Kata Pengantar
Kata Pengantar
Sejak tahun 1998, tiga universitas yaitu Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di
Bandung, Universitas Negeri Yogyaarta (UNY) di Yogyakarta, dan Universitas Negeri
Malang (UM) di malang bekerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation
Agency) mengimplementasikan IMSTEP (Indonesia Mathematics and Science Teacher
Education Project) untuk meningkatkan kualitas pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam di Indonesia. Tiga tahun pertama, kegiatan IMSTEP difokuskan pada
peningkatan kualitas program pre-service di tiga Universitas(UPI, UNY dan UM) melalui
review dan revisi kurikulum pre-service sehinga lebih sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Peningkatan kualitas mutu program pre-service juga dilakukan melalui pengembangan
buku teks teaching materials, dan pengembangan kegiatan laboratorium. Program
IMSTEP telh meningkatkan mutu program pre-service di tiga universitas yang tercermin
dari peningkatan IPK lulusan dari tahu ke tahun. Selain itu mahasiswa MIPA ketiga
LPTK mendapatkan hibah penelitian mahasiswa tingkat nasional, lomba karya ilmiah
tingkat nasional, dan olimpiade matemarika nasional dan internasional.
IMSTEP memperluas kegiatannya pada tahun 2001 dengan kegiatan piloting. Tiga
universitas berkolaborasi dengan 4-5 sekolah di kota masing-masing untuk melakukan
pengembangan pembelajaran MIPA yang berpusat pada peserta didik. IMSTEP berasumsi
bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan MIPA, program pre-service memerlukan
feedback dari pengalaman nyata dari sekolah. Sebaliknya, sekolah memerlukan inovasi
pembelajaran yang didukung oleh LPTK. Dalam kegiatan piloting, guru dan dosen secara
kolaboratif merancang dan mengembangkan model pembelajaran MIPA berbasis hands-
on activity, daily life, dan local materialssesuai dengan kondisi dan permasalahan sekolah.
Melalui piloting pembeljaran MIPA, guru dan dosen saling belajar sehingga terbangun
antara guru dan dosen.
Program tersebut dikembangkan menjadi program Follow-up IMSTEP dalam
tahun 2003-2005. Tiga universitas melakukan diseminasi hasil IMSTEP melalui lesson
study bekerjasam dengan MKKS dan MGMP. Lesson study merupakan suatu model
alternative pembinaan guru melalui kesejawatan. Dalam lesson study sekeompok guru
bertemu secara periodic untuk merancang, mengimplementasikan, mengujicoba dan
mengembangkan pembelajaran. Melalui lesson study dapat diketahui seberapa efektif dan
efisien suatu tampilan pembelajaran.
Program Follow-up IMSTEP selanjutnya diperluas melalui Program Kerjasama
Teknis JICA dengan nama SISTTEMS (Strengthenting in-Sevice Teacher Training of
Mathematics and Science Education at Junior Secondary Level) melalui Record of
Discussion pada tanggal 18 Januari 2006. Selanjutnya, program teknis JICA
diimplementasikan di tiga kabupaten, yaitu kabupaten Sumedang, Bantul, dan Pasuruan
mulai Mei 2006 sampai dengan September 2008. Memorandum of Understanding di tiga
lokasi. Yaitu di kabupaten Sumedang (Bupati Sumedang, Rektor UPI, dan JICA),
Kabupaten Bantul (Bupati Bantul, Rektor UNY, dan JICA) dan Kabupaten Pasuruan
(Bupati Pasuruan, Rektor UM, dan JICA) ditanda tangani masing-masing pada 11, 20
dan 24 April 2006. SISTTEMS bertujuan untuk mengembangkan model kegiatan MGMP
melalui penerapan lesson stduy untuk meningkatkan mutu guru Matematika dan IPA di
kabupaten sasaran. Berdasarkan kebutuhan di lapangan, kemudian dirancang dan
dicobalakukan dua macam kegiatan lesson study, yaitu kegiatan lesson study berbasis
MGMP dan kegiatan lesson study berbasis sekolah (LSBS).
Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti)
dan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirjen
PMPTK) mengakui keunggulan dari lesson study dalam mengembangkan kompetensi
doen dan guru. Oleh karena itu, berbagai program dirancang dan diupayakan agar lesson
study segera tersebar ke seluruh pelosok tanah air, dosen dan guru. Dengan demikian
yang menjalankannya dapat meningkatkan kompetensinya sehingga mampu memenuhi
tuntutan perkembangan zaman. Dirjen Dikti telah menyiapkan banyak dana untuk
memperkenalkan lesson study ke dosen-dosen di berbagai LPTK selain tiga perguruan
tinggi pengembang. Melalui Direktorat Pengembangan KEtenagaan Pendidikan (Ditnaga)
Dirjen Dikti sejak tahun 2008 berupaya menyebarluaskan lesson study melalui program
perluasan dan penguatan lesson study di LPTK (Lesson Study Dissemination Program for
Strengthening Teacher Education in Indonesia -LEDIPSTI). Dirjen PMPTK menyediakan
dana untuk memperkenalkan lesson study ke sebanyak mungkin guru berprestasi di
beberapa provinsi di Indonesia. Berbagai program diupayakan untuk mempercepat
pengenalan lesson study ke berbagai jenjang sekolah.
Ada kesan pihak JICA masih ingin memantapkan pelaksanaan lesson study di tiga
Kabupaten awalnya yaitu Sumedang, Bantul, dan Pasuruan tetapi pemerintah sepertinya
tidak sabar untuk segera menyebarluaskan lesson study ke berbagai daerah di Indonesia.
Mulai tahun 2009 akan dirintis penyebarluasan lesson study ke tiga provinsi lain melalui
kerjasama dengan JICA yaitu Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan Sumatera Barat.
Tiga buku lesson study yang ditulis diharapkan dapat dijadikan pedoman atau paling tidak
sebagai penambah wawasan mengenai bagaimana melakukan lesson study berbasis
sekolah (LSBS), lesson study musyawarah guru mata pelajaran (LSMGMP) dan
penelitian tindakan kelas berbasis lesson study (PTKLS).
Tujuan Penulisan Buku
Dalam ketiga buku seri lesson study diuraikan mengenai lesson study. Permasalahan
tersebut sebagai berikut.
Apa itu lesson study?
Mengapa lesson study perlu dilakukan?
Apa, mengapa, dan bagaimana lesson study berbasis sekolah (LSBS)?
Mengapa perlu LSBS?
Apa, mengapa dan bagaimana lesson study musawarah guru mara pelajaran
(LSMGMP)?
Mengapa perlu LSMGMP?
Bagaimana memantau pelaksanaan lesson study?
Mengapa PTK perlu dilakukan berbasis lesson study (PTKLS)?
Bagaimana melaksanakan PTKLS?
Deskripsi para guru, kepala sekolah, staf dinas pendidikan dan dosen mengenai
bagaimana mereka terlibat dalam lesson study atau PTKLS. Apa dampaknya
terhadap pembelajaran yang mereka bina dan bagaimana dampaknya terhadap
peningkatan kompetensi diri mereka.
Tujuan utama penulisan buku ini agar lesson study lebih cepat dikenal oleh lebih
banyak orang yang berminat mempelajari dan melakukannya untuk meningkatkan
kompetensi diri mereka. Tujuan lain yang tidak kalah pentingnya adalah mengajak orang
berminat mengenal lesson study untuk tida sekedar kenal, tetapi benar-benar
melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Sehingga apa yang dikhawatirkan oleh salah
seorang pakar lesson study bahwa lesson study hanya jadi wacana kehilangan “ruh” nya
tidak terjadi.
Secara ringkas isi ketiga buku sebagai berikut.
Buku 1 lesson study berbasis sekolah (LSBS) menjawab beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Apa dan mengapa lesson study sebagai pilihan sarana peningkatan kualitas
pembelajaran
2. Pengembangan lesson study berbasis sekolah di SMA Laboratorium Universitas
Negeri Malang
3. Implementasi lesson study berbasis sekolah di SMA Laboratorium Universitas Negeri
Malang
4. Refleksi kegiatan lesson study berbasis sekolah (LSBS)
Buku 2 lesson study musyawarah guru mata pelajaran (LSMGMP) menjawab
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa dan mengapa lesson study sebagai pilihan model kegiatan MGMP
2. Pengembangan LSMGMP Biologi SMA di Kota Malang dan Jawa Timur
3. Implementasi LSMGMP Biologi SMA di Kota Malang dan Jawa Timur
4. Refleksi kegiatan LSMGMP Biologi SMA di Kota Malang dan Jawa Timur
Buku 3 penelitian tindakan kelas berbasis lesson study (PTKLS) menjawab
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apa dan mengapa PTK perlu dilaksanakan dengan berbasis lesson study
2. Pengembangan PTK berbasis lesson study di Universitas Negeri Malang
3. Implementasi PTK berbasis lesson study di SMP Negeri Kota Malang
4. Implementasi PTK berbasis lesson study di SMA Laboratorium Universitas Negeri
Malang
5. Refleksi kegiatan PTK berbasis lesson study (PTKLS)
Untuk membelajarkan guru melaksanakan lesson study tidak cukup bila guru
dikenalkan pada apa dan bagaimana melaksanakannya, tetapi juga perlu dikenalkan
mengapa, apa tujuan jangka panjang dan jangka pendek pelaksanaan sehingga lesson
study yang dilakukannya tidak kehilangan “ruh”. Guru juga perlu dikenalkan pada apa
persyaratan pelaksanaan lesson study, apa kesulitan dan hambatan pelaksanaannya, dan
bahwa persyaratan utama pelaksanaannya adalah adanya komitmen untuk memaslahatkan
anak bangsa. Salah satu ciri kritis manusia cerdas yakni tidak hanya mengetahui sesuatu
tetapi juga bagaimana menanggapi dan menindaklanjuti.
Abad 21 yang dicirikan oleh perubahan ekonomi yang cepat, dilengkapi dengan
ledakan dan kemudahan memperoleh informasi, kemajuan teknologi yang pesat,
globalisasi, dan tuntutan cepat untuk menguasai berbagai kompetensi baru, sehingga
diperlukan paradigma pembelajaran yang baru. Para pendidik harus membuang cara lama
dalam melihat dan menanggapi pengetahuan dan mencari cara-cara baru untuk
memandang pengetahuan dan berpartisipasi dalam proses mempelajarinya. Pembelajaran
pada abad 21 harus lebih daripada hanya sekedar menjelaskan “apa isi pengetahuan”
seperti yang dulu dianggap cukup pada jaman awal perkembangan industri.
Pembelajaran abad 21 juga harus lebih dari hanya sekedar bagaimana menjelaskan apa
yang dipikirkan guru, yaitu dengan memodelkan proses pembelajaran yang dialami guru
sehingga peserta didik dapat mengamati dan mempelajari keterampilan proses,
keterampilan memecahkan masalah, dan keterampilan berpikir ketika mempelajari suatu
pengetahuan seperti yang dianggap cukup untuk dekade terakhir abad ke 20.
Menurut Ong-Seng Tan (2004), pembelajaran yang baik abad 21 yakni mampu
menjelaskan bagaimana seharusnya siswa belajar dan berpikir. Dengan demikian
pendidikan dituntut mampu mendeskripsikan, mendesain lingkungan dan proses
pembelajaran sedemikian rupa sehingga cara siswa belajar dan mengetahui dapat
dimanifestasikan dalam kegiatan belajar yang aktif, kolaboratif, mandiri (self-regulated),
dan terarah (self-directed). Peranan guru sangat penting dalam memberdayakan
kemampuan berpikir peserta didik. Dengan peran tersebut sehingga peserta didik dapat
mengenali proses berpikir dan meningkatkan kecerdasan dalam memecahkan
permasalahan kehidupan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan “mengamati”
proses berpikir peserta didik merupakan prasyarat bagaimana guru dapat membantu dan
memfasilitasi proses belajar peserta didik. Kemampuan inilah yang perlu dilatih dan
dikembangkan melalui kegiatan lesson study. Oleh karena itu, tepat bila guru abad 21
secara kolaboratif melakukan lesson study. Mengingat, dengan lesson study mereka dapat
belajar bagaimana membelajarkan peserta didik memenuhi tuntutan abad 21 secara tepat
dan berkelanjutan.
Tidak mudah bagi guru untuk “mengamati” apa yang dipikirkan peserta didik atau
bagaimana peserta didik belajar. Akan tetapi, justru ini yang harus dipelajari guru dan
dibahas dalam diskusi latihan refleksi usai pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru
pemula yang baru belajar lesson study kemungkinan awalnya hanya dapat mengatakan
apa yang terjadi dalam kelas, tetapi sulit mengatakan mengapa dan bagaimana hal seperti
itu dapat terjadi. Sebaliknya, guru yang sudah pakar dalam lesson study dapat dengan
mudah mengulas dan mengomentari apa yang terjadi di kelas, mengapa hal itu dapat
terjadi dan dapat menyarankan sesuatu untuk mencegah agar hal yang kurang diinginkan
tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu sekali bahwa suatu
kelompok lesson study yang baru akan mempelajarinya dilatih dan diberi contoh
bagaimana melakukan kegiatan plan, do, see, dan refleksi dalam lesson study itu oleh
guru atau dosen yang telah lebih dahulu melakukannya sehingga memiliki wawasan dan
keterampilan memberi komentar yang baik dan tepat mengenai pelaksanaan suatu
pembelajaran.
Mempelajari lesson study haruslah dilakukan oleh suatu tim. Diperlukan banyak
sekali “research lesson” atau “open class” untuk diamati oleh banyak orang dalam waktu
yang relatif panjang. Agar dapat dikatakan “ahli” dalam lesson study tidaklah cukup
waktu setahun dua tahun seperti yang dikisahkan oleh guru-guru SMA laboratorium
Universitas Negeri Malang yang telah “menikmati”nya selama empat tahun sebelum
mengisahkan pengalaman mereka dalam buku Seri 1. Seluruh anggota tim (sekolah
maupun MGMP) harus mendedikasikan dirinya dalam mengenal, mempelajari,
memperkuar, mendiskusikan, merefleksikan, memantau dan mengevaluasi kegiatan
lesson study yang dilakukannya. Apabila guru sudah terus-menerus melakukan lesson
study ini, maka kegiatan ini akan mendarah daging, menjadi kebutuhan, dan memberi
kenikmatan dan kepuasan bagi pelaksananya.
Kita perlu menemukan bagaimana “pembelajaran yang cocok” untuk anak
Indonesia. Hal ini dapat dikaji terus menerus melalui berbagai kegiatan lesson study yang
dikembangkan di kampus dan di sekolah-sekolah di Indonesia. Kita mungkin juga akan
menemukan bagaimana pelaksanaan lesson study yang paling cocok ‘ala Indonesia’.
Mungkin saja pembelajaran yang ‘cocok’ untuk anak Jepang kurang cocok untuk anak
Indonesia, mungkin saja lesson study ala Jepang tidak cocok untuk guru Indonesia.
Penulisan pengalaman tentang “bagaimana membelajarkan peserta didik” mungkin perlu
dijadikan kecendrungan (trend) pada masa mendatang karena hal ini akan mempertajam
dan meningkatkan kualitas pembelajarannya, yaitu melalui keterbukaannya untuk dibaca
dan dikomentari oleh teman-temannya.
Penulisan pengalaman ini akan dengan mudah dilakukan apabila guru
melaksanakan lesson study. Melalui lesson study guru merencanakan pembelajarannya
dengan sebaik-baiknya, membuka kelasnya untuk diamati teman-temannya, dan setelah
itu mendiskusikan pelaksanaan pembelajaran tadi dengan para pengamat mengenai apa
yang sudah baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan atau disempurnakan lagi. Apabila
hasil perencanaan, pelaksanaan, dan penyempurnaan pembelajaran ini ditulis dan
dibukukan, tentulah hal ini akan memudahkan banyak guru lain untuk melakukan
pembelajaran mengenai materi yang dideskripsikan tadi. Apabila hal ini dalam waktu
mendatang banyak dilakukan dan ditulis oleh banyak kelompok guru dari semua jenjang
pendidikan, tentulah akan makin meningkatkan kualitas pembelajaran anak Indonesia.
Perlu diingatkan kepada guru, bahwa contoh yang diberikan itu dapat dipelajari
dan dicoba untuk dilakukan dikelasnya setelah disesuaikan dengan situasi dan kondisi
siswa dan sekolahnya masing-masing. Hal ini sudah sangat lama dilakukan oleh para guru
di Jepang tempat asal mula dilakukannya lesson study ini. Mungkinkah akan terjadi
seperti itu? Atau mungkin akan terjadi hal-hal lain yang paling tepat untuk guru dan anak
Indonesia yang berbeda dengan apa yang terjadi di Jepang. Kita tunggu saja, bagaimana
dan apa yang akan berkembang di negeri ini dalam kegiatan lesson study ini. Kami telah
memulai, kami berharap akan ada kelompok guru lain dan dosen lain yang juga akan
menulis mengenai pengalaman mereka mengenai kegiatan lesson study ini. Mari
memperluas dan memperkaya khasanah pengetahuan dan keterampilan kita mengenai
lesson study dengan menulis dan membahas pengalaman kita melaksanakannya.
Apabila digunakan sendiri-sendiri, masing-masing buku dari seri ini akan
membantu guru dan dosen memulai suatu kegiatan yang membawanya ke peningkatan
kualitas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, dan mempertajam kemampuan
pengamatannya terhadap kegiatan belajar siswa. Pada gilirannya, hal ini akan
memudahkan guru melakukan penelitian mengenai bagaimana memecahkan masalah-
masalah pembelajaran di kelasnya sendiri ataupun di kelas guru mitra yang sama-sama
sepakat melaksanakan lesson study maupun Penelitian Tindakan Kelas berbasis Lesson
Study dengannya. Guru akan belajar memberi dan menerima masukan dan kritik
membangun dengan perasaan lapang dada, tidak marah dan kecewa karena dikritik, tetapi
malahan berterima kasih ada yang memperhatikan dan memberikan saran bagaimana dia
dapat membelajarkan peserta didiknya dengan lebih baik, karena tidak pernah ada suatu
pelajaran yang sempurna. Setiap proses pembelajaran selalu kurang sempurna, dan selalu
ada sesuatu yang dapat lebih ditingkatkan lagi, masalahnya adalah bagaimana
menemukan kekurangan itu melalui mata orang lain yang mau dengan rela dan senang
hati bersama-sama mempelajari caranya bersama sang guru, melalui lesson study. Kepada
pembaca, kami sampaikan “Selamat Mencoba dan Menikmati Lesson Study”.
Kata Pengantar
Untuk Buku Lesson Study Seri 1
Tiada gading yang tak retak, dalam masa empat tahun melaksanakan LSBS tentu
tidaklah cukup untuk memberikan banyak informasi kepada pembaca. Akan tetapi,
dengan buku yang sederhana ini penulis berharap dapt menjadi salah satu referensi
yang dapat membantu guru/dosen di sekolah/perguruan tinggi dalam mengembangkan
lesson study. Semoga.
Daftar Isi
BAB 1
Mengapa Lesson Study Dipilih sebagai Sarana Peningkatan Kualitas Pembelajaran
(Herawati Susilo)...........................................................................................................
A Apa itu Lesson Study.................................................................................................
B. Mengapa Lesson study...............................................................................................
C. Bagaimana Lesson Study Mudah Dilaksanakan........................................................
D. Bagaimana Melaksanakan Lesson Study...................................................................
E. Apa Hambatan dan Kesulitan Melaksanakan Lesson Study......................................
F. Perlunya Pengembangan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS) terkait
Pengembangan Keprofesionalan Guru, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)..........................................................
BAB 2
Pengembangan Lesson Study Berbasis Sekolah di SMA
Laboratorium Universitas Negeri Malang
(Husnul Chotimah dan Ridwan Joharman)...............................................................
A. Gambaran Umum SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang.........................
B. Pengembangan Lesson Study Berbasis Sekolah Sekolah di SMA
Laboratorium Universitas Negeri Malang................................................................
BAB 3
Implementasi Lesson Study Berbasisi Sekolah di SMA
Laboratorium Universitas Negeri Malang
(Husnul Chotimah)..........................................................................................................
A. Tugas Tim Pengembang Akademis dan Evaluasi
(Tim Akadasi).....................................................................................................
B. Perkembangan LSBS dari Tahun Pelajaran 2004/2005
Sampai dengan Tahun Pelajaran 2007/2008.......................................................
C. Peran, Manfaat, dan Saran terhadap Pelaksanaan LSBS....................................
BAB 4
Refleksi Kegiatan Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS)
(Jumiati, Yuyun Dwita Sari, dan Sunarjo).................................................................
A. Refleksi LSBS Rumpun IPS...............................................................................
B. Refleksi LSBS Rumpun IPA..............................................................................
C. Refleksi LSBS Rumpun Bahasa.........................................................................
Daftar Pustaka..............................................................................................................
Glosarium......................................................................................................................
Tentang Penulis.............................................................................................................
Bab 1
Herawati Susilo
Akhir-akhir ini istilah Lesson Study sering disebut dan didiskusikan di lingkungan
pendidikan. Pada hakikatnya, kegiatan lesson study dapat dilakukan oleh dosen dan guru
sebagai salah satu pilihan sarana peningkatan kualitas pembelajaran. Apa sebenarnya
lesson study itu? Apa bedanya dengan penelitian tindakan kelas? Apa bedanya dengan
keiatan selama ini sudah dilakukan oleh guru dalam Musyawarah Guru Mata Pelajran
(MGMP)? Mengapa dilakukan? Bagaimana dilakukannya? Dalam rangka memahami
maksud yang terkandung di dalamnya perlu dikedepankan pertanyaan apa, mengapa, dan
bagaiman melakukan lesson study sebagai upaya pengembangan kualitas pembelajaran.
Lewis (2002) menyatakan bahwa ide yang terkandung dalam lesson study
sebenarnya singkat dan sederhana. Apabila seorang ingin meningkatkan pembelajaran
salah satu cara yang dapat ditempuh yakni berkolaborasi dengan dosen atau guru lain
dalam merancang, mengganti, mengamati, dan melakukan refleksiterhadap pembelajaran
yang dilakukan. Walaupun ide yang terkandung dalam lesson study begitu sederhana,
tetapi dalam pelaksanaanya sangat kompleks. Dengan demikian, perlu dukungan berbagi
pihak dalam menetapkan tujuan secara kolaboratif, mengumpulkan data secara cermat
mengenai bagaimana peserta didik belajar, dan menyepakati langkah-langkah
pelaksanaannya sehingga memungkinkan dilakukan diskusi mengenai isu-isu yang sulit
secara produktif.
Bab ini membahas mengenai apa dan mengapa lesson study; apa dukungan dan
hambatan terhadap pelaksanaanya di Indonesia, miskonsepsi terhadap lessom study, dan
bagaimana melaksanakannya dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di
kampus maupun di sekolah.
A. APA ITU LESSON STUDY?
Lesson Study merupakan suatu pendekatan peningkata kualitas pembelajaran yang
awal mulanya berasal dari Jepang. Di Negara tersebut, kata atau istilah itu lebih populer
dengan sebuta “jugyokenkyu” (Yoshida, 1999 dalam Lewis, 2002). Lesson study mulai
dipelajari di Amerika sejak dilaporkannya hasil Third International Mathematics and
Sciene Study (TIMSS) pada tahun 1996. dalam laporan TIMSS tersebut, peserta didik
Jepang mempunyai rangking tinggi dalam dalam bidang matematika. Keberhasilan itu
salah satu faktor pendukungnya diduga adalah jugyokenkyu tersebut (Wang-Iverson,
2002). Orang Amerika menyebutnya sebagai lesson study. Oleh karena itu, penulis
menyebutnya dalam bahasa Indonesia sebagai “kaji pembelajaran”. Sementara itu,
Syamsuri (Dekan FMIPA UM 2008-2012) lebih senang memakai istilah