Anda di halaman 1dari 19

Nama : Dian Tiara

NIM : 1911110439
Tugas : LO T1S1 KKJ

1. Definisi masalah kejiwaan


2. Macam-macam masalah kejiwaan
3. Definisi terapi psikofarmakologi
4. Penggolongan obat psikofarmakologi
5. Indikasi dan kontraindikasi psikofarmakologi
6. Peran perawat dalam pemberian terapi obat
7. Peran perawat dalam mengatasi efek samping dari psikofarmakologi
8. Mekanisme kerja obat-obatan
9. Edukasi yang diberikan kepada pasien atau keluarga yang menggunakan obat
psikofarmakologi

Jawab

1. Definisi masalah kejiwaan


(Akemat, Helena, Keliat, Nurhaeni (2011) : Gangguan jiwa adalah manifestasi dari

bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan

ketidakwajaran dalam hal bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua

fungsi kejiwaan.

Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2014 : orang dengan gangguan jiwa yang disingkat

ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan

yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan perubahan perilaku yang

bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan

fungsi orang sebagai manusia.

2. Klasifikasi gangguan jiwa


Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal.
Keabnormalan tersebut dapat dibedakan menjadi :
a. Neurosis atau gangguan jiwa
Neurosis atau gangguan jiwa merupakan gangguan jiwa ditandai dengan
kecemasan, biasanya gejala tidak tenang dan menekan lainnya. Sementara
pemeriksaan realitasnya tetap utuh (O’Brien, 2013). Orang yang terkena neurosis
masih merasakan kesukaran, mengetahui serta kepribadiannya tidak jauh dari realitas
dan masih hidup dalam kenyataan pada umumnya (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).
Neurosis memiliki karakteristik sebagai berikut :
b. Psikosis atau sakit jiwa
Psikosis atau sakit jiwa merupakan gangguan jiwa yang dapat memnyebabkan
individu mengalami gangguan nyata pada disintegrasi kepribadian berat, pemeriksaan
realitas dan hambatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (O’Brien, 2013).
Orang yang terkena psikosis tidak memahami kejadiannya dan perasaan, segi
tanggapan, dorongan, motivasi terganggu, kesukaran-kesukarannya dan tidak ada
integritas mereka hidup jauh dari alam kenyataan (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).

Gangguan suasana hati


a. Bipolar
Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan suasana hati yang ekstrem.
Kondisi ini juga membuat fluktuasi tingkat energi dan aktivitas yang dapat membuat
kehidupan sehari-hari menjadi sulit. Ciri-ciri penyakit bipolar utama ditandai oleh
perubahan suasana hati yang ekstrem dari tinggi ke rendah, dan dari rendah ke tinggi.
Tertinggi adalah periode mania, sedangkan terendah adalah periode depresi.
b. Depresi
Depresi adalah gangguan mood yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan
minat yang terus-menerus. Depresi memengaruhi cara seseorang merasakan, berpikir,
dan berperilaku, serta dapat menyebabkan berbagai masalah emosional dan fisik.
Depresi dapat dipecah menjadi beberapa kategori tergantung pada keparahan gejala.
Ada dua jenis utama depresi, gangguan depresi mayor dan gangguan depresi
persisten.

Gangguan makan
a. Anorexia nervosa
Anorexia nervosa, atau anoreksia umumnya berkembang selama masa remaja atau
dewasa muda dan cenderung mempengaruhi lebih banyak wanita daripada pria.
Orang-orang dengan anoreksia umumnya menganggap diri mereka kelebihan berat
badan, bahkan saat mereka terlalu kurus. Gejala umum anoreksia nervosa meliputi
sangat kurus dibandingkan dengan orang dengan usia dan tinggi yang sama, pola
makan sangat terbatas, Ketakutan yang kuat akan kenaikan berat badan, hingga gejala
obsesif-kompulsif.
b. Bulimia nervosa
Orang-orang dengan bulimia sering makan makanan dalam jumlah besar dalam
periode waktu tertentu (binge). Individu dengan bulimia kemudian berusaha
melakukan pembersihan untuk mengimbangi kalori yang dikonsumsi dan meredakan
ketidaknyamanan usus. Perilaku pembersihan umum termasuk muntah paksa, puasa,
obat pencahar, diuretik, enema, dan olahraga berlebihan.
c. Pica
Pica adalah gangguan makan lain yang melibatkan makan hal-hal yang tidak
dianggap makanan. Individu dengan pica merasa ingin memakan zat non-makanan,
seperti kotoran, tanah, kapur tulis, sabun, kertas, rambut, kain, wol, kerikil, deterjen
cucian, dan lainnya. Pica dapat terjadi pada orang dewasa, serta anak-anak dan
remaja.

Trauma, kecanduan dan kecemasan


a. Gangguan stres pasca-trauma (PTSD)
Gangguan stres pasca-trauma atau Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah
penyakit mental yang dipicu setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa
traumatis. Pengalaman yang dapat menyebabkan PTSD dapat berkisar dari peristiwa
ekstrem, seperti perang dan bencana nasional, hingga pelecehan verbal atau fisik.
b. Gangguan kecemasan
Orang-orang dengan gangguan kecemasan seringkali memiliki kekhawatiran dan
ketakutan yang intens, berlebihan dan persisten tentang situasi sehari-hari. Gangguan
kecemasan termasuk gangguan kecemasan umum, gangguan panik, gangguan
kecemasan sosial, dan fobia spesifik. Perasaan cemas dan panik ini mengganggu
aktivitas sehari-hari dan bisa sulit dikendalikan.
c. Kontrol impuls dan gangguan kecanduan
Orang dengan gangguan kontrol impuls tidak dapat menahan dorongan, atau
impuls, untuk melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri mereka sendiri
atau orang lain. Pyromania (menyalakan api), kleptomania (mencuri), dan perjudian
kompulsif adalah contoh-contoh gangguan kontrol impuls. Alkohol dan narkoba
adalah obyek umum kecanduan.

Skizofrenia dan OCD


a. Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan mental serius di mana orang menafsirkan realitas
secara tidak normal. Skizofrenia dapat menyebabkan beberapa kombinasi antara
halusinasi, delusi, dan pemikiran dan perilaku yang sangat tidak teratur yang
mengganggu fungsi sehari-hari, dan dapat melumpuhkan seseorang.
b. Gangguan obsesif-kompulsif (OCD)
Obsessive Compulsive Disorder atau OCD adalah gangguan perilaku kronis yang
menyebabkan pengidapnya tidak memiliki kontrol atas pikiran-pikiran obsesifnya dan
perilakunya yang kompulsif atau berulang-ulang. Penderita OCD dapat terjebak
dalam siklus pikiran dan perbuatan berulang yang tidak ada hentinya. Melakukan
aktivitas berulang tersebut dapat menghentikan perasaan cemas sementara. Namun
penderita akan tetap melakukan aktivitasnya lagi ketika pikiran obsesif muncul
kembali

3. Definisi terapi psikofarmakologi :


Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan
memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-
transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan
dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun

4. Terapi psikofarmakologi
a. Obat antiansietas: adalah kelompok obat untuk menangani gangguan kecemasan,
serangan panik, atau rasa takut dan khawatir yang berlebihan
 Antikonvulsan atau antikejang, selain memiliki efek menghambat aktivitas
kellistrikan di otak yang tidak normal, beberapa jenis pada golongan ini juga
berguna untuk membantu menstabilkan suasana hati.
 Barbiturat, berguna untuk mengatasi insomnia berat, merilekskan otot, serta
menurunkan detak jantung, kecepatan pernapasan dan tekanan darah.
 Benzodiazepine, berguna untuk menangani gangguan kecemasan parah,
mengatasi insomnia berat yang menganggu kehidupan sehari-hari, serta
merilekskan otot.
 Antidepresan, mengurangi kecemasan dengan meningkatkan kadar zat kimia
(neurotransmiter) di dalam otak, sehingga suasana perasaan dapat lebih
terkendali
b. Antidepresan: adalah obat yang digunakan untuk menangani depresi
Jenis Antidepresan
1. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)
Antidepresan jenis ini umumnya menjadi pilihan utama untuk mengobati depresi
karena risiko efek samping yang rendah. SSRIs bekerja dengan cara menekan
penyerapan kembali serotonin di dalam otak. Contoh obat golongan SSRI adalah:
 Escitalopram
 Fluoxetine
 Fluvoxamine
 Sertraline

2. Antidepresan trisiklik (TCAs)

Golongan ini merupakan jenis antidepresan yang pertama kali dikembangkan.


