Anda di halaman 1dari 51

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN LENGKAP
FRAKSINASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA TANAMAN
DAUN JAMBU BOL (Syzygium malaccense L.) ASAL DESA
KAMIRI KECAMATAN BALUSU KABUPATEN BARRU

Diajukan Sebagai Salah Satu syarat Untuk Mengikuti Ujian Praktikum


Fitokimia I

Disusun dan diajukan oleh:


Kelompok II
Kelas C5C6

Makassar, Desember 2018

Menyetujui,

La Hamidu, S.Farm. La Hamidu, S.Farm.


Koordinator Asisten Kelas Asisten Pendamping

Mengetahui,

Dr. Hj. Hasnaeni, S.Si., M.Sc., Apt.


Koordinator Praktikum Fitokimia I

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena

dengan Berkat dan Rahmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan

dan menyusun laporan lengkap ini dengan baik.

Kami juga berterima kasih kepada para dosen dan asisten di

Laboratorium Farmakognosi Fitokimia yang telah memberikan arahan dan

bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan lengkap ini

sebagai syarat mengikuti ujian praktikum Fitokimia I.

Laporan lengkap ini berisi beberapa materi mengenai skrining

fitokimia, ekstraksi sampel, penguapan pelarut pada ekstrak, partisi

ekstrak dan identifikasi golongan senyawa menggunakan kromatografi

lapis tipis serta prosedur-prosedur dalam pelaksanaan percobaa dan hasil

praktikum skrining fitokimia, ekstraksi sampel, penguapan pelarut pada

ekstrak, partisi ekstrak dan identifikasi golongan senyawa menggunakan

kromatografi lapis tipis.

Penulis,

Kelompok II

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAK

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PRAKTIKUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


ABSTRAK

Daun Jambu Bol Putih merupakan tanaman yang cukup berkhasiat


dimana dalam tanaman ini terkandung senyawa yang mempunyai fungsi
tertentu, daun jambu bol putih yang didapat berasal dari dari desa
kammiri, kecamatan balusu, kabupaten barru.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi senyawa
kimia hasil fraksinasi daun jambu bol putih (Syzygium malaccense L.).
Hasil uji skrinning fitokimia daun jambu bol putih positif mengandung
tannin dan dioksiantrakuinon. Metode ekstraksi yan digunaka adalah
maserasi dan soxletasi dengan berat ekstrak masing-masing 8,8701 g dan
1,8087 g. Metode penguapan menggunakan alat rotavapor. Pada
praktikum ini metode pemisahan yang digunakan adalah partisi cai-cair
dengan persentase ekstrak n-heksan yaitu 19,05% dan ekstrak n-butanol
34,84%. Identifikasi senyawa kimia terhadap ekstrak n-heksan
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) daun jambu bol putih
(Syzygium malaccense L.) positif mengandung alkaloid, flavonoid, fenolik,
saponin, minyak atsiri dan antioksidan.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang dapat


dimanfaatkan dalam semua aspek kehidupan manusia. Tanaman daun
Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) adalah salah satu sumber daya
hayati yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Tanaman ini banyak
tumbuh di daerah tropis.
Daun merupakan bagian dari tanaman jambu bol yang
memiliki kandungan flavonoid tertinggi. Studi fitokimia terhadap tanaman
ini mengungkapkan adanya flavonoid, tanin, terpenoid, dan minyak atsiri.
Tanaman ini memiliki efek farmakologi sebagai anti inflamasi,
analgesik, antipiretik, antifungi, dan antioksidan. Bagian kulit batang, daun
dan akar jambu bol memiliki aktivitas antibiotik sehingga dapat digunakan
untuk mengobati berbagai penyakit.
Skrining adalah uji pendahuluan dari suatu sampel untuk
mengetahui kandungan apa saja yang terdapat di dalamnya. Uji
pendahuluan atau biasa disebut dengan skrining dilakukan dengan lima
prosedur kerja pada praktikum ini, agar kita dapat mengetahui kandungan
yang ada di dalam sampel daun jambu bol putih. Uji pendahuluan atau
biasa di sebut skrining tidak memerlukan waktu yang lama untuk
mengerjakannya karena kita hanya ingin mengetahui kandungannya saja,
sehingga hanya butuh waktu yang sedikit untuk mengujinya.
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat
aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk
biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan
hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode
ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
Pengambilan suatu senyawa organik dari suatu bahan alam padat
disebut ekstraksi. Jika senyawa organik yang terdapat dalam bahan padat

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


tersebut dalam jumlah kecil, maka teknik isolasi yang digunakan tidak
dapat secara maserasi, melainkan dengan teknik lain dimana pelarut yang
digunakan harus selalu dalam keadaan panas sehingga diharapkan dapat
mengisolasi senyawa organik itu lebih efesien. Isolasi semacam itu
disebut sokletasi.
Ekstrak tanaman beragam jenisnya berdasarkan konsistensinya,
ada yang bentuknya cair, kental, dan ada pula yang bentuknya kering.
Untuk ektrak yang bentuknya cair masih memiliki kandung cairan penyari
di dalamnya. Untuk ekstrak kental maupun ekstrak kering sudah tidak
memiliki kandungan cairan penyari karena telah melalui tahap
penguapan.Dengan melakukan tahapan penguapan maka cairan penyari
dalam ekstrak cair akan hilang dan yang tinggal hanyalah senyawa kimia
dari sampel.
Ekstraksi padat-cair adalah juga termasuk cara ekstraksi yang
lazim disebut ekstraksi pelarut, dimana zat yang akan diekstraksi
(biasanya zat padat) terdapat dalam fasa padat. Cara ini banyak
digunakan dalam isolasi senyawa organik (padat) dari bahan alam.
Efesiensi ekstraksi padat cair ini ditentukan oleh besarnya ukuran partikel
zat padat yang mengandung zat organik dan banyaknya kontak dengan
pelarut.
Partisi adalah keadaan kesetimbangan keberhasilan pemisahan
yang tergantung pada perbedaan kelarutan senyawa tersebut dalam
kedua pelarut. Secara umum prinsip pemisahannya adalah senyawa
tersebut kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut di pelarut
lainnya. Air banyak dipakai dalam sistem ekstraksi cair-cair senyawa
organik karena banyak senyawa organik yang bersifat ion atau sangat
polar yang cukup larut dalam air Pelarut lainnya adalah pelaru torganik
yang tidak bercampur dengan air (yaitu bukan dari golongan alkohol dan
aseton). Dalam sistem ekstraksi ini akan dihasilkan dua fasa yaitu fasa air
(aqueos) dan fasa organik. Selain syarat kelarutan yang harus berbeda
jauh perbedaannya di kedua pelarut tersebut, juga syarat lain adalah
pelarut organik harus mempunyai titik didih jauh lebih rendah dari

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


senyawa terekstraksi (biasanya dibawah 100 0C), tidak mahal dan tidak
bersifat racun.
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan
lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga
peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang
digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua
laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. Pada
hakekatnya KLT merupakan metode kromatografi cair yang melibatkan
dua fase yaitu fase diam dan fase gerak.
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan yaitu, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga
yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja
tinggi. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan
bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh
gravitasi pada pengembangan secara menurun. KLT merupakan bentuk
kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja kandungan senyawa kimia yang dimiliki tanaman Jambu Bol
(Syzygium malaccense L.)?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi senyawa tannin (katekol dan
pirogalotanin), dioksiantrakinon, alkaloid, flavonoid, dan saponin?
3. Bagaimana cara melakukan ekstraksi terhadap tanaman Jambu Bol
(Syzygium malaccense L.)?
4. Bagaimana mengetahui konsistensi di bobot ekstrak pada sampel
tanaman daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) melalui tahap
penguapan sederhana menggunakan rotavapor ?
5. Bagaimana cara untuk melakukan fraksinasi ekstrak metanol daun
Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) dengan menggunakan metode
partisi padat-cair menggunakan pelarut n-heksan?

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


6. Bagaimana cara mengidentifikasi golongan komponen kimia dari
tanaman daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.)

C. Maksud Praktikum

1. Untuk mengetahui kandungan senyawa kimia tanaman Jambu Bol


(Syzygium malaccense L.).
2. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi tanin (katekol dan
pirogalotanin), dioksiantrakinon, alkaloid, flavonoid, dan saponin.
3. Untuk melakukan ekstraksi dari sampel daun Jambu Bol (Syzygium
malaccense L.) dengan menggunakan metode ekstraksi.
4. Untuk melakukan penguapan pelarut pada ekstrak cair etanol
tanaman daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) menggunakan
metode sederhana.
5. Untuk melakukan fraksinasi ekstrak metanol daun Jambu Bol
(Syzygium malaccense L.) dengan menggunakan metode partisi
padat-cair menggunakan pelarut n-heksan.
6. Untuk mengidentifikasi golongan komponen kimia yang terdapat pada
tanaman daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.).

