Anda di halaman 1dari 10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan key term (istilah kunci) yang paling penting dalam pendidikan. Dapat

dikatakan bahwa tanpa belajar, tak pernah ada pendidikan. Belajar merupakan suatu kegiatan

mental yang tidak dapat diamati dari luar. Menurut Morgan (dalam Ratumanan, 2002:1), “belajar

didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relative tetap dan terjadi sebagai hasil

latihan dan pengalaman”.

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto, 2003: 2). Pengertian belajar juga dikemukakan

oleh Nasution, (1991:4) bahwa :

Belajar dalam artian luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan

timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon

utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah laku bukan disebabkan

oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara.

Belajar juga dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan setiap orang yang ditandai dengan

adanya perubahan tingkah laku yang lebih baik, akibat adanya interaksi antara individu dan

lingkungannya. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dapat dilihat dari cara berpikir, sikap

dan keterampilan yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hudojo

(1990: 1) bahwa :Pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang

terbentuk dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar, karena itu seseorang dikatakan

belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang

mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.


Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu tahapan

aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku dan mental yang tetap sebagai bentuk respon

terhadap suatu situasi atau sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.

2. Pengertian Matematika

Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Karena itu

matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi

kemajuan Iptek. Matematika pada hakekatnya merupakan suatu ilmu yang cara bernalarnya

deduktif formal dan abstrak harus diberikan kepada anak-anak sejak pendidikan dasar yang cara

berpikirnya masih pada tahap operasi konkret. Oleh karena itu kita perlu berhati-hati dalam

menanamkan konsep-konsep matematika tersebut. Di satu pihak siswa pada tingkat tersebut

berpikirnya masih sangat terbatas artinya, berpikirnya dengan cara mengaitkan benda-benda

konkret ataupun gambar-gambar konkret, untuk menelaah konsep-konsep yang abstrak.

Sebagai guru matematika, terlebih yang mengajar di pendidikan dasar perlu mendalami

sifat-sifat matematika seperti yang disebutkan di atas, walaupun dalam menyampaikan bahan-

bahan matematika harus berorientasi kepada kepentingan siswa. Dengan demikian, seorang guru

yang mengajar di pendidikan dasar semestinya tidak keliru dalam menanamkan konsep-konsep

matematika kepada siswanya. Jika siswa keliru dalam memahami suatu konsep, maka sulit untuk

mengubah pemahaman siswa tersebut.

Setiap tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran matematika pada dasarnya

merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika

tersebut. Karenanya sasaran tujuan pembelajaran matematika tersebut dianggap tercapai bila

siswa telah memiliki sejumlah pengetahuan dan kemampuan di bidang matematika yang

dipelajari.
Pada tahap awal, matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya

sebagai empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses

dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintetis dengan penalaran di dalam struktur kognitif,

sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.

Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika

adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari matematika,

sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika.

Pengertian Matematika disesuaikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki

oleh seseorang. Seperti Sudjana (dalam Darmawati, 2003: 6) mendefinisikan matematika sebagai

berikut : (a) matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terkategorisasi secara

sistematik, (b) matematika membantu orang dalam menginterpretasikan secara tepat berbagai ide

dan kesimpulan, (c) matematika adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan, (d)

matematika adalah pengetahuan tentang penalaran yang logis dan masalah yang berhubungan

dengan masalah bilangan.

James dan James (dalam Suherman, 2003: 16) menyimpulkan bahwa matematika adalah

ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan

dengan yang lainnya.

Setara dengan yang disimpulkan Kline (dalam Suherman, 2003: 17) bahwa matematika

itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya

matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai

permasalahan sosial, ekonomi dan alam.

Selanjutnya Johnson dan Rising (dalam Suherman, 2003: 17) matematika adalah pola

berpikir, pola pengorganisasian, pembuktian yang logik. Matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan amat, jelas, dan akurat, representasinya dengan

simbol dan padat, lebih berupa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.

Dari pendapat-pendapat tentang pengertian matematika dikemukakan di atas, maka

secara sederhana dapat dikatakan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan mengenai struktur

terorganisir dengan baik yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan dari teori observasi,

tetapi generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif.

3. Hakikat Pembelajaran Matematika

Sebelum membahas hakikat pembelajaran matematika, terlebih dahulu kita harus

mengetahui tentang hakikat matematika. Banyak ahli yang mendefinisikan tentang matematika

berdasarkan sudut pandang, pengetahuan, dan pengalaman yang berbeda. (Suherman, 2003 : 151)

“Ada yang mengatakan bahwa matematika itu bahasa simbol, matematika adalah bahasa

numerik; matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk dan

emosional; matematika adalah sarana berfikir; matematika adalah logika pada masa dewasa;

matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus pelayannya; matematika adalah sains mengenai

kualitas dan besaran; matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulan-

kesimpulan yang perlu; matematika adalah sains formal yang murni; matematika adalah sains

yang memanipulasi simbol; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika

adalah ilmu yang mempelajari ilmu yang abstrak dan edukatif; matematika adalah aktivitas

manusia.”

Kemudian Reys, dkk (dalam Suherman, 2003:17) mengatakan bahwa; “Metematika

adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan

suatu alat.”
Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat matematika adalah ilmu

yang abstrak, dedukatif, terstruktur, dan sebagai ratu sekaligus pelayan ilmu.

Selanjutnya kita harus mengkaji tentang hakikat pembelajaran sebelum mengkaji hakikat

pembelajaran matematika secara utuh. Fotona (dalam Suherman, 2003:7) mengatakan bahwa

”belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari

pengalaman”. Sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi

nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik

daripada belajar hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat.

Belajar dengan proses pembelajaran ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang

sengaja diciptakan.

Salah satu ciri dari pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya didasarkan

pada teori psikologi pembelajaran yang ada pada saat ini sedang populer dibicarakan oleh para

pakar pendidikan. Psikologi belajar atau disebut pula dengan teori belajar adalah teori yang

mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa dan psikologi mengajar atau teori

mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia

sudah siap belajar. Pada pelaksanaannya, kedua teori ini tidak dapat dipisahkan seperti halnya

kata belajar dan mengajar. Peristiwa mengajar selalu disertai dengan peristiwa belajar.

Beberapa teori belajar menurut para ahli sebagai berikut teori Thorndike (dalam

Suherman, 2003: 28) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law

of effect. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu

stimulasi segera di ikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa

timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya.


Burhus Frediric Skinner (dalam Suherman, 2003:31) menyatakan bahwa ganjaran atau

penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Dalam teorinya Skinner

menyatakan bahwa penguatan terdiri dari penguatan positif dan penguatan negatif. Pengutan

dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya

perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya.

Menurut Gagne (dalam Suherman, 2003: 33) dalam belajar matematika ada dua objek

yang dapat diperoleh siswa yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek langsung

berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan. Sedangkan objek tak langsung antara lain

kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap

matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Lebih lanjut Gagne mengemukakan bahwa

hasil belajar harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku, melalui stimulus, respon dan

belajar tersebut bersyarat. Alasannya adalah bahwa manusia itu organisme pasif yang bisa

dikontrol melalui imbalan dan hukuman.

Teori Pavlov (dalan Suherman, 2003:35) mengemukakan bahwa konsep pembiasaan

(conditioning) dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan

baik maka harus dibiasakan. Misalkan agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan

baik, biasakanlah hasil pekerjaannya diperiksa, dijelaskan dan diberi nilai.

Dalam mengajarkan matematika di kelas, guru harus mengetahui tingkat perkembangan

mental anak dan bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap

perkembangan tersebut. Pembelajaran yang tidak memperhatikan tahap perkembangan mental

siswa besar mengakibatkan siswa mengalami kesulitan, karena apa yang disajikan pada siswa

tidak sesuai dengan kemampuannya dalam menyerap materi yang diberikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat pembelajaran

matematika adalah suatu proses yang mengarahkan siswa untuk memahami dan menguasai
konsep dalil, teorema, generalisasi dan prinsip-prinsip matematika dan keterkaitan serta manfaat

matematika bagi bidang lain, dan mereka juga dituntut untuk selalu hidup tertib, disiplin,

mencintai lingkungan sekitarnya, dan mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan

sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan matematika. Untuk mencapai hal tersebut, guru

harus mengetahui perkembangan mental anak dan bagaimana pengajaran yang harus dilakukan

sesuai dengan tahap-tahap perkembangan tersebut.

4. Materi Pembelajaran Matematika Kelas III Berdasarkan Kurikulum

Materi pelajaran matematika di kelas III berdasarkan Kurikulum 2013 yang diajarkan pada

semester I adalah sebagai berikut:

a. Kompetensi Inti
Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca)
dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah
b. Kompetensi Dasar
3.1 Menjelaskan sisfat-sifat opersai hitung pada bilangan cacah

4.1 menyelesaikan masalah yang melibatkan penggunaan sifat-sifat operasi hitung pada

bilangan cacah

5. Media Pembelajaran

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu siswa

melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efektivitas kegiatan belajar

yang dilakukan oleh siswa. Pihak – pihak yang terlibat dalam pembelajaran pendidik, siswa yang

beriteraksi antara satu dengan yang lainnya. Isi kegiatan adalah bahan (materi) belajar yang

bersumber dari kurukulum suatu program pendidikan. Media pembelajaran metrupakan alat yangt

berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran merupakan sebuah proses

antara peserta didik, pendidik dan bahan ajar, komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan

sarana penyampai pesan atau media.


Adapun syarat – syarat media pembelajaran yang baik adalah sebagai berukut :

1. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi peserta didik.

2. Menstimulus peserta didik mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan

stimulus balajar baru

3. Menstimulus peserta didik dalam memberikan tanggapan, umpan balik, dan juga

mendorong mereka untuk melakukan praktek yang benar.

Media pembelajaran mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:

1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra

3. Menimbulkan semangat belajar, interaksi langsung antara peserta didik dan sumber belajar

4. Memungkinkan peserta didik belajar mandiri, sesuai dengan bakat dan kemampuan visual,

auditori serta konestetiknya

5. Memberi stimulus yang sama, membandingkan pengalaman dan menimbulkann presepsi

yang sama.

Selain itu peran media pembelajaran menurut Kemp dan Dayton (1985) adalah :

1. Penyampaian media pembelajaran dapat lebih memenuhi standar

2. Pembelajaran dapat lebih menarik

3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar

4. Waktu pembelajaran dapat dipersingkat

5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan

6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun, dimanapun diperlukan

7. Sikap positif peserta didik terhadap materi pembelajaran dan proses pembelajaran

8. Meningkatkan peran pendidik untuk melakukan perubahan yang positif.


Media pembelajaran memiliki jenis yakni belajar merupakan proses internal dalam diri

manusia, pengajar bukan satu – satunya sumber belajar namun menerapkan salah satu komponen dari

sumber belajar (NS Roymond H Simamora)

6. Pengertian Pipet

Pipet adalah suatu alat yang biasanya terbuat dari plastik dengan beraneka warna (merah, kuning,

putih,biru, dan lain – lain) digunakan untuk menyedot air minuman tetapi pada penelitian ini pipet

digunakan sebagai media belajar sebagai alat hitung untuk mempermudah siswa di dalam

menyelesaikan soal latihan . Pipet dipilih sebagai media belajar dalam hal ini untuk menarik minat

siswa belajar matematika dan agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran.

Sudah menjadi kewajiban bagi guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas adalah
menciptakan situasi dan kondisi pembelajaran yang menyenangkan, serta dapat
menumbuhkan minat dan motivasi siswa terhadap pelajaran matematika. Guru dalam hal ini
dituntut untuk menjadi seorang yang kreatif dan inovatif dalam mewujudkan situasi belajar
yang seperti itu.
Salah satu yang dapat diupayakan oleh guru agar mampu menumbuhkan minat dan
motivasi siswa terhadap pelajaran matematika adalah menghadirkan alat bantu pembelajaran
(media) yang bersifat manipulatif.

Secara ilmu, matematika memang dikenal sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat
abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif. Hal ini merupakan tantangan
tersendiri bagi guru matematika yang tentu tidak mudah untuk dapat menjelaskan sifat
abstrak matematika bagi siswa SD yang relatif belum mampu berpikir abstrak. Mengingat
pula bahwa siswa di SD sebagian besar masih suka bermain, maka guru seyogyanya
mengadaptasikan diri pada dunia bermain anak untuk dapat menemukan formulasi
pembelajaran dengan tingkat pencapaian yang optimal.
Terilhami oleh suatu ungkapan bijak yang menyatakan bahwa ”saya mendengar saya
lupa, saya melihat lalu saya ingat, saya berbuat lalu saya mengerti”, penulis berasumsi
bahwa menggunakan alat bantu pembelajaran yang bersifat manipulatif dapat menjadikan
siswa untuk mampu melihat dan berbuat tidak hanya sekedar mendengar. Dalam paparan
tulisan ini, penulis ingin memperkenalkan kembali kepada sebuah alat bantu pembelajaran
untuk melakukan perkalian yang berupa alat peraga Pipet Warna Warni. Dengan alat
tersebut, anak dapat bermain dengan angka-angka yang dipergunakan untuk mencari hasil
kali bilangan-bilangan besar dengan hasil yang akurat. Mengapa wacana tersebut
dikemukakan, karena masih dijumpai banyak siswa yang ternyata mengalami kesulitan
dalam mengerjakan soal-soal perkalian seperti 35 x 6 dengan cara disusun ke bawah dan
dalam pengerjaan model perkalian seperti itu digunakan istilah “simpan” dan “hasil kali
berikutnya tambah simpanannya”. Dengan alat bantu pembelajaran berupa Pipet Warna
Warni tersebut, penulis mengharapkan tumbuhnya minat belajar siswa terhadap pelajaran
matematika serta dapat menghilangkan asumsi siswa yang selama ini memberi kesan negatif
terhadap pelajaran matematika.

Anda mungkin juga menyukai