Meski sudah lama digunakan, namun obat ini sering kali banyak menimbulkan
efek samping bila dibandingkan dengan antidepresan lainnya. TCAs bekerja
dengan cara memengaruhi senyawa pengirim pesan di otak sehingga mood bisa
terkendali dan akan meredakan depresi. Contoh obat golongan TCAs adalah:

 Amitriptyline

 Doxepin

 Clomipramine

3. Serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs)

Antidepresan jenis ini bekerja dengan cara menghambat serotonin dan


norepinephrine agar tidak diserap kembali oleh sel saraf. SNRIs bekerja lebih
spesifik dibandingkan dengan TCAs, sehingga kemungkinan efek samping yang
terjadi lebih kecil. Contoh obat golongan SNRI adalah:

 Duloxetine

 Venlafaxine

4. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)
Antidepresan jenis ini diberikan jika obat antidepresan lain tidak mampu
mengatasi keluhan. Monoamine oxidase inhibitor (MAOIs) bekerja menghambat
kinerja senyawa noradrenalin dan serotonin untuk mencegah timbulnya gejala-
gejala depresi. Meskipun aman digunakan, MAOI dapat menimbulkan berbagai
efek samping, terutama jika dikonsumsi bersamaan dengan makanan tertentu.
Contoh obat golongan MAOIs adalah:

 Isocarboxazid

 Phenelzine

 Tranylcypromine

 Seleginile

5. Antidepresan atipikal

Antidepresan jenis ini berbeda dengan antidepresan lainnya. Obat ini bekerja
dengan cara memengaruhi senyawa pengirim pesan di otak (neurotransmiter) yang
digunakan untuk berkomunikasi antar sel otak sehingga bisa mengubah suasana
hati dan meredakan depresi. Contoh obat golongan antidepresan atipikal adalah:

 Bupropin

 Mirtazapine

c. Penstabil mood: Mood stabilizer adalah obat yang dapat mengendalikan


perubahan mood pada penderita gangguan bipolar. Seperti yang mungkin Anda
tahu, bipolar ditandai dengan fluktuasi mood antara senang berlebih (mania)
dengan sedih berlebih (depresi)
Terdapat tiga kelompok obat yang umum diklasifikasikan sebagai mood stabilizer,
yaitu mineral, antikonsulvan, dan antipsikotik.
1. Mineral
Jenis mineral yang sangat umum diresepkan sebagai mood stabilizer adalah
lithium. Lithium masih dianggap efektif untuk menstabilkan mood pasien dan
sudah disetujui FDA sejak 1970. Utamanya, lithium diresepkan untuk
mengendalikan episode mania serta sebagai penanganan pemeliharaan untuk
gangguan bipolar. Terkadang, bersama dengan jenis obat lain, lithium
sebagai mood stabilizer juga membantu menangani episode depresi bipolar. 
2. Antikonsulvan
Beberapa jenis antikonsulvan atau antikejang juga dapat menjadi mood stabilizer.
Beberapa jenis obat antikonsulvan untuk menstabilkan mood pasien
termasuk asam valproat, lamotrigine, dan carbamazepine.Beberapa jenis
antikonsulvan juga memiliki penggunaan off-label sebagai mood stabilizer,
termasuk oxcarbazepine, topiramate, dan gabapentin. Obat off-label merujuk pada
obat penyakit tertentu yang belum secara resmi disetujui untuk menangani
penyakit lain. Namun, banyak dokter sudah meresepkan obat tersebut untuk
mengendalikan gejala yang dialami pasien karena dianggap memang efektif.
3. Antipsikotik
Antipsikotik adalah obat yang dapat membantu mengendalikan gejala psikosis,
seperti delusi dan halusinasi, pada penderita gangguan tertentu seperti skizofrenia.
Beberapa antipsikotik pun ternyata memiliki efek sebagai mood stabilizer dan
untuk mengurangi gejala mania. Beberapa jenis antipsikotik atipikal maupun
antipsikotik generasi baru memiliki sifat sebagai mood stabilizer sekaligus
sebagai antidepresan.Beberapa jenis antipsikotik sebagai mood stabilizer, yaitu:
 Aripiprazole
 Olanzapine
 Risperidone
 Lurasidone
 Quetiapine
 Ziprasidone
 Asenapine
4. Antipsikotik: adalah golongan obat untuk mengendalikan dan mengurangi
gejala psikosis yang bisa dialami oleh penderita gangguan mental.
Antipsikotik terbagi atas dua golongan yang didasarkan pada tahun
penemuannya. Antipsikotik dibagi menjadi antipsikotik tipikal dan
antipsikotik atipikal.
1. Antipsikotik tipikal
Antipsikotik tipikal adalah obat untuk mengatasi episode psikosis, yang
kerap terjadi pada penderita gangguan skizofrenia. Pada beberapa kasus,
antipsikotik tipikal juga digunakan untuk memulihkan kondisi mania
(perasaan gembira berlebihan), rasa gelisah, serta kondisi kejiwaan
lain.Obat ini disebut juga sebagai neuroleptic atau antipsikotik
konvensional, yang menjadi antipsikotik generasi pertama. Antipsikotik
mulai dikembangkan pada tahun 1950-an.
2. Antipsikotik atipikal
Antipsikotik atipikal adalah obat yang juga digunakan untuk memulihkan
kondisi psikosis atau gangguan psikotik. Antipsikotik atipikal merupakan
golongan antipsikotik yang lebih baru dari antipsikotik tipikal, ditemukan
sekitar tahun 1990-an. Karena termasuk baru, golongan ini disebut sebagai
antipsikotik generasi kedua.Selain dopamin, antipsikotik atipikal juga
dapat memengaruhi serotonin, yaitu neurotransmiter lain di otak.
5. Antiparkinson: Antikolinergik digunakan untuk membantu mengatasi tremor:
 Antikolinergik. Antikolinergik digunakan untuk membantu mengatasi
tremor. Salah satu obat antikolinergik yang dapat digunakan
adalah trihexyphenidyl.
 Levodopa. Obat ini diserap oleh sel saraf di dalam otak, dan diubah
menjadi dopamin. Meningkatnya kadar dopamin akan membantu
mengatasi gangguan gerak tubuh. Levodopa dapat dikombinasikan
dengan carbidopa, untuk mencegah terbentuknya dopamin di luar otak.
 Agonis dopamin. Obat ini memiliki efek yang sama
seperti levodopa, namun tidak menghasilkan dopamin, melainkan hanya
menggantikan fungsi dopamin di dalam otak. Agonis dopamin digunakan
pada tahap awal Parkinson, karena efek samping yang ditimbulkan tidak
sekuat levodopa. Contoh obat golongan agonis dopamin
adalah pramipexole, rotigotine, dan ropinirole.
 Entacapone. Entacapone hanya diberikan kepada pasien penyakit
Parkinson tahap lanjut. Obat ini adalah pelengkap levodopa untuk
memperpanjang efek dari levodopa.
6. Stimulan: adalah obat-obatan yang menaikkan tingkat kewaspadaan di dalam
rentang waktu singkat. Contoh lain dari stimulan yang dikenal adalah efedrin,
amfetamin, kokain, metilfenidat, MDMA, dan modafinil