D. Tujuan Praktikum

1. Untuk melakukan proses identifikasi senyawa yang terkandung dalam


tanaman Jambu Bol (Syzygium malaccense L.). .
2. Untuk mengetahui dan membuktikan kandungan senyawa kimia yang
dimiliki oleh tanaman Jambu Bol (Syzygium malaccense L.).
3. Untuk mendapatkan sari atau ekstrak dari tanaman Jambu Bol
(Syzygium malaccense L.) dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
4. Untuk mendapatkan ekstrak kental dari ekstrak etanol daun Jambu
Bol (Syzygium malaccense L.).
5. Untuk mendapatkan fraksi n-heksan dan n-butanol jenuh dari ekstrak
etanol daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.)

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


6. Untuk mengetahui dan melakukan cara identifikasi golongan
komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis dari ekstrak
tanama daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) dengan baik dan
benar.

E. Manfaat Praktikum

1. Untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif tanaman Jambu Bol


(Syzygium malaccense L.) yang dapat digunakan dalam pengobatan.
2. Untuk mengetahui dan membuktikan kandungan senyawa kimia
tanaman Jambu Bol (Syzygium malaccense L.).
3. Untuk mengetahui cara mengekstraksi kandungan kimia atau
senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman daun Jambu Bol
(Syzygium malaccense L.) dengan metode ekstraksi maserasi dan
refluks.
4. Untuk dijadikan sebagai sumber informasi metode penguapan apa
saja yang dapat dilakukan pada daun Jambu Bol (Syzygium
malaccense L.)
5. Untuk dijadikan sebagai sumber informasi metode partisi ekstrak yang
dapat dilakukan pada tanaman daun Jambu Bol (Syzygium
malaccense L.)
6. Untuk membantu kita lebih memahami tentang cara mengidentifikasi
komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis pada ekstrak
tanaman daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.)

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi (Integrated Taxonomic Information System)


Kingdom : Plantae
Divisio : Tracheophyta
Subdivisio : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium malaccense (L.) Merr. & L.M. Perry
2. Morfologi Tanaman
Jambu bol (Syzygium malaccense (L.) Merr. & Perry) termasuk
dalam anggota famili Myrtacea. Jambu bol merupakan tanaman
tahunan dengan tinggi berkisar 5-16 meter dan diameter batang 20-45
cm. Daun berbentuk oval sampai oblong, agak tebal, dengan panjang
10-30 cm. Buah jambu bol merupakan buah buni, berbentuk bulat,
bulat telur sampai lonjong sedangkan warna buahnya mulai dari merah
jingga sampai merah tua atau kehitaman, putih kehijauan sampai
kekuningan dengan ukuran buahnya 3-7 cm (Rosmaina, 2013). Daging
buah berwarna putih, mengandung banyak air dan beraroma wangi,
tebal daging buah 0,5-2,5 cm. Terdapat hanya 1 biji per buah,
berbentuk bulat dan berwarna coklat dengan diameter 2,5-3,5 cm
(Kuswandi, 2008).
3. Nama Lain
Nama daerah jambu bol adalah jambu ripu (Aceh),
dharsana (Madura), jambu bol (Sunda, batak, lampung), Myambu
bol (Bali), Jambu bo (Minangkabau), jambu boa (Jambi) dan maufa
(Nias).

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


4. Kandungan Kimia
Daun merupakan bagian dari tanaman jambu bol yang
memiliki kandungan flavonoid tertinggi. Studi fitokimia terhadap
tanaman ini mengungkapkan adanya flavonoid, tanin, terpenoid, dan
minyak atsiri (Nurhasnawati, 2017).
5. Khasiat Tanaman
Bagian daun memiliki efek farmakologi sebagai anti inflamasi,
analgesik, antipiretik, antifungi, dan antioksidan (Nurhasnawati, 2017).
Bagian kulit batang, daun dan akar jambu bol memiliki aktivitas
antibiotik sehingga dapat digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit (Rosmaina, 2013).
Pada penelitian sebelumnya, Syzygium malaccense terbukti
memiliki aktivitas antikanker. Pada kulit pohon jambu bol memiliki
berbagai aktivitas biologis yaitu sebagai antivirus, antibakteri dan
antijamur. Tanaman ini digunakan pula dalam pengobatan tradisional
untuk pengobatan penyakit menular. Selain itu, Syzygium malaccense
terbukti memiliki aktivitas anthelmintik (Santi, 2017).

B. Metode Ekstraksi Bahan Alam

1. Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan zat/senyawa kimia yang
dapat larut terpisah dari zat yang tidak larut dari bagian tanaman,
bagian hewan termasuk biota laut dengan pelarut/penyari cair. Zat/
senyawa yang terlarut/tersari tadi merupakan zat aktif dari dalam sel
(Sutrisna, 2016).
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif
dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk
biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan
hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan
metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam (Atmoko, 2009).
2. Tujuan Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan zat/senyawa kimia yang
dapat larut terpisah dari zat yang tidak larut dari bagian tanaman,
bagian hewan termasuk biota laut dengan pelarut/penyari cair.
Zat/senyawa yang terlarut/tersari tadi merupakan zat aktif dari dalam
sel. Tujuan dari penyarian ini adalah menarik senyawa aktif yang
terdapat dalam bahan alam tersebut (Sutrisna, 2016).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut seperti etanol, metanol,
etil asetat, heksana dan air mampu memisahkan senyawa-senyawa
yang penting dalam suatu bahan. Pemilihan pelarut yang akan dipakai
dalam proses ekstraksi harus memperhatikan sifat kandungan
senyawa yang akan diisolasi. Sifat yang penting adalah polaritas dan
gugus polar dari suatu senyawa. Pada prinsipnya suatu bahan akan
mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya sehingga akan
mempengaruhi sifat fisikokimia ekstrak yang dihasilkan
(Septiana & Ari, 2012).
Metode ekstraksi yang digunakan diduga juga mempengaruhi
sifat fisikokimia dari ekstrak tersebut. Ekstraksi dapat dilakukan
dengan satu tahap ekstraksi maupun bertingkat. Padaekstraksi satu
tahap hanya digunakan satu pelarut untuk ekstraksi sedang pada
ekstraksi bertingkat digunakan dua atau lebih pelarut (Septiana & Ari,
2012).
3. Jenis – Jenis Ekstraksi
Secara umum ekstraksi dibedakan dengan dua metodenya/cara
yaitu cara panas dan cara dingin. Ekstraksi metode panas contohnya
infundasi, sokletasi, digesti dan refluk. Ekstraksi cara dingin contohnya
maserasi dan perkolasi. Pemilihan metode ekstraksi didasarkan atas
sifat bahan maupun senyawa kandungan bahan yang akan diisolasi.
Tahapan dalam proses ekstraksi tesebut adalah : 1) pemilihan bagian
tanaman, pengeringan dan penggilingan; 2) pemilihan pelarut/cairan

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


penyari, cairan pelarut/penyari berdasarkan polaritasnya dibagi dalam
pelarut polar, pelarut semipolar dan pelarut non polar (Sutrisna, 2016).
4. Cara - Cara Ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah
ekstraksi secara panas dengan cara refluks dan penyulingan uap air
dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi, perkolasi dan alat
soxhlet (Koirewoa, 2011).
a. Ekstraksi secara soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara
berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih.
Uap penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian
diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk
menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari
mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat
dan terjadi proses sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif
yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai
jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon(Koirewoa, 2011).
b. Ekstraksi secara perkolasi
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian
simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5
bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana
tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit
demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari.
Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka
dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga simplisia tetap
terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan
dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya
(Koirewoa, 2011).
c. Ekstraksi secara maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian
simplisia dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian
dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


hari, terlindung dari cahayasambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu
diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari.
Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu
dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang
tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan
(Koirewoa, 2011).
d. Ekstraksi secara refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan
cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat
pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari
akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin
tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut,
demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan
setiap kali diekstraksi selama 4 jam (Koirewoa, 2011).
e. Destilasi uap air
Biasanya penyulingan yang menggunakan destilasi air
adalah bahan yang mudah menggumpal danbiasanya disuling
dalam bentuk serbuk. Pada metode penyulingan ini, material
diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang, Ketel suling diisi
sampai dengan batas di bawah saringan. Prinsip dasarnya seperti
mengukus nasi. Material kontak dengan uap yang tidak terlalu
panas namun jenuh yang dihasilkan dari air yang mendidih di
bawah saringan (Julianto 2016, h.32).

C. Penguapan Ekstrak

1. Pengertian
Rotary evaporator adalah alat yang berfungsi untuk
memisahkan suatu larutan dari pelarutnyasehingga dihasilkan ekstral
dengan kandungan kimia tertentu sesuai yang diinginkan. Cairan yang
ingin diuapkan biasanya ditempatkan dalam suatu labu yang kemudian
dipanaskan dengan bantuan penangas, dan diputar. Uap cairan yang

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


dihasilkan didinginkan oleh suatu pendingin (kondensor) dan
ditampung pada suatu tempat (receive flask). Kecepatan alat ini dalam
melakukan evaporasi sangat cepat, terutama bila dibantuk oleh vakum.
Kelebihan lainnya dari alat ini didasarkan pada titik didih pelarut dan
adanya tekanan yang menyebabkan uap dari pelarut terkumpul di atas,
serta adanya kondensor (suhu dingin) yang menyebabkan uap ini
mengembun dan akhirnya jatuh ke tabung penerima. Setelah
pelarutnya diuapkan, akan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk
padatan atau cairan (Supardan, 2011).
2. Metode penguapan
Pada dasarnya pengeringan dilakukan setelah tiap tahap
ekstraksi, fraksinasi, dan pemurnian. Ada beberapa metode
pengeringan (Saifudin, 2014):
a. Diuapkan diatas waterbath (penguapan): baik sistem terbuka
maupun tertutup. Sistem tertutup mencegah solven meracuni ke
mana-mana.
b. Diuapkan dengan rotary evaporator: Digunakan untuk semua
pelarut organik. Tidak cocok untuk bahan berair. Air membutuhkan
waktu penguapan yang sangat lama.
c. Liofilisasi (freeze dryer): digunakan untuk bahan yang berair tidak
untuk pelarut organik.
3. Faktor yang Mempengaruhi Penguapan
Pada evaporasi, penurunan tekanan dalam labu akan
menyebabkan kondisi dalam labu yang mendekati tekanan 0 atm,
sehingga mempercepat waktu penguapan pelarut. Peningkatan suhu
penangan turut membantu mempercepat penguapan air. Apabila faktor
tekanan diperkecil, maka waktu evaporasi akan lebih cepat, terutaa
terlihat secara signifikan pada kondisi 50℃. Peningkatan suhu dari 50-
60℃ pada kondisi tekanan yang sama memperlihatkan penurunan
waktu evaporasi secara signifikan, sedangkan pada peningkatan suhu
dari 60-70℃ dengan kondisi tekanan yang sama, tidak
memperlihatkan penurunan yang tidak terlalu besar. Dapat dikatakan

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


laju penguapan berbanding lurus dengan suhu dan berbanding
terbalik dengan tekanan dalam labu. Pada tekanan yang sama,
kenaikan suhu akan meningkatkan laju penguapan, sedangkan
kenaikan tekanan dalam labu akan menurunkan laju penguapan
(Handoko, 2007).
Pemanasan yang terlalu tinggi, juga waktu kontak sampel yang
terlalu lama mampu menurunkan rendamen kadar. Makin lama waktu
evaporasi mengakibatkan waktu kontak antara bahan dengan suhu
akan semakin lama. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu faktor lain
yang mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi. Kontak sampel
dengan panas yang terlalu lama diperkirakan menyebabkan rusaknya
beberapa senyawa yang akan dianalisis (Handoko, 2007).

D. Partisi Ekstrak

1. Pengertian Partisi
Partisi adalah suatu proses pemisahan komponen-komponen
dalam suatu senyawa berdasarkan perbedaan kelarutan dengan
prinsip, yaitu distribusi zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling
campur. Proses distribusi ini berdasarkan prinsip like dissolve like,
yaitu senyawa yang polar akan lebih mudah larut dalam pelarut yang
polar dan sebaliknya. Partisi dilakukan dengan menggunakan pelarut
n-heksana dan etil asetat, sehingga didapatkan fraksi metanol, etil
asetat dan n-heksana. Selanjutnya, semua fraksi tersebut dipekatkan
dengan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak pekat fraksi
metanol, etil asetat dan n-heksana. Dapat dilihat bahwa pada saat
partisi dengan tiga pelarut yang berbeda memberikan rendemen yang
bervariasi untuk setiap pelarut yang digunakan. Ketiga fraksi yang
diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak fraksi metanol merupakan
ekstrak yang paling banyak diperoleh. Hal ini jelas menunjukkan
bahwa kandungan senyawa organik polar yang terkandung di dalam
daun soma relatif besar dan diikuti berturut-turut oleh ekstrak fraksi etil
asetat (semi polar) dan n-heksana (non-polar) (Marselia dkk, 2015).

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


2. Tujuan Partisi
Partisi Ekstrak adalah suatu usaha yang dilakukan untuk
memisahkan komponen kimia dari ekstrak menggunakan pelarut yang
berbeda kepolarannya (Tobo, 2001).
Hubungan zat terlarut yang terdistribusi diantara dua pelarut
yang tidak saling bercampur dinyatakan pertama kali oleh “Walter
nernst” (1981) yang dikenal dengan hukum distribusi atau partisi  “jika
solut dilarutkan sekaligus kedalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur, maka solut akan terdistribusi diantara kedua pelarut. Pada
saat setimbang perbandingan konsentrasi solut berharga tetap pada
suhu tetap.” (Yazid, 2005).
3. Partisi Cair-Cair
Partisi cair-cair biasa juga disebut sebagai metode corong
pisah. Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak yang telah
dilarutkan dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur dengan yang
pertama, akan terbentuk dua lapisan. Satu komponen dari campuran
akan memiliki kelarutan dalam kedua lapisan tersebut (biasanya
disebut fase) dan setelah beberapa waktu dicapai kesetimbangan
konsentrasi dalam kedua lapisan. Waktu yang diperlukan untuk
tercapainya kesetimbangan biasanya dipersingkat oleh pencampuran
keduanya dalam corong pisah (Tobo, 2001).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun
hewan lebih mudah larut dalam pelarut organik. Proses terekstraksinya
zat aktif dimulai ketika pelarut organik menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan
terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif
di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan
berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel
(Tobo, 2001).

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk
memperlakukan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan
analit-analit dari komponen matrix yang mungkin menggangu pada
saat kuantifikasi atau deteksi analit. Disamping itu, ekstraksi pelarut
juga digunakan untuk memekatkan analit yang ada didalam sampel
dalam jumlah kecil sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan
untuk deteksi dan kuantifikasinya.Salah satu fasenya seringkali berupa
air dan faes yanglain pelarut organik seperti kloroform atau petroleum
eter. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan didalam
fase air,sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan
masuk pada pelarut anorganik. Analit yang tereksasi kedalam pelarut
organik akan mudah diperoleh kembali dengan cara penguapan
pelarut, sedangkan analit yang masuk kedalam fase air seringkali
diinjeksikan secara langsung kedalam kolom (Rohman, 2009).
4. Partisi Padat-Cair
Merupakan pemisahan satu komponen dari padatan dengan
melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat
dilarutkan dalam pelarut tersebut. Proses ini biasanya dilakukan dalam
fase padatan, sehingga disebut juga ekstraksi padat-cair. Dalam
ekstraksi padat-cair, larutan yang mengandung komponen yang
diinginkan harus bersifat tak campur dengan cairan lainnya. Proses ini
banyak digunakan dalam pemisahan minyak dari bahan yang
mengandung minyak (Ibrahim, 2009).
Operasi ekstraksi padat-cair dapat dilakukan dengan
mengontakkan padatan dan pelarut sehingga diperoleh larutan yang
diinginkan yang kemudian dipisahkan dari padatan sisanya.Pada saat
pengontakkan terjadi, mekanisme yang berlangsung adalah peristiwa
pelarutan dan peristiwa difusi.Pelarutan merupakan peristiwa
penguraian suatu zat menjadi komponennya, baik berupa molekul-
molekul, atom-atom, ataupun ion-ion, karena pelarut cair yang
melengkapinya.Partikel-partikel yang melarutkan ini berkumpul
dipermukaa antara padatan dan pelarut. Bila peristiwa masih terus

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


berlangsung, maka akan terjadi dfusi partikel-partikel zat terlarut dari
lapisan antar fase menembus lapisan permukaan pelarut dan masuk
ke badan pelarut dimana zat terlarut didistribusikan merata. Peristiwa
ini terus berlangsung hingga keadaan setimbang terjadi (Santosa,
2014).
E. Kromatografi Lapis Tipis

1. Penampak Bercak pada KLT


Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan
fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan
bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga
bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk
menampakkan bercak adalah dengan cara pencacahan radioaktif dan
fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk
senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat
jelas (Ghalib, 2007).
2. Lampu UV
Deteksi senyawa dilakukan dengan menggunakan detektor UV
di bawah sinar UV 254 nm, indikator pada plat KLT akan
memancarkan warna hijau dan pada UV 366 nm akan memancarkan
warna ungu. Komponen yang menyerap cahaya pada 254 atau 366
nm akan tampak sebagai bercak gelap pada plat yang bercahaya
(Ghalib, 2007).
3. Pereaksi KLT
Akhir-akhir ini penggunaan senyawa antioksidan berkembang
dengan pesat baik untuk makanan maupun pengobatan. Penggunaan
sebagai obat makin berkembang seiring dengan makin bertambahnya
pengetahuan tentang aktifitas radikal bebas terhadap beberapa
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan kanker. Antioksidan
diketahui dapat menghambat kerja radikal bebas. Pengujian aktivitas
antioksidan dilakukan dengan 2 metode DPPH. Ekstrak Callyspongia
sp. Dilarutkan dalam metanol dan dibuat dalam berbagai konsentrasi
( 10, 30, 50 dan 70 ppm). Masing-masing dimasukkan ke dalam

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


tabung reaksi. Ke dalam tiap tabung reaksi ditambahkan 500 μL
larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai 5,0 ml,
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, selanjutnya
serapannya diukur pada panjang gelombang 515 nm. Sebagai kontrol
positif, dan untuk pembanding digunakan vitamin C (konsentrasi 2, 3, 4
dan 5 ppm) dan BHT (konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm). Alkaloid. Larutan
ekstrak sebanyak 3 ml ditambah dengan 1 ml HCl 2 N, dan 6 ml air
suling, kemudian panaskan selama 2 menit, dinginkan kemudian
disaring. Filtrat diperiksa adanya senyawa alkaloid dengan pereaksi
Dragendorff, Bouchardat dan Mayer. Flavonoid. Larutan ekstrak
sebanyak 2 ml ditambah dengan sedikit serbuk seng atau magnesium
dan 2 ml HCl 2N. Senyawa flavonoid akan menimbulkan warna jingga
sampai merah (Hanani dkk 2005, h.128).
Pembuktian kandungan senyawa-senyawa tersebut diperkuat
dengan adanya identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis
(KLT). Noda yang dihasilkan selanjutnya dideteksi dengan pereaksi
sesuai golongan senyawanya, kemudian diamati di bawah lampu UV.
Pereaksi ini digunakan untuk menambah kepekaan deteksi dan
menghasilkan perubahan warna yang ada kaitannya dengan struktur
senyawa yang bersangkutan (Hayati dkk 2012, h.25).

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu batang
pengaduk, cawan porselin, corong, gelas kimia (untuk memanaskan
air), pipet tetes, penangas air, rak tabung, sendok tanduk, dan tabung
reaksi, kondensor lurus, labu alas bulat, water bath, toples, labu alat
bulat, rotary vacuum evaporator, erlenmeyer, hairdrayer, pipet tetes,
timbangan analitik, chamber, gunting, lampu UV254 dan UV366, lempeng
KLT, mistar, pensil 2B, pinset, pipa kapiler dan vial.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu
aquades, etanol 95% P, FeCl 3 1 N, HCl pekat, HCl 2 N, KOH 10%,
pereaksi dragendorff, mayer, baurchardat, sampel daun Jambu Bol
(Syzygium malaccense L.), aluminium foil, etanol 96%, ekstrak etanol
daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.), kertas saring, label, n-
heksan, tisu, AlCl3, FeCl3, vanilin asam sulfat, DPPH (1,1-Diphenyl-2-
Picrylhidrazyl), H2SO4, ekstrak kental simpisia daun Jambu Bol
(Syzygium malaccense L.), eluen (n-heksan : etil asetat).

B. Prosedur Kerja (Najib & Malik, 2018)

1. Skrining Fitokimia
a. Reaksi Identifikasi Golongan Tanin
1) Reaksi identifikasi terhadap katekol
Sampel dibasahi dengan larutan FeCl 3 1%, jika
mengandung katekol akan menghasilkan warna hijau.
2) Reaksi identifikasi terhadap pirogalotanin
Sampel dibasahi dengan larutan FeCl 3 1%, jika
mengandung pirogalotanin akan menghasilkan warna biru.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


b. Reaksi Identifikasi Golongan Dioksiantrakinon
Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditetesi dengan KOH 5% b/v dalam etanol 95% P, jika mengandung
dioksiantrakinon akan menghasilkan warna merah.
c. Reaksi Identifikasi Golongan Alkaloid
Ekstrak metanol dimasukkan ke dalam masing-masing
tabung reaksi kemudian ditetesi :
1) HCl 2 N dan pereaksi Mayer, jika mengandung alkaloid maka
akan menghasilkan endapan kuning.
2) HCl 2 N dan pereaksi Bauchardat, jika mengandung alkaloid
akan menghasilkan endapan coklat.
3) HCl 2 N dan pereaksi Dragendroff, jika mengandung alkaloid
akan menghasilkan endapan warna jingga.
d. Reaksi Identifikasi Golongan Steroid
Serbuk dibasahi dengan etanol kemudian didihkan selama
15 menit lalu disaring, filtrate diuapkan sampai kering. Ekstrak
kering ditambahkan n-heksan setelah terlebih dahulu
disuspensikan dengan sedikit air, bagian yang larut dalam n-
heksan dipisahkan. Lapisan n-heksan kemudian ditetesi dengan
pereaksi Liebermann-Burchard jika mengandung steroid akan
menghasilkan warna merah jambu.
e. Reaksi Identifikasi Golongan Saponin
Serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10
ml air panas, didinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10
detik, terbentuk buih, lalu tambahkan 1 tetes asam klorida 2 N, buih
tidak hilang.
f. Reaksi Identifikasi Golongan Flavonoid
1) Serbuk ditambahkan dengan FeCl 3 dan HCl P, jika terjadi warna
merah menunjukkan adanya flavonoid.
2) Serbuk ditambahkan dengan serbuk zink dan HCl P, jika terjadi
warna merah menunjukkan adanya flavonoid.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


2. Metode Ekstraksi
a. Metode Maserasi
Metode maserasi dilakukan dengan cara memasukkan
serbuk simplisia dengan derajat halus tertentu sebanyak 190 gram
ke dalam bejana maserasi (toples), kemudian ditambah cairan
penyari 1500 mL etanol 96%, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-
ulang diaduk. Setelah 3 hari, disaring ke dalam bejana penampung,
kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi
secukupnya dan duaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh
sari yang maksimal.
b. Metode Soxhletasi
Metode soxhletasi dimana simplisia atau bahan yang akan
diektraksi terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang sebanyak 10
gram kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi
kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak
boleh lebih tinggi dari pipa siphon). Selanjutnya labu alas bulat diisi
dengan penyari etanol 96% sebanyak 300 mL, kemudian
ditempatkan di atas water bath atau heting mantel dan diklem
dengan kuat, kemudian klonsong yang telah dilapisi dengan sampel
dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem, dan
cairan penyari ditambahkan untuk membasahi sampel yang ada
dalam klonsong. Mantel disambungkan ke sumber arus listrik
kemudian distel pada suhu yang sesuai. Biarkan cairan penyari
tersirkulasi sampai ekstraksi berlangsung sempurna.
3. Penguapan
a. Metode Penguapan dengan Hairdryer
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Dimasukkan ekstrak cair ke dalam wadah (mangkuk). Kemudian
diuapkan menggunakan hairdryer. Dihentikan pemanasan ketika
ekstrak terlihat lebih kental dan terbentuk gelembung-gelembung
udara yang pecah pada permukaan ekstrak. Setelah penguapan

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


selesai dan diperoleh ekstrak yang lebih pekat, hasil ekstrak
kemudian ditimbang.
b. Metode Penguapan dengan Rotavapor
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Dimasukkan ekstrak cair sampel ke dalam labu alas bulat. Diatur
suhu waterbath 5-10oC di bawah titik didih pelarut yang digunakan.
Kemudian labu alas bulat dipasang diujung rotor yang
menghubungkan dengan kondensor, lalu diatur kecepatan
perputaran rotor, dan diaktifkan vakum. Setelah penguapan,
hentikan pompa vakum, waterbath dan tombol rotor diputar ke arah
nol. Dipindahkan sampel ke dalam wadah.
4. Metode Partisi
a. Ekstraksi Cair-Cair Dalam Pelarut n-Heksan
Ekstrak kental 8,8701 g disuspensikan dengan air sebanyak
200 mL, kemudian dimasukkan dalam corong pisah dan
ditambahkan dengan n-heksan sebanyak 100 mL, kocok sampai
merata dengan sesekali membuka penutup corong pisah,
kemudian didiamkan sampai terjadi pemisahan antara fase air dan
fase n-heksan, dan dipisahkan fase air dan fase n-heksan.
Kemudian fase air dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan
ditambahkan dengan n-heksan sebanyak 100 mL dan dilakukan
berulang sebanyak 3 kali. Fase n-heksan yang diperoleh dari
beberapa kali penyarian disatukan kemudian diuapkan sampai
mendapatkan ekstrak kental.
b. Ekstraksi Cair-Cair Dengan Pelarut n-Butanol
Fase air dari hasil ekstraksi dengan n-heksan dimasukkan
dalam corong pisah kemudian ditambahkan dengan 30 mL n-
butanol jenuh air, dikocok, didiamkan, dan dipisahkan lapisan air
dan n-butanol. Lapisan n-butanol diuapkan hingga diperoleh
ekstrak kental.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


5. Identifikasi dengan Metode KLT
a. Penyiapan Lempeng Silica Gel
Lempeng silica gel F254 20x20 cm dipotong menjadi 7x1 cm
(untuk 1 ekstrak). Kemudian lempeng diberi garis penotolan
dengan pensil bagian bawah jarak 1 cm dan garis batas dari 0,5 cm
dari bagian atas sehingga diperoleh lempeng silica gel.
b. Penjenuhan Chamber
Disiapkan 2 buah chamber ditambahkan eluen dengan
kepolaran yang berbeda yaitu n-heksan : etil asetat perbandingan 8
: 2. Kemudian dijenuhkan dengan cara pengocokan hingga tidak
ada lagi eluen yang berada di dinding chamber.
c. Penotolan
Siapkan alat dan bahan. Ekstrak n-heksan dilarutkan dengan
metanol dan juga ekstrak n-butanol dilarutkan dengan metanol.
Kemudian ekstrak ditotol dengan pipa kapiler di lempeng. Lempeng
diangin-anginkan, lalu dimasukkan ke dalam chamber yang telah
jenuh. Bila eluen telah mencapai batas atas lempeng silica gel
maka lempeng dapat dikeluarkan. Selanjutnya diamati di UV 254,
UV366, H2SO4 10% dan hitung nilai Rf.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan skrining fitokimia, hasil identifikasi senyawa kimia


dapat dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Hasil ekstraksi sampel daun jambu bol putih

Golongan Pereaksi Hasil

Tannin
Alkaloid FeCl3 1N +
HCl 2N + Mayer -
HCl 2N + Bauchardat -
Dioksiantrakuinon HCl 2N + Dragendorff -
Saponin Etanol + KOH +
Flavonoid Air panas + HCl 2N -
FeCl3 + HCl pekat -

Skrining fitokimia merupakan suatu metode atau uji pendahuluan


dalam suatu sampel yang digunakan untuk mengetahui kandungan kimia
yang terdapat dalam suatu sampel. Pada pengujian skrining fitokimia ini
pada sampel daun jambu bol putih (Syzygium malaccense L.) untuk
mengetahui komponen kimia yang terkandung dalam sampel.
Pada praktikum kali ini, dilakukan uji skrining fitokimia terhadap
tanaman Jambu Bol. Adapun senyawa-senyawa yang diidentifikasi yaitu
tannin (katekol dan pirogalotanin), dioksiantrakinon, alkaloid, flavonoid,
dan saponin.
Pada pengujian tanin, sampel dibasahi dengan FeCl 3 lalu diamati
perubahan warna yang terjadi pada sampel. Hasilnya sampel positif
mengandung senyawa golongan tanin (katekol) dengan menghasilkan
warna hijau, serta negatif mengandung senyawa golongan tanin
(pirogalotanin).
Pada pengujian dioksiantrakinon, sampel ditambah KOH 5% dan
etanol 95%. Sampel menunjukkan hasil positif mengandung
dioksiantrakinon dengan menghasilkan warna merah.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Pada pengujian alkaloid, sampel diekstraksi dengan etanol,
filtratnya dimasukkan ke dalam tiga tabung reaksi dan ditambah dengan
HCl 2 N, masing-masing tabung diberikan pereaksi Mayer, Bauchardat,
dan Dragendroff. Ditemukan bahwa sampel negatif mengandung alkaloid.
Pada pengujian flavanoid, sampel ditambah dengan FeCl 3 dan HCl
pekat namun sampel menunjukkan hasil yang negatif mengandung
flavonoid.
Pada pengujian steroid, sampel dibasahi dengan etanol kemudian
didihkan selama 15 menit lalu disaring, filtrate diuapkan sampai kering.
Ekstrak kering ditambahkan n-heksan setelah terlebih dahulu
disuspensikan dengan sedikit air, bagian yang larut dalam n-heksan
dipisahkan. Lapisan n-heksan kemudian ditetesi dengan pereaksi
Liebermann-Burchard dan negatif mengandung steroid.
Pada pengujian saponin, sampel ditambah air panas 10 ml lalu
ditambah HCl 2 N. Sampel menunjukkan hasil negatif mengandung
saponin dengan tidak terbentuknya buih pada sampel yang ada dalam
tabung reaksi.
Pada uji identifikasi tanin dan flavonoid, digunakan pereaksi FeCl 3
yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tanin katekol
dengan ditandai perubahan warna menjadi warna hijau. Terbentuknya
warna hijau karena tanin merupakan golongan senyawa polifenol, dimana
ion Fe3+ akan bereakasi dengan gugus fenol yang merupakan kandungan
dari tanin yang akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna hijau.
Untuk identifikasi dioksiantrakinon, digunakan pereaksi KOH 10 %
untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan senyawa
dioksiantrakinon ditandai dengan perubahan warna menjadi warna merah.
Ekstrak metanol maupun etanol dilakukan bertujuan untuk memisahkan
antara metabolit sekunder yang polar dan nonpolar. Alasan penambahan
KOH yang berfungsi untuk menghidrolisis glikosida dan mengoksidasi
antranol menjadi antrakinon sehingga terbentuk larutan warna merah.
Pada identifikasi golongan alkaloid, ekstrak metanol dimasukkan ke
dalam masing-masing plat tetes kemudian ditetesi HCl 2 N dan pereaksi

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Mayer. Adapun alasan penambahan Pereaksi mayer bertujuan untuk
mendeteksi alkaloid dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui
ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi mayer sehingga
menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang non polar mengendap
berwarna putih. Pereaksi bauchardat mengandung kalium iodida dan iod
yang akan membentuk endapan cokelat jika direaksikan dengan alkaloid.
Pereaksi Dragendorff mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida
dalam asam nitrat berairDragendorff dapat mengendapkan alkaloid karena
dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang memiliki satu
pasang elektron bebas menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik
(basa). Maka dari itu, senyawa alkaloid mampu mengikat ion logam berat
(Dragendorff) yang mempunyai muatan positif sehingga terbentuk
endapan jingga.
Pada uji golongan saponin, dilakukan pengujian yang
menghasilkan gelembung udara tidak menghilang setelah diberikan
pereaksi HCl. Buih ini menandakan adanya saponin, karena saponin
merupakan senyawa golongan glikosida yang mempunyai struktur steroid
dan mempunyai sifat-sifat khas yang dapat membentuk larutan koloidal
dalam air dan membuih bila dikocok.
Jadi, berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa
tanaman Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) positif mengandung tanin
(katekol) dan dioksiantrakuinon hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
ada. Adapun faktor kesalahan yang menyebabkan perbedaan antara hasil
praktikum dan literature yaitu karena adanya zat pengotor di dalam serbuk
sampel dan pereaksi yang sudah rusak.
Pada percobaan ekstraksi sampel, metode ektraksi yang digunakan
adalah maserasi dan soxletasi. Hasil dari masing-masing metode dapat
dilihat pada tabel 2:
Tabel 2. Hasil ekstraksi sampel daun jambu bol putih
Pengamatan Maserasi Soxhletasi
Bobot sebelum diekstraksi (g) 190 10
Bobot ekstrak kering (g) 8,8701 1,8087
Persentase ekstrak (%) rendamen 4,67% 18,09%
Jumlah cairan penyari (mL) 1500 300

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Jumlah ekstrak cair (mL) 888 188
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.
Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan
berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode
ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Adapun tujuan
dari praktikum ini adalah mengetahui cara ekstraksi dan identifikasi
komponen kimia yang terkandung dalam daun Jambu Bol (Syzygium
malaccense L.). Adapun prinsip dari ekstraksi yaitu berdasarkan proses
osmosis dan difusi. Osmosis merupakan perpindahan pelarut dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi yang tinggi dengan melewati membran
semi permeabel. Sedangkan difusi merupakan perpindahan zat terlarut
dari konsentrasi tiinggi ke konsentrasi rendah.
Pada praktikum ini digunakan metode ekstraksi dengan maserasi
dan soxhletasi. Keuntungan dari metode meserasi ini adalah peralatannya
sederhana. Adapun kerugiannya yaitu waktu yang diperlukan untuk
mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih
banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai
tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin. Metode soxhlet yang
memiliki keuntungan dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang
lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. Adapun
kerugiannya yaitu karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul
pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat
menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol termasuk ke dalam
pelarut polar, sehingga sebagai pelarut diharapkan dapat menarik zat-
zataktif yang juga bersifat polar. Etanol digunakansebagai cairan penyari
karena lebih selektif, kapang dan khamir sulit tumbuhdalam etanol 20% ke
atas, tidak beracun, netral, dan etanol dapat bercampurdengan air pada
segala perbandingan, serta panas yang diperlukan untukpemekatan lebih
rendah. Etanol dapat memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut dan tidak
mengakibatkan pembengkakan membran sel. Keuntungan lainnya adalah

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


sifatnya yang mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja
enzim.
Adapun bobot ekstrak kering yang diperoleh dari ekstraksi
menggunakan metode maserasi adalah 8,8701 gram dengan %rendamen
sebesar 4,67% dan metode soxhletasi adalah 1,8087 gram dengan
%rendamen sebesar 18,09%.
Pada percobaan penguapan ekstrak sampel, metode penguapan
menggunakan alat rotavapor dan hairdryer. Hasil dari masing-masing
metode dapat dilihat pada tabel 3:
Tabel 3. Hasil penguapan ekstraksi sampel daun jambu bol putih

Pengamatan Sampel I Sampel II


Metode penguapan Sederhana Rotavapor
Konsistensi Ekstrak kental Ekstrak kental
Bobot ekstrak 1,8087 gram 8,8701 gram
Penguapan adalah proses terbentuknya uap dari permukaan cair
yang mana dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi ekstrak yang
lebih pekat. Ekstrak yang dikenal 3 macam menurut Farmakope
Indonesia, yaitu ekstrak cair, ekstrak kental, dan ekstrak kering. Tujuan
dari penguapan adalah untuk menghilangkan cairan penyari yang
digunakan.
Pada percobaan ini metode yang digunakan adalah metode
penguapan sederhana menggunakan pemanasan. Adapun alat yang
digunakan adalah hairdryer dan rotary vacuum evaporator (rotavapor).
Sampel atau ekstrak cair daun jambu bol putih (Syzygium malaccense L.)
yang sudah diekstraksi pada praktikum sebelumnya kemudian diuapkan
pada praktikum ini.
Pada metode sederhana dengan hairdryer, dimana dimasukkan
ekstrak cair ke dalam wadah (mangkuk). Kemudian diuapkan
menggunakan hairdryer. Dihentikan penguapan ketika ekstrak terlihat
lebih kental. Setelah penguapan selesai dan diperoleh ekstrak yang lebih
pekat, hasil ekstrak kemudian ditimbang dan mendapatkan hasil bobot
ekstrak yaitu 1,8087 gram.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Pada ekstrak cair daun jambu bol putih (Syzygium malaccense L.)
yang akan diuapkan dimasukkan ke dalam labu alas bulat dengan volume
2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan kemudian water
bath distel pada suhu 5-10°C dibawah titik didih pelarut yang digunakan.
Alasan digunakannya suhu 5-10°C dibawah titik didih pelarut ialah agar
senyawa yang terkandung dalam pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi dan
cairan penyari dapat menguap 5-10°C dibawah titik didih pelarutnya.
Setelah itu ditekan tombol on-off. Setelah suhu tercapai, cairan
ekstrak yang ada didalam labu alas bulat kemudian dipasang pada ujung
rotor yang menghubungkan kondensor, pompa vakum dan aliran air
pendingin kemudian diputar dengan kecepatan tertentu. Setelah proses
penguapan selesai kemudian sampel daun jambu bol putih (Syzygium
malaccense L.) yang telah dipekatkan kemudian dipindahkan dalam capor
dan selanjutnya akan dikentalkan dengan menggunakan hairdryer.
Setelah penguapan selesai dan diperoleh ekstrak yang lebih pekat, hasil
ekstrak kemudian ditimbang dan mendapatkan hasil bobot ekstrak yaitu
8,8701 gram.
Pada percobaan partisi ekstrak sampel, metode partisi yang
digunakan adalah partisi cair-cair. Hasil dari metode tersebut dapat dilihat
pada tabel 4:
Tabel 4. Hasil partisi ekstrak sampel daun jambu bol putih
Pengamatan Sampel
Metode Ekstraksi Partisi Cair-Cair
Bobot Ekstrak metanol (g) 8,87 g
Bobot Ekstrak n-heksan (g) 1,69 g
Persentase Ekstrak n-heksan (%) 19,05%
Bobot Ekstrak n-butanol (g) 3,09 g
Persentase Ekstrak n-butanol (%) 34,84%
Partisi ekstrak (ekstraksi cair-cair) adalah proses pemisahan zat
terlarut di dalam dua macam zat pelarut yang tidak saling
bercampur,dengan kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam
pelarut organik dan pelarut air. Hal tersebut memungkinkan karena
adanya sifat senyawa yang dapat larut dalam air dan ada pula yang dapat
terlarut dalam pelarut organik. Sedangkan ekstraksi padat-cair adalah

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


proses pemisahan untuk memperoleh komponen zat terlarut dari
campurannya dalam padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
Pada umumnya metode ini digunakan untuk sampel yang tidak larut
dalam air. Adapun prinsip dari proses partisiini yaitu digunakandua pelarut
dimanapelarutnyatidak saling bercampur digunakanuntuk melarutkan zat-
zat yang ada dalam ekstrakbaik polar maupun non polar atau like dissolve
like. Tujuan dilakukannya partisi yaitu untuk memisahkan komponen kimia
dari sampel daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) berdasarkan
tingkat kepolarannya. Proses partisi sebenarnya dapat dilakukan dengan
partisi cair-cair ataupun partisi padat cair, pada praktikum kali ini dilakukan
partisi cair-cair.
Pada pengerjaan awal, partisi  dilakukan  dengan  menimbang
ekstrak kental daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) sebanyak 5
gram, yang kemudian ditambahkan dengan 30 mL n-heksan pada gelas
kimia kemudian dimasukkan batu magnet yang selanjutnya distirer selama
10 menit setelah itu ambil cairan penyari,hasil ektrak ditambahkan lagi 30
mL n-heksan (diulang 3x). Alasan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali,
agar hasil fraksi yang didapatkan lebih banyak dan senyawa yang
didapatkan lebih banyak dibanding yang hanya dilakukan satu kali.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pada percobaan
partisi cair-cair dengan menggunakan pelarut n–heksan hasil yang
diperoleh dengan berat ekstrak setelah penguapan adalah 1,69 gram
dengan %kadar yaitu 19,05% dan untuk partisi cair-cair dengan
menggunakan pelarut n–butanol hasil yang diperoleh dengan berat
ekstrak setelah penguapan adalah 3,09 gram dengan %kadar yaitu
34,84%.
Pada percobaan kromatografi lapis tipis (KLT), metode KLT yang
digunakan adalah . Hasil dari masing-masing metode dapat dilihat pada
tabel 5:
Tabel 5. Hasil identifikasi senyawa kimia pada metode KLT daun
jambu bol putih
Identifikasi Pereaksi n-heksan n-butanol

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Alkaloid Pereaksi dragendorf (+) Jingga (+) Jingga
Flavanoid AlCl3 (+) Kuning (+) Kuning
Fenolik FeCl3 (+) Hijau (+) Hijau
kehitaman
Saponin Vanillin asam sulfat (+) Merah (-) Merah
Minyak atsiri Vanillin asam sulfat (+) Merah (+) Merah
Antioksidan DPPH (+) Kuning (+) Kuning
Pereaksi tampak Asam sulfat Tidak tampak Tidak tampak
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-
komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya
adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah
berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang
digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk
platsilika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin
dipisahkan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka
sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Fase diam (adsorben) contohnya silika gel (asam silikat), alumina
(aluminium oksida), kieslguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari
keempat jenis adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai ialah silika
gel dan masing-masing terdiri dari beberapa jenis yang mempunyai nama
perdagangan bermacam-macam. Silika gel ini menghasilkan perbedaan
dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara pembuatannya.
Selain itu harus diingat bahwa penyerap yang berpengaruh nyata
terhadap daya pemisahnya.
Fase gerak (mobile) meliputi beberapa variasi eluen. Eluen yang
digunakan untuk proses elusi terdapat dua jenis yaitu eluen yang lebih
polar dan eluen yang kurang polar. Penggunaan eluen yang kurang polar
dimaksudkan untuk mengelusi ekstrak heksan dan ekstrak metanol,
sedangkan eluen yang lebih polar untuk mengelusi ekstrak n-butanol
jenuh air dan ekstrak metanol.
Eluen yang digunakan merupakan kombinasi dari dua macam
pelarut, Hal ini dimaksudkan untuk mencapai semua tingkat kepolaran
sehingga eluen ini dapat mengangkat noda yang tingkat kepolarannya

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


berbeda-beda. Perbandingan jumlah eluen yang digunakan berdasarkan
pengalaman dapat menarik komponen kimia yang maksimal. Namun jika
pada penampakan noda, belum diperoleh jumlah noda yang maksimal
atau posisi noda terlalu ke atas atau ke bawah maka perbandingan ini
dapat dikombinasikan kembali.
Prinsip eluen tersebut dalam melewati fase diam (terelusi naik ke
atas) adalah bergerak berdasarkan prinsip partisi dimana fase gerak akan
teradsorpsi pada permukaan dan mengisi ruang-ruang diantara sel
penyerap, kemudian terpartisi
Prinsip pemisahan noda adalah berdasarkan kepolarannya
sehingga menghasilkan kecepatan yang berbeda-beda saat terpartisi dan
terjadilah pemisahan. Untuk memisahkan noda dengan sebaik-baiknya
maka digunakan kombinasi eluen non polar dengan polar. Apabila noda
yang diperoleh terlalu tinggi, maka kecepatannya dapat dikurangi dengan
mengurangi kepolaran. Namun apabila nodanya lambat bergerak atau
hanya ditempat, maka kepolaran dapat ditambah.
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel
akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator
fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula
sambil melepaskan energi.
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor
yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi
cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan
semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
Pengidentifikasian golongan komponen kimia dengan melakukan
penyemprotan menggunakan beberapa pereaksi tertentu setelah
lampeng di masukan ke dalam chamber maka lempeng akan di
semprotkan lalu di lihat di bawah sinar UV. Adapun pereaksi yang di
gunakan adalah AlCl3 dan sitroborat untuk menguji kandungan flavonoid,
dragendrof untuk menguji kandungan alkaloid, vanillin asam sulfat untuk
menguji kandungan saponin dan terpenoid, dan DPPH untuk menguji
kandungan antioksidan.
Alasan digunakan asam sulfat vanillin yaitu karena sifatnya yang
asam sehingga dapat digunakan untuk menampakkan noda yang tidak
tampak, asam sulfat memiliki sifat mengoksidasi sehingga jika noda yang
tidak tampak pada lampu UV maka akan tampak pada penyemprotan
asam sulfat, ini terjadai karena struktur dari komponen kimianya dipecah
(gugus kromofornya dirusak) sehingga ikatan berubah serta menyebabkan
panjang gelombangnya berubah. Kerugian menggunakan penyemprotan
asam sulfat vanillin yakni dapat merusak senyawa kimia atau gugus
kromofor pada sampel.
Alasan digunakam larutan FeCl3 ialah untuk mengetahui bahwa
tanaman daun Jambu Bol mengandung fenolik atau tidak. Jika berwarna
biru positif mengandung pirogalotanin dan hijau positif mengandung
katekol ini dibuktikan karena bersifat oksidator sehingga dapat digunakan.
Alasan digunakan larutan dragendorff ialah untuk mengetahui bahwa
tanaman Jambu Bol mengandung alkaloid atau tidak. Jika mengandung
alkaloid positif akan menghasilkan warna orange ini dibuktikan karena
senyawa basa yang terdapat pada tanaman sehingga akan membentuk
garam. Pada pereaksi dragendroff jika terdapat alkaloid, alkaloid akan
bereaksi dengan timbale sehingga menggumpal dan mengendap dalam
endapan merah tua taua merah kecoklatan. Alasan penambahan
sitroborat adalah pereaksi untuk mengidentifikasi flavonoid. Jika

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


mengandung flavonoid posit maka akan berwarna kuning di sinar tampak
dan berpendar di UV366 setelah di semprot sitroborat.
Alasan menggunakan pereaksi DPPH ini karna biasanya digunakan
untuk uji aktivitas peredaman radikal bebas dan biasa digunakan untuk
sampel yang kecil atau sedikit, dan juga merupakan radikal bebas yang
stabil dapat digunakan untuk menentukan sifat aktivitas peredaman
radikal bebas suatu ekstrak. Setelah penyemprotan DPPH ini pada KLT,
bercak kuning pada latar ungu menunjukkan adanya aktivitas radikal
bebas.
Pertama dalam menentukan jenis eluen yang di gunakan maka
akan di lakukan beberapa percobaan terhadap ekstrak methanol dan
fraksi n-heksan dengan menggunakan pelarut tertentu untuk melarutkan
sampel tersebut lalu di lakukan berbagai perbandingan eluen agar
mendapatkan noda yang baik untuk melakukan uji komponen kimia.
Kedua, fraksi di larutkan dengan menggunakan n-heksan sesuai
dengan pelarut yang di gunakan sewaktu sampel di fraksinasi, lalu di
lakukan penotolan ke tiap lempeng yang sudah di beri tanda. Selanjutnya
lempeng akan di masukkan ke dalam chamber yang berisi eluen yang
terdiri dari n-heksan dan etil asetat yang telah di jenuhkan. Lempeng yang
telah di totol akan mengalami adsorbs dan partisi yaitu sampel yang di
totol akan merambat naik keatas lempeng inilah yang disebut dengan
noda hingga batas yang telah di ukur yaitu 0,5 dari batas lempeng.
Ketiga, identifikasi golongan komponen kimia dengan melakukan
penyemprotan menggunakan beberapa pereaksi tertentu lempeng akan
di semprotkan lalu di lihat di bawah sinar UV. Adapun pereaksi yang di
gunakan adalah dragendrof untuk menguji kandungan alkaloid, AlCl 3 untuk
menguji kandungan flavonoid, Fecl3untukmengujifenolik, vanillin asam
sulfat untuk menguji kandungan saponin danminyakatsiri, DPPH untuk
menguji kandungan antioksidandanpereaksi H2SO4.
Sehingga dari hasil pengamatan dapat diketahui kandungan kimia
yang secara jelas menampakkan noda dengan penyemprotan
menggunakan larutan-larutan spesifik untuk identifikasi yakni pada sampel

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


simpisia daun Jambu Bol (Syzygium malaccense L.) pada ekstrak n-
heksan adalah positif mengandung flavonoid, fenolik, antioksidan, minyak
atsiri, saponin, dan alkaloid. Sedangkan pada ekstrak n-butanol positif
mengandung flavonoid, fenolik, antioksidan, minyak atsiri, dan alkaloid,
namun negatif mengandung saponin. Hal ini didasarkan pada hasil
percobaan yang menggunakan beberapa reagen spesifik.
Adapun faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu
rusaknya lempeng KLT dan tidak jenuhnya larutan eluen serta tidak
bersihnya alat yang digunakan.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan pada pengujian skrinning


fitokimia kandungan kimia pada sampel daun Jambu Bol Putih (Syzygium
malaccense L.) ditemukan bahwa sampel positif mengandung tanin
(katekol) dan dioksiantrakuinon.
Pada percobaan ekstraksi yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa bobot ekstrak kering yang diperoleh dari ekstraksi
menggunakan metode maserasi adalah 8,8701 gram dengan %rendamen
sebesar 4,67% dan metode soxhletasi adalah 1,8087 gram dengan
%rendamen sebesar 18,09%.
Pada percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa bobot ekstrak kering yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan
metode maserasi adalah 8,8701 gram dengan %rendamen sebesar
4,67% dan metode soxhletasi adalah 1,8087 gram dengan %rendamen
sebesar 18,09%.
Pada percobaan partisi cair-cair dengan menggunakan pelarut n–
heksan hasil yang diperoleh dengan berat ekstrak setelah penguapan
adalah 1,69 gram dengan %kadar yaitu 19,1% dan untuk partisi cair-cair
dengan menggunakan pelarut n–butanol hasil yang diperoleh dengan
berat ekstrak setelah penguapan adalah 3,09 gram dengan %kadar yaitu
34,84%.
Pada percobaan identifikasi KLT ekstrak n-heksan daun jambu bol
putih (Syzygium malaccense L.) positif mengandung flavonoid, fenolik,
antioksidan, minyak atsiri, saponin, dan alkaloid. Sedangkan pada n-
butanol positif mengandung flavonoid, fenolik, antioksidan, minyak atsiri,
dan alkaloid, namun negatif mengandung saponin.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


B. Saran

Diharapkan laboratorium melengkapi penyediaan larutan perekasi


yang lengkap untuk digunakan dalam percobaan praktikum, sehingga
praktikum berjalan dengan semestinya, alat dan bahan di laboratorium di
perbanyak sehingga banyak metode ekstraksi yang bisa dipraktikumkan,
dalam melakukan penguapan terlebih dahulu menimbang bobot kosong
dari wadah yang akan digunakan sehingga memudahkan dalam
menetukan berat ekstrak, diharapakan selama praktikum berlangsung,
ketertiban dan kedisiplinan ditingkatkan agar proses praktikum dapat
berjalan dengan lancar dan tenang dan sebagai praktikan kami sangat
mengharapkan bimbingan dari para asisten dalam melakukan praktikum.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


DAFTAR PUSTAKA

Atmoko, Tri., Ma’ruf, Amir, 2009, Uji Toksisitas dan Skrining Fitokimia
Ekstrak Tumbuhan Sumber Pakan Orangutan Terhadap Larva
Artemia salina L. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Samboja, 6(1):37-45.

Ghalib, Ibnu., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hanani, E, Mun’im, A Dan Sekarini, R, 2005, Identifikasi Senyawa


Antioksidan dalam Spons Callyspongia Sp dari Kepulauan
Seribu, Departemen Farmasi, FMIPA-UI, Kampus UI, Depok.

Handoko, Dodo., 2007, Jurnal Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi
Evaporasi Ekstrak Daun Teh Hijau, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Hayati, EK, Jannah, A dan Ningsih, R, 2012, Identifikasi Senyawa dan


Aktivitas Antimalaria In Vivo Ekstrak Etil Asetat Tanaman
Anting-Anting (Acalypha Indica L.), Jurusan Kimia UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang, Malang

Ibrahim, 2009, Ekstraksi, Sekolah Farmasi ITB, Bandung.

Integrated Taxonomic Information System, 2018, Syzygium


malaccense (L.) Merr. & L.M. Perry, https://itis.gov/servlet/
SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=505421#null, 4 November
2018.

Julianto, TS 2016, Minyak Atsiri Bunga Indonesia, Yogyakarta, Deepublish

Koirewoa, Yohanes Adithya, Fatimawali, Weny Indayany Wiyono, 2011.


Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Daun
Beluntas(Pluchea indica L.) Manado. Universitas Samratulangi.

Marselia, S Dkk 2015, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Soma (Ploiarium


Alternifolium Melch) Terhadap Propionibacterium Acnes Seli, M.
Agus Wibowo, Savante Arreneuz, Fakultas Mipa, Universitas
Tanjungpura, Pontianak.

Najib A & Malik A, 2018, Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia 1,
Fakultas Farmasi UMI, Makassar.

Rohman, A, 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu.


Yogyakarta.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Rustini, dkk, 2015, Uji Toksisitas Ekstrak Daun Jambu Bol (Hbiscus
tiliaceus) terhadap Larva Artemia Salina Leach serta Identifikasi
Golongan Senyawanya, Jurusan FMIPA Universitas Udayana,
Bali.

Saifudin, A., 2014, Senyawa Alam Metabolit Sekunder, Deepublish,


Yogyakarta.

Santosa, Imam dan Endah Susilawati, 2014, Ekstraksi Abu Kayu Dengan
Pelarut Air Menggunakan Sistem Bertahap Banyak Beraliran
Silang, Chemica, Vol. 1, No. 1, ISSN.

Septiana, AT dan Ari, A 2012, Kajian Sifat Fisikokimia Ekstrak Rumput


Laut Coklat Menggunakan Berbagai Pelarut dan Metode
Ekstraksi, Purwokerto, Fakultas Pertanian Universitas Jenderal
Soedirman.

Supardan, D., 2011, Jurnal Hasil Penelitian Industri: Proses Pemurnian


Metanol Hasil Sintesa Biodiesel Menggunakan Rotary
Evaporator, Balai Riset dan Standarisasi Industri, Banda Aceh.

Sutrisna, EM, 2016, Herbal Medicine : Suatu Tujuan Farmakologis,


Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Tobo, Fachruddin, 2001, Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia,


Laboratorium  Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas, Makassar.

Yazid, E, 2005, Kimia Fisika untuk Paramedis, Andi, Yogyakarta.

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Praktikum


1. Skrining Fitokimia
a. Reaksi Identifikasi Golongan Tanin
1) Reaksi identifikasi terhadap katekol
Ekstrak
+ FeCl3 1 %
Warna hijau (+)
2) Reaksi identifikasi terhadap pirogalotanin
Ekstrak
+ FeCl3 1%
Warna biru (+)
b. Reaksi Identifikasi Golongan Dioksiantrakinon
Ekstrak
+ KOH 5% b/v dalam etanol 95% P
warna merah (+)
c. Reaksi Identifikasi Golongan Alkaloid
Sampel diekstraksi dengan etanol, filtrate yang diambil

+ HCl 2 N

Mayer Bauchardat Dragendrof

(+ kuning) (+ coklat) (+ jingga)

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


d. Reaksi Identifikasi Golongan Steroid
Serbuk+Etanol
Didihkan selama 15 menit lalu disaring
Filtrat diuapkan sampai kering.
Ekstrak kering ditambahkan air + eter
(+) pereaksi Liebermann-Burchard
warna merah jambu.
e. Reaksi Identifikasi Golongan Saponin
Serbuk
+ 10 ml air panas
kocok kuat-kuat selama 10 detik
Terbentuk buih
+ 1 tetes asam klorida 2 N
buih tidak hilang.
f. Reaksi Identifikasi Golongan Flavonoid
Sampel
+ FeCl3 dan
+ HCl P
warna merah (+)

Sampel
+ serbuk zink
+ HCl P
warna merah (+)

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


2. Ekstraksi Sampel
a. Maserasi
Ditimbang 190 g serbuk daun jambu bol putih (Syzygium
malaccense L.)
Masukkan ke dalam toples
+ 1500 mL metanol 96%
Ditutup dan dibiarkan selama 3 hari
(Sesekali diaduk)
Saring

Diperoleh sari yang maksimal


b. Soxhletasi
Disiapkan seperangkat alat soxhlet
Lapisi klonsong dengan kertas saring
Ditimbang 10 g sampel
Masukkan ke dalam klonsong
+ 300 mL metanol ke dalam labu alas bulat
Masukkan ke dalam water bath
Pasang klonsong ke labu alas bulat
Alat soxhlet dinyalakan

Dibiarkan hingga cairan penyari menjadi bening


3. Penguapan Pelarut Ekstrak Sampel
a. Metode Penguapan dengan Hairdryer
Ekstrak cair
Masukkan ke dalam wadah (mangkuk).
Kemudian diuapkan menggunakan hairdryer
Pemanasan dihentikan ketika ekstrak terlihat lebih kental
Ekstrak ditimbang
Ekstrak yang lebih pekat

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


b. Metode Penguapan dengan Rotavapor
Ekstrak cair
Masukkan ekstrak cair sampel ke dalam labu alas bulat.
Atur suhu waterbath 5-10oC di bawah titik didih pelarut
Labu alas bulat dipasang diujung rotor yang
menghubungkan dengan kondensor,
Atur kecepatan perputaran rotor, dan aktifkan vakum.
Penguapan selesai, hentikan pompa vakum, waterbath
dan tombol rotor diputar ke arah nol.
Dipindahkan sampel ke dalam wadah.
Ekstrak kental
4. Partisi Ekstrak
Ekstrak Cair-Cair
Ekstrak 8,8701 g
+ aquadest 200 mL
Dimasukkan dalam corong pisah
+ 100 mL n-heksan, dikocok
Sesekali dibuka penutup corong pisah
Diamkan, dipisahkan lapisan air & n-heksan
Fase air dimasukkan kembali dalam corpis
+ 100 mL n-heksan, dikocok, & didiamkan
Ulangi beberapa kali
Fase n-heksan disiapkan
Ekstrak kental n-heksan

Ekstrak dengan n-butanol


Dimasukkan fase air ke dalam corong pisah
+ 30 mL n-butanol jenuh air
Dikocok, didiamkan beberapa saat
Dipisahkan lapisan air & n-butanol
Ekstrak kental n-butanol

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


5. Kromatografi Lapis Tipis
a. Penyiapan Lempeng Silica Gel
Lempeng silica gel F254 20x20 cm
dipotong menjadi 7x1 cm (untuk 1
ekstrak)
Lempeng diberi garis penotolan dengan
pensil bagian bawah jarak 1 cm dan garis
batas dari 0,5 cm dari bagian atas
Diperoleh lempeng silica gel
b. Penjenuhan Chamber
Disiapkan 2 buah chamber
+ eluen dengan kepolaran yang berbeda
Dimasukkan potongan kertas saring yang
panjangnya melebihi chamber
Eluen dibiarkan hingga naik melalui kertas saring hingga
melewati penutup kaca
c. Penotolan
Siapkan alat dan bahan
Ekstrak n-heksan (dilarutkan dengan kloroform)
Ekstrak n-butanol (dilarutkan dengan metanol)
Ekstrak ditotol dengan pipa kapiler di lempeng
Lempeng diangin-anginkan, lalu dimasukkan ke
dalam chamber yang telah jenuh
Bila eluen telah mencapai batas atas lempeng silica
gel maka lempeng dapat dikeluarkan
Amati di UV254, UV366, H2SO4 10% dan hitung nilai Rf

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Lampiran 2. Gambar Tanaman

Tanaman Jambu BoL (Syzygium malaccense L.)

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Lampiran 3. Gambar Hasil Praktikum

1. Skrining Fitokimia

(Kotekol) (Pirogalotanin)
Identifikasi Tanin

Identifikasi Dioksiantrakuinon

Identifikasi Alkaloid Identifikasi Steroid

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Identifikasi Saponin Identifikasi Flavonoid
2. Ekstraksi Sampel

Hasil Esktrak Metode Refluks

3. Penguapan Pelarut

Proses Penguapan dengan Rotavapor

4. Partisi Ekstrak

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


5. Kromatografi Lapis Tipis

UV254 UV366
Ekstrak n-heksan dan n-butanol

Lempeng Silica Gel Setelah Disemprotkan dengan Pereaksi Spesifik


Flavonoid H2SO4 Alkaloid

Antioksidan Terpen/Saponin Fenolik

Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai


Laboratorium Farmakognosi Fitokima – Universitas Muslim indonesiai

Anda mungkin juga menyukai