The Act of the Civil Law makes a clear distinction between the
engagement that is born
of the agreement and engagement that is born of the legislation. The legal
consequences
by the parties, but the relationship of law and the legal consequences
prescribed by law. Legal
Abstrak
yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak, karena
memng perjanjian
tidak dikehendaki oleh para pihak, tetapi hubungan hukum dan akibat
hukumnya ditentukan
melawan hukum.
A.Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C.Tujuan Penelitian
2.Mengetahui apa saja yang ada dalam perikatan yang lahir dari
undang-undang
D.Metode Penelitian
PEMBAHASAN
Dasar Hukum
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber
adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi
undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal
ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang
dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de
wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit
wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang
letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata
mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain
dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan
kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari
sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula
sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan
fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah
wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid)
maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela
( zaakwarneming).
1
https://www.negarahukum.com/hukum/hukum-perikatan-pertemuan-pertama.html
2
Asas kebebasan berkontrak merupakan sifat atau ciri khas dari Buku III
BW, yang hanya mengatur para pihak, sehingga para pihak dapat saja
mengenyampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang
sifatnya memaksa.
Asas konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1
BW. Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para
2
https://www.negarahukum.com/hukum/hukum-perikatan-pertemuan-pertama.html
3
https://www.jurnalhukum.com/perikatan-yang-bersumber-dari-undang-undang/
pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga
disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni
melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak
tersebut.
Asas kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seorang
yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan.
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 BW.
Pasal 1315 menegaskan “pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.”
2. Unsur Naturalia
Naturalia adalah ketentuan hukum umum, suatu syarat yang biasanya
dicantumkan dalam perjanjian. Unsur-unsur atau hal ini biasanya
dijumpai dalam perjanjian-perjanjian tertentu, dianggap ada kecuali
dinyatakan sebaliknya.
Merupakan unsur yang wajib dimiliki oleh suatu perjanjian yang
menyangkut suatu keadaan yang pasti ada setelah diketahui unsur
essensialianya. Jadi terlebih dahulu harus dirumuskan unsur
essensialianya baru kemudian dapat dirumuskan unsur naturalianya.
Misalnya jual beli unsur naturalianya adalah bahwa si penjual harus
bertanggung jawab terhadap kerusakan-kerusakan atau cacat-cacat
yang dimiliki oleh barang yang dijualnya. Misalnya membeli sebuah
televisi baru. Jadi unsur essensialia adalah usnur yang selayaknya atau
sepatutnya sudah diketahui oleh masyarakat dan dianggap suatu hal
yang lazim atau lumrah.
3. Unsur Aksidentalia
Yaitu berbagai hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian
yang disetujui oleh para pihak. Accidentalia artinya bisa ada atau diatur,
bisa juga tidak ada, bergantung pada keinginan para pihak, merasa
perlu untuk memuat ataukah tidak.
Selain itu aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian
yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara
menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak yang
merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama
oleh para pihak.
Jadi unsur aksidentalia lebih menyangkut mengenai faktor pelengkap
dari unsur essensialia dan naturalia, misalnya dalam suatu perjanjian
harus ada tempat dimana prestasi dilakukan.5
5
https://www.jurnalhukum.com/unsur-unsur-perjanjian/
perbuatan yang sesuai dengan hukum ada dua, yaitu wakil tanpa
kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam pasal 1354 sampai dengan pasal
1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betalling)
diatur dalam pasal 1359 sampai dengan 1364 KUHPerdata. Sedangkan
perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum
adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan
melawan hukum (onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 sampai
dengan 1380 KUHPerdata.
Untuk mengetahui apakah perbuatan hukum itu disebut wakil tanpa
kuasa, maka perlu dilihat unsur- unsur yang terdapat didalamnya,
unsure- unsure tersebut adalah :
a. Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran
sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
b. Tanpa mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan perbuatan
itu bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, atau kuasa
dari pihak yang berkepentingan baik lisan maupun tulisan.
c. Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan perbuatan itu
bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan sendiri.
d. Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang
berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan
orang lain.
e. Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya sekali ia
melakukan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia harus
mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang diwakili
kepentingannya itu dapat menikmati manfatnya atau dapat mengerjakan
segala sesuatu yang termasuk urusan itu.
f. Bertindak menurut hukum, artinya dalam melakukan perbuatan
mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban
menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undang-
undang.
6
http://dadashukum.blogspot.com/2014/12/pengertian-dan-definisi-perbuatan-hukum.html?m=1
Jika mencermati perumusan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata,
secara limitatif menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian
dalam hal terjadinya suatu perbuatan melawan hukum bersifat wajib.
Bahkan, dalam berbagai kasus yang mengemuka di pengadilan, hakim
seringkali secara ex-officio menetapkan penggantian kerugian meskipun
pihak korban tidak menuntut kerugian yang dimaksudkan.
Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu
perbuatan melawan hukum diklasifikasikan ke dalam dua bagian,
yaitu : kerugian yang bersifat actual (actual loss) dan kerugian yang
akan datang. Dikatakan kerugian yang bersifat actual adalah kerugian
yang mudah dilihat secara nyata atau fisik, baik yang bersifat materiil
dan immateriil. Kerugian ini didasarkan pada hal-hal kongkrit yang
timbul sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum dari pelaku.
Sedangkan kerugian yang bersifat dimasa mendatang adalah kerugian-
kerugian yang dapat diperkirakan akan timbul dimasa mendatang akibat
adanya perbuatan melawan hukum dari pihak pelaku. Kerugian ini
seperti pengajuan tuntutan pemulihan nama baik melalui pengumuman
di media cetak dan atau elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian
dimasa mendatang ini haruslah didasarkan pula pada kerugian yang
sejatinya dapat dibayangkan dimasa mendatang dan akan terjadi secara
nyata.7
7
https://www.coursehero.com/file/p185lke/Konsekuensi-Yuridis-Dalam-Hal-Timbulnya-Perbuatan-
Melawan-Hukum-Menurut-Pasal/
1. Perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang
melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan dengan
kewajiban hukum dari si pembuat sendiri yang telah diatur dalam
undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum ditafsirkan
sebagai melawan undang-undang.
2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara :
· Obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti
itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan timbulnya
akibat dan kemungkinan ini akan mencegah manusia yang baik untu
berbuat atau tidak berbuat.
· Subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat
berdasarkan keahlian yang ia miliki dapat menduga akan akibat dari
perbuatannya.
Selain itu orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus
dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang
tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi.
Sehubungan dengan kesalahan in terdapat dua kemungkinan :
Orang yang dirugikan juga mempunyai kesalahan terhadap timbulnya
kerugian. Dalam pengertian bahwa jika orang yang dirugikan juga
bersalah atas timbulnya kerugian, maka sebagian dari kerugian tersebut
dibebankan kepadanya kecuali jika perbuatan melawan hukum itu
dilakukan dengan sengaja.
Kerugian ditimbulkan oleh beberapa pembuat. Jika kerugian itu
ditimbulkan karena perbuatan beberapa orang maka terhadap masing-
masing orang yang bertanggung jawab atas terjadinya perbuatan
tersebut dapat dituntut untuk keseluruhannya.
3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa
kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat
berupa :
Kerugian materiil, dimana kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian
yang nyata-nyata diderita dan keuntungan yang seharunya diperoleh.
Jadi pada umumnya diterima bahwa si pembuat perbuatan melawan
hukum harus mengganti kerugian tidak hanya untuk kerugian yang
nyata-nyata diderita, juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.
Kerugian idiil, dimana perbuatan melawan hukum pun dapat
menimbulkan kerugian yang bersifat idiil seperti ketakutan, sakit dan
kehilangan kesenangan hidup.
Untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya
harus dilakukan dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada
azasnya yang dirugikan harus sedapat mungkin ditempatkan dalam
keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melawan hukum. Pihak
yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi tidak hanya kerugian yang
telah ia derita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang
ia akan derita pada waktu yang akan datang.
4. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian. Untuk
memecahkan hubungan causal antara perbuatan melawan hukum
dengan kerugian, terdapat dua teori yaitu :
Condition sine qua non, dimana menurut teori ini orang yang melakukan
perbuatan melawan hukum selalu bertanggung jawab jika perbuatannya
condition sine qua non menimbulkan kerugian (yang dianggap sebagai
sebab dari pada suatu perubahan adalah semua syarat-syarat yang
harus ada untuk timbulnya akibat).
Adequate veroorzaking, dimana menurut teori ini si pembuat hanya
bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya dapat diharapkan
sebagai akibat dari pada perbuatan melawan hukum.
Terdapat hubungan causal jika kerugian menurut aturan pengalaman
secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari
perbuatan melawan hukum. Jadi secara singkat dapat diperinci sebagai
berikut :
Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ badan
hukum, pertanggungjawabannya didasarkan pada pasal 1364 BW.
Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil
badan hukum yang mempunyai hubunga kerja dengan badan hukum,
dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1367 BW.
Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ yang
mempunyai hubungan kerja dengan badan hukum, pertanggung
jawabannya dapat dipilih antara pasal 1365 dan pasal 1367 BW.
Perbuatan Melawan Hukum termasuk kedalam Hukum Perikatan
Perikatan yang timbul dari undang-undang terdapat dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, baik dalam BW maupun
perundang-undangan lainya. Ketentuan-ketentuan tersebut terdapoat
dalam pasal 1352 dan 1353 BW. Pasal 1353 BW menetukan perikatan –
perikatan yang dilahirkan demi undang-undang , timbul dari undang-
undang sebagai akibat dari perbuatan orang. Sehubungan dengan hal
ini, hendaknya diperhatikan bahwa dari undang-undang saja tidak akan
timbul perikatan.[1] Untuk terjadinya perikatan berdasarkan undang-
undang harus selalu dikaitkan dengan peristiwa atau kenyataan
tertentu. Dengan kata lain, untuk timbulnya perikatan selalu
diisyaratkan terdapatnya kenyataan hokum. Perbuatan melawan hokum
merupakan jenis sumber perikatan yang lahir dari undang-udang
karena perbuatan manusia. Perbuatan melawan hokum ini diatur
didalam KUHPerdata Pasal 1365.
Dalam pasal 1365 BW tersebut memuat ketentuan sebagai berikut
:
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan
kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”
Dari pasal tersebut , dapat dijelaskan bahwa perikatan terjadi
karena adanya perbuatan manusia yang menimbulkan kerugian pada
orang lain atau menimbulkan wanprestasi terhadap orang lain, yang
menyebabkan orang yang merugikan orang lain tersebut harus
mengganti kerugianya. Jadi, perbuatan melawan hokum tidak hanya
diartikan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang saja,
tetapi berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau
bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat,
bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati sebgaimana
patutnya didalam lalulintas masyarakat. dengan demikian, semua
norma lalu lintas masyarakat yang tidak termasuk dalam undang-
undang. unsur kesalahan yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 1365
KUHPerdata , yaitu bahwa si pembuat pada umumnya harus ada
pertanggung jawabanya , yaitu ia menginsyafi akibat dari perbuatanya
( toerekeningsvatbaar).
Perbuatan Melawan Hukum Dalam Prakteknya
Dalam prakteknya, terdapat contoh kasus perbuatan melawan
hokum yang terjadi didalam ruang ligkup hukum perikatan dan
keperdataan . contoh kasus melawan hokum adalah dalam Arrest Hoge
Raad 29 November 1929.
Dua toko pakaian yang terkenal di Amsterdam yang disebut toko
A dan B telah mengadakan persaingan yang sangat hebat. untuk
menarik para pelanggan, toko A menjual barang-barang nya dibawah
harga pembelian dan agar diketahui oleh umum bahwa harga barang-
barangnya lebih murah dari toko B, maka ia mnempeli harga pada
barang-barang pada etalasenya. Toko B tidak mau kalah bersaing dan
berusaha untuk dapat membeli semua barang-barang A dan menjualnya
dengan harga biasa. untuk maksud ini, Toko B menyuruh orang
pegawainya untuk membeli sebanyak mungkin barang-barang Toko A.
Siasat ini diketahui oleh a dan mencap barang-barangnya dengan nama
tokonya , sehingga B tidak dapat menjual barang-barang itu. Toko B
tidak kehilangan akal dan menyuruh wanita – wanita untuk membeli
barang-barang yang belum ada capnya, tetapi diketahui oleh A dan A
menolak untuk menjualnya. wanita – wanita itu tidak mau mengerti dan
membuat keributan sehingga A menunggu untuk menjalankan
usahanya dan karenanya menderita kerugian. setelah melalui prosedur
yang lama, akirnya gugatan A untuk mendapatkan ganti rugi dari B oleh
pengadilan, karena mendapatkan ganti rugi dari B diluluskan oleh
pengadilan, karena menurut pengadilan cara yang dilakukan oleh B
terhadap A tidak sesuai dengan kepatutan yang sebenarnya harus
diperhatikan oleh B terhadap A. Hingga sekarang, belum ada definisi
yang positif didalam undang-undang tentang pengertian perbuatan
melawan hukum ini. meurut arrest 1919 , bahwa perbuatan dikatan
melawan hukum, jika :
a. melanggar hak orang lain.
b. bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat.
c. bertentangan dengan kesusilaan
d. bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas
masyarakat terhadap diri atau barang orang lain.8
8
Ibid,
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa perikatan yag lahr
karena unang-unang ada dua golongan, yaitu:
1. perikatan yang lahir karena undang-undang itu sendiri. Dalam hal ini
termasuk didalamnya peristiwa hukum.
2. perikatan yang lahir dari undang –undang yang disertai dengan
perbuatan manusia. Yang mana perbuatn tyersebut ada yang
diperbolehkan dan ada yang tidak diperbolehkan atau sering disebut
dengan perbuatan melanggar hukum.
Saran
DAFTAR PUSTAKA