Anda di halaman 1dari 12
IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BER- MASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA Soeprapto*) Enam puluh tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno yang kemudian menjadi presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia, berpidato di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdeka- an Indonesia (BPUPKI) tentang philosophische grondslag atau landasan filsafati bagi negara yang segera akan didirikan. Landasan filsafati ini diberi nama Pancasila, yang kemudian dijadikan dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ternyata Pancasila sebagai dasar negara, sejak tahun 1945 tidak mengalami perubahan statusnya sebagai dasar negara sampai dewasa ini, meskipun terjadi perubah- an perumusan pada UUD yang satu dengan yang lain. Namun sejak bergulirnya reformasi, orang enggan berbicara tentang Pancasila, karena dipandang bahwa Pancasila belum atau tidak mampu untuk mengantar bangsa Indonesia menuju kemajuan bangsa. Bahkan ada yang berkesimpulan bahwa Pancasila inilah yang mengantar ke kemerosotan dan krisis multidimensional. Benarkah hal tersebut? Ternyata setelah sekitar enam tahun reformasi bergulir dengan meninggalkan Pancasila dan mencoba untuk menerapkan prinsip atau asas lain, kehidupan perpolitikan, ekonomi dan kemasyarakatan bukan bertambah baik, tetapi bertambah semrawut. Oleh karena itu orang mulai bertanya- tanya, benarkah keterpurukan bangsa itu karena Pancasila? Atau mungkin karena manusianya yang tidak konsisten menerapkan prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila? Di berbagai forum, Pancasila yang melanda bangsa ini, perlu mulai menjadi wacana lagi, bah-_ memahami lagi Pancasila untuk kan ada yang berkesimpulan, _ selanjutnya diimplementasikan untuk mengatasi krisis moral dalam kehidupan keseharian. *) Soeprapto, M.Ed., Mantan Kepala BP7 Republik Indonesia. 17 18 Menanggapi berbagai pemikiran ini ada baiknya kalau kita tengok sejenak sejarah implementasi Pancasila dalam kehidupan ber- bangsa dan bernegara sejak 1945 hingga dewasa ini, untuk selan- jutnya memikirkan bagaimana sebaik dan seharusnya Pancasi- Ja diimplementasikan dalam ke- hidupan bermasyarakat, ber- bangsa dan bernegara masa kini dan masa depan. Namun sebe- lumnya ada baiknya kalau kita berikan pertanggung jawaban mengapa Pancasila harus diim- plementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengapa Pancasila harus Di- implementasi Pancasila adalah dasar nega- ra yang selalu tercantum dalam Pembukaan atau Mukaddimah UUD yang pernah berlaku di In- donesia. Oleh karena itu Pancasi- la harus didudukkan secara te- pat dan proporsional sebagai dasar negara, untuk selanjutnya dioperasionalisasikan dalam se- gala aspek kehidupan. Pada umumnya pada setiap Undang-Undang Dasar terdapat bagian yang disebut Pembukaan, Preambule, atau Mukaddimah yang merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, kare- na dalam Pembukaan tersebut terdapat konsep-konsep, prinsip- Jurnal Ketahanan Nasional, X (2), Agustus 2005 prinsip dan nilai yang dijadikan landasan berpijak dalam men- jalankan roda kenegaraan dan pemerintahan serta tujuan yang hendak dicapai dengan adanya negara. Konsep-konsep tersebut merupakan gagasan yang sa- ngatmendasar tentang kehidup- an bernegara, oleh Prof. Dr. Soe- pomo dan Prof. Dr. Hamid At- tamimi disebut cita hukum atau Staatsidee. Pancasila merupakan cita hukum bagi bangsa Indone- sia yang harus dilaksanakan se- cara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ma- rilah kita lebih memahami mak- na cita hukum bagi suatu nega- ra bangsa ditinjau dari berbagai pandangan. Menurut pendapat Hans Kelsen, dalam bukunya General Theory of Law and State, terjemah- an Anders Wedberg, menerang- kan bahwa diatas, di luar suatu sistem hukum terdapat suatu konsep yang namanya Recht- sidee, atau yang oleh Soepomo disebut dasar pengertian negara, aliran pikiran negara, yang di dalamnya terdapat ideologi, cita hukum, dan cita moral. Cita hu- kum ini berupa prinsip-prinsip dasar, konsep-konsep dasar, yang berisinilai-nilai yang men- jadi acuan dalam merumuskan konstitusi. Cita hukum ini bersi- fat filsafati, seperti konsep-kon- sep tentang kebenaran, keadilan, kesejahteraan, yang menurut Soeprapto, Implementasi Pancasila .. Kelsen letaknya di luar hukum. Disebutnya bahwa :”Law and jus- tice are different concepts.” Cita hukum ini bersifat konstitutif dan regulatif terhadap keseluruhan sistem hukum suatu negara. Hans Nawiasky, murid Hans Kelsen dalam bukunya Alge- meine Rechtslehre als System der Rechtlichen Grundbegriffe, dan Die Theorie vom Stufenaufbau der Re- chtsordnung, tidak sefaham de- ngan gurunya. Bahwa paling atas suatu sistem konstitusi ter- dapat yang disebut Staatsfunda- mentalnorm, oleh Prof. Mr. Dr. Notonagoro disebut Norma Fun- damentil Negara, atau Pokok Kai- dah Fundamentil Negara. Menurut Nawiasky maupun Notonagoro, bahwa tidak terjadi pemisahan antara konsep dasar, seperti keadilan yang terdapat dalam Staatsfundamentalnorm dengan hukum. Inilah yang disebut fa- ham monisme yang dikembang- kan oleh Nawiasky dalam Ma- zhab Wiena. Selanjutnya Nawiasky men- jelaskan bahwa Staatsfundamen- talnorm akan dijadikan landasan atau dasar bagi Staatsgrundgesetz atau undang-undang dasar, yang kemudian terjabar dalam Formel Gesetz atau undang-un- dang, yang terjabar lebih lanjut dalam Verordnung & autonome Satzung atau peraturan pelak- sanaan. Prof Dr. A. Hamid Attamimi 19 mencoba untuk menggabungkan kedua pendapat tersebut, sehing- ga dalam sistem perundang-un- dangan terdapat yang disebut Rechtsidee, kemudian Staatsfun- damentalnorm, Staatsgrundgesetz, Formel Gesetz, dan Verordnung & autonome Satzung. Kedudukan Rechtsidee ini penting sekali, ka- rena akan memberikan warna dan bentuk konstitusi, dan se- cara tidak langsung bentuk nega- ra. J. Oppenheim melukiskannya sebagai “hakikat yang paling dalam dari negara,” atau de staats diepste wezen. Pencerminan Staatsidee dalam bentuk peme- rintahan dan negara ini oleh B.W. Schaper dapat kita temui baik dalam negara kekuasaan (macht- sstaat), negara hukum (rechts- staat), negara rakyat (volksstaat), negara kelas (klassestaat), nega- ra totaliter (totalitaire staat), mau- pun negara kemakmuran ( wel- vaartsstaat). Rechtsidee atau cita hukum bagi bangsa Indonesia dalam hidup menegara tiada lain ada- lah Pancasila. Cita hukum ini dijadikan dasar bagaimana bangsa Indonesia memandang segala persoalan yang dihadapi- nya, bagaimana mendudukkan manusia dalam hubungan de- ngan pemerintahan dan nega- ranya, bagaimana mengatur ke- kuasaan dan kedaulatan dalam kegiatan pemerintahan dan ne- gara, bagaimana lembaga-lem- 20 baga kenegaraan diadakan dan diatur tatakerjanya, dan seba- gainya. Berdasar pemikiran-pemikir- an tersebut di atas, maka dalam merumuskan pola dan sistem pemerintahan, dalam men- dudukkan warganegara dalam hidup bernegara, dalam menga- tur kehidupan politik, ekonomi dan sebagainya pasti mengacu pada cita hukum tersebut. De- ngan kata lain demokrasi yang diterapkan di Indonesia tiada lain adalah demokrasi yang berdasar Pancasila. Ekonomi yang diterap- kan di Indonesia juga berdasar pada Pancasila. Hak asasi manu- sia pun mau tidak mau berdasar Pancasila pula. Untuk dapat mengimplementasikan dasar negara dalam kehidupan ber- dan bernegara maka per- lu difahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. corm Implementasi Pancasi- a Perlu kita catat bahwa sejak pemerintahan Bung Karno hing- ga kini bangsa Indonesia peduli terhadap implementasi Pancasi- la, berbagai usaha diselenggara- kan. Bila pada waktu itu terjadi’ pemikiran yang demikian rupa, yang oleh pihak tertentu disebut sebagai penyimpangan, kita harus memahami bahwa imple- mentasi Pancasila tidak dapat Jurnal Ketahanan Nasional, X (2), Agustus 2005 dilepaskan dari tantangan baik nasional maupun internasional pada zamannya. Tantangan-tan- tangan tersebut memberikan warna tersendiri terhadap upaya implementasi Pancasila. Pada awal kemerdekaan, bangsa Indonesia belum sempat memikirkan bagaimana Pancasi- la dapat diimplementasikan da- lam kehidupan berbangsa dan bernegara. Usaha bangsa dititik- beratkan untuk mempertahan- kan eksistensi serta persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan Belanda ma- sih ingin menguasai kembali In- donesia, baik dengan jalan ke- kerasan, maupun dengan melan- carkan gerakan yang mengarah pada perpecahan bangsa. Hal ini berakibat terpecah-belahnya bangsa Indonesia dari sisi ideolo- gi politik yang berkembang da- lam masyarakat, maupun ambi- si kedaerahan. Terjadilah pem- berontakan yang bernuansa kedaerahan dan usaha untuk melepaskan diri dari Negara Ke- satuan Republik Indonesia. Dam- pak gerakan tersebut masih bergema hingga kini. Perpecah- an juga nampak dalam sidang- sidang Dewan Konstituante, pada akhir tahun 1950-an, yang mengakibatkan macetnya si- dang. Situasi tersebut tidak terlepas dari situasi internasional, yakni berlangsungnya perang dingin,

Anda mungkin juga menyukai