Anda di halaman 1dari 5

Filsafat Pendidikan Matematika

A. Filsafat Pendidikan
Dalam arti yang luas dapatlah dikatakan bahwa filsafat pendidikan adalah pemikiran-
pemikiran filsafat tentang pendidikan. Ada beberapa aliran filsafat yang begitu
mempengaruhi filsafat pendidikan, seperti :
1. Filsafat analitik. Filsafat pendidikan analitik tidak mengetengahkan dan tidak
membahas proposisi-proposisi substantif atau pun persoalan-persoalan faktual dan
normatif tentang pendidikan. Filsafat ini menganalisis dan menguraikan istilah-istilah
dan konsep-konsep pendidikan seperti pengajaran (teaching), kemampuan (ability),
pendidikan (education), dan sebagainya.
2. Progressivisme. Filsafat ini berpendapat bahwa pendidikan bukanlah sekedar
mentransfer pengetahuan kepada anak-anak, melainkan melatih kemampuan dan
keterampilan berpikir dengan cara memberi rangsangan yang tepat. John Dewey
(tokoh pragmatisme), termasuk dalam golongan progressivisme. Ia mengatakan
bahwa sekolah adalah institusi sosial. Selanjutnya, pendidikan adalah proses
kehidupan, bukan mempersiapkan anak untuk masa depan. Pendidikan adalah proses
kehidupan itu sendiri, maka kebutuhan individual anak-anak harus diutamakan, bukan
berorientasi mata pelajaran (subjeck matter oriented).
3. Eksistensialisme. Filsafat ini menyatakan bahwa yang menjadi tujuan utama
pendidikan bukan agar anak didik dibantu bagaimana menanggulangi masalah-
masalah eksistensial mereka, melainkan agar dapat mengalami secara penuh
eksistensi mereka. Para pendidik eksistensialis akan mengukur hasil pendidikan bukan
semata-mata pada apa yang telah dipelajari dan diketahui oleh si anak didik, akan
tetapi yang lebih penting adalah apa yang mampu mereka ketahui dan alami. Para
pendidik eksistensialis menolak pendidikan dengan sistem indoktrinasi.
4. Rekonstruksionisme. Filsafat ini berpendapat bahwa pendidikan merupakan reformasi
sosial yang menghendaki “renaissance sivilisasi modern”. Para pendidik
rekonstruksialis melihat bahwa pendidikan dan reformasi sosial itu sesungguhnya
adalah sama. Mereka memandang kurikulum sebagai problem-centered. Pendidikan
pun harus berani menjawab pertanyaan George S. Cout: “Beranikah sekolah-sekolah
membangun suatu orde sosial baru?”
B. Filsafat Pendidikan Matematika
Menurut Wein (1973), pendidikan matematika adalah ”suatu studi aspek-aspek
tentang sifat-sifat dasar dan sejarah matematika beserta psikologi belajar dan
mengajarnya yang akan berkontribusi terhadap pemahaman guru dalam tugasnya bersama
siswa, bersama-sama studi dan analisis kurikulum sekolah, prinsip-prinsip yang
mendasari pengembangan dan praktik penggunaannya di kelas”.
Filsafat ilmu pendidikan matematika dapat dibedakan dalam tiga macam yaitu :
1. Ontologi Ilmu Pendidikan Matematika
Ontologi adalah teori mengenai apa yang ada, dan membahas tentang yang ada,
yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Matematika ditinjau dari aspek
ontology ini berpandangan untuk mengkaji bagaimana mencari inti yang yang cermat
dari setiap kenyataan yang ditemukan, membahas apa yang kita ingin ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental.
2. Epistemologi Matematika
Epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat dimana pemikiran
reflektif terhadap segi dari pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat
alami, batas-batas, asumsi dan landasan, validitas dan reliabilitas sampai
kebenaran pengetahuan. Dengan konsep-konsep yang kongkrit, kontektual, dan
terukur matematika dapat memberikan jawaban secara akurat. Perkembangan
struktur mental seseorang bergantung pada pengetahuan yang diperoleh siswa
melalui proses asimilasi dan akomodasi.
3. Aksiologi Matematika
Aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam
seseorang mengembangkan ilmu. Jadi, jika ditinjau dari aspek aksiologi, matematika
seperti ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak memberikan kontribusi perubahan
bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala sesuatu ilmu di dunia
ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika.
Filsafat pendidikan matematika menurut Ernest dalam Martin (2009: 81) mencakup tiga
hal, yaitu:
1. Tujuan dan nilai pendidikan matematika
2. Teori belajar
3. Teori mengajar
Ketiga hal tersebut dijelaskan dalam keterangan di bawah ini.

1. Tujuan dan Nilai Pendidikan Matematika


Pendidikan matematika hendaknya dapat menguatkan siswa, hal ini berarti siswa
berfikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mampu menggunakannya sebagai
praktik penerapan matematika.
Menurut Ebbutt dan Straker (1995) dalam Marsigit keterampilan matematika terdiri
dari empat hal yaitu:
1. Keterampilan penalaran, meliputi: memahami pengertian, berfikir logis,
memahami contoh negatif, berpikir deduksi, berpikir sistematis, berpikir
konsisten, menarik kesimpulan, menentukan metode, membuat alasan, dan
menentukan strategi.
2. Keterampilan algoritmik, meliputi: mengikuti langkah yang dibuat orang lain,
membuat langkah secara informal, menentukan langkah, menggunakan langkah,
menjelaskan langkah, mendefinisikan langkah sehingga dapat dipahami orang
lain, membandingkan berbagai langkah, dan menyesuaikan langkah.
3. Keterampilan menyelesaikan masalah matematika (problem-solving) meliputi:
memahami pokok persoalan, mendiskusikan alternatif pemecahannya, memecah
persoalan utama menjadi bagian-bagian kecil, menyederhanakan persoalan,
menggunakan pengalaman masa lampau dan menggunakan intuisi, untuk
menemukan alternatif pemecahannya, mencoba berbagai cara, bekerja secara
sistematis, mencatat apa yang terjadi, mengecek hasilnya dengan mengulang
kembali langkah-langkahnya, dan mencoba memahami persoalan yang lain.
4. Keterampilan melakukan penyelidikan (investigation), meliputi: mengajukan
pertanyaan dan menentukan bagaimana memperolehnya, membuat dan menguji
hipotesis, menentukan informasi yang cocok dan memberi penjelasan mengapa
suatu informasi diperlukan dan bagaimana mendapatkannya, mengumpulkan dan
menyusun serta mengolah informasi secara sistematis, mengelompokkan criteria,
mengurutkan dan membandingkan; mencobametode alternatif, mengenali pola
dan hubungan; dan menyimpulkan.
2. Teori Belajar
Teori belajar yang dimaksud disini menggambarkan bahwa siswa perlu secara aktif
menggunakan matematika dengan tujuan untuk mempelajarinya. Konsep matematika
saling berhubungan, dalam hal ini siswa perlu memahami sebuah konsep awal sebelum
mempelajari topik selanjutnya. Dalam proses ini hal yang terpenting adalah komunikasi,
kemudia belajar juga dipengaruhi oleh lingkungan ruang kelas.
Teori belajar secara umum dibedakan atas dua aliran yaitu aliran psikologi tingkah
laku dan aliran psikologi kognitif. Berikut ini merupakan beberapa teori belajar utama
dalam pembelajaran matematika (Suhendra, dkk, 2007: 86).
1. Aliran Psikologi Tingkah Laku
a. Teori belajar Thorndike
Teori ini juga disebut Teori Belajar “Stimulus-Respon” yang dikemukakan
oleh Edward L. Thorndike. Teori ini menyatakan bahwa belajar akan lebih berhasil
jika respon anak terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau
puas.
b. Teori belajar Skinner
F. Skinner berpendapat bahwa pemberian ganjaran atau penguatan mempunyai
peranan penting dalam proses belajar.
c. Teori belajar Ausubel
Ausubel melalui Theory of Meaningful Verbal Learning menyatakan
bahwa materi ajar yang telah diperoleh seseorang seyogyanya dikembangkan
dalam keadaan atau bentuk lain sehingga aktivitas belajarnya akan lebih
dimengerti atau bermakna.
d. Teori belajar Gagne
Robert M. Gagne menyatakan bahwa hasil belajar lebih penting daripada
proses belajar.
e. Teori belajar Pavlov
Pavlov menyimpulkan bahwa conditioning (pengkondisian atau
pembiasaan) pada kegiatan belajar memberikan dampak pada hasil belajar.
2. Aliran Psikologi Kognitif
a. Teori belajar Piaget
Jean Piaget melalui Theory of Intellectual Development menyatakan
bahwa struktur kognitif bersifat sebagai skemata atau kumpulan skema-skema.
b. Teori belajar Bruner
Jerome S. Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih
berhasil jika proses pembelajarannya diarahkan ada konsep dan struktur yang
berada paad topik yang diajarkan. Ia meyakini bahwa metode dalam proses
belajar adalah faktor penting yang menentukan dalam kegiatan pembelajaran
bila dibandingkan dengan perolehan kemampuan sebagai hasil belajar.
c. Teori belajar Gestalt
Menurut John Dewey, pelaksanaan belajar mengajar harus
memperhatikan hal-hal berikut:
- Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
- Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan
intelektual siswa
- Pengaturan suasana kelas memungkinkan siswa siap untuk belajar
d. Teori belajar Brownell
William Brownell dengan teorinya Meaning Theory menyatakan
bahwa anak-anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari, jika
belajarnya secara permanen atau terus-menerus dalam jangka waktu yang lama..
3. Teori Mengajar
Guru matematika seharusnya bekerja untuk mencapai dua tujuan yaitu
mengajar matematika dan memajukan keadilan sosial. Pada intinya guru
matematika seharusnya menyajikan pengetahuan matematika kepada siswa baik
secara langsung atau tidak langsung dan juga menyelenggarakan penilaian
(Martin, 2009: 89).
Dalam mengajar matematika guru dapat menggunakan pendekatan problem
solving (pemecahan masalah), inkuiri, problem possing, open ended, di dalam
kurikulum mengajarnya dan menggambarkan masalah atau topik dari kontek sosial
yang relevan. Siswa dalam bekerja dapat dilakukan secara mandiri sekaligus secara
berkelompok, artinya dengan bekerja mandiri siswa lebih menguatkan krativitas dan
self-direction, dan yang berkelompok siswa dapat membangun kepercayaan diri
serta terlibat dalam komunikasi dengan yang lain.
Pandangan yang lebih umum mengenai filsafat pendidikan matematika
memiliki tujuan untuk memperjelas dan menjawab pertanyaan tentang status dan
pondasi (foundation) dari objek dan metode pendidikan matematika. Secara ontologi
menjelaskan mengenai sifat dasar dari masing-masing komponen pendidikan
matematika, secara epistimologi menjelaskan apakah semua penyataan yang berarti
dalam pendidikan matematika mempunyai tujuan dan menentukan kebenaran
(Marsigit, 2009).
C. Pendidikan Matematika
Pendidikan matematika, yang dalam konteks ini disebut dengan matematika sekolah
adalah matematika yang umumnya diajarkan di jenjang pendidikan formal dari SD
sampai dengan tingkat SMA. Tidak termasuk tingkat perguruan tinggi karena di
perguruan tinggi matematika didefinisikan dalam konteks matematika sebagai ilmu
(matematika murni).
Pendidikan matematika hendaknya dapat menguatkan siswa, hal ini berarti siswa
berfikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mampu menggunakannya sebagai
praktik penerapan matematika.
Dengan penerapan filsafat dalam pembelajaran di sekolah, maka proses belajar
mengajar akan berjalan dengan efektif dan efisien. Filsafat memberikan keuntungan bagi
guru dan juga siswa. Bagi guru, dengan adanya pelajaran filsafat, maka guru akan lebih
memahami karakter dari siswa-siswanya. Belajar filsafat adalah berpikir, sehingga guru
dapat mengetahui sejauh mana pola pikir siswa- siswanya dalam memahami
matematika.
D. Hubungan Antara Filsafat Matematika dengan Pendidikan Matematika
Filsafat matematika mencakup ontologi dan epistemologi. Ontologi menyangkut
hakekat matematika, apakah hakekat yang ada dibalik matematika. Sedangkan secara
epistemologi adalah berkaitan dengan bagaimana cara menjawab pertanyaan mengenai
matematika, cara memperoleh dan menangkap permasalahan dalam matematika.
Pendidikan matematika mengacu pada masalah belajar dan mengajar.
Terhadap pembelajaran dalam pendidikan matematika, pemikiran filsafat memiliki peran
yang sangat penting. Filsafat turut berperan dalam menciptakan suatu pembelajaran
matematika yang memungkinkan para siswa untuk membangun logika pikirnya serta
membangun pengetahuan matematikanya.

Anda mungkin juga menyukai