5. a. Indikasi dan Kontraindikasi Obat


Anti Ansietas
1. Indikasi
a. Kecemasan/anxiety dan gangguan kecemasan
b. Insomnia
c. Alcohol withdrawal
d. Relaksan otot
e. Seizure disorders
f. Pra-anestesia (Stuart, 2005).
2. Kontraindikasi
a. Pasien dengan hipersensitivitas diazepam dan golongan benzodiazepin lainnya
b. Pasien dengan riwayat myasthenia gravis
c. Pasien dengan riwayat penyakit ginjal
d. Pasien dengan riwayat penyakit hepar
e. Penurunan fungsi CNS
f. Respiratory depression
g. Pasien dengan penyakit glaukoma akut
h. Pasien koma (Jeske, 2012).

b.Indikasi dan Kontraindikasi Obat Anti Depresan


1. Antidepresan Trisiklik
 AMITRIPTILIN HIDROKLORIDA
Indikasi: depresi, terutama bila diperlukan sedasi; nocturnal enuresis pada
anak.
Kontraindikasi: infark miokardial yang baru, aritmia, mania, penyakit hati
berat.
Efek Samping: mulut kering, sedasi, pandangan kabur, konstipasi, mual, sulit
buang air kecil, efek pada kardiovaskular (aritmia, hipotensi postural,
takikardia, sinkope, terutama pada dosis tinggi), berkeringat, tremor, ruam,
gangguan perilaku (terutama anak), hipomania, bingung (terutama lansia),
gangguan fungsi seksual, perubahan gula darah, nafsu makan bertambah.
Lebih jarang dapat terjadi: lidah hitam, ileus paralitik, kejang, agranulositosis,
leukopenia, eosinofilia, purpura, trombositopenia, hiponatremia, sakit kuning.
 AMOKSAPIN
Indikasi: depresi.
Kontraindikasi: lihat Amitriptilin hidroklorida.
Efek Samping: lihat Amitriptilin hidroklorida. Dilaporkan juga terjadi tardive
dyskinesia, menstruasi tidak teratur, pembesaran payudara, dan galaktorea
pada wanita.
 IMIPRAMIN HIDROKLORIDA
Indikasi: depresi, nocturnal enuresis pada anak.
Kontraindikasi: lihat Amitriptilin hidroklorida.
Efek Samping: lihat Amitriptilin hidroklorida, kurang sedatif.
 KLOMIPRAMIN HIDROKLORIDA
Indikasi: depresi, fobia dan obsesi. Terapi tambahan untuk kata pleksi yang b
erkaitan dengan narkolepsi; serangan panik.
Kontraindikasi: 
lihat amitriptilin hidroklorida.
Efek Samping: lihat amitriptilin hidroklorida.
 NORTRIPTILIN
Indikasi: penyakit depresi, nocturnal enuresis pada anak.
Kontraindikasi: lihat pada amitriptilin hidroklorida.
Efek Samping: lihat pada amitriptilin hidroklorida, kurang sedatif.
 TRIMIPRAMIN
Indikasi: penyakit depresi, terutama jika diperlukan efek sedasi.
Kontraindikasi: lihat Amitriptilin hidroklorida.
Efek Samping: lihat Amitriptilin hidroklorida.

EFEK SAMPING OBAT PSIKOFARMAKA


1. Anti-psikosis
Efek samping penggunaan obat-obat anti psikotik sangat luas dan bervariasi,
untuk itu seorang perawat dituntut untuk memberikan asuhan perawatan yang
optimal, sehingga efek samping penggunaan obat ini tidak membahayakan klien.
a. Efek samping yang harus diperhatikan adalah sindrom ekstrapiramidal (EPS),
baik jangka akut maupun kronik. Efek samping yang bersifat umum meliputi
neurologis, behavioral, autoimun, autonomik. Reaksi neurologis yang terjadi
adalah timbulnya gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS) seperti reaksi distonia akut
yang terjadi secara mendadak dan sangat menakutkan bagi klien seperti spasme
kelompok otot mayor yang meliputi leher, punggung dan mata. Katatonia, yang
akan mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan. Reaksi neurologis yang
juga sering terjadi adalah akatisia ditAndai dengan rasa tidak tenteram, dan sakit
pada tungkai, gejala ini akan hilang jika klienmelakukan gerakan.
b. Sindrom parkinson’s merupakan kelainan neurologis yang sering muncul
sebagai efek samping penggunaan obat golongan ini. Gejala sindrom Parkinson
meliputi akinesia, rigiditas/kekakuan dan tremor. Akinesia adalah suatu keadaan
dimana tidak ada atau perlambatan gerakan, sikap tubuh klienkaku seperti
layaknya sebatang kayu yang padat, cara berjalan inklin dengan ciri berjalan
dengan posisi tubuh kaku kedepan, langkah kecil dan cepat dan wajah seperti
topeng. Pada pemeriksaan fisik terjadi rigiditas/kekakuan pada otot, tremor halus
bilateral di seluruh tubuh serta gerakan “memutar-pil” dari jari-jari tangan.
c. Reaksi behavioral akibat efek samping dari penggunaan obat ini ditAndai
dengan banyak tidur, grogines dan keletihan.
d. Reaksi autoimun ditAndai dengan penglihatan kabur, konstipasi, takikardi,
retensi urine, penurunan sekresi lambung, penurunan berkeringat dan salivasi
(mulut kering), sengatan panas, kongesti nasal, penurunan sekresi pulmonal,
“psikosis atropine” pada klien geriatrik, hiperaktivitas, agitasi, kekacauan mental,
kulit kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus, diatria,
dan takikardia.
e. Reakasi autonomik (jantung) biasanya terjadi pening/pusing, takikardia,
penurunan tekanan darah diastolic. Reaksi akut merugikan dan jarang terjadi pada
penggunaan anti-psikosis adalah reaksi alergi, abnormalitas elektrokardiography
dan neurologis yang biasanya terjadi kejang grand mal dan tidak ada tAnda aura.
f. Reaksi alergi yang terjadi meliputi agranulositosis, dermatosis sistemik, dan
ikterik. Agranulositosis yang terjadi secara mendadak, demam, malaise,
tenggorokan,ulserativa, leukopenia. Dermatosis sistemik, yaitu adanya
makupopapular, eritematosa, ruam gatal pada wajah-leher-dada-ekstrimitas,
dermatitis kontak jika menyentuh obat, fotosensitifitas yaitu adanya surbun hebat.
Ikterik dengan adanya demam, mual, nyeri abdomen, malaise, gatal, uji fungsi
lever abnormal.
g. Efek Samping Jangka Panjang
1) Efek samping jangka panjang yang umum terjadi gejala-gejala eksrapiramidal.
Diskinesia tardif merupakan efek samping jangka panjang yang umum terjadi
yaitu adanya protrusi lidah/kekakuan lidah, mengecapkan bibir, merengut,
menghisap, mengunyah, berkedip, gerakan rahang lateral, meringis; anggota
gerak, bahu melorot, “pelvic thrusting”, rotasi atau fleksi pergelangan kaki,
telapak kaki geplek, gerakan ibu jari kaki.
2) Efek samping jangka pendek atau jangka panjang yang jarang terjadi tetapi
mengancam jiwa adalah adanya sindrom malignan neuroleptik yang ditAndai
dengan adanya demam tinggi, takikardia, rigiditas otot, stupor, tremor,
inkontinensia,, leukositosis, kenaikan serum CPK, hiperkalemia, gagal ginjal,
peningkatan nadi-pernapasan dan keringat.

2. Anti-depresi

a. Efeksedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor


berkurang, kemampuan kognitif menurun;

b. Efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,


konstipasi, sinus takikardia;

c. Efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan hantaran elektrokardiografi,


hipotensi;
d. Efek neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia. Efek samping
ringan mungkin timbul akibat penggunaaan obat jenis ini (tergantung daya
toleransi dari klien), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan
dengan dosis yang sama. Pada keadaan overdosis/ intoksikasi trisiklik dapat
timbul atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat,
hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic convulsional state” (confusion, delirium
dan disorientasi).

3. Anti-mania
Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan dosis dan kondisi fisik
klien. Gejala efek samping yang dini pada pengobatan jangka lama seperti mulut
kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak),
kelemahan otot, poli uria, tremor halus. Efek samping lain hipotiroidisme,
peningkatan berat badan, perubahan fungsi tiroid (penurunan kadar tiroksin dan
peningkatan kadar TSH/thyroid stimulating hormone), odem pada tungkai, seperti
mengecap besi, lekositosis, gangguan daya ingat dan konsentrasi pikiran menurun.
4. Anti-ansietas
Efek samping penggunaan obat anti-ansietas dapat berupa sedasi seperti rasa
mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan
kognitif melemah; relaksasi otot seperti ras lemes, cepat lelah. Potensi
menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek samping obat yang masih
dapat dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung sangat cepat. Penghentian
obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat, klien menjadi iritabel,
bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi.
Ketergantungan relative lebih sering terjadi pada individu dengan riwayat
peminum alkohol, penyalahgunaan obat.
5. Anti-insomnia Efek samping penggunaan obat anti-insomnia diantaranya adalah
depresi susunan saraf pusat terutama pada saat tidursehingga memudahkan
timbulnya koma, karena terjadinya penurunan dari fungsi pernafasan, selain itu
terjadi uremia, dan gangguan fungsi hati. Pada klien usia lanjut dapat terjadi
“oversedation” sehingga risiko jatuh dan Hip fracture (trauma besar pda sistem
muskulo skleletal). Penggunaan obat anti-insomnia golongan benzodiazepine
dalam jangka panjang yaitu “rage reaction” (perilaku menyerang dan ganas).
6. Anti obsesis kompulsif Efek samping penggunaan obat anti-obsesif kompulsif,
sama seperti obat anti-depresi trisiklik, yaitu efek anti-histaminergik seperti
sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,
kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti mulut kering, keluhan
lambung, retensi urin, disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi
seksual, sinus takikardi; efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan gambaran
elektokardiografi, hipotensi ortostatik; efek neurotoksis seperti tremor halus,
kejang epileptic, agitasi, insomnia. Efek samping yang sering dari penggunaan
anti-obsesif kompulsif jenis trisiklik adalah mulut kering dan konstipasi,
sedangkan untuk golonggan SSRI efek samping yang sering adalah nausea dan
sakit kepala. Pada keadaan overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan
gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiprpireksia, konvulsi, “toxic
confusional state”(confusion, delirium, disorientasi).
7. Anti-panik Efek samping penggunaan obat anti-panik golongan trisiklik dapat
berupa efek antihistaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan
berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-
kolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus
takikardi; efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan gambaran
elektrokardiografi, hipotensi ortostatic; efek neurotoksis seperti tremor halus,
kejang, agitasi, insomniaPada kondisi overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik
dengan gejala-gejala seperti eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia,
konvulsi, “toxic confusional satate” (confusion, delirium, disorientasi

6 PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT PSIKOFARMAKA


 Pengkajian. Pengkajian secara komprehensif akan memberikan gambaran
yang sesungguhnya tentang kondisi dan masalah yang dihadapi klien,
sehingga dapat segera menentukan langkah kolaboratif dalam pemberian
psikofarmaka.
 Koordinasi terapi modalitas. Koordinator merupakan salah satu peran seorang
perawat. Perawat harus mampu mengkoordinasikan berbagai terapi modalitas
dan progam terapi agar klien memahami manfaat terapi dan memastikan
bahwa program terapi dapat diterima oleh klien.
 Pemberian terapi psikofarmakologik. Perawat memiliki peran yang sangat
besar untuk memastikan bahwa program terapi psikofarmaka diberikan secara
benar. Benar klien, benar obat, benar dosis, benar cara pemberian, dan benar
waktu.
 Pemantauan efek obat. Perawat harus harus memantau dengan ketat setiap
efek obat yang diberikan kepada klien, baik manfaat obat maupun efek
samping yang dialami oleh klien.
 Pendidik klien. Sebagai seorang edukator atau pendidik perawat harus
memberikan pendidikan pendidikan kesehatan bagi klien dan keluaarga
sehingga klien dan keluarga memahami dan mau berpartisipasi aktif didalam
melaksanakan program terapi yang telah ditetapkan untuk diri klien tersebut.
 Program rumatan obat. Bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan
kesehatan pada klien mengenai pentingnya keberlanjutan pengobatan pasca
dirawat.
 Peran serta dalam penelitian klinik interdisiplin terhadap uji coba obat.
Perawatberperan serta secara aktif sebagai bagian dari tim penelitan
pengobatan klien

Peran Perawat dalam pemberian obat


 Perawat harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar
memberikan pil untuk diminum (oral) atau injeksi obat melalui pembuluh
darah (parenteral), namun juga mengobservasi respon klien terhadap
pemberian obat tersebut.
 Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting dimiliki
oleh perawat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih
proakti5 jika membutuhkan pengobatan.
 Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian yang benar
dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan
dan turut serta dalam keputusan pemberian obat
 Perawat dalam memberikan obat juga harus memperhatikan resep obat yang
diberikan harus tepat, hitungan yang tepat pada dosis yang diberikan sesuai
resep dan selalu menggunakan prinsip 12 benar, yaitu; Benar Pasien, Benar
Obat, Benar Dosis, Benar Cara Pemberian, Benar Waktu, Benar Dokumentasi,
Benar Evaluasi, Benar Pengkajian, Benar Reaksi dengan Obat Lain , Benar
Reaksi Terhadap, Hak Klien Untuk Menolak, Benar Pendidikan Kesehatan
Perihal Medikasi Klien.
7. Peran perawat dalam mengatasi efek samping dari psikofarmakologi
Evaluasi pemberian obat harus terus menrerus perawat lakukan untuk menilai
efektifitas obat, interaksi obat maupun efek samping pemberian obat. Berikut ini
evaluasi yang harus dilakukan
1. Pemberian obat jenis benzodiazepine, nonbenzodiazepin, antidepresan trisiklik,
MAOI, litium, antipsikotik. Benzodiazepin pada umumnya menimbulkan adiksi
kuat kecuali jika penghentian pemberiannya dilakukan dengan tapering bertahap
tidak akan menimbulkan adiksi. Penggunaan obat ini apabila dicapur (digunakan
bersamaan) dengan obat barbiturate atau alcohol akan menimbulkan efek
adiksi.Monitoring timbulnya efek samping seperti sedasi, ataksia, peka rangsang,
gangguan daya ingat.
2. Penggunaan obat golongan nonbenzodiazepin memiliki banyak kerugian seperti
terjadi toleransi terhadap efek antiansietas dari barbiturate, lebih adiktif,
menyebabkan reaksi serius dan bahkan efek lethal pada gejala putus obat,
berbahaya jika obat diberikan dalam dosis yang besar dapat menyebabkan
depresi susunan saraf pusat, serta menyebabkan efek samping yang berbahaya.
3. Golongan antidepresan trisiklik dapat menjadi letal bila diberikan dalam dosis
yang besar karena efek obat menjadi lebih lama (3-4 minggu), obat ini relatif
aman karena tidak memiliki efek samping jika digunakan dalam jangka waktu
yang lama jika diberikan dalama dosis yang tepat.Efek samping menetap dapat
diminimalkan dengan sedikit menurunkan dosis, obat ini tidak menyebabkan
euphoria, dapat diberikan satu kali dalam sehari. Tidak mengakibatkan adiksi
tetapi intoleransi terhadap vitamin B6.
4. Penggunaan litium dapat menimbulkan toksisitas litium yang dapat mengancam
jiwa. Perawat harus memantau kadar litium dalam darah. Jika pemberian litium
tidak menimbulkan efek yang diharapkan, obat ini dapat dikombinasi dengan
obat anti depresan lain. Perlunya pendidikan kesehatan untuk klien mengenai
cara memantau kadar litium.
5. Penggunaan anti psikotik harus mempertimbangkan pedoman sebagai berikut
bahwa dosis anti psikotik sangat bervariasi untuk tiap individu. Dosis diberikan
satu kali sehari, efek terapi akan didapatkan setelah 2-3 hari tetapi dapat sampai
2 minggu.Pada pengobatan jangka panjang, perlu dipertimbangkan pemberian
klozapin setiap minggu untuk memantau penurunan jumlah sel darah putih.
7.Mekanisme kerja obat-obatan
Mekanisme kerja secara umum diuraikan berikut ini :
1. Semua obat psikofarmaka bersifat lipofi ldan mudah masuk dalam CCS (Cairan
Serebro Spinal) di mana mereka melakukan kegiatannya secara langsung terhadap
saraf-saraf otak.
2. Mekanisme kerja psikofarmaka berhubungan erat dengan kadar neurotransmitter
diotak atau antar keseimbanganya. Neurotransmitter atau neuro hormone adalah
zat yang menyebabkan penerusan implus (rangasangan listrik) dari suatu neuron
(axon) melalui sinaps ke neuron yang lain (dendrite atausaraf post-sinaptik).

Mekanisme kerja sesuai penggolongan adalah sebagai berikut.

a. Antipsikosis (Neuroleptik/Major Tranquillizer)


b. Anksiolitik: Dapat meniadakan rasa bimbang,takut, kegeisahan, dan agresi yang
hebat
c. Anti-emetik: Digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat, misalnya
pada kanker. Obat ini tidak akan efektif apabila diberikan pada penderita mabok
perjalanan.
d. Analgetik: Beberapa obat neuroleptika memiliki daya kerjaan algetik kuat
misalnyal evopromazin dan droperidol. Obat-obat yang lain dapat juga
memperkuat efek analgetika, misalnya klorpomazin, dengan jalan mempertinggi
ambang nyeri.
e. Antiansietas (Antineurosis/ Tranquilizers) Bekerja secara sentra diseluruh susunan
saraf pusat dan perifer.Obat ini sangat berguna untuk mengatasi atau mengobati
keadaan-keadaan neurosis
f. Antidepresin
 Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter.
 Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter .
 Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga
terjadi peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.

Semua antidepresi memiliki efek sedatif yang masing-masing bervariasi


kekuatannya.Efek sedatif adalah efek/gejala yang dapat berupa dystoria, gejala
penyakit parkison (tremor tangan, kakunya anggota gerak, muka seperti topeng), dan
akathisia (selalu ingin bergerak). Gejala-gejala ini disebabkan karena kurangnya
dopamine padaotak.Atas dasar efek sedatifnya dapat digolongkan sebagai berikut:

 Berefek sedative baik. Amitriptilin, doksepin, trimipramin, opipramol, dan


mianserin. Obat-obat ini layak digunakan pada depresi vital, kegelisahan dan
agresi.
 Berefek sedatif sedang. Imipramin, klomipramin, dibenzepin dan maprotilin.
 Berefek sedatef ringan. Nomifensin, zimeldin, desipramin, danprotiptilin.Obat ini
lebih disukai pada depresi vital yang terhalang, dimana pasien sudah berada dalam
keadaan apatis termenung-menung.

8.Edukasi yang diberikan kepada pasien atau keluarga yang menggunakan obat
psikofarmakologi
keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan pasien dan dianggap
paling banyak tahu kondisi pasien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh
pada pasien. Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam perawatan dan
penyembuhan pasien. (Yosep, 2007). Alasan utama pentingnya keluarga dalam
perawatan jiwa adalah:
1. Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan penderita
2. Keluarga dianggap paling mengetahui kondisi penderita.
3. Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan adanya cara asuh
yang kurang sesuai bagi penderita.
4. Penderita yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam
masyarakat; khususnya dalam lingkungan keluarga.
5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan
kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi penderita.
Daftar Pustaka
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas (CMHN - Basic
Course). Jakarta: EGC
Kee, J.L.; Hayes, E.R. and Mc Cuisin, L.E (2009). Pharmacology for Nurses, 6e.
Missouri : Saunders
FIK UI & WHO, 2006. Modul Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa (MPKP),
Jakarta: Tidak diterbitkan
Stuat, G.W., Sundeen, S.J., 1998, Keperawatan Jiwa, Buku Saku, Terjemahan Hamid,
A.S., Edisi 3, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai