Anda di halaman 1dari 16

MENGENAL DAN MEMAHAMI ISLAM DALAM SISTEM KEKERABATAN

MINANGKABAU

Dosen Pengampu :

Muhamad Jamil S.Sos.I, MA

Di Susun Oleh Kelompok 5 :

1816010087 Yogi Rahmad Risvaldo

1916010104 Muhammad Haris

1916010090 Anisa Pebrianti

1916010119 Ulia Santika Mentari

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


ABSTRAK

Di Indonesia terdapat baragam corak dan kebudayaan. Salah satunya mengenai sistem tali
kekerabatan atau garis keturunan yang ada di Minangkabau. Di Minangkabau sendiri sistem
kekerabatan terdiri dari garis keturunan Ayah (patrilineal) dan dari garis keturan Ibu
(matrilineal). Pada dasarnya di Minangkabau menganut sistem kekerabatan dari garis
keturunan Ibu (matrilineal), karena kedudukan seorang Ibu di Minangkabau selain ada
ikatan tali darah juga dapat memberikan suku/gelar kepada anak-anaknya. Dengan adanya
sistem ini, mengharuskan setiap anggota suku yang akan melaksanakan perkawinan
hendaklah dengan anggota suku lainnya, karena mengingat keterkaitan yang diberlakukan
oleh adat mianangkabau. Dimana perkawinan itu dilaksanakan melalui serangkaian acara
yang sesuai dengan ketentuan kedua suku berbeda tersebut, sehingga membuat seorang
laki-laki (suami) dari perempuan menjadi bagian keluarganya serta sebagai seorang
sumando dalam suku perempuan (istrinya) itu dengan kewajiban dan hak yang telah
ditentukan.1

Kata kunci : garis keturunan (matrilineal), kekerabatan, perkawinan.

1
Mahasiswa FEBI dengan NIM 1816010087, email : rahmadyogi40@gmail.com
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem kekerabatan di Minangkabau adalah system kekerabatan matrilineal yaitu


garis keturan dari Ibu. Ahli Antropologi mengatakan bahwasannya sistem matrilinel ini
yang tertua dari pada sistem keturanan yang lainnya.

Pada masa lalu masyarakat belum mengetahui tentang nilai-nilai norma, maka untuk
memudahkan kelahiran seorang anak, menggunakan silsilah alam takambang jadi guru
maka yang melahirkan anak adalah seorang wanita, oleh karena itu keturunan berdasarkan
Ibu mendapatkan kedudukan pertama. Masyarakat Minangkabau masih bertahan dengan
sistem kekerabatan matrilineal, selain itu sistem ini erat ikatannya dengan sako dan
pusako. Dalam Minangkabau harta warisan tidak hanya menentukan garis keturunan
anak-anaknya akan tetapi erat sekali hubungannya dengan adat istiadat.

Pepatah adat yaitu adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah disana berarti
bahwa Adat Minangkabau sejalan atau berlandaskan Islam. Tetapi ada juga salah satu
tradisi adat yang berbeda dengan Islam salah satunya yaitu masalah perkawinan, dalam
Islam diperbolehkan menikah satu suku akan tetapi dalam Adat Minangkabau tidak
diperbolehakan menikah dalam satu suku walaupun berbeda nagari/desa.

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui sistem kekerabatan yang berlaku di Minangkabau


2. Mengetahui ciri-ciri / karakteristik sistem kekerabatan matrilineal
3. Mengetahui peran dan kedudukan wanita di Minangkabau (matrilineal)
4. Mengetahui peran dan kedudukan laki-laki di Minangkabau
5. Mengetahui pernikahan dalam Minangkabau
6. Mengetahui tata cara dalam Adat Minangkabau
7. Larangan dalam pernikahan
PEMBAHASAN

B. Sistem Kekerabatan Di Minangkabau

Para ahli merumuskan sistem kekerabatan adat minangkabau matrilineal garis


keturunan adalah dari perempuan (ibu), anaknya mengetahui ibu dan saudara-saudara
ibunya, sedangkan bagian ayah serta keluarganya tidak, termasuk bagian anaknya karena
ayah juga termasuk dari bagian ibunya pula. Ahli Antropologi membandingkan anatara
garis keturunan dari ibu (matrilineal) dengan garis keturanan lainnya, sistem matrilineal lah
yang tertua.2

1. Sistem Kekerabatan Dari Ibu (Matrilineal)

Kekerabatan di Minangkabau mengandung sistem matrilineal. Sistem


kekerabatan ini merupakan sistem kekerabatan yang mengikuti garis keturunan ibu,
sistem ini masih berlanjut sampai sekarang. Kerena sistem matrilineal
menghubungkan anak dengan ibu dan kerabatnya berdasarkan sistem ini wanita
(gadih) secara sepihak (unilateral). Dalam hal ini ibu di pandang sangat tinggi
derajatnya sehingga adanya ikatan hubungan yang erat. Dan saat perkawinan sistem
matrilineal menerabkan bagi laki-laki (suami) harus menetap di pihak kekerabatan
istrinya.3
Semua aturan yang dimiliki dari sistem matrilineal. Tidak ada pelanggaran
hukum dan landasan yang menjelaskan tentang keberadaan garis keturunan ibu ini,
artinya bila seseorang yang melanggarnya tidak ada mendapati sanksi hukum. Karena
ajaran ini bersifat turun-temurun dari leluhur dahulunya yang mana hanya disepakati,
ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat. Sejauh ini tidak ada undang-undang dan buku

2
Misnal Munir. Sistem Kekerabatan Dalam Kebudayaan Minangkabau : Perspektif Aliran Filsafat
Strukturalisme Jean Claude Levi-Strauss (Yogyakarta : UGM). hal.14
3
P.E.de Josselin de Jong. Minangkabau And Negeri Sembilan : Socio-Political Structure In Indonesia .
(Jakarta :Bhartara, 1969). hal.10
rujukan bahkan sebuah tafsiran. Namun pada hakekatnya fungsi dan peranan
perempuan itu sendiri adalah tetap (mutlak).4

Ada beberapa ciri-ciri dari sistem matrilineal dalam Minangkabau yaitu :


a. Anak memiliki suku dari ibunya.
b. Setiap anak mengikuti suku ibunya. Sedangkan pria (suami) di
Minangkabau tidak memperoleh suku untuk anak-anaknya.
c. Setiap pasangan yang menikah harus berbeda sukunya (eksogami). Ini
diaturan dalam adat, jika ada ini terjadi maka mereka dapat akibatnya
berupa sanksi hukum dan namanya boleh dicemarkan.
d. Dalam Minangkabau yang berhak berkuasa serta menjalankannya adalah
laki-laki, peran wanita hanya berupa pengikat yaitu sebagai pemelihara
dan penyimpan harta pusaka (harto pusako).
e. Bersifat matrilokal, yaitu pasangan suami istri, tinggal bersama istri atau
bersama keluarganya.
f. Hak-hak pusaka di wariskan oleh mamak kepada kemenakannya dan dari
saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan.5

2. Fungsi dan Ukuran Wanita (Gadih) Minangkabau

Sistem kekerabatan matrilineal pada dasarnya tidak meningkatkan derajat wanita,


akan tetapi untuk menjaga harta pusaka dalam kaum, baik aset rumah gadang, tanah
pusaka dan sawah lading dari kepunahan. Posisi perempuan di tempatkan pertama
karena sebagai pengikat, pemelihara atau sebagai penyimpan (amban puruak). Oleh
sebab itu setiap musyawarah mengenai pembetukan peraturan hak dan kewajiban di
dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak. Perempuan

4
https://mersi.wordpress.com/2008/08/14/sistem-kekerabatan-di-minangkabau/
5
Zulfahmi H.B.M. Islam Dan Budaya Minangkabau. 2017. hal.53-54
tidak boleh ikut campur, wanita hanya menerima hasil nya saja. Karena hak dan
kebutuhan perempuan Minangkabau sudah disediakan, dia tidak perlu menuntut lagi.

3. Fungsi dan Ukuran Laki-Laki Di Minangkabau

Laki-laki memiliki kekuasaan serta hak dalam mengatur suatu perkauman, yaitu
berupa aturan pemakaian bahkan pemberian harta pusaka. Peranan laki-laki dalam
kaumnya harus menjalankan peraturan dengan seimbang.

Berikut fungsi laki-laki di Minangkabau :

a. Kemenakan (Kamanakan)

Awalnya laki-laki dalam kaumnya dianggap sebagai kemenakan. Syarat


menjadi kemenakan yaitu mematuhi aturan yang ada dalam kaumnya, mengetahui
anggota keluarga serta harta kaumnnya.

Untuk memperoleh warisan sako dan pusako, kemenakan terbagi 3 jenis yaitu :

1) Kamanakan Bawah Daguak


Kemenakan ini memperoleh warisan sako dan pusako secara langsung dari
mamaknya.

2) Kamanakan Bawah Pusek


Kemenakan ini memperoleh warisan apabila kemenakan di bawah daguak
sudah meninggal dunia atau tidak ada.

3) Kamanakan Bawah Lutuik


Pada umumnya kemennakan ini tidak diikut sertakan dalam warisan sako dan
pusako.
b. Mamak

Mamak bertanggung jawab serta mejalankan kewajibannya terhadap saudara


perempuannya dan kemenakannya.

c. Penghulu

Menjadi penghulu merupakan gelar kebesaran yang disebut dengan datuak.


Kewajiban penghulu yaitu menjaga utuh suatu kaumnya, mengatur pengeluaran
harta kaumnya. Serta bertidak dalam hal di luar kaumnya demi kepentingan
bersama.

Secara umum ajaran pada fungsi laki-laki Minangkabau dapat di tuangkan dalam
pepatah minang yaitu :

Tagak badunsanak mamaga dunsanak


Tagak basuku mamaga suku
Tagak ba kampuang mamaga kampuang
Tagak ba nagari mamaga nagari

4. Fungsi Laki-Laki Di Luar Kaumnya

Fungsi laki-laki selain terhadap kaumnnya dia juga memiliki fungsi diluar
kaumnnya, seperti setelah dia kawin dan hidup berumah tangga, dia akan tinggal
bersama istrinya dan di anggap sebagai pendatang dalam keluarga istrinya atau
disebut dengan sumando.

Dalam adat Minangkabau Sumando terbagi beberapa macam :

a. Sumando Ninik Mamak, yaitu sumando yang memberikan ketentraman.

b. Sumando Kacang Miang, yaitu sumando yang berperilaku buruk terhadap kerabat
istrinya.
c. Sumando Lapiak Buruk, yaitu sumando yang hanya memikirkan bagiannya saja
dan tidak peduli terhadap persoalan lainnya.6

B. Pernikahan Dalam Minangkabau

Dalam Adat Minangkabau Pernikahan/Perkawinan adalah akad dan serangkaian acara


yang dilakukan oleh dua orang suku yang berbeda, sehingga seorang laki-laki diakui
sebagai suami seorang perempuan dan menjadi seorang sumando dalam suku perempuan
itu, dengan hak dan kewajiban tertentu.7 Walaupun masyarakat Minangkabau sudah
memeluk Agama Islam, namun masih tidak diperbolehkan kawin sesuku dalam adat.
Karena hal itu bisa membahayakan keselamatan hubungan kekeluargaan dan kerusakan
keturunan.8

Di Minangkabau Pernikahan sangat sensitif, seperti ketika seorang suami jarang


mengunjungi istri atau pergi bertahun-tahun tanpa ada kabar, maka pihak keluarga istri
menganggap bahwa suami tidak lagi peduli terhadap istrinya dan perkawinan pun tidak
berjalan baik lagi. Dua orang yang menikah disebut rekanan (rekan) bagi sesamanya.
Mereka di panggil balaki babini (laki-laki dan istri), duo istri (pasangan nikah), dan
barumah bakanti (pasangan serumah). Seorang perempuan yang telah menikah disebut
padusi atau paradusi, seorang pelayan rumah tangga disebut anak gadis, dan seorang janda
atau perempuan yang telah cerai disebut orang rando atau barando.9

Dalam perkawinan ada beberapa hal yang perlu dikemukakan yaitu sebagai berikut :

a. Inisiatif datang dari pihak keluarga perempuan.


b. Calon menantu yang diidamkan.
c. Kecenderungan mencari menantu dari hubungan keluarga terdekat.
d. Setelah perkawinan suami tinggal di rumah isteri.

6
https://mersi.wordpress.com/2008/08/14/sistem-kekerabatan-di-minangkabau/
7
Dt. Sanggono Diraji. Cural Paparan Adat Minangkabau.( Bukittinggi ; Agam. 199) Hal.164
8
https://media.neliti.com/media/publications/80992-ID-sistem-kekerabatan-dalam-kebudayaan-mina.pdf
9
Edwin M,Loeb. Sumatera dan Masyarakat. (Yogyakarta; penerbit Ombak. 2013). Hal. 133
e. Tali kekerabatan setelah perkawinan.
f. Sumando yang diidamkan.10

Untuk memenuhi perkawinan yang sah Adat Minangkabau menetapkan persyaratan sebagai
berikut :

1. Perkawinan itu mesti sah menurut hukum syara


2. Perkawinan itu mesti mendapat izin dari mamak atau penghulu suku,baik dari
perempuan maupun laki-laki.
3. Perkawinan itu bukan perkawinan yang dianggap terlarang atau perkawinan
sumbang.
4. Perkawinan itu mesti diselenggarakan menurut adat yang berlaku pada nagari orang
yang melakukan perkawinan.11

Keterkaitan antara kekerabatan dan harta pusaka dalam Minangkabau, sampai saat ini
masih berpegang pada garis keturunan matrilineal. Ayah bukanlah anggota dari garis
keturunan anak-anaknya melainkan dipandang dan diperlakukan sebagai tamu dalam
keluarga. Setidaknya tanggung jawabnya terpenuhi sebagai wali dari garis keturunanya dan
perlindungan atas harta benda garis keturunan tersebut. Walaupun dia harus menahan
dirinya dari menikmati hasil tanah dan harta benda istrinya. Oleh karena itu kebanyakan
laki-laki Minang banyak meninggalkan kampung halaman dan hidup di rantau.12

C. Tata Cara Pernikahan Dalam Adat Minangkabau

1. Maresek

Yaitu, sesuai dengan sistem kekerabatan di minangkabau, pihak keluarga wanita


akan mendatangi, bertamu atau bersilaturahmi ke pihak keluarga laki-laki. Biasanya
pihak wanita yang diutus keluaga karena sudah berpengalaman untuk mengetahui
kecocokan diantara kedua belah pihak. Sebagai simbol sopan santun, pihak keluarga
10
https://media.neliti.com/media/publications/80992-ID-sistem-kekerabatan-dalam-kebudayaan-mina.pdf
11
Tsuyossi Kato. Nasab Ibu dan Merantau, tran,Dr.Azizah Kassim. ( Kuala lumpur:DBP. 1989) Hal. 41
12
Musyair Zainuddin. Serba-Serbi Adat Minangkkabau.
yang diutus biasanya akan membawah buah tangan(maantaan nasi lamak) untuk
keluarga calon pengantin pria.
2. Menimbang (Batimbang Tando)
Artinya, bertukar tanda. Maksudnya menjadikan sebagai simbol
pengikat/perjanjian yang tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak, biasanya
pertukaran ini dengan benda yang memiliki nilai sejarah bagi keluarga seperti kris,
kain adat. Saat ini cincin sering dipakai sebagai bukti keseriusan kedua belah pihak.13
3. Mengantar Sirih (Mahanta Siriah)

Artinya, mempelai memohon do’a restu kepada semua anggota keluarga


termasuk mamak, kakak yang telah menikah sampai ke sepupu yang dihormati.
Tujuannya untuk memohon do’a dan memberitahukan rencana pernikahan agar
berjalan dengan lancar. Dulu calon mempelai laki-laki membawa selapah yang isinya
daun nipah atau tembakau. Namun sekarang diganti dengan sebatang rokok.
Sedangkan calon mempelai wanita akan membawa dan menyertahkan sirih lengkap
untuk tamu yang diundang.

4. Babako

Artinya, pihak keluarga dari calon mempelai wanita ingin menunjukkan betapa
besar kasih sayangnya dengan ikut membantu biaya pernikahan walaupun tidak
seberapa. Acara ini dimulai dengan menjemput calon mempelai wanita dan dibawa ke
rumah keluarga ayahnya serta pihak tertua akan memberikan nasehat disana. Dan
besoknya, keluarga pihak ayah akan mengiringi calon mempelai wanita yang akan
diarak pulang kerumahnya serta membawa barang bantuan tadi. Biasanya
perlengkapan yang dibawa berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi
kuning/nasi lamak, singgang ayam, serta barang yang dibutuhkan oleh calon
mempelai wanita seperti pakaian, perhiasan, lauk pauk yang sudah matang atau

13
A.A.Navis. Alam Terkembang Jadi Guru. (Jakarta: Garfisi Perss. 1986). Hal. 210. Ibid,Hal. 196.
mentah, sampai kue dan lain-lainnya. Acara ini dilaksanakan beberapa hari sebelum
pernikahan berlangsung.

5. Malam Bainai

Artinya acara yang dilakukan pada malam sebelum akad nikah. Bainai
merupakan tradisi memakai tumbukan daun inai yang akan dipakaikan di tangan dan
kuku si calon mempelai wanita.

6. Manjampuik Marapulai

Acara ini menjadi tradsi adat Minang yang paling penting dalam tata cara
pernikahan. Acara ini dimulai dengan menjemput penganten laki-laki dan
membawanya ke rumah calon pengantin wanita untuk segera melansungkan akad
ikah. Dan di acara ini juga dilakukan pemberian gelar (batagak gala) untuk mempelai
laki-laki.

7. Proses Menyambut Calon Mempelai Pria Di Rumah Wanita

Acara ini merupakan acara yang dilaksanakan untuk menyambut calon mempelai
pria. Musik tradisional khas Minang seperti talempong dan gendang tabuik akan
mengiringi acara penyambutan ini. Acara ini merupakan arisan gelombang adat
timbal balik yang terdiri dari para pemuda berpakaian silat serta disambut para dara
berpakaian adat yang menyungguhkan sirih lengkap.

8. Akad Nikah

Akad nikah ini akan dilangsungkan menurut syari’at agama islam dan tradisi adat
yang sudah turun-temurun. Acara diawali dengan pembacaan ayat suci al-qur’an
kemudian ijab qabul dan diakhir ada nasehat perkawinan serta diakhiri dengan do’a.
9. Duduk Di Kursi Pelaminan (Basandiang)

Setelah akad berlangsung, berarti keduanya telah sah menjadi pasangan suami
istri. Selanjutnya kedua pengantin akan bersanding di rumah anak daro. Kedua calon
akan menanti kedatangan tamu alek salinga alam dan dimeriahkan oleh berbagai
macam musik di rumah.

D. Larangan Dalam Pernikahan

Dalam larangan perkawinan, secara hukum islam sering diterapkan dibandingkan


dengan tradisi adat. Oleh sebab itu tradisi adat dimana perempuan boleh menikahi saudara
tiri ayah yang berbeda jarang terjadi. Sementara itu seorang laki-laki dilarang menikahi
lebih dari satu istri, atau orang kaya memiliki empat istri. Menurut perspektif hukum islam,
dasarnya boleh asalkan bersikap adil seperti membagi waktunya satu bulan bersama istri-
istrinya. Menurut adat islam, seorang laki-laki tidak diperbolehkan menikahi dua
perempuan yang bersaudara sekaligus, seorang mertua tidak boleh menikahi menantunya,
dan ipar laki-laki tidak boleh menikahi ipar perempuannya selama pasangan tersebut masih
hidup.

Berikut beberapa pantangan perkawinan demi menjaga kerukunan :

a. Menikahkan seseorang yang sudah di ceraikan dari kaitan/hubungan kerabat,


sahabat, maupun tetangga dekat
b. Mempe perempuan yang sekerabat, sepergaulan, dan setetangga dekat.
c. Menikahkan orang yang tengah dalam pertunangan.
d. Menikahkan anak tiri saudara kandung.14

Peraturan kebiasaan merupakan hukum nya tidak langsung dalam penulisan dan
menjadi patokan untuk menyusun kehidupan masyarakat. Peraturan ini bersifat dinamis dan
berubah mengikuti perkembangan zaman. 15

14
Asmaniar. Perkwinan Minangkabau. (Binamulia Hukum. 2008). Hal. 136-137.
15
B Ter Haar Bzn. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat. (Jakarta: Pradnya Paramita. 1999). Hal. 159.
Dalam peraturan kebiasaan, pernikahan bukanlah hanya masalah sendiri bagi calon,
melainkan juga bersangkutan dengan masalah keluarga-keluarga, dimulai dari pencarian
pasangan, pertunangan, sampai pada akibat-akibat dari pernikahan. Dengan begitu dapat di
artikan pernikahan dalam peraturan kebiasaan tidak hanya bersangkutan dengan
permasalahan pengantin laki-laki dan perempuan tetapi juga bersangkutan dengan masalah
keluarga dari kedua pihak dan sistem masyarakat yang ditetapkan.16 Selain itu perkawinan
juga memiliki hubungan dengan Tuhan dan Agama. Dalam padangan peraturan Islam
perkawinan adalah pernikahan yaitu persetejuan antara kedua belah pihak yang sangat kuat
atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
suatu ibadah.17

16
Hilman Hadikusuma. Hukum Perkawiann Indonesia. (Banduung : Mandar Maju. 2007). Hal. 49.
17
Komlikasi Hukum Islam. Pasal 2.
PENUTUP

Kesimpulan

Bahwasannya masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal diamana


sisitem ini memberikan aturan mengenai kehidupan serta ketertiban dalam ikatan
masyarakat yang menghubungkan tali kekerabatan berdasarkan keturan ibu. Walaupun
begitu hingga sekarang ini tidak ada sanksi hukum yang mengikat. Karena sistem ini
bersifat turun temurun yang kemudian diikuti dan disepakati. Pada hakekatnya fungsi dan
kedudukan perempuan itu tetap pada jalurnya sendiri.

Dalam adat perkawinan di Minangkabau tidak bertentangan dengan Syara begitu


juga dengan Hukum Islam. Dalam sistem perkawinan secara Islam sah-sah saja apabila
kedua pihak mempelai berlandasan Hukum Islam. Sedangkan di Minangkabau kedua
mempelai laki-laki dan wanita harus melaksanakannya sesuai dengan adat yang berlaku,
dimana Hukum Adat mengatakan kedua mempelai tidak boleh sedarah dan sesuku.

Saran

Terkait dengan pembahasan di atas, saya memberi saran beberpa hal guna untuk
diperhatikan, sebagai berikut :

1. Liatlah sistem kekerabatan di Minangkabau apakah sudah diterapkan sesuai yang di


bahas atau belum.
2. Terapkanlah tradisi Minangkabau dalam setiap perkawinan.
3. Untuk generasi milenial sekarang ini. Jangan engkau lupakan atau tidak tau tradisi
adat Minangkabau.
DAFTAR PUSTAKA

Munir Misnal, Sistem Kekerabatan Dalam Kebudayaan Minangkabau : Perspektif Aliran


Filsafat Strukturalisme Jean Claude Levi-Strauss. (Yogyakarta: UGM). hal.14

De Jong De Josselin P.E, 1969, Minangkabau And Negeri Sembilan Socie-Political


Structure In Indonesia. ( Djakarta: Bhartara), Hal.10

https://mersi.wordpress.com/2008/08/14/sistem-kekerabatan-di-minangkabau/

H.B Zulfahmi, 2017, Islam Dan Budaya Minangkabau. Hal 53-54

Dt. Diraji Sanggono, 1999, Cural paparan Adat Minangkabau. (Bukittinggi: Agam),
Hal.164

https://media.neliti.com/media/publications/80992-ID-sistem-kekerabatan-dalam-
kebudayaan-mina.pdf

Edwin M, Loeb, 2013, Sumatera Dan Masyarakat. (Yogyakarta: Penerbit Ombak), Hal.133

Kato Tsuyossi, 1989, Nasab Ibu Dan Merantau, Tran, Dr, Azizah Kassim. ( Kuala Lumpur:
DBP), Hal.41

Zainuddin Musyair, Serba-Serbi Adat Minangkabau

Navis A.A., 1986, Alam Terkembang Jadi Guru. (Jakarta: Garfisi Perss), Hal.210.Ibid,
Hal.196.

Asmaniar, 2008, Perkawinan Minangkabau. (Binamulia Hukum Vol.7 No.2), Hal.236-137

B Ter Haar Bzn, 1999, Asas Dan Susunan Hukum Adat. (Jakarta: Pradnya Paramita),
Hal.159

Hadikusuma Hilman, 2007, Hukum Perkawinan Indonesia. (Bandung: Mandar Maju),


Hal.49.
Komlikasi Hukum Islam, Pasal 2.

Anda mungkin juga menyukai