasarana yang mendukung kelancaran pembelajaran.

5. Instructional dan Nurturant effect

Suatu proses pembelajaran akan menghasilkan dampak atau hasil sesuai dengan tujuan yang
telah dirumuskan (instructional) atau dampak pengiring (nurturant effect).
D. Model-model Pembelajaran Matematika

1. Model PBL

2. Model pembelajaran inquiri terbimbing

3. Model pembelajaran kontektual

4. Model RME

5. Model pembelajaran open ended

6. Model pembelajaran eksploratif

7. Model pembelajaran SAVI


8. Model pembelajaran generative

9. Model pembelajaran MEA

10. Model pembelajaran Projek Based Learning

11. Model pembelajaran investigasi matematika

12. Model pembalajaran STAD

13. Model pembelajaran MMP

14. Model pembelajaran kooperatif

15. Model SBL

16. Model pembelajaran TGT

17. Model pembelajaran CPS

18. Model pembelajaran TTW

19. Model pembelajaran TPS

20. Model pembelajaran role playing

21. Model pembelajaran induktif

22. Model pembelajaran DLPS


Pertemuan IV

Karakteristik Peserta Didik

A. Pengertian Peserta Didik

Pengertian siswa atau peserta didik menurut ketentuan umum undang-undang RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu.
Oemar Hamalik mendefinisikan peserta didik sebagai suatu komponen masukan dalam sistem
pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang
berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional.

B. Karakteristik Peserta Didik

Tahap perkembangan mental manusia:

1. Sensori motor usia 0 – 2 tahun

Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (garakan
anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).

2. Pra-operasi usia 2 – 7 tahun

Periode ini merupakan tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkret. Operasi
konkret adalah berupa tindakan-tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok
objek, menata letak benda berdasarkan urutan tertentu, dan membilang.

3. Operasi Konkret usia 7 – 11/12 tahun

Umumnya anak-anak pada tahap ini memahami konsep kekekalan, kemampuan


mengklasifikasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara
objektif, dan mampu berpikir reversible.

4. Operasi formal usia 11 tahun – dewasa

Periode ini merupakan tahap terakhir dari ke empat periode tahap perkembangan intelektual.
Anak sudah dapat mengoperasikan argument-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda
empirik. Ia mampu menggunakan prosedur seorang ilmuan, yaitu menggunakan prosedur
hipotetik deduktif. Anak mempu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan
kompleks dari pada anak yang masih dalam tahap periode operasi konkret
Pertemuan V

Hakikat Pembelajaran Matematika

A. Pengertian Hakikat Pembelajaran Matematika

Dalam belajar matematika, untuk mempelajari suatu materi atau konsep harus sudah mengerti
suatu konsep yang ada di bawahnya atau yang mendahuluinya serta dalam belajar tersebut harus
dilakukan secara terus menerus. Syarat yang paling essensial untuk terjadinya pembelajaran
matematika yang baik adalah para pengajar matematika harus menguasai bahan/materi
matematika yang diajarkan. Namun penguasaan seorang pengajar terhadap materinya belumlah
cukup untuk memberikan pegalaman belajar dan pengalaman intelektual bagi peserta didik.
Sebagai jawaban atas permasalahan ini tentunya pemahaman terhadap teori belajar matematika
sebagai kuncinya. Pembelajaran harus dilakukan dalam interaksi multi arah dan juga didukung oleh
aspek yang lain sperti media, sarana prasarana dan juga kesiapan peserta didik itu sendiri.

B. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Matematika

Matematika sekolah memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan peserta didik
terutama sebagai bekal nanti ketika sudah bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Matematika sekolah berfungsi sebagai alat, pola pikir dan ilmu pengetahuan. Matematika dapat
digunakan sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi sehingga
permasalahan yang rumit bisa dimodelkan dengan matematika sehingga mempermudah untuk
menyelesaikannya. Matematika juga dapat membantu peserta didik untuk membentuk pola pikir
atau penalaran yang kuat. Berdasarkan fungsi tersebut, matematika sekolah yang dikembangkan di
Indonesia mempunyai tujuan tertentu yang telah dirumuskan dalam garis-garis besar program
pengajaran matematika.

Tujuan umum diberikannya matematika sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
meliputi dua hal yaitu:

1. Mempersiapkan peserta didik agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam


kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran
secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan peserta didik agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Dari tujuan ini, dapat kita lihat bahwa pembelajaran matematika di sekolah memberikan
penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap serta penekanan pada keterampilan
dalam penerapan matematika.
Pertemuan VI

Kooperatif Learning dalam Pembelajaran Matematika

A. Pengertian Kooperatif Learning

Di dalam kelas kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6
orang siswa yang sederajat tetapi heterogen (kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras), dan satu
sama lain saling membantu. Tujuan dibentunya kelompok ini yakni untuk memberikan kesempatan
kepada seluruh siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.
Selama bekerja di dalam kelompok, tugas anggota kelompok yaitu mencapai ketuntasan materi
yang disampaikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai
ketuntasan belajar. Ide utama dari pembelajaran kooperatif yaitu bahwa siswa bekerja sama untuk
belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya.

B. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Learning

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif learning yaitu:

Fase 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut
dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2: Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5: Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6: Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Pertemuan VII Penggunaan Kooperatif Learning dalam Pembelajaran

Matematika

Variasi model kooperatif learning:

A. Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4 – 5 orang
siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi,
kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan pada langkahlangkah kooperatif
yang terdiri atas enam langkah atau fase-fase, yaitu:

Fase Kegiatan Guru

Fase 1: Menyampaikan tujuan dan Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
memotivasi siswa dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.

Fase 2: Menyajikan/menyampaikan Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan


informasi mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Fase 3: Mengorganisasikan siswa dalam Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya


kelompok belajar
membentuk kelompok belajar dan membantu

setiap kelompok agar melakukan transisi

secara efisien.
Fase 4: Membimbing kelompok Membimbing kelompok-kelompok belajar

bekerja dan belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5: Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang


telah diajarkan atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6: Memberikan penghargaan Mencari cara untuk menghargai baik upaya


maupun hasil belajar individu dan kelompok.

B. Jigsaw

Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aroson dan teman-teman di Universitas John
Hopkins. Adapun langkah-langkah pembelajaran jigsaw yaitu:

1. Siswa dibagi atas beberapa kolompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).

2. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi

beberapa subbab.

3. Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk

mempelajarinya.

4. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama bertemu dalam

kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

5. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-

temannya.

6. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.

Persyaratan lain yang perlu disiapkan guru antara lain:

1) bahan kuis; 2) Lembar Kerja Siswa; 3) RPP; 4) Sistem evaluasi pada jigsaw sama dengan sistem
evaluasi pada tipe STAD, yaitu pemberian skor nilai baik secara individual maupun kelompok.
C. Think-Pair-Share (TPS)

Strategi TPS atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau
diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur
yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespons dan
saling membantu. Guru menggunakan langkah-langkah atau fase

berikut:

Langkah 1: berpikir (thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta
siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa
membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka
peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu jawaban
yang diajukan, atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara
normal, guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah 3: Berbagi (sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta setiap pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang
telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan
melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan
(Arends, 1997, disadur Tjokrodihardjo,

2003).

D. Numbered Head Together (NHT)

Numbered Head Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil terdiri atas 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor dari
nomor kecil sampai dengan nomor besar (1-5) untuk bekerja sama dalam kelompok, yang
diharapkan setiap anggota bertanggung jawab untuk menelaah materi yang disajikan. Hamdani
(2011: 89-90) mengemukakan bahwa NHT memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

1. Siswa dibagi dalam kelompok 3-5 orang, kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara

1-5, dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.


2. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada peserta didik atau guru membagikan LKS kepada

setiap kelompok dan tiap-tiap kelompok ditugaskan untuk mengerjakannya.

3. Guru membantu atau mengarahkan siswa dalam kerja kelompok. Tiap kelompok mendiskusikan

jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil

kerja sama mereka.

5. Siswa lain diminta untuk memberikan tanggapan, kemudian menunjuk nomor lain.

6. Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan

dengan materi yang disajikan.

Anda mungkin juga menyukai