Anda di halaman 1dari 20

Abstract

The Act of the Civil Law makes a clear distinction between the
engagement that is born

of the agreement and engagement that is born of the legislation. The legal
consequences

are born of an engagement agreement is desired by the parties, because


memng agreement

based on the agreement that a rapprochement between the parties will


make arrangements.

While the legal consequences of an engagement that is born of a statute


may not be desired

by the parties, but the relationship of law and the legal consequences
prescribed by law. Legal

issues that arise in case there is a contractual relationship between the


parties and the event of

default can filed a lawsuit against the law..

Key Word:, Act Against The Law, Agreement

Abstrak

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan dengan jelas antara


perikatan yang

lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang.


Akibat hukum suatu perikatan

yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak, karena
memng perjanjian

didasarkan atas kesepakatan yaitu persesuaian kehendak antara para


pihak yang membuat
perjanjian. Sedangkan akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari
undang-undang mungkin

tidak dikehendaki oleh para pihak, tetapi hubungan hukum dan akibat
hukumnya ditentukan

oleh undang-undang. Permasalahan hukum yang timbul adalah dalam


hal ada hubungan

kontraktual antara para pihak dan terjadi wanprestasi dapatkah


diajukan gugatan perbuatan

melawan hukum.

Kata kunci: Perbuatan Melawan Hukum, Perjanjian


PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Berdasarkan dengan rumusan pasal 1233 kitab Undang-Undang Hukum


Perdata, yang merupakan pasal pertama dalam buku III Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata tentang perikatan, yang menyatakan bahwa
”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena
Undang-Undang”, selain perjanjian, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menentukan bahwa perikatan dapat lahir dari undang-undang .
dengan pernyataan ini, pembuat undang-undang hendak menyatakan
bahwa hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan dapat terjadi
setiap saat, baik karena dikehendaki oleh pihak yang terkait dalam
perikatan tersebut, maupun secara yang tidak dikehendaki oleh orang
perorangan yang terikat (yang wajib berprestasi) tersebut.

B. Rumusan Masalah

1.Bagaimana lahirnya perikatan yang lahir dari undang-undang?

2.ada berapa banyak perikatan yang lahir dari undang-undang?

C.Tujuan Penelitian

1.Mengetahui perikatan yang lahir dari undang-undang

2.Mengetahui apa saja yang ada dalam perikatan yang lahir dari
undang-undang

3.Mengetahui proses tahapan perikatan yang lahir dari undang-undang

D.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif.


Pendekatan yuridis normatis dilakukan dengan cara menelaah dan
menginterpretasikan hal hal yang bersifat teoritis yang menyangju asas,
konsepsi, doktrin dan norma hukum yang berkaitan dengan pembuktian
perkara pidana. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang
dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah
teori teori, konsep-konsep, asas asas hukum serta peraturan perundang
undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.

PEMBAHASAN

Perikatan yang timbul karena undang-undang

 Pengertian Perikatan Yang Timbul Karena Undang-undang


Dalam kitab undang-undang hukum perdata (burgelijk wetboek)
“materi atau ketentuan tentang perikatan” diatur dalam buku III perihal
perikatan. Disamping terdapat beberapa materi hukum perdata yang
lainnya yakni perihal benda, orang, pembuktian dan daluarsa. Ada
beberapa peristilahan dalm hukum perikatan, yakni perikatan itu
sendiri, perjanjian dan kontrak.
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang
atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
memenuhi tuntutan itu (Subekti).
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang lain itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. Sementara kontrak itu sendiri berarti
perjanjian atau persetuuan tertulis.
Namun beda halnya dengan penulis seperti Ahmadi Miru dalam
hukum kontrak tidak membedakan apa yang dimaksud perikatan,
perjanjian dan kontrak. Oleh karena dalam Pasal 1233 BW menegaskan
“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian maupun karena
undang-undang”
Sementara itu sumber perikatan yang berupa undang-undang dapat
dibagi atas perikatan yang lahir karena undang-undang saja dan
undang-undang karena adanya perbuatan manusia (Pasal 1352 BW)
Sumber perikatan yang bersumber dari undang-undang karena
adanya perbuatan manusia, beradasarkan Pasal 1353 juga dapat dibagi
perbuatan manusia yang sesuai hukum/ halal dan perbuatan manusia
yang melanggar hukum.1

 Dasar Hukum
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber
adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi
undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal
ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang
dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de
wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit
wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang
letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata
mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain
dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan
kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari
sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula
sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan
fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah
wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid)
maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela
( zaakwarneming).

3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan


melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela
( zaakwaarneming )

1
https://www.negarahukum.com/hukum/hukum-perikatan-pertemuan-pertama.html
2

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :


1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir
karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-
undang sebagai akibat perbuatan orang.3

 Asas-asas Dalam Perjanjian


 Asas kebebasan berkontrak
Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW menegaskan “semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.”Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak
membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun,
menentukan isi perjanjian/ pelaksanaan dan persyaratannya,
menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.

Asas kebebasan berkontrak merupakan sifat atau ciri khas dari Buku III
BW, yang hanya mengatur para pihak, sehingga para pihak dapat saja
mengenyampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang
sifatnya memaksa.

 Asas konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1
BW. Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para

2
https://www.negarahukum.com/hukum/hukum-perikatan-pertemuan-pertama.html

3
https://www.jurnalhukum.com/perikatan-yang-bersumber-dari-undang-undang/
pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga
disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni
melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak
tersebut.

 Asas pacta sunt servanda


Asas pacta sunt servanda atau disebut juga sebagai asas kepastian
hukum, berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi
terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.Asas pacta sunt
servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan
“perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”

 Asas iktikad baik (geode trouw)


Ketentuan tentang asas iktikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat
3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad
baik.”Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak
Kreditur dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan
baik dari para pihak.Asas iktikad baik terbagi menjadi dua macam,
yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Iktikad baik nisbi
adalah orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari
subjek. Sedangkan iktikad mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat
dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan
(penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

 Asas kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seorang
yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan.
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 BW.
Pasal 1315 menegaskan “pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.”

Pasal 1340 menegaskan “perjanjian hanya berlaku antara para pihak


yang membuatnya.”

Jika dibandingkan kedua pasal tersebut, maka dalam Pasal 1317 BW


mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal
1318 BW untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya, atau orang-
orang yang memperoleh hak dari padanya.

Di samping kelima asas di atas, di dalam lokakarya Hukum perikatan


yang diselenggarakan oleh Badan Pembina hukum nasional, Departemen
Kehakiman (17 s/d 19 Desember 1985) asas dalam hukum perjanjian
terbagi atas; asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas
keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas
kebiasaan, dan asas perlindungan.4

 Unsur-unsur Dalam Perjanjian


a. Kata sepakat dari dua pihak atau lebih
Unsur atau ciri pertama dari perjanjian adalah adanya kata sepakat,
yaitu pernyataan kehendak beberapa orang. Artinya, perjanjian hanya
dapat timbul dengan kerja sama dari dua orang atau lebih atau
perjanjian “dibangun” oleh perbuatan dari beberapa orang. Karenanya,
perjanjian digolongkan sebagai perbuatan hukum berganda.

b. Kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para pihak


Kata sepakat tercapai jika pihak yang satu menyetujui apa yang
ditawarkan oleh pihak lainnya. Dengan kata lain, para pihak saling
menyetujui. Namun, kehendak para pihak saja tidaklah cukup.
Kehendak tersebut harus pula dinyatakan. Kehendak saja dari para
pihak tidak akan menimbulkan akibat hukum. perjanjian terbentuk
setelah para pihak saling menyatakan kehendaknya dan adanya
kesepakatan di antara mereka.
4
http://ilmuef.blogspot.com/2015/11/asas-asas-dalam-hukum-perjanjian.html?m=1
c. Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum
Tidak semua janji di dalam kehidupan sehari-hari membawa akibat
hukum. Memang janji yang dibuat seseorang dapat memunculkan
kewajiban sosial atau kesusilaan. Akan tetapi, hal itu muncul bukan
sebagai akibat hukum. apakah maksud para pihak menentukan muncul
tidaknya akibat hukum dari suatu janji ? ada kemungkinan para pihak
tidak sadar bahwa janji yang dibuatnya tidak berakibat hukum.
kesemua itu bergantung pada keadaan dan kebiasaan di dalam
masyarakat. Faktor itulah yang harus diperhitungkan untuk
mempertimbangkan apakah suatu pernyataan kehendak yang muncul
sebagai janji akan memunculkan akibat hukumatau sekedar kewajiban
sosial dalam kemasyarakatan.
d. Keinginan atau kemauan para pihak saja tidaklah cukup untuk
memunculkan akibat hukum
Untuk terbentuknya perjanjian diperlukan pula unsur bahwa akibat
hukum tersebut adalah untuk kepentingan pihak yang satu atas beban
pihak yang lain atau bersifat timbal balik. Perlu diperhatikan, akibat
hukum perjanjian hanya mengikat para pihak dan tidak dapat mengikat
pihak ketiga, lagi pula tidak dapat membawa kerugian. Ini merupakan
asas umum dari hukum kontrak dan juga termuat di dalam ketentuan
Pasal 1315 KUHPerdata jo. Pasal 1340 KUHPerdata yang menetapkan
bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang
membuatnya.
e. Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan
Bentuk perjanjian pada umumnya bebas ditentukan para pihak.
Namum, undang-undang menetapkan bahwa beberapa perjanjian
tertentu harus dibuat dalam bentuk tertentu. Penetapan demikian oleh
undang-undang mengenai bentuk yang diwajibkan mengakibatkan
bahwa akta menjadi syarat mutlak bagi terjadinya perbuatan hukum
tersebut.

Menurut Para ahli (Sudikno Martokusumo, Mariam Darus, Satrio)


bersepakat bahwa unsur-unsur perjanjian itu terdiri dari :
1. Unsur Essensialia
Unsur essensialia adalah sesuatu yang harus ada yang merupakan hal
pokok sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan dan harus
dicantumkan dalam suatu perjanjian.Bahwa dalam suatu perjanjian
haruslah mengandung suatu ketentuan tentang prestasi-prestasi. Hal ini
adalah penting disebabkan hal inilah yang membedakan antara suatu
perjnajian dengan perjanjian lainnya.
Unsur Essensialia sangat berpengaruh sebab unsur ini digunakan untuk
memberikan rumusan, definisi dan pengertian dari suatu perjanjian.
Jadi essensi atau isi yang terkandung dari perjanjian tersebut yang
mendefinisikan apa bentuk hakekat perjanjian tersebut. Misalnya
essensi yang terdapat dalam definisi perjanjian jual beli dengan
perjanjian tukar menukar. Maka dari definisi yang dimuat dalam definisi
perjanjian tersebutlah yang membedakan antara jual beli dan tukar
menukar.

Jual beli (Pasal 1457) :


Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk
menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang dijanjikan.
Tukar menukar (Pasal 1591)
Suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri
untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai
suatu ganti barang lain.
Dari definsi tersebut diatas maka berdasarkan essensi atau isi yang
dikandung dari definisi diatas maka jelas terlihat bahwa jual beli
dibedakan dengan tukar menukar dalam wujud pembayaran harga.
Maka dari itu unsur essensialia yang terkandung dalam suatu perjanjian
menjadi pembeda antara perjanjian yang satu dengan perjanjian yang
lain.
Semua perjanjian bernama yang diatur dalam buku III bagian kedua
memiliki perbedaan unsur essensialia yang berbeda antara yang satu
dengan perjanjian yang lain.

2. Unsur Naturalia
Naturalia adalah ketentuan hukum umum, suatu syarat yang biasanya
dicantumkan dalam perjanjian. Unsur-unsur atau hal ini biasanya
dijumpai dalam perjanjian-perjanjian tertentu, dianggap ada kecuali
dinyatakan sebaliknya.
Merupakan unsur yang wajib dimiliki oleh suatu perjanjian yang
menyangkut suatu keadaan yang pasti ada setelah diketahui unsur
essensialianya. Jadi terlebih dahulu harus dirumuskan unsur
essensialianya baru kemudian dapat dirumuskan unsur naturalianya.
Misalnya jual beli unsur naturalianya adalah bahwa si penjual harus
bertanggung jawab terhadap kerusakan-kerusakan atau cacat-cacat
yang dimiliki oleh barang yang dijualnya. Misalnya membeli sebuah
televisi baru. Jadi unsur essensialia adalah usnur yang selayaknya atau
sepatutnya sudah diketahui oleh masyarakat dan dianggap suatu hal
yang lazim atau lumrah.

3. Unsur Aksidentalia
Yaitu berbagai hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian
yang disetujui oleh para pihak. Accidentalia artinya bisa ada atau diatur,
bisa juga tidak ada, bergantung pada keinginan para pihak, merasa
perlu untuk memuat ataukah tidak.
Selain itu aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian
yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara
menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak yang
merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama
oleh para pihak.
Jadi unsur aksidentalia lebih menyangkut mengenai faktor pelengkap
dari unsur essensialia dan naturalia, misalnya dalam suatu perjanjian
harus ada tempat dimana prestasi dilakukan.5

 Perbuatan Menurut Hukum

5
https://www.jurnalhukum.com/unsur-unsur-perjanjian/
perbuatan yang sesuai dengan hukum ada dua, yaitu wakil tanpa
kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam pasal 1354 sampai dengan pasal
1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betalling)
diatur dalam pasal 1359 sampai dengan 1364 KUHPerdata. Sedangkan
perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum
adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan
melawan hukum (onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 sampai
dengan 1380 KUHPerdata.
Untuk mengetahui apakah perbuatan hukum itu disebut wakil tanpa
kuasa, maka perlu dilihat unsur- unsur yang terdapat didalamnya,
unsure- unsure tersebut adalah :
a. Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran
sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
b. Tanpa mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan perbuatan
itu bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, atau kuasa
dari pihak yang berkepentingan baik lisan maupun tulisan.
c. Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan perbuatan itu
bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan sendiri.
d. Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang
berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan
orang lain.
e. Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya sekali ia
melakukan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia harus
mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang diwakili
kepentingannya itu dapat menikmati manfatnya atau dapat mengerjakan
segala sesuatu yang termasuk urusan itu.
f. Bertindak menurut hukum, artinya dalam melakukan perbuatan
mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban
menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undang-
undang.

 Perbuatan Melawan Hukum


Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan : “ Tiap perbuatan melanggar
hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.” Sedangkan ketentuan Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan : “
setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”.
Ketentuan pasal 1365 KUHPerdata tersebut di atas mengatur
pertanggung-jawaban yang diakibatkan oleh adanya perbuatan melawan
hukum baik karena berbuat (positip=culpa in commitendo) atau karena
tidak berbuat (pasif=culpa in ommitendo). Sedangkan pasal 1366
KUHPerdata lebih mengarah pada tuntutan pertanggung-jawaban yang
diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian (onrechtmatigenalaten).
Unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara lain :
1. Adanya kesalahan ,
2. Perbuatan tersebut melawan hukum ,
3. Adanaya kerugian,
4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. 6

 Konsekwensi yuridis atas timbulnya Perbuatan Melawan Hukum :


Akibat perbuatan melawan hukum secara yuridis mempunyai
konsekwensi terhadap pelaku maupun orang-orang yang mempunyai
hubungan hukum dalam bentuk pekerjaan yang menyebabkan
timbulnya perbuatan melawan hukum. Jadi, akibat yang timbul dari
suatu perbuatan melawan hukum akan diwujudkan dalam bentuk ganti
kerugian terhadap korban yang mengalami.
Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan
melawan hukum, sebagaimana telah disinggung diatas, dapat berupa
penggantian kerugian materiil dan immateriil. Lajimnya, dalam praktek
penggantian kerugian dihitung dengan uang , atau disetarakan dengan
uang disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-
barang yang dianggap telah mengalami kerusakan/perampasan sebagai
akibat adanya perbuatan melawan hukum pelaku.

6
http://dadashukum.blogspot.com/2014/12/pengertian-dan-definisi-perbuatan-hukum.html?m=1
Jika mencermati perumusan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata,
secara limitatif menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian
dalam hal terjadinya suatu perbuatan melawan hukum bersifat wajib.
Bahkan, dalam berbagai kasus yang mengemuka di pengadilan, hakim
seringkali secara ex-officio menetapkan penggantian kerugian meskipun
pihak korban tidak menuntut kerugian yang dimaksudkan.
Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu
perbuatan melawan hukum diklasifikasikan ke dalam dua bagian,
yaitu : kerugian yang bersifat actual (actual loss) dan kerugian yang
akan datang. Dikatakan kerugian yang bersifat actual adalah kerugian
yang mudah dilihat secara nyata atau fisik, baik yang bersifat materiil
dan immateriil. Kerugian ini didasarkan pada hal-hal kongkrit yang
timbul sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum dari pelaku.
Sedangkan kerugian yang bersifat dimasa mendatang adalah kerugian-
kerugian yang dapat diperkirakan akan timbul dimasa mendatang akibat
adanya perbuatan melawan hukum dari pihak pelaku. Kerugian ini
seperti pengajuan tuntutan pemulihan nama baik melalui pengumuman
di media cetak dan atau elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian
dimasa mendatang ini haruslah didasarkan pula pada kerugian yang
sejatinya dapat dibayangkan dimasa mendatang dan akan terjadi secara
nyata.7

 Perbuatan Melawan Hukum Perspektif Hukum Perdata


Pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang
perbuatan melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum
perdata. Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai
berikut : “Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya
menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”.
Dari pasal tersebut dapat kita lihat bahwa untuk mencapai suatu hasil
yang baik dalam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan
hukum maka harus dipenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur sebagai
berikut :

7
https://www.coursehero.com/file/p185lke/Konsekuensi-Yuridis-Dalam-Hal-Timbulnya-Perbuatan-
Melawan-Hukum-Menurut-Pasal/
1. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang
melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan
kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam
undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan
sebagai melawan undang-undang.
2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :
· Obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti
itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan timbulnya
akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untu
berbuat atau tidak berbuat.
· Subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat
berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari
perbuatannya.
Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus
dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang
tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi.
Sehubungan dengan kesalahan in terdapat dua kemungkinan :
 Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya
kerugian. Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga
bersalah atas timbulnya kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut
dibebankan kepadanya kecuali jika perbuatan melawan hukum itu
dilakukan dengan sengaja.
 Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu
ditimbulkan karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masing-
masing orang yang bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan
tersebut dapat dituntut untuk keseluruhannya.
3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa
kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat
berupa :
 Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian
yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh.
Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan
hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang
nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.
 Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat
menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan
kehilangan kesenangan hidup.
Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya
harus dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada
azasnya yang dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam
keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak
yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang
telah ia derita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang
ia akan derita pada waktu yang akan datang.
4. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk
memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan hukum
dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu :
 Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan
perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya
condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai
sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang
harus ada untuk timbulnya akibat).
 Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya
bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan
sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.
Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman
secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari
perbuatan melawan hukum. Jadi secara singkat dapat diperinci sebagai
berikut :
 Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ badan
hukum, pertanggungjawabannya didasarkan pada pasal 1364 BW.
 Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil
badan hukum yang mempunyai hubunga kerja dengan badan hukum,
dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1367 BW.
 Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ yang
mempunyai hubungan kerja dengan badan hukum, pertanggung
jawabannya dapat dipilih antara pasal 1365 dan pasal 1367 BW.
 Perbuatan Melawan Hukum termasuk kedalam Hukum Perikatan
Perikatan yang timbul dari undang-undang terdapat dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, baik dalam BW maupun
perundang-undangan lainya. Ketentuan-ketentuan tersebut terdapoat
dalam pasal 1352 dan 1353 BW. Pasal 1353 BW menetukan perikatan –
perikatan yang dilahirkan demi undang-undang , timbul dari undang-
undang sebagai akibat dari perbuatan orang. Sehubungan dengan hal
ini, hendaknya diperhatikan bahwa dari undang-undang saja tidak akan
timbul perikatan.[1] Untuk terjadinya perikatan berdasarkan undang-
undang harus selalu dikaitkan dengan peristiwa atau kenyataan
tertentu. Dengan kata lain, untuk timbulnya perikatan selalu
diisyaratkan terdapatnya kenyataan hokum. Perbuatan melawan hokum
merupakan jenis sumber perikatan yang lahir dari undang-udang
karena perbuatan manusia. Perbuatan melawan hokum ini diatur
didalam KUHPerdata Pasal 1365.
Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut
:
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan
kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”
Dari pasal tersebut , dapat dijelaskan bahwa perikatan terjadi
karena adanya perbuatan manusia yang menimbulkan kerugian pada
orang lain atau menimbulkan wanprestasi terhadap orang lain, yang
menyebabkan orang yang merugikan orang lain tersebut harus
mengganti kerugianya. Jadi, perbuatan melawan hokum tidak hanya
diartikan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang saja,
tetapi berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau
bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat,
bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati sebgaimana
patutnya didalam lalulintas masyarakat. dengan demikian, semua
norma lalu lintas masyarakat yang tidak termasuk dalam undang-
undang. unsur kesalahan yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 1365
KUHPerdata , yaitu bahwa si pembuat pada umumnya harus ada
pertanggung jawabanya , yaitu ia menginsyafi akibat dari perbuatanya
( toerekeningsvatbaar).
 Perbuatan Melawan Hukum Dalam Prakteknya
Dalam prakteknya, terdapat contoh kasus perbuatan melawan
hokum yang terjadi didalam ruang ligkup hukum perikatan dan
keperdataan . contoh kasus melawan hokum adalah dalam Arrest Hoge
Raad 29 November 1929.
Dua toko pakaian yang terkenal di Amsterdam yang disebut toko
A dan B telah mengadakan persaingan yang sangat hebat. untuk
menarik para pelanggan, toko A menjual barang-barang nya dibawah
harga pembelian dan agar diketahui oleh umum bahwa harga barang-
barangnya lebih murah dari toko B, maka ia mnempeli harga pada
barang-barang pada etalasenya. Toko B tidak mau kalah bersaing dan
berusaha untuk dapat membeli semua barang-barang A dan menjualnya
dengan harga biasa. untuk maksud ini, Toko B menyuruh orang
pegawainya untuk membeli sebanyak mungkin barang-barang Toko A.
Siasat ini diketahui oleh a dan mencap barang-barangnya dengan nama
tokonya , sehingga B tidak dapat menjual barang-barang itu. Toko B
tidak kehilangan akal dan menyuruh wanita – wanita untuk membeli
barang-barang yang belum ada capnya, tetapi diketahui oleh A dan A
menolak untuk menjualnya. wanita – wanita itu tidak mau mengerti dan
membuat keributan sehingga A menunggu untuk menjalankan
usahanya dan karenanya menderita kerugian. setelah melalui prosedur
yang lama, akirnya gugatan A untuk mendapatkan ganti rugi dari B oleh
pengadilan, karena mendapatkan ganti rugi dari B diluluskan oleh
pengadilan, karena menurut pengadilan cara yang dilakukan oleh B
terhadap A tidak sesuai dengan kepatutan yang sebenarnya harus
diperhatikan oleh B terhadap A. Hingga sekarang, belum ada definisi
yang positif didalam undang-undang tentang pengertian perbuatan
melawan hukum ini. meurut arrest 1919 , bahwa perbuatan dikatan
melawan hukum, jika :
a. melanggar hak orang lain.
b. bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat.
c. bertentangan dengan kesusilaan
d. bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas
masyarakat terhadap diri atau barang orang lain.8

8
Ibid,
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa perikatan yag lahr
karena unang-unang ada dua golongan, yaitu:
1. perikatan yang lahir karena undang-undang itu sendiri. Dalam hal ini
termasuk didalamnya peristiwa hukum.
2. perikatan yang lahir dari undang –undang yang disertai dengan
perbuatan manusia. Yang mana perbuatn tyersebut ada yang
diperbolehkan dan ada yang tidak diperbolehkan atau sering disebut
dengan perbuatan melanggar hukum.
Saran

hukum sudah menjadi tuntutan manusia sejak ia lahir. dalam sebuah


perjanjian tentunya memiliki perikatan yang terjadi antara satu orang
dan satu orang ataupun orang dengan kelompok. dimana diantara nya
saling berkseinambungan dan ingin mendapatkan haknya dalam suatu
periktan.
penulis mengajak untuk menjalankan hak nya dalam menjalankan
hak nya dengan baik, tentunya tidak ada yang dirugikan ataupun
diuntungkan salah satu pihak. maka marilah sama-sama
mempelajari sekaligus mengkaji materi pembelajaran ini dengan
berpedoman pada materi dan Undang-undang yang telah
mengatur perihal perikatan. seiogyana dalam menjalankan suatu
hak dengan berpedoman dalam aturan (Undang-undang) yang
telah mengatur,maka terlaksana lah suatu perikatan dengan baik
dